MANAGEMENT BY OBJECTIVE DALAM KERANGKA EFEKTIVITAS PENCAPAIAN MUTU PENDIDIKAN ISLAM

MANAGEMENT BY OBJECTIVE DALAM KERANGKA EFEKTIVITAS PENCAPAIAN MUTU PENDIDIKAN ISLAM ("MANAJEMEN PENDIDIKAN")

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang

Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pelaihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti.

Berdasarkan masalah ini, maka berbagai pihak mempertanyakan apa yang salah dalam penyelenggaraan pendidikan kita? Dari berbagai pengamatan dan analisis, sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.

Faktor pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education production function atau input-output analisys yang tidak dilaksanakan secara konsekuen.

Faktor kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistrik sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat.

Faktor ketiga, peran serta warga sekolah khusunya guru dan peran serta masyarakat khususnya oarng tua pemimpin dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim.

Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut di atas, tentu saja perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan, salah satunya adalah melakukan reorientasi penyelenggaraan pendidikan, yaitu dari manajemen peningkatan mutu berbasis pusat menuju manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan menejemen berdasarkan sasaran dalam pendidikan !

2. Jelaskan hubungan Islam dengan mutu pendidikan !

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Pengertian Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

Secara umum, Manajemen peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/keluwesan-keluwesan kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perudang-undangan yang berlaku.

Dengan otonomi yang lebih besar, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program-program yang sesuai dengan kebutuhan dan potensinya. Dengan fleksibilitasnya, sekolah akan lebih lincah dalam mengelola dn memanfaatkan sumber daya sekolah secara optimal. Demikian juga, dengan partisipasi  warga sekolah dan masyarakat secara langsung dalam penyelenggaraan sekolah, maka rasa memiliki mereka terhadap sekolah dapat ditingkatkan. Sehinggga menyebabkan peningkatan rasa tanggung jawab, dan peningkatan rasa tanggung jawab akan meningkatkan dedikasi warga sekolah dan masyarakat terhadap sekolah. Inilah esensi partisipasi warga sekolah dan masyarakat terhadap pendidikan.

B. Tujuan MPMBS

1) Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian, fleksibilitas, partisipasi, keterbukaan, kerja sama, akunntabilitas, sustainabilitas, dan inisiatif sekolah dalam mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.

2) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan  melalui pengambilan keputusan bersama.

3) Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya.

4) Meningkatkan kompitisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.

C. Pengertian Mutu Pendidikan

Secara umum, mutu adalah gambaran dan karateristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan.

Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk  berlagsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input sumber daya meliputi sumber daya manusia dan sumber daya selebihnya.

Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatuyang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan berskala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajarkan memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-proses lainnya.

Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasaian serta pemaduan input sekolah dilakuakan ssecara harmonis, sehingga mampu menciptkan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyyable learning) , mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Kata memberdayakan mengandung arti bahwa peserta didik tidak sekadar menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya, tetapi pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, dan yang lebih penting lagi peserta didik tersebut mampu belajar secara terus menerus (mampu mengembangkan dirinya).

Output pendidikan merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari mutunya, efektivitasnya, produktivitasnya, efesiensinya, inovasinya, mutu kehidupan kerjanya, dan moral kerjanya. Prestasi belajar dapat dilihat :

1. Prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum, EBTANAS, karya ilmiah, lomba akademik.

2. Prestasi non akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olah raga, kesenian, ketrampilan kejujuran, dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti misalnya perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.

Kerja sama sekolah yang baik ditunjukkan oleh hubungan antar warga sekolah yang erat, hubungan sekolah dan masyarakat erat, dan adanya kesadaran bersama bahwa output sekolah merupakan hasil kolektif teamwork yang kuat dan cerdas.

