Makalah Manajemen Operasional Lembaga Keuangan Syariah (BPR Syariah)



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Perkembangan ekonomi syariah cukup pesat beberapa tahun belakangan terutama pada sektor perbankan. Gagasan adanya lembaga perbankan yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah Islam berkaitan erat dengan gagasan terbentuknya ekonomi Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-hadits. Larangan terutama berkaitan dengan kegiatan- kegiatan bank yang dapat diklasifikasikan sebagai riba. Perbedaan utama antara kegiatan bank berdasarkan prinsip syariah dengan bank konvensional pada dasarnya terletak pada sistem pemberian imbalan atau jasa dari dana (Sri, 2005). Bank perkreditan Rakyat merupakan salah satu bidang perbankan yang mulai menerapkan sistem ekonomi syariah. Bank perkreditan rakyat Syariah (BPRS) adalah salah satu lembaga keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip- prinsip syariah ataupun muamalah Islam. BPR Syariah didirikan sebagai langkah aktif dalam restrukturisasi perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam berbagai paket kebijaksanaan keuangan, moneter, dan perbankan secara umum, dan secara khusus mengisi peluang terhadap kebijaksanaan Bank Konvensional dalam penetapan tingkat suku bunga (rate of interest). Selanjutnya BPR Syariah secara luas dikenal sebagai sistem perbankan bagi hasil atau sistem perbankan Islam. Oleh karena itu, pemaparan makalah ini dimaksudkan untuk mengenal lebih jauh lagi tentang BPR Syariah.
B.     RUMUSAN MASALAH
Bagaimana gambaran umum tentang BPRS?
C.    TUJUAN
Untuk mengetahui gambaran umum BPRS


BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN BPRS
Menurut (Pasal 1 ayat 3) Undang-undang (UU) Perbankan No.7 Tahun 1992, Bank Perkereditan Syari’ah adalah lembaga keuangan yang menerima simpanan uang hanya dalam bentuk deposito berjangka tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dalam bentuk itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Sedangkan menurut (pasal 1 ayat 4) No. 10 tahun 1998, disebutkan bahwa BPR adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Dengan demikian, Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah dapat didefinisikan sebagai sebuah lembaga keuangan sebagaimana Bank Perkreditan Rakyat yang konvensional, yang operasionalnya memakai prinsip-prinsip syariah.
B. DASAR PEMIKIRAN BEROPERASINYA BPRS
 Berdirinya BPR Islam di Indonesia selain didasari oleh tuntutan bermuamalah secara Islam yang merupakan keinginan kuat dari sebagian besar umat Islam di Indonesia, juga sebagai langkah aktif dalam rangka restrukturisasi perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam berbagai paket kebijaksanaan keuangan, moneter, perbankan secara umum. Secara khusus adalah mengisi peluang terhadap kebijaksanaan yang membebaskan bank dalam penetapan tingkat suku bunga (rate interest), yang kemudian dikenal dengan bank tanpa bunga.1
B.     LANDASAN HUKUM
Pada dasarnya, pendirian BPR Syariah mempunyai tujuan yang utama. Yang pertama yaitu menghindari riba; dan yang kedua yaitu mengamalkan prinsip-prinsip syariah dalam perbankan khususnya Bank Perkreditan Rakyat untuk tujuan kemaslahatan.

1.      Al-Qur’an
 Di dalam Al-Qur’an, beberapa ayat yang menyinggung tentang pelarangan riba, di antaranya QS Ar-Rum [30]:39, QS. Al-Baqarah [2]:275, QS. Al-Baqarah [4]:130, QS. An- Nisa[4]: 146, QS. Al-Baqarah [2]:276, dan QS. Al-Baqarah [2]:278.
2.      Al-Hadis
 “Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan riba, orang yang member makan riba, penulis dan saksi riba. Kemudian mereka bersabda: mereka semua adalah sama (HR.Muslim)
3.       Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, yang mulai berlaku 1 Juli 2009.
C.    TUJUAN DIDIRIKAN BPR SYARIAH
Tujuan didirikannya BPR Syariah adalah meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama kelompok masyarakat lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan.  Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi.  Membina ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dala            m rangka peningkatan pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang memadai.
D.    STRATEGI OPERASIONAL
Pada dasarnya, konsep dasar operasional BPR Islam, sama dengan konsep dasar operasional pada Bank Muamalat Indonesia, yaitu:
1) Sistem Simpanan (al-wadiah),
2) Sistem bagi hasil,
3) sistem jual beli dan marjin keuntungan,

