Perbedaan Ideom dan Tabu

Bahasa adalah alat komunikasi manusia dalam melakukan interaksi dengan sesamanya dan lingkungan sosialnya. Dalam berkomunikasi, manusia pada umumnya berinteraksi untuk membina kerjasama antar sesama dalam rangka membentuk, mengembangkan, dan mewariskan budaya dalam arti yang luas. Dalam beberapa hal, sering manusia berselisih atau berbeda pendapat antara satu dengan yang lainnya. Dari situasi dan kondisi ini manusia sebagai pemakai bahasa sering memanfaatkan bahasa atau berbagaikata-kata yang kurang dimengerti oleh lawan bicaranya, karena kata yang digunakan terdiri dari gabungan kata yang berbeda makna tetapi gabungan tadi satu maksud atau sering disebut Idiom atau kata-kata yang tidak sepatutnya diucapkan yang biasa dikenal dengan tabu. [1]Kata-kata kasar, jorok, makian, sindiran halus dan sejenisnya sengaja atau tidak sengaja terlontar dari lidah seseorang untuk mengekpresikan segala bentuk ketidaksenangan, kebencian, atau ketidakpuasan terhadap situasi yang tengah dihadapinya.

Dalam kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan yang berbudaya perlu diperhatikan bagaimana seseorang mengungkapkan kata-kata dalam berbahasa yang baik khususnya mengenai penggunaan kata-kata yang bermakna kultural untuk diekpresikan dalam bahasa. Ekspresi bahasa yang ungkapkan dalam bentuk kata-kata harus tetap dalam koridor norma-norma sosial dan agama yang dapat diterima oleh masyarakat luas. Ada beberapa kata-kata tertentu yang harus dihindari, baik untuk diucapkan maupun diekspresikan karena hal itu dipandang tabu dan dilarang untuk disebarluaskan.

Tulisan ini disusun untuk membahas masalah tang terkait dengan komunikasi, lebih tepatnya “idiom dan kata-kata yang dianggap tabu” yang sekiranya pantas, sopan, dan bisa dimengerti oleh lawan bicaranya, baik berupa perilaku atau ucapan, eufemisme, dan makian.

A.  Pengertian Idiom

Idiom adalah salah satu jenis ungkapan yang terdapat dalam semua bahasa tetapi yang sangat khas untuk setiap bahasa. Dalam bahasa arab idiom bisa digunakan dengan kata تعبير اصطلاحى [2]atau عبارة اصطلاحية[3] yaitu عبارة ذات معنى لا يمكن أن يستمد من مجرد فهم معاني كلماتها منقصلة “ idiom adalah ungkapan yang mempunyai makna yang mana tidak mungkin difahami secara kata-pertkata”.

Adapun menurut Beekmaan dan Callow menjelaskan idiom yaitu ungkapan untuk dua kata atau lebih yang tidak dapat dimengerti secara harfiah dan secara semantis berfungsi sebagai satu kesatuan.[4] Secara garis besar idiom adalah kumpulan dua kata atau lebih yang menjadi satu kesatuan atau ungkapan yang tidak bisa difahami secara harfiyah karena mempunyai makna yang berbeda dari kata-kata yang membentuknya, sehingga harus difahami secara konteks dan diterjemahkan dengan mencarikan padanannya dalam bahasa sasaran. Idiom dalam bahasa Arab bisa berupa gabungan kata dengan preposisi, gabungan kata dengan kata, dan peribahasa atau ungkapan.

B.  Macam – Macam Idiom

macam-macam idiom berdasarkan konstruksi yang membentuknya menurut Kridalaksana adalah[5]:

1.      Gabungan kata dengan preposisi

Konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain. Pengertian ini mengacu pada gabungan kata dengan preposisi seperti kata: أَخَذَ  yang bermakna mengambil, ketika kata ini bergabung dengan preposisi بـ  yang bermakna dengan, akan menjadi أَخَذَبـِ  bukan bermakna “mengambil dengan” tetapi bermakna “melakukan”. Di sini harus dilihat bahwa tidak bisa langsung diterjemahkan satu persatu kemudian makna kata tersebut digabungkan, tetapi gabungan kata dengan preposisi tersebut menjadi satu kesatuan yang bermakna lain dari makna kata jika berdiri sendiri, karena ketika digabungkan akan mempunyai makna yang baru.