Akuntabilitas sekolah adalah pertanggungjawaban sekolah kepada warga sekolahnya, masyarakat dan pemerintah melalui pelaporan dan pertemuan yang dilakukan secara terbuka. Sedang demokrasi pendidikan adalah kebebasan yang terlembagakan melalui musyawarah dan mufakat dengan menghargai perbedaan, hak asasi manusia serta kewajibannya dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Dengan pengertian di atas, maka sekolah memiliki kewenangan (kemandirian)  lebih besar dalam mengelola sekolahnya, memiliki fleksibilitas pengelolaan sumber daya sekolah, dan memiliki partisipasi yang lebih besar  dari kelompok-kelompok yang berkepentingan dengan sekolah.

Dengan kepemilikan ketiga hal ini, maka sekolah akan merupakan unit utama  pengelolaan proses pendidikan, sedang unit-unit di atasnya (Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional) akan merupakan unit pendukung dan pelayan sekolah, khususnya dalam pengelola peningkatan mutu.

Sekolah yang mandiri atau berdaya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: tingkat kemandirian tinggi/tingkat ketergantungan rendah;

1. Bersifat adatif dan antisipatif/proaktif sekaligus.

2. Memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, gigih, berani mengambil resiko, dan sbagainya).

3. Bertanggung jawab terhadap kinerja sekolah, memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber dayanya.

4. Memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi kerja.

5. Komitmen yang tinggi pada dirinya.

6. Prestasi merupakan acuan bagi penilaiannya.

Selanjutnya, bagi sumber daya manusia sekolah yang berdaya, pada umumnya, memiliki ciri-ciri: pekerjaan adalah miliknya, dia bertanggung jawab, pekerjaannya memiliki kontribusi, dia tahu posisinya di mana, dia memiliki kontrol terhadap pekerjaannya, dan pekerjaannya merupakan bagian hidupnya.

Contoh tentang hal-hal yang dapat mendirikan/memberdayakan warga sekolah adalah: pemberian kewenangan, pemberian tanggung jawab, pekerjaan yang bermakna, pemecahan masalah sekolah secara teamwork, variasi tugas, hasil kerja yang terukur, kemampuan untuk mengukur kinerja sendiri, tantangan, kepercayaan, didengar, ada pujian, menghargai ide-ide, mengetahui bahwa dia adalah bagian penting dari sekolah, kontrol yang luwes, dukungan, komunikasi yang efektif,  umpan balik bagus, sumber daya yang dibutuhkan ada, dan warga sekolah diberlakukan sebagai manusia ciptaan-Nya yang memiliki martabat tinggi.      

D. Hubungan Islam dengan Masalah Mutu Pendidikan

Pembicaraan seputar Islam dan pendidikan tetap menarik, terutama dalam kaitannya dengan upaya membangun sumber daya manusia muslim. Islam sebagai agama dan pandangan hidup yang diyakini mutlak kebenarannya akan memberikan arah dan landasan etis serta moral pendidikan. Dalam kaitan ini Malik Fadjar mengatakan bahwa hubungan antara Islam dengan pendidikan bagaikan dua sisi sekeping mata uang. Artinya, Islam dan pendidikan mempunyai hubungan filosofis yang sangat mendasar, baik secara ontologis, epistimologis maupun aksiologis.

Namun demikian, upaya menghubungkan Islam dengan masalah pendidikan dan masalah lainnya, dalam peta pemikiran Islam masih dijumpai adanya perdebatan yang hingga kini masih belum tuntas. Dalam konteks ini Munawir Sjadzali mengatakan bahwa di kalangan umat Islam sekarang terdapat tiga aliran yang sering menimbulkan kontroversi.

Pertama, Islam sebagai agama terakhir dan penyempurna, adalah agama yang ajarannya mencakup segala aspek kehidupan umat manusia.

Kedua, kelompok yang berpendapat bahwa Islam hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya.

Ketiga, kelompok yang berpendapat bahwa Islam bukanlah sebuah sistem kehidupan yang praktis dan baku, melainkan sebuah sistem dan nlai dari norma (perintah dan larangan) yang secara dinamis harus dipahami dan diterjemahkan berdasarkan seting sosial yang dimensi ruang dan waktu tertentu.