4) sistem sewa, dan

5) sistem upah (fee)
.
Untuk mencapai sebuah tujuan, diperlukan adanya strategi operasional,yaitu:
1.      BPR syariah tidak bersifat menunggu (pasif) terhadap datangnya permintaan fasilitas, melainkan bersifat aktif dengan melakukan solisitasi/penelitian kepada usaha-usaha yang berskala kecil yang perlu dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis yang baik.
2.      BPR Islam memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala kecil menengah.
3.      BPR mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yang akan diberi pembiayaan.
E.      KEGIATAN USAHA BPRS
Berdasarkan UU Perbankan No. 10 tahun 1998, kegiatan usaha BPRS meliputi:
1.Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2.Memberikan kredit.
3.Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
4.Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
Pembatasan usaha BPRS syariah secara tegas dijelaskan dalam pasal 27 SK Direktur BI No. 32/36.KEP/DIR/1999. Menurut surat keputusan ini, kegiatan operasional BPR syariah adalah:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi: a) Tabungan berdasarkan prinsip wadiah atau mudharabah.
b) Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah.
c) Bentuk lain yang menggunakan prinsip wadiah atau mudharabah.
2. Melakukan penyaluran dana melalui:
a) Transaksi jual-beli berdasarkan prinsip:  Mudharabah, Istishna, Ijarah,   Salam, Jual beli lainnya.
b) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip:  Mudharabah, Musyarakah dan  Bagi hasil lainnya.
c) Pembiayaan lain berdasarkan prinsip:  Rahn dan Qardh
3. Melakukkan kegiatan lain yang lazim dilakukan BPR Syariah sepanjang disetujui oleh Dewan Syariah Nasional. Keterangan lebih lanjut tentang kegiatan usaha BPRS diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 6/17/PBI/2004. Namun pada dasarnya, kegiatan operasional BPRS lebih terbatas jika dibanding dengan bank umum syariah. Hal ini dapat dilihat dalam SK Direktur BI No. 32/36/KEP/DIR/1999. Sedangkan kegiatan yang dilarang, berdasarkan pasal 14 UU No.17 tahun 1992, yaitu:
1.      Menerima simpanan dalam bentuk giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran
2.      Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing
3.      Melakukan penyertaan modal
4.      Melakukan usaha perasuransian
5.      Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana disebutkan pada kegiatan usaha yang boleh dilakukan oleh BPRS
F.     PRODUK-PRODUK BPR SYARIAH
 Produk-produk yang ditawarkan BPR Syariah secara garis besar, yaitu:
1. Mobilisasi Dana Masyarakat Bank akan mengerahkan dana masyarakat dalam          bentuk seperti menerima simpanan wadi’ah, adanya fasilitas tabungan dan deposito berjangka. Fasilitas ini dapat digunakan untuk menitip shadaqah, infaq, zakat, persiapan ongkos naik haji (ONH), dll
2.  Penyaluran Dana  Pembiayaan mudharabah Perjanjian antara pemilik dana (pengusaha) dengan pengelola dana (bank) yang keuntungannya dibagi menurut rasio sesuai dengan kesepakatan. Jika mengalami kerugian maka pengusaha menanggung kerugian dana, sedangkan bank menanggung pelayanan materiil dan kehilangan imbalan kerja.  Pembiayaan musyarakah Perjanjian antara pengusaha dengan bank, dimana modal kedua pihak digabungkan untuk sebuah usaha yang dikelola bersama-sama. Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan awal.  Proses jual beli antara bank dan nasabah, dimana bank menalangi lebih dulu pembelian suatu barang oleh nasabah, kemudian nasabah akan membayar harga dasar barang dan keuntungan yang disepakati bersama.  Pembiayaan murabahah Perjanjian antara bank dan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar . Pembiayaan qardhul hasan Perjanjian antara bank dan nasabah yang layak menerima pembiayaan kebajikan, dimana nasabah yang menerima hanya membayar pokoknya dan dianjurkan untuk memberikan ZIS.
G. STRATEGI PENGEMBANGAN
Adapun strategi pengembangan BPR Syariah yang perlu diperhatikan, yaitu:
1.        Sosialisasi BPR Syariah, bukan hanya dari produknya, tetapi juga sistem yang digunakan.  Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan informasi melalui media masa. Selain itu, BPR juga bisa bersosialisasi melalui bekerjasama dengan lembaga pendidikan atau non- pendidikan yang mempunyai relevansi dengan visi dan misi BPRS.
  1.   Mengadakan pelatihan-pelatihan mengenai lembaga keuangan syariah sebagai wujud meningkatkan kualitas SDM. Hal ini bisa dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga pendidikan untuk membuka pusat pendidikan lembaga keuangan syariah atau kursus pendek (shortcourse) lembaga keuangan syariah.  Pemetaan potensi dan optimasi ekonomi daerah. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan BPRS mengelola sumber-sumber ekonomi yang ada. Dengan cara itu pula dapat dilihat kesinambungan kerja di antara BPRS, demikian juga kesinambungan kerja BPR syariah dengan bank syarkah dan BMT.  Mengadakan kegiatan rutin keagamaan sebagai wujud meningkatkan kesadaran masyarakat akan peran Islam dalam bidang ekonomi. hal ini pun dapat membantu dalam mengetahui gejala-gejala ekonomi-sosial yang ada.