2.      Gabungan kata dengan kata kontruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya. Pengertian ini mengacu pada gabungan kata dengan kata lain seperti kata ثَقِيْلٌ  yang bermakna “berat” ketika bergabung dengan الدم  yang bermakna “darah” lalu menjadi ثَقِيْلُ الدَّم, bukan berarti bermakna “berat darahnya” tetapi bermakna “tidak disukai orangnya”.[6]

3.      Peribahasa

Ungkapan yang bisa diterjemahkan dengan penerjemahan para frase atau pengungkapan bebas mutlak dapat juga digunakan ungkapan bahasa sasaran yang selaras.[7] Seperti menterjemahkan peribahasa metafora, bahasa adat atau yang lainnya. Dengan demikian penerjemahan peribahasa atau ungkapan tak perlu diterjemahkan secara harfiah, karena mungkin ungkapan tersebut tidak lazim pada bahasa sasaran, tetapi bisa dicarikan padanannya dalam bahasa sasaran atau cukup maksudnya saja. Misalnya: العَيْن بَصِيرَة واليَد قَصِيرَة  terjemahan harfiah: “Mata melihat sedangkan tangan pendek”. Dapat disepadankan dengan “maksud hati memeluk gunung apa daya tangan tak sampai. Penerjemahan ungkapan ini harus juga diselaraskan dengan ungkapan yang lazim digunakan dalam bahasa sasaran. Contoh lain:  لاَتُصَعِّر خَدّكَ لِلنَّاس  terjemahan harfiah: “Janganlah kamu palingkan pipimu dari manusia”. Ungkapan “memalingkan pipi” dalam bahasa Indonesia tidak lazim, maka ungkapan yang biasa dipakai adalah “memalingkan muka”.

Sedangkan menurut A Chaer, idiom dalam bahasa Indonesia terbagi atas:[8]

1.      Idiom penuh, merupakan  idiom yang semua unsur-unsurnya sudah membaur menjadi satu kesatuan, sehingga maknanya  terkandung dari kesatuan tersebut, contoh, panjang tangan yang memiliki arti orang yang suka mencuri,

2.      Idiom sebagian, dalam idiom ini salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikal. Contoh, buku hitam yang memiliki arti buku catatan mengenai orang telah melakukan tindak kriminal, dari idom ini kata buku masih memiliki makna leksikalnnya.

3.      Idiom yang maknanya tidak bisa diramalkan (Peribahasa), dalam menyelami makna idiom ini, tidak bisa dilakukan secara leksikal maupu gramatikal. Contoh, bektok tikoro di dalam bahasa Sunda yang berarti susah dalam rezeki, makna dari peribahasa tersebut bisa diketahui dengan melakukan asosiasi. Makna peribahasa ini memiliki asosiasi bahwa tenggorokan yang membengkok tentu sulit untuk melakukan kegiatan makan dan minum meskipun banyak serta sulit menikmatinya. 

C.  Pengertian Tabu

Menurut Matthews kata tabu adalah kata-kata yang diketahui oleh penutur, tetapi dihindari dalam sebagian atau semua bentuk atau konteks dalam sebuah tuturan karena alasan agama, kepantasan, kesantunan, dan sebagainya.

Adapun secara umum kaat tabu adalah kata-kata yang diketahui, tetapi dalam konteks tertentu dihindari dalam ranah publik karena alasan agama, kepantasan, kesantunan, dan sebagainya. Mengganti kata yang seharusnya dengan kata-kata dan beberapa kelompok kata yang memiliki kemiripan makna. Penggantian itu bertujuan untuk menghaluskan makna. Penghalusan makna ini sering disebut dengan istilah eufemisme. Menurut Richards, dan Platt,  eufemisme adalah penggunaan kata yang dirasakan jadi kurang menyerang atau lebih menyenangkan daripada kata lain.[9]

Dengan kata lain, kata tabu merupakan kata yang mempunyai konotasi negative yang diketahui dalam kelompok bangsa tertentu tetapi tak patut diucapkan dikalangan umum dan kata tersebut diganti dengan kata lain yang semakna dengannya tapi lebih halus untuk di dengar.

D.  Jenis – Jenis Kata Tabu

Berdasarkan motivasi psikologis, kata-kata tabu muncul minimal karena tiga hal, yakni adanya sesuatu yang menakutkan (taboo of fear), sesuatu yang membuat perasaan tidak enak (taboo of delicacy), dan sesuatu yang tidak santun dan tidak pantas (taboo of propriety).