Ciri-ciri Pendidikan yang Islami, antara lain:

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem pendidikan yanga baku, melainkan hanya terdapat nilai-nilai moral dan etis yang seharusnya mewarnai sistem pendidikan tersebut. Berbagai komponen yang terdapat dalam suatu sistem pendidikan tersebut, seperti dasar pendidikan, tujuan, kurikulum, metode, pola, hubungan guru murid dan lain sebagainya harus didasarkan pada nilai-nilai moral dan etis ajaran Islam. Hal inilah yang selanjutnya menjadi ciri khas yang membedakan antara pendidikan yang Islami dengan pendidikan yang tidak Islam. Lebih jauh lagi berbagai komponen yang terdapat dalam ajaran Islam ini dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Dasar Pendidikan yang Islami

 Dalam struktur ajaran Islam, tauhid merupakan hal yang amat fundamental dan mendasari segala aspek kehidupan para penganutnya, tak terkecualinya aspek pendidikan. Dalam kaitan ini seluruh pakar sependapat bahwa dasar pendidikan Islam adalah tauhid. Melalui dasar ini dapat dirumuskan hal-hal sebagai berikut.

Pertama, kesatuan kehidupan. Bagi manusia ini berarti bahwa kehidupan duniawi menyatu dengan kehidupan ukhrawinya. Sukses atau kegagalan ukhrawi ditentukan oleh amal duniawinya.

Kedua, kesatuan ilmu. Tidak ada pemisah  antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum, karena semuanya bersumber dari satu sumber, yaitu Allah swt.

Ketiga, kesatuan iman dan rasio. Karena masing-masing dibutuhkan dan masing-masing mempunyai wilayahnya sehingga harus saling melengkapi.

Keempat, kesatuan agama. Agama dibawa oleh para Nabi kesemuanya bersumber dari Allah swt, prinsip-prinsip pokoknya menyangkut akidah, syari’ah dan akhlak tetap sama dari zaman dahulu sampai sekarang.

Kelima, kesatuan kepribadian manusia. Mereka semua diciptakan dari tanah dan Ruh Ilahi.

Keenam, kesatuan individu dan masyarkat, masing-masing harus saling menunjang.

 

2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan yang Islami

Sejalan dengan dasar pendidikan sebagaimana tersebut di atas, maka fungsi pendidikan yang Islami harus berfungsi sebagai kader-kader khalifah dalam rangka membangun kerajaan dunia yang makmur, dinamis, harmonis dan lestari sebagaimana diisyaratkan oleh Allah. Dengan demikian pendidikan Islam mestinya adalah pendidikan yang paling ideal, karena kita hanya berwawasan kehidupan secara utuh dan multidimensional. Tidak hanya berorientasi untuk membuat dunia menjadi sejahtera dan gegap gempita, tetapi juga mengajarkan bahwa dunia sebagai ladang, sekaligus sebagai ujian untuk dapat lebih baik di akhirat.

Dengan demikian, pendidikan yang Islami mengemban misi melahirkan manusia yang tidak hanya memanfaatkan persediaan alam, tetapi manusia yang mau bersyukur kepada yang membuat manusia dan alam, memperlakukan manusia sebagai khalifah dan memperlakukan alam tidak hanya sebagai  objek penderita semata, tetapi juga sebagai komponen integral dari sistem kehidupan.

3. Metode Pendidikan yang Islami

Sejalan dengan dasar dan fungsi pendidikan yang Islami sebagiamana disebutkan di atas, maka metode pendidikan yang Islami bertolak dari pandangan yang melihat manusia sebagai sasaran pendidikan sebagai makhluk yang dimuliakan Tuhan, memiliki perbedaan dari segi kapasitas intelektual, bakat dan kecenderungan, memiliki sifat-sifat yang positif dan sifat-sifat yang negatif, keterbatasan dan seterusnya. Berdasarkan pandangan terhadap manusia yang demikian itu, maka pendidikan yang Islam memperlakukansasaran didiknya secara adil, bijaksana, demokratis, sabar, pemaaf, manusia dan seterusnya. Dengan pandangan yanng demikian, maka pendidikan yang dialami akan menerapkan metode pendidikan yang manusiawi, menyenangkan dan menggairahkan anak didik.