H. KENDALA PERKEMBANGAN BPR SYARIAH
1. Kiprah BPR Syariah kurang dikenal masyarakat sebagai BPR yang berprinsipkan syariah. Bahkan masih ada anggapan bahwa BPR Syariah itu sama saja dengan BPR konvensional.
2. Sulitnya meningkatkan profesionalitas karena terhalang oleh sumber daya yang ada. Sehingga mengakibatkan lambatnya respon terhadap permasalahan ekonomi yang muncul.
3. Kurang adanya koordinasi di antara BPR Syariah, demikian juga dengan bank syariah dan BMT.
4. Aktivitas BPR syariah di bidang keuangan menyebabkan tidak tersedianya waktu untuk melakukan aktivitas yang berhubungan dengan syiar islam. Padahal syiar islam –selain di bidang keuangan- sangat penting bagi kehidupan masyarakat secara umum.
5. Nama Bank Perkreditan Rakyat Syariah, masih menyisakan kesan sistem BPR Syariah menggunakan sistem BPRS konvensional.
I.  ANALISIS SWOT (KEKUATAN, KELEMAHAN, PELUANG DAN TANTANGAN)
1. Kekuatan
a. Beberapa produk-produk BPR Syariah diminati oleh nasabah, seperti qardhul hasan, murabahah, ba’I bithaman ajil, dan mudharabah.  Qardhul hasan adalah sebuah produk yang memiliki biaya yang sangat kecil jika dilihat dari sudut pandang nasabah. Nasabah hanya mengeluarkan biaya administrasi tanpa ada kewajiban untuk menyetorkan hasil (profit) kepada BPR Syariah. Pengusaha kecil, dalam hal ini, hanya memiliki kewajiban untuk mengembalikan jumlah pokok pinjaman.  Murabahah adalah produk jual beli dengan harga awal ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati. Produk ini memudahkan nasabah untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan dengan biaya yang relatif lebih murah, yaitu dengan margin keuntungan yang telah disepakati antara BPR Syariah dengan nasabah.  Bai’i Bithaman Ajil, yaitu menjual dengan harga asal ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati bersama, dan pembayaran dilakukan secara kredit.
b. Kredit mudah untuk memperoleh, yaitu dengan prosedur yang sederhana dan tidak berbelit-belit. Ada dua hal yang penting, yaitu ketepatan waktu dan ketepatan jumlah pinjaman.
 c. Landasan operasinya yang berdasarkan pada Etika Syariah. Dalam artian, semua produk dan operasionalnya tidak akan bertentangan dengan syariah.
d. Adanya sistem bagi hasil yang bersifat lebih adil daripada sistem bunga.
2. Kelemahan
a. Manajemen bank yang kurang profesional. Dari hasil penelitian (Center for Business and Islamic Economic Studies 1999) menunjukkan bahwa 58,8% nasabah BPR Syariah sendiri menilai manajemen Syariah kurang profesional. Sedangkan nasabah bank konvensional yang mengatakan manajemen BPR Syariah kurang profesional adalah sebesar 32,6%.
b. Mempunyai resiko yang lebih besar dan tinggi dibandingkan dengan BPR konvensional.dari hasil penelitian (Center for Business and Islamic Economic Studies 1999) menunjukkan bahwa 17,7% nasabah BPR syariah mengatakan bahwa bagi hasil bank syariah adalah tidak pasti dan bagi hasil yang diberikan bisa lebih rendah bila disbanding dengan sistem bunga. Sedangkan nasabah bank konvensional yang berpendapat sama seperti di atas adalah sebesar 27,9%.