1.    Taboo of Fear (الخوف و الفزع )

Segala sesuatu yang mendatangkan kekuatan yang menakutkan dan dipercaya dapat membahayakan kehidupan termasuk dalam kategori tabu jenis ini. Demikian juga halnya dengan pengungkapan secara langsung nama-nama Tuhan dan makhluk halus tergolong taboo of fear. Sebagai contoh orang Yahudi dilarang menyebut nama Tuhan mereka secara langsung. Untuk itu mereka menggunakan kata lain yang sejajar maknanya dengan kata ‘master‘ dalam bahasa Inggris. Di Inggris dan Prancis secara berturut-turut digunakan kata the Lord dan Seigneur sebagai pengganti kata Tuhan. Nama-nama setan dalam bahasa Prancis pun telah diganti dengan eufemismenya, termasuk juga ungkapan l’Autre ‘the other one’.Di Indonesia, masyarakat Pantai Selatan pulau Jawa memandang tabu terhadap siapa saja yang melancong atau berekreasi di pantai tersebut dengan mengenakan pakaian yang berwarna merah. Pertabuan ini disebabkan karena mereka percaya bahwa makhluk ghaib Penguasa Laut Selatan yakni Nyi Roro Kidul, yang dikenal dengan Ratu Pantai Selatan tidak suka/marah dengan pengunjung yang mengenakan baju merah dan tentunya dipercaya akan ada dampak buruk yang akan diterima oleh si pelanggarnya. Contoh kasus semacam ini tentu banyak dijumpai khususnya di Indonesia sebagai negara yang multi etnik, agama, adat-istiadat dan kebudayaan.

2.    Taboo of Delicacy (التلطف والتأدب  )

Usaha manusia untuk menghindari penunjukan langsung kepada hal-hal yang tidak mengenakkan, seperti berbagai jenis penyakit dan kematian tergolong pada jenis tabu yang kedua ini. Nama-nama penyakit tertentu secara etimologis sebenarnya merupakan bentuk eufemisme yang kemudian kehilangan nuansa eufemistisnya dan saat ini berhubungan erat dengan kata-kata yang ditabukan. Pengungkapan jenis penyakit yang mendatangkan malu dan aib seseorang tentunya akan tidak mengenakkan untuk didengar, seperti ayan, kudis, borok, kanker. Olehnya itu sebaiknya nama-nama penyakit itu diganti dengan bentuk eufemistik seperti epilepsi, scabies, abses dan CA untuk mengganti kata kanker. Beberapa nama penyakit yang merupakan cacat bawaan seperti buta, tuli, bisu, dan gila secara berturut-turut dapat diganti dengan kata tunanetra, tunarungu, tunawicara, dan tunagrahita. Mereka yang menderita cacat tersebut akan tidak mengenakkan atau tidak santun bila dikatakan para penderita cacat, tetapi hendaknya diganti dengan para penyandang cacat.

3.    Taboo of Propriety (الخجل و الإحتشام )

Tabu jenis ini berkaitan dengan bagian-bagian tubuh tertentu dan fungsinya, serta beberapa kata makian yang semuanya tidak pantas atau tidak santun untuk diungkapkan. Dalam bahasa Indonesia, kata pelacur misalnya, kata seperti ini kurang nyaman didengar telinga. Maka dari itu kata pelacur bisa dieufemismekan menjadi kata tuna wisma. Dimana kata tunawisma lebih santun dari kata pelacur.[10]

Berikut ini adalah contoh kata-kata yang mengalami perubahan ke kata yang lebih sopan. Dalam Bahasa Arab

Seperti :

حبلى          menjadi   حامل

بيت الخلاء  menjadi  الحمام

عجوز        menjadi متقد في السن

الجماع       menjadi المباشرة

المرحاض   menjadi دورة مياه

 

 

 

Simpulan

1.      Idiom adalah salah satu jenis ungkapan yang terdapat dalam semua bahasa tetapi yang sangat khas untuk setiap bahasa. Dalam bahasa arab idiom bisa digunakan dengan kata تعبير اصطلاحى atau عبارة اصطلاحية yaitu عبارة ذات معنى لا يمكن أن يستمد من مجرد فهم معاني كلماتها منقصلة “ idiom adalah ungkapan yang mempunyai makna yang mana tidak mungkin difahami secara kata-pertkata”

2.      Macam-macam idiom berdasarkan konstruksi yang membentuknya menurut Kridalaksana adalah gabungan kata dengan preposisi, gabungan kata dengan kata kontruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya, dan pribahasa. Sedangkan menurut A chaer idiom dapat terbagi atas idiom penuh, idiom sebagian, dan idiom yang maknanya tidak dapat diramalkan (pribahsa).

