MEA dan Dampaknya Terhadap Produk Lokal
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Tidak
terasa sebentar lagi kita akan memasuki tahun 2016. Seperti biasa pada
pergantian tahun selalu penuh dengan semarak pesta kembang api. Namun ditengah
kegembiraan tersebut secara sadar atau tidak kita akan memasuki sebuah sistim
yang disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Association
of Southeast Asian Nations (ASEAN) berdiri pada tanggal 8 Agustus 1967 di
Bangkok, Thailand. Ada lima tokoh pemrakarsa berdirinya ASEAN yang merupakan
perwakilan tiap negara pemrakarsa, yakni Adam Malik dari Indonesia, Narciso R.
Ramos dari Filipina, Tun Abdul Razak dari Malaysia, S. Rajaratman dari
Singapura, dan Thanan Khoman dari Thailand. Selanjutnya kelima negara lainnya
bergabung secara berurutan Brunei Darussalam tanggal 7 Januari 1984, Vietnam
tanggal 28 juli 1995, Laos tanggal 23 Juli 1997, Myanmar tanggal 23 juli 1997,
dan Kamboja tanggal 16 Desember 1998.
Dua
dekade yang lalu Indonesia bersama dengan sembilan negara ASEAN lainnya telah
menyepakati perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic
Community (AEC) yang akan dimulai pada tahun 2016.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
itu MEA ?
2. Bagaimakah
konsep MEA ?
3. Apa
saja tujuan dari MEA ?
4. Apasaja
dampak yang dihasilkan oleh MEA ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
MEA
MEA
merupakan singkatan dari Masyarakat Ekonomi ASEAN yang memiliki pola
mengintegrasikan ekonomi ASEAN dengan cara membentuk system perdagangan bebas
atau free trade antara Negara anggota ASEAN. Para anggota ASEAN termasuk
Indonesia telah menyepakati suatu perjanjian MEA tersebut.
B. Sejarah
MEA
Awal
mula MAE berawal pada KTT yang dilaksanakan di Kuala Lumpur pada tanggal 1997
dimana para pemimpin ASEAN memutuskan untuk melakukan pengubahan ASEAN dengan
menjadi suatu kawasan makmur, stabil dan sangat bersaing dalam perkembangan
ekonomi yang berlaku adil dan dapat mengurangi kesenjangan dan kemiskinan social
ekonomi[1].
Kemudian
dilanjutkan pada KTT bali yang terjadi pada bulan Oktober pada tahun 2003, para
pemimpin ASEAN mengeluarkan pernyataan bahwa MEA akan menjadi sebuah tujuan
dari perilaku integrasi ekonomi regional di tahun 2009.
Kemudian
selanjutnya pada pertemuan dengan mentri ekonomi ASEAN yang telah
diselenggarakan di bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, mulai bersepakat untk
bisa memajukan MEA dengan target yang jelas dan terjadwal dalam pelaksanaannya.
Di
KTT ASEAN yang ke-12 di bulan Januari 2007, para pemimpin mulai menegaskan
komitmen mereka tentang melakukan percepatan pembentukan komunitas ASEAN di
tahun 2016 yang telah diusulkan oleh ASEAN Vision 2020 dan ASEAN Concord II,
dan adanya penandatanganan deklarasi CEBU mengenai percepatan pembentukan komunitas
ekonomi ASEAN di tahun 2016 dan untuk melakukan pengubahan ASEAN menjadi suatu
daerah perdagangan yang bebas barang, investasi, tenaga kerja terampil, jasa
dan aliran modal yang lebih bebas lagi.
C. Konsep,
Tujuan dan Bentuk Kerjasama dari MEA
Menurut
Chuck Suryosumpeno bahwa konsep MEA 2016 adalah “Menciptakan wilayah ekonomi
ASEAN yang stabil, makmur sebagai pasar tunggal yang kompetitif dan kesatuan
basis produksi di mana terjadi free flow
atas barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif
bagi perdagangan antar negara ASEAN sehingga mengurangi kesenjangan sosial
ekonomi”.
Adapun
Visi Misi diberlakukannya MEA pada tahun 2016 di Indonesia antara lain sebagai
berikut:
1. Menjaga
stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN.