c. Jaringan operasi yang terbatas, khususnya transaksi sesama bank syariah. Terbatasnya jumlah BPR Syariah ini sangat menghambat pengembangannya.19
3. Peluang
a. Berdasarkan pada Undang-Undang No.10/1998 tentang Perubaha Undang-Undang No.7/1992 tentang Perbankan, maka Bank Syariah diberikan peluang dan dukungan yang sangat kuat bagi beroperasinya Bank syariah serta membuka peluang bagi bank konvensional untuk melakukan konversi ke bank syariah secara keseluruhan atau parsial (dengan cabang syariah).
b. Semakin maraknya lembaga keuangan “informal” untuk sector riil informal yang beroperasi dengan prinsip syariah, yaitu BMT. Keberadaan BMT sangat membantu dalam memperluas jaringan kerja BPR Syariah.
c. Terbukannya kesempatan bagi bank Syariah untuk mengembangkan jaringan kerjanya ke dunia internasional.
d. Dengan prinsip syariah yang menjalankan sistem bagi hasil, maka banyak lahir produk- produk baru perbankan yang berbeda dengan produk konvensional. Ini berarti membuka pasar baru atau memperkaya produk-produk perbankan.
e. Komitmen Bank Indonesia (BI) untuk mengembangkan Bank Syariah.
f. Penduduk Indonesia yang mayoritas beragama islam. Hal ini merupakan “captive market” yang menguntungkan bagi pengambangan BPR Syariah.
4. Tantangan
a. Pemahaman masyarakat yang masih sangat rendah terhadap operasi bank syariah. Aspek yang lain, yaitu pemahaman salah yang telah mengakar kuat tentang bunga bank.
b. Jaringan kerja bank syariah yang masih sangat terbatas (seperti yang telah diuraikan di atas). Keterbatasan ini sangat menyulitkan bank syariah untuk berkembang dengan baik dan cepat.
c. Keberadaan bank konvesional yang lebih berpengalaman dalam dunia perbankan.
d. Kejujuran dalam pembagian laba.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah dapat didefinisikan sebagai sebuah lembaga keuangan sebagaimana Bank Perkreditan Rakyat yang konvensional, yang operasionalnya memakai prinsip-prinsip syariah. Sejak tahun 1992, yaitu pada saat diluncurkannya UU Perbankan No. 7/1992, operasi Perbankan di Indonesia diperkaya dengan bentuk oeperasi yang berdasarkan pada Syariah Islam, yaitu sistem bagi-hasil (profit-sharing system). UU perbankan yang baru No. 10/1998 semakin kondusif tumbuhnya bank syariah dengan diperkenankannya bank konvensional beroperasi dengan dual system, yaitu sistem konvensional dan sistem bagi-hasil. Namun demikian, sebagai bank yang relatif baru dalam menggunakan sistem bagi-hasil, BPR Syariah menghadapi banyak tantangan dan memiliki beberapa kelemahan di samping kesempatan dan kekuatan yang dimilikinya, oleh karena itu manajemen yang profesional dan amanah sangat diperlukan dalam mengoperasikannya.

DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, UII Press, Yogyakarta.
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi,· Yogyakarta: Ekonisia, 2008. 
http://grhoback.blogspot.com/2010/05/landasan-hukum-bank-syariah.html· 
http://www.bprsyariah.com/berita-utama/67-bi-revisi-aturan-bpr-syariah·  http://www.pkesinteraktif.com/edukasi/opini/1644-peranan-lembaga-keuangan-syariah-· di-zaman-krisis-ekonomi-.html

Related Posts

There is no other posts in this category.