4. Kurikulum Pendidikan yang Islami

Sejalan dengan dasar, fungsi dan metode pendidikan Islami sebagaimana tersebut di atas, maka kurikulum pendidikan yang Islami juga harus dirancang berdasarkan konsep tauhid dalam hubungannya dengan pengembangan lmu pengetahuan. Dengan prinsip ini, maka berbagai pengetahuan, yakni pengetahuan agama, pengetahuan sosial, pengetahuan alam (sains), pengetahuan filsafat dan pengetahuan khusus yang langsung diperoleh manusia dari Tuhan melalui proses penyucian diri (tazkiyzh al-nafs), pada dasarnya adalah berasal dari Tuhan. Dengan dasar ini, maka akan terjadi intregasi antara berbagai pengetahuan tersebut dan seluruhnya diarahkan untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut di atas, tampak bahwa pendidikan yang Islami adalah pendidikan yang mendasarkan pada pandangan kesatuan, dan mengarah kepada terwujudnya keadaan masyarakat.

E. Peran Pendidikan yang Islami  Menghadapi Tantangan Masa Depan

Dalam pada itu terminologi budaya, sebagai manifestasi empirik dan interaksi  hidup manusia, baik dengan sesama maupun alam lingkungannya, yang seyogyanya didasarkan pada nilai-nilai normatif Ilahiyah, semakin lama semakin  tampak mengalami pergeseran yang sangat berarti. Nilai-nlaialtruistik (cinta kasih) segera akan kita lihat berganti menjadi nilai individualistik. Hal ini akan memacu tumbuhnya kompetisi hidup yang amat tajam.

Permasalahan kemanusiaan yang dihadapi pada masa depan tersebut akan dapat diatasi melalui pelaksanaan pendidikan Islam yang ciri-cirinya telah disebutkan di atas, yaitu pendidikan yang merupakan manifestasi dari  tugas kekhalifahan umat manusia di muka bumi yang didasarkan pada pandangan bahwa kesatuan alam dan manusia sebagai totalitas ciptaan Allah, dimana manusia diberi otoritas relatif untuk mendayagunakan alam dan tidak terlepas dari  sifat ar-Rahman dan ar-Rahim Allah yang termasuk sifat ke Rubiyahan-Nya.

Kesimpulan

1. Manajemen peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/keluwesan-keluwesan kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, pemimpin, pemimpin sekolah, karyawan) dan masyarakat (orang tua pemimpin, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dan lain sebagainya) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perudang-undangan yang berlaku (catatan: MPMBS tidak dibenarkan menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku).

Mutu Pendidikan  adalah gambaran dan karateristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan.

2. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang Islami adalah pendidikan yang mendasarkan konsepsinya pada ajaran tauhid. Dengan dasar ini, maka orientasi pendidikan Islam diarahkan pada upaya mensucikan diri dan memberikan penerangan jiwa, sehingga setiap diri manusia mampu meningkatkan dirinya dari tingkatan iman ke tingkatan ihsan yang melandasi seluruh bentuk kerja kemanusiaannya (amal saleh).

Dengan demikian pendidikan yang Islami, tidak lain adalah upaya mengefektifitaskan aplikasi nilai-nilai yang dapat menimbulkan transformasi nilai dari pengetahuan secara utuh kepada mausia, masyarakat dan dunia pada umumnya. Dengan cara demikian, seluruh aspek kehidupan manusia akan mendapatkan sentuhan nilai-nilai Ilahiyah yang trasendental.

Pendidikan yang Islami sebagaimana diuraikan di atas akan tetap diperlakukan untuk mengatasi berbagai masalah kemanusiaan yang dihadapi pada masyarakat modern saat ini dan di masa mendatang.

 

DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin. Manajemen Pendidikan.Jakarta: Kencana, 2003.

Rivai, Veithzal Rivai. Education Mnagement. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009.

Related Posts