2. Meningkatkan
daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar dunia.
3. Mendorong
pertumbuhan ekonomi.
4. Mengurangi
kemiskinan.
5. Meningkatkan
standar hidup masyarakat.
6. Tercipta
suatu pasar besar kawasan ASEAN yang akan berdampak besar terhadap perekonomian
negara anggotanya.
Sedangkan
tujuan dibuatnya MEA 2016 yaitu untuk “Meningkatkan stabilitas perekonomian dikawasan ASEAN, dengan
dibentuknya kawasan ekonomi ASEAN 2015 ini diharapkan mampu mengatasi
masalah-masalah dibidang ekonomi antar negara ASEAN, dan untuk di Indonesia
diharapkan tidak terjadi lagi krisis seperti tahun 1997
Sekretaris Jenderal
ASEAN, Le Luong Minh, mengatakan bahwa
MEA ini sendiri akan membawa banyak manfaat bagi Negara-negara yang
terintegrasi, seperti; turunnya angka kemiskinan, meningkatnya pertumbuhan
investasi, peningkatan produk domestik bruto, mengurangi pengangguran, dan
peningkatan angka didunia perdagangan.
Didalam
rumusannya MEA mempunyai 4 (empat) pilar yang nantinya akan diberlakukan
diseluruh Negara yang tergabung di dalam ASEAN, yakni;
1. Pasar
tunggal dan basis produksi.
2. Membangun
kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi.
3. Membangun
kawasan dengan ekonomi yang merata.
4. Membangun
kawasan dengan integrasi penuh terhadap perekonomian global.
Adapun bentuk kerjasama yang berlaku pada MEA tahun 2016
antara lain sebagai berikut:
1. Pengembangan
pada sumber daya manusia dan adanya peningkatan kapasitas.
2. Pengakuan
terkait kualifikasi professional.
3. Konsultasi
yang lebih dekat terhadap kebijakan makro keuangan dan ekonomi.
4. Memiliki
langkah-langkah dalam pembiayaan perdagangan.
5. Meningkatkan
infrastruktur.
6. Melakukan
pengembangan pada transaksi elektronik lewat e-ASEAN.
7. Memperpadukan
segala industri yang ada diseluruh wilayah untuk dapat mempromosikan sumber
daerah.
8. Meningkatkan
peran dari sektor swasta untuk dapat membangun MEA atau Masyarakat Ekonomi ASEAN.
D. Dampak
Positif dan Negatif MEA
Dalam
penerapan MEA di Indonesia tentu saja akan berdampak baik dan buruk , seperti
sebuah koin yang mempunya dua sisi. Tentu saja kita perlu menyimak hal ini
dengan baik. Walaupun tidak apatis dengan globalisasi namun tentu menyiapkan
diri dengan mendapatkan informasi yang memadai adalah menjadi penting.
Indonesia dengan 240 juta penduduknya, terlihat sebagai pangsa yang gemuk dan
lemah. Ini yang membuat nantinya Indonesia akan digempur dengan produksi -
produksi luar negeri, yang mungkin jika tidak dipersiapkan dengan matang,
meraka bisa mereka menjadi raja di negara Indonesia.
Adapun
dampak positif diberlakukannya MEA tahun 2016 di Indonesia antara lain sebagai
berikut:
1.
Prosedur Bea Cukai
Lebih Sederhana.
Menurut Tari, Masyarakat Ekonomi ASEAN akan memiliki
sistem yang dapat memantau pergerakan barang dalam perjalanannya ke
negara-negara ASEAN. Tidak hanya itu, izin barang ekspor pun akan lebih cepat.
Ini akan menghemat waktu dan biaya ekspor.
2.
Adanya Sistem
Self-Certification.
Ini adalah sistem yang memungkinkan pengekspor
menyatakan keaslian produk mereka sendiri dan menikmati tarif preferensial di
bawah skema ASEAN-FTA (Free Trade Area). Tanggung jawab utama dari sertifikasi
asal dilakukan oleh perusahaan yang ikut berpartisipasi dengan menyertakan
faktur komersial dokumen seperti tagihan, delivery order, atau packaging list.