3.      kata tabu merupakan kata yang mempunyai konotasi negative yang diketahui dalam kelompok bangsa tertentu tetapi tak patut diucapkan dikalangan umum dan kata tersebut diganti dengan kata lain yang semakna dengannya tapi lebih halus untuk di dengar.

4.      Berdasarkan motivasi psikologis, kata-kata tabu muncul minimal karena tiga hal, yakni adanya sesuatu yang menakutkan (taboo of fear), sesuatu yang membuat perasaan tidak enak (taboo of delicacy), dan sesuatu yang tidak santun dan tidak pantas (taboo of propriety).

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Baalbaki R. 1995.   Al-Mawarid Qomus Arabic-English. Dar El-IlmiL: Berut.

Ba'albaki, Munir. 2002.  AL-Mawrid.  Bairut: Dar El-Ilm Lil-Malayin.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Larson, Mildred L . 1989. Penerjemahan Berdasarkan Makna. Jakarta: Arcan.

Zaenudin M, Nurbayan Y. 2007.  Pengantar Ilmu Balaghah. Bandung: Refika Aditama.

Zuhdi Muhdlor , Ahmad. 1996.   Kamus Al-Ashr. Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum.

Freada, http://tangisanmalam-frieda.blogspot.com/2011/05/kata-kata-tabu-n-idiom.html (diakses pada tanggal 17 Mei 2014)

 

 



[2] Ahmad Zuhdi Muhdlor,  Kamus Al-Ashr, (Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum, 1996), hal.55

[3] Munir Ba'albaki, AL-Mawrid, ( Bairut: Dar El-Ilm Lil-Malayin, 2002), hal.105

[4] Mildred L Larson, Penerjemahan Berdasarkan Makna, (Jakarta: Arcan, 1989), hal.120

[5] Baalbaki R,  Al-Mawarid Qomus Arabic-English, (Dar El-IlmiL: Berut, 1995), hal.107

[6] Zaenudin M dan Nurbayan Y, Pengantar Ilmu Balaghah, (Bandung: Refika Aditama, 2007), hal.56-63

[7] Mildred L Larson, Op.Cit, (Jakarta: Arcan, 1989), hal.121

[8] A Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal.296

Perbandingan Kurikulum 2013 dan KTSP

Pada perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya. Perkembangan dan perubahan yang bersifat terus menerus ini menuntut perlunya sistem Pendidikan Nasional, diantaranya adalah penyempurnaan kurikulum untuk menciptakan masyarakat yang mampu dan bisa bersaing serta mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.

Sebelum membahas pengembangan kurikulum, wajib memahami tiga konsep, yaitu pendidikan, kurikulum dan pengajaran. Sebab pendidikan, kurikulum, dan pengajaran sangat berhubungan dengan tiga aspek tersebut. Pendidikan merupakan alat untuk memberikan rangsangan agar potensi- potensi manusia dapat berkembang dengan optimal. Dalam hal ini pendidikan sering diartikan sebagai upaya manusia untuk memanusiakan manusia.

Setiap institusi mempunyai tujuan yang membutuhkan alat atau sarana. Alat tersebut adalah kurikulum untuk mencapai tujuan setiap tujuan lembaga pendidikan. Sedangkan, Inti kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan sekolah sekaligus syarat mutlak dari pendidikan sekolah. Isi dari kurikulum diantaranya adalah pengetahuan ilmiah, kegiatan dan pengalaman belajar yang disusun sesuai dengan taraf perkembangan siswa.

Berbagai cara  dilakukan pemerintah agar mampu menciptakan generasi yang bermutu, berkualitas dan mampu bersaing pada zaman saat ini. Perubahan kurikulum dari masa ke masa merupakan suatu kebijakan pemerintah yang harus dilaksanakan oleh setiap lembaga pendidikan. Terdapat beberapa perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia, terbentuknya kurikulum pertama kali pada tahun 1968. Kurikulum pada tahun ini dikenal dengan kurikulum 1968, terdapat perubahan kurikulum pada tahun 1975 yang dikenal dengan kurikulum 1975, revisi terdapat kurikulum 1984, diubah lagi dengan adanya kurikulum 1999, kemudian dikembangkan lagi dengan adanya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2004, pada tahun 2006 kurikulum diubah lagi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP). Perubahan kurikulum ini dimaksudkan agar pendidikan di Indonesia ini dirasakan lebih berhasil dalam mencetak kader yang berkualitas, apabila dengan adanya perubahan kurikulum ini kurang bisa mengena pada peserta didik, maka pemerintah akan merubah kurikulum dengan kurikulum yang lebih baik dari sebelumnya. Pada tahun 2013 terdapat perubahan kurikulum yang mana perubahan ini dimaksudkan sebagai penyempurna kurikulum sebelumnya, kurikulum ini dikenal dengan kurikulum 2013. Kurikulum ini dirasa masih asing dan hanya beberapa sekolah yang sudah menerapkan kurikulum 2013.

Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah di gagas dalam rintisan Kurikulum Berbasis kompetensi ( KBK) 2004, tetapi belum terselesaikan karena desakan untuk segera mengimplementasikan kurikulum tingkat satuan pendidikan 2006, kemudian pada tahun 2013 ini, kementrian pendidikan dan kebudayaan mampu merumuskan kurikulum 2013 ini sebagai wujud realisasi keinginan yang pernah digagas dalam rintisan kurikulum berbasis kompetensi (KBK).

Dalam kajian makalah ini, penulis ingin mengetahui perbedaan mendasar dari kurikulum 2013 dengan kurikulum KTSP baik dari segi karakteristik maupun segi elemen perubahan dan perbedaannya.

A.  Konsep Dasar dan Tujuan Kurikulum 2013

Istilah kurikulum (curriculum), yang pada awalnya digunakan dalam dunia olahraga, berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat berpacu). Pada saat itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memperoleh medali/penghargaan. Kemudian, pengertian tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh penghargaan dalam bentuk ijazah.

Dari pengertian tersebut, dalam kurikulum terkandung dua hal pokok, yang pertama yaitu adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa, yang kedua adalah tujuan utamanya yaitu untuk memperoleh ijazah. Dengan demikian, implikasi terhadap praktik pengajaran yaitu setiap siswa harus menguasai seluruh mata pelajaran yang diberikan dan menempatkan guru dalam posisi yang sangat penting dan menentukan. Keberhasilan siswa ditentukan oleh seberapa jauh mata pelajaran tersebut dikuasainya dan biasanya disimbolkan dengan skor yang diperoleh setelah mengikuti suatu tes atau ujian.Kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran di sekolah atau di akademi yang harus ditempuh oleh siswa untuk mencapai suatu tingkat atau ijazah. Menurut Harold b. Alberty.Al. Mendefenisikan kurikulum yakni semua aktivitas yang dilakukan oleh sekolah terhadap para siswanya.[1]

Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam pandangan tradisional (klasik), kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran- pelajaran apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. Sedangkan dalam pandangan modern, arti kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan.

Dalam hal ini, dapat  dikemukakan bahwa untuk mencari rumusan kurikulum dapat ditinjau dari empat dimensi, yaitu:

1.      kurikulum sebagai suatu ide;

2.      kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide;

3.      kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dan

4.      kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.[2]

Dalam konteks pendidikan nasional, secara formal kurikulum lebih diartikan sebagai suatu rencana atau dokumen tertulis. Hal ini bisa dilihat dari pengertian kurikulum sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, yang berbunyi bahwa “kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[3]

Kurikulum merupakan kebijakan yang telah disusun secara sistematis dan logis bagi siswa yang diberikan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum dapat dikatakan sebagai niat, rencana dan harapan dan merupakan pedoman mendasar untuk berjalannya proses kegiatan belajar mengajar.

Keberhasilan dan kegagalan suatu proses pendidikan, mampu dan tidaknya anak didik menyerap materi pempelajaran, tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan bergantung pada kurikulum yang digunakan.

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tapi belum terselesaikan karena desakan untuk segera mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Selain itu penataan kurikulum pada kurikulum 2013 dilakukan sebagai amanah dari UU No.20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional dan peraturan presiden N0. 5 tahun 2010 tentang rencana pembangunan jangka menengah nasional.[4]

Kurikulum 2013 dikembangkan unuk meningkatkan pendidikan dengan menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan efektif dengan melalui sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang integrasi. Dalam hal ini, pengembangan kurikulum 2013 difokuskan pada pembentukan karakter peserta didik dengan paduan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya secara konstekstual.[5]

Pandangan lain dalam pengembangan kurikulum 2013 adalah untuk meningkatkan pendidikan dengan dua strategi utama, yaitu peningkatan efektifitas pembelajaran pada satuan pendidikan dan penambahan waktu pembelajaran di sekolah. Efektifitas pembelajaran dicapai melalui tiga tahap, yaitu:

1.      Efektifitas interaksi, akan tercipta dengan adanya harmonisasi iklim akademi dan budaya sekolah. Efektifitas interaksi dapat terjaga apabila  kesