Pengelolaan Piutang
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada
umumnya perusahaan-perusahaan lebih menyukai penjualan secara tunai, karena
dengan demikian perusahaan akan dapat menghemat sejumlah biaya dan dapat
menghindarkan diri dari sejumlah risiko yang sangat mungkin timbul jika
penjualan dilakukan secara kredit. Namun, untuk meningkatkan penjualan, di
samping melakukan penjualan tunai, perusahaan juga melayani pembelian secara
kredit kepada pelanggan. Penjualan secara kredit ini kemudian akan menimbulkan
piutang. Piutang merupakan aset yang cukup material. Oleh karena itu diperlukan
manajemen pengelolaan piutang yang efektif dan efisien agar jumlah dana yang
diinvestasikan dalam piutang sesuai dengan tingkat kemampuan perusahaan
sehingga tidak mengganggu aliran kas.
B.
Rumusan
Masalah
Pada
makalah ini penulis akan memaparkan sejumlah permasalahan yang ada yakni
sebagai berikut :
1. Apa
pengertian dari piutang ?
2. Apa
saja jenis-jenis piutang ?
3. Bagaimanakah
pengelolaan piutang ?
4. Apa
saja kebijakan pengelolaan piutang ?
5. Apa
yang dimaksud perputaran piutang ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Piutang
Piutang
merupakan salah satu unsur dari aktiva lancar dalam neraca perusahaan yang
timbul akibat adanya penjualan barang dan jasa atau pemberian kredit terhadap
debitur, yang pembayaran pada umumnya diberikan dalam tempo 30 hari sampai
dengan 90 hari.
Dalam
arti luas, piutang merupakan tuntutan terhadap pihak lain yang berupa uang,
barang-barang atau jasa-jasa yang dijual secara kredit. Piutang bagi kegunaan
akuntansi lebih sempit pengertiannya yaitu untuk menunjukkan tuntutan-tuntutan
pada pihak luar perusahaan yang diharapkan akan diselesaikan dengan penerimaan
jumlah uang tunai.
Pada
umumnya piutang timbul akibat dari transaksi penjualan barang dan jasa
perusahaan, dimana pembayaran oleh pihak yang bersangkutan baru akan dilakukan
setelah tanggal transaksi jual beli.
Mengingat piutang merupakan harta perusahaan yang sangat liquid maka harus dilakukan prosedur
yang wajar dan cara-cara yang memuaskan dengan para debitur sehingga perlu
disusun suatu prosedur yang baik demi kemajuan perusahaan[1].
B.
Jenis-Jenis
Piutang
Piutang
dapat digolongkan menjadi 3 golongan berdasarkan jenisnya, yakni sebagai
berikut :
1. Piutang
Usaha.
Piutang usaha adalah
sejumlah pembelian kredit dari pelanggan. Piutang timbul sebagai akibat dari
penjualan barang atau jasa. Piutang ini biasanya diperkirakan akan tertagih
dalam waktu 30 sampai 60 hari.
Secara umum, jenis
piutang ini merupakan piutang terbesar yang dimiliki perusahaan. Piutang usaha merupakan
piutang yang dihubungkan dengan aktivitas operasi normal sebuah bisnis, yaitu
penjualan kredit barang atau jasa untuk pelanggan[2].
Kemudian faktor-faktor
yang mempengaruhi piutang usaha antara lain sebagai berikut:
a. Volume
Penjualan Kredit.
Makin besar proporsi penjualan kredit
dari total penjualan maka jumlah investasi dalam piutang juga demikian.
Artinya, perusahaan harus menyediakan investasi yang lebih besar dalam piutang
dan meski berisiko semakin besar, profitabilitasnya juga akan meningkat.
b. Syarat
Pembayaran Penjualan Kredit
Syarat pembayaran penjualan kredit dapat
bersifat ketat atau lunak. Apabila perusahaan menetapkan syarat pembayaran yang
ketat artinya keselamatan kredit lebih diutamakan dari profitabilitasnya.
Syarat pembayaran yang ketat antara lain tampak dari batas waktu pembayaran yang
pendek atau pembebanan bunga yang berat untuk pembayaran piutang terlambat.
Umumnya, syarat pembayaran penjualan kredit dinyatakan dengan term tertentu,
misalnya 2/10 net 30. Ini berarti apabila pembayaran dilakukan dalam waktu 10
hari sesudah waktu penyerahan barang, si pembeli akan mendapatkan potongan
tunai sebesar 2% dari harga penjualan, dan pembayaran selambat-lambatnya
dilakukan dalam waktu 30 hari sesudah waktu penyerahan barang.
c. Ketentuan
Tentang Pembatasan Kredit
Dalam penjualan secara kredit,
perusahaan dapat menetapkan batas maksimal bagi kredit yang diberikan kepada
para pelanggan. Makin tinggi batas waktu yang diberikan kepada pelanggan, makin
besar pula dana yang diinvestasikan kedalam piutang.
d. Kebijakan
dalam Penagihan Piutang
Kebijakan dalam menagih piutang, secara
aktif ataupun pasif, dapat dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan yang
menjalankan kebijakan aktif dalam menagih piutang akan mempunyai pengeluaran
dana yang lebih besar untuk membiayai aktivitas ini, namun dapat memperkecil resiko
tidak tertagihnya piutang. Perusahaan juga berharap agar pelanggan menyetor
pembayaran hutang tepat waktu
2. Wesel
Tagih.
Wesel Tagih adalah
surat formal yang diterbitkan sebagai bentuk pengukuran utang. Wesel tagih
biasanya memiliki waktu tagih antara 60 – 90 hari atau lebih lama serta
mewajibkan pihak yang berhutang untuk membayar bunga.
Wesel tagih dan piutang
usaha yang disebabkan karena transaksi penjualan biasa disebut dengan piutang
dagang (trade account). Piutang wesel
merupakan piutang yang diterbitkan oleh janji tertulis formal untuk membayar
sejumlah uang tertentu pada tanggal tertentu[3].
3. Piutang
Lain-Lain.
Piutang lain-lain
adalah mencakup selain piutang dagang, yakni piutang bunga, piutang gaji, uang
muka karyawan, dan restitusi pajak. Secara umum bukan berasal dari kegiatan
operasional perusahaan. Oleh karena itu, piutang jenis ini diklasifikasikan dan
dilaporkan pada bagian yang secara terpisah dalam neraca.
Jika piutang ini
diharapkan akan tertagih dalam satu tahun, maka piutang tersebut
diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Jika penagihan lebih dari satu tahun,
maka piutang tersebut diklasifikasikan dalam piutang tidak lancar dan
dilaporkan di bawah judul investasi. Piutang lain-lain merupakan piutang apapun
yang muncul dari transaksi yang tidak secara langsung berhubungan dengan
aktivitas operasi normal sebuah bisnis[4].
C.
Pengelolaan
Piutang.
Piutang
merupakan aset yang cukup material. Oleh karena itu diperlukan manajemen
pengelolaan piutang yang efektif dan efisien agar jumlah dana yang
diinvestasikan dalam piutang sesuai dengan tingkat kemampuan perusahaan
sehingga tidak mengganggu aliran kas.
Dalam
pelaksanaan pengelolaan piutang, perlu adanya
suatu kebijakan pengelolaan piutang yang meliputi pengambilan keputusan-keputusan
sebagai berikut:
1. Standar
Kredit
Standar kredit adalah
kualitas minimal kelayakan kredit seorang pemohon kredit yang dapat diterima
oleh perusahaan. Dengan adanya standar tersebut, perusahaan dapat meningkatkan
penjualannya melalui penjualan secara kredit namun tidak menimbulkan resiko
piutang tak tertagih yang berlebihan.
Perusahaan harus
menentukan standar kredit yang tepat, yang lebih besar manfaat yang akan
diperoleh bagi perusahaan daripada biaya akan dikeluarkan perusahaan dengan
adanya standar tersebut.
2. Syarat
Kredit.
Suatu syarat kredit
menetapkan adanya periode di mana kredit diberikan dan potongan tunai untuk
pembayaran yang lebih awal. Faktor yang mempengaruhi syarat kredit adalah :
a. Sifat
ekonomik produk
b. Kondisi
penjual
c. Kondisi
pembeli
d. Periode
kredit
e. Potongan
tunai
f. Tingkat
bunga bebas risiko.
3. Kebijakan
Kredit dan Pengumpulan Piutang.
Kebijakan kredit dan
pengumpulan piutang mencakup beberapa keputusan yaitu:
a. Kualitas
jumlah yang diterima
b. Periode
kredit
c. Potongan
tunai
d. Persyaratan
khusus
e. Tingkat
pengeluaran untuk pengumpulan piutang.
Banyaknya piutang yang
tak tertagih akan membuat biaya penagihan meningkat. Akan tetapi, usaha
pengumpulan piutang juga tidak dianjurkan terlalu agresif, karena dapat
mengurangi penjualan dan keuntungan perusahaan di masa mendatang karena
pelanggan akan beralih ke perusahaan lain.
D.
Perputaran
Piutang.
Piutang
yang dimiliki oleh suatu perusahaan mempunyai hubungan yang erat dengan volume
penjualan kredit, karena timbulnya piutang disebabkan oleh penjualan
barang-barang secara kredit dan hasil dari penjualan secara kredit netto dibagi
dengan piutang rata-rata merupakan perputaran piutang[5].
Nilai
dari perputaran piutang tergantung dari syarat pembayaran piutang tersebut.
Makin lunak atau makin lama syarat pembayaran yang ditetapkan berarti makin
lama modal terikat dalam piutang.
Pendapat
mengenai perputaran piutang menurut Drs. Munawir mengatakan bahwa “Posisi
piutang dan taksiran waktu pengumpulannya dapat dinilai dengan menghitung
tingkat perputaran piutang (turn over
receivable) yaitu, dengan membagi total penjualan kredit netto dengan
piutang rata-rata”.
Menurut Warren Reeve perputaran piutang adalah “Usaha
(account receivable turn over)
untuk mengukur seberapa sering piutang
usaha berubah menjadi kas dalam setahun”.
Dari
dua pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa perputaran piutang itu
ditentukan dua faktor utama, yaitu penjualan kredit dan rata-rata piutang.
Rata-rata piutang dapat diperoleh dengan cara menjumlahkan piutang awal periode
dengan piutang akhir periode dibagi dua. Adakalanya angka penjualan kredit
untuk suatu periode tertentu tidak dapat diperoleh sehingga yang digunakan
sebagai penjualan kredit adalah angka total penjualan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Piutang
adalah tagihan kepada pihak lain dimasa yang akan datang karena terjadinya
transaksi dimasa lalu. Piutang merupakan salah satu jenis transaksi akutansi
yang mengurusi penagihan konsumen yang berhutang pada seseorang, suatu
perusahaan, atau suatu organisasi untuk barang dan layanan yang telah diberikan
pada konsumen tersebut. Adapun kebijakan kredit meliputi standar
kredit/kualitas rekening yang diterima, jangka waktu/periode kredit yang
diberikan, discount/potongan tunai yang diberikan untuk pembayaran yang lebih
awal.
B.
Saran
-
DAFTAR
PUSTAKA
Skousen,
Stice, 2001. “Akuntansi Keuangan
Menengah”. Edisi Kesembilan, Jilid Satu, Terjemahan. Penerbit Salemba
Empat, Jakarta.
Van
Horne, James C. and John M. Wachowicz. 2005. “Fundamentals of Financial: Management Prinsip-Prinsip Manajemen
Keuangan”. Penerjemah: Dewi Fitriasari dan Deny Arnos Kwary. Penerbit
Salemba Empat, Jakarta.
[1] Skousen, Stice, 2001. “Akuntansi Keuangan Menengah”. Edisi
Kesembilan, Jilid Satu, Terjemahan. Penerbit Salemba Empat, Jakarta
[2] Skousen, Stice, 2001. “Akuntansi Keuangan Menengah”. Edisi
Kesembilan, Jilid Satu, Terjemahan. Penerbit Salemba Empat, Jakarta, Hal 361
[3] Skousen, Stice, 2001. “Akuntansi Keuangan Menengah”. Edisi
Kesembilan, Jilid Satu, Terjemahan. Penerbit Salemba Empat, Jakarta, Hal 361
[4] Skousen, Stice, 2001. “Akuntansi Keuangan Menengah”. Edisi
Kesembilan, Jilid Satu, Terjemahan. Penerbit Salemba Empat, Jakarta, Hal 362
[5] Van Horne, James C. and John M. Wachowicz. 2005. “Fundamentals of
Financial: Management Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan”. Penerjemah: Dewi
Fitriasari dan Deny Arnos Kwary. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.