3.
Harmonisasi Standar
Produk.
Meski masih belum ditetapkan seperti apa standar
dari masing-masing jenis produk, hingga saat ini, terdapat 7 jenis produk yang
menjadi prioritas mereka yakni : Produk karet, Obat tradisional, Kosmetik ,
Pariwisata, Sayur dan buah segar, Udang dan budidaya perikanan[2].
Kemudian
dampak negatif diberlakukannya MEA tahun 2016 di Indonesia antara lain sebagai
berikut:
1. Dampak
Terhadap Perempuan.
Dalam sejarah perkembangan penindasan terhadap
perempuan adalah ketika perempuan mulai dijauhkan dari penguasaan alat-alat
produksi. Inilah menyebabkan perempuan kemudian digiring dalam ranah domestifikasi
dan tertindas dari ekonomi, politik dan sosial. Akibatnya kaum perempuan yang
paling merasakan dampak dari adanya MEA. Hal dapat dilihat dari aspek pendidikan
dalam partisipasi sekolah bahwa perempuan yang berusia 19-24 tahun yang tidak
sekolah adalah 79,06% sementara untuk laki-laki 78,94% artinya keterlibatan perempuan dalam dunia
pendidikan relatih jauh lebih rendah ketimbang laki-laki[3]. Dengan minimnya akses pendidikan bagi
perempuan, dampak yang bisa diperkirakan adalah
kaum perempuan menjadi pengangguran atau menjadi tenaga kerja murah.
2. Pembangunan
Pasar Tunggal.
Pembangunan pasar tunggal menyebabkan adanya aliran
bebas barang. Artinya, barang-barang dari berbagai Negara ASEAN lainnya akan
bebas keluar masuk kedalam negeri untuk diperjual-belikan. Masalah akan muncul
ketika produk-produk lokal tidak bisa bersaing dengan produk-produk luar, baik
secara kulitas maupun harga. Ini akan menyebabkan kehancuran sektor produksi
nasional, baik industri nasional berskala besar maupun kecil (UKM dan Industri
Rumah Tangga).
3. Liberalisasi
Pasar Tenaga Kerja.
Liberalisasi pasar tenaga kerja yang berpotensi
menyingkirkan tenaga kerja lokal. Di sini, tenaga kerja Indonesia akan dipaksa
bersaing dengan tenaga kerja dari negara-negara ASEAN lainnya. Dalam hal ini,
diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terampil dan terdidik untuk bersiap-siap
mengahadapi persaingan.
4. Dampak
Terhadap Pendidikan.
Dampak terhadap aspek pendidikan tentu saja sangat
beragam. Namun yang pasti adalah terkait dengan kualitas yang dihasilkan oleh
sistem pendidikan di Indonesia. Ketua
Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Vivin Sri Wahyuni, berpendapat
ada beberapa aspek dampak dari MEA, yakni menjamurnya lembaga pendidikan asing,
standar dan orientasi pendidikan yang makin pro pasar, dan pasar tenaga kerja
yang dibanjiri tenaga kerja asing. Vivin juga menilai, upaya pemerintah
Indonesia memaksakan MEA 2016 merupakan bagian dari agenda liberalisasi semua
sektor kehidupan berbangsa, seperti energi, pangan, infrastruktur, dan
lain-lain. “MEA merupakan agenda neoliberalisme untuk mendorong perdagangan
bebas berskala kawasan,” tegasnya.
5. Kesiapan
Sumber Daya Manusia.
Berdasarkan aspek Sumber Daya Manusia, terlihat
bangsa Indonesia belum siap terhadap itu. Contoh konkret dari ketidaksiapan ini
salah satunya tercermin dalam proyek MRT yang cuma 1 dan tidak jadi-jadi.
Sementara Singapura di waktu yang sama telah menyiapkan 5 MRT dan sudah
beroperasi. Sementara itu, dari sisi kesiapan tenaga kerjanya, karena dengan bergelar sarjana mereka ikut Management Trainee baru siap
berkompetisi dalam pasar tenaga kerja[4].
E. Kesiapan
Produk Lokal
Adanya
industri obat tradisional skala besar, seperti Sido Muncul, Bintang Toejoe,
Jamu Air Mancur. Dengan ini Indonesia siap untuk menyongsong MEA 2016,
dibanding dengan negara ASEAN lain, seperti Malaysia, Vietnam, dan Thailand, industri jamu Indonesia yang paling siap
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sekarang ini. Negara-negara di Asia
Tenggara bisa dibilang sebagai pendatang baru dalam industri jamu. Justru mereka
yang khawatir dengan industri jamu Indonesia.
Kalau
kita takut dan tak siap menghadapi MEA 2016, itu tidak logis, karena negara
Indonesia adalah negara yang penuh dengan sumber daya yang melimpah yang dapat
diolah, dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik. Kalau industri obat
tradisional siap menyambut MEA tahun depan, lain halnya dengan usaha mikro obat
tradisional kita. Kami cemas dengan pasar terbuka ASEAN karena modal kami
sedikit dan alat produksi terbatas. Itu sebabnya, produsen obat herbal asal Klaten,
Jawa Tengah, ini mendesak pemerintah lebih serius membantu usaha mikro dan
kecil jamu memperbaiki kualitas produknya. Jika tidak, mereka akan terdesak dan
mati perlahan karena kalah bersaing dengan produk. Tanpa pasar bebas ASEAN
saja, obat tradisional impor dan ilegal yang menggunakan bahan kimia sudah
sangat memukul bisnis jamu lokal. Apalagi, dari sisi regulasi juga kurang pro
pengusaha kecil sehingga mereka sulit berkembang. Maklum, pengurusan izin usaha
masih rumit. Banyak persyaratan yang membebani akibat sering berubah-ubah.
Alhasil, sulit buat pengusaha kecil untuk memenuhi syarat-syarat itu.
Persyaratan
izin usaha obat tradisional yang lebih ketat berdampak positif terhadap
pemenuhan kualitas, aspek keamanan, dan kesehatan produk jamu sesuai standar.
Sebab, pelaku usaha wajib menerapkan cara pembuatan obat tradisional yang baik
, dengan dukungan data keamanan serta kemanfaatan produk secara praklinis dan
klinis.
Minimnya
sosialisasi dan sumberdaya manusia (SDM) berkualitas. Kedua, belum ada alat
pemroses bahan baku seperti pengering sehingga kualitas tidak konsisten.
Ketiga, beredarnya produk herbal dan jamu ilegal yang mengandung bahan kimia
obat. Dampaknya, bukan hanya susah menciptakan produk jamu yang berkualitas,
namun juga sulit dalam pengembangan dan pemasaran produk. Maka dari itu kita
harus saling kerjasama dengan negara ASEAN dalam menghadapi masalah seperti
masalah diatas, supaya negara kita dapat menyongsong MEA 2015 yang akan datang
dengan baik.
Namun,
dengan keterbatasan anggaran, pemerintah semaksimal mungkin memberikan
fasilitasi dan pendampingan kepada usaha mikro. Memang, investasi yang harus
pengusaha jamu keluarkan untuk lolos standarisasi ini sangat mahal. Cuma, ini
akan memberi nilai lebih terhadap produk dan daya saing.
Upaya
lainnya, Toleti menambahkan, pemerintah mengingatkan gerakan minum jamu dan
menanam tanaman obat. Langkah ini untuk menggugah masyarakat agar kembali ke
tradisi leluhur dan lebih mengenal kekayaan hayati nusantara. Apresiasi
terhadap obat tradisional Indonesia menjadi sangat penting. Tanpa itu,
eksistensi jamu nusantara akan terancam. Pangsa pasar negara kita yang sangat
besar bisa direbut obat-obatan herbal dari negara lain.
Semua
itu akan dapat menjadikan negara Indonesia lebih kuat untuk menyongsong MEA
2015 sekarang ini dengan perdagangan obat herbal yang berkualitas dan berdaya
saing tinggi
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR
PUSTAKA
[1] ASEAN Vision 2020
[2] Harian Kompas edisi September tahun 2014
[3] Data Biro Pusat Statistik tahun 2013
[4] Aribowo Mondrowinduro (Corporate Human Resource Management Function
Head Triputra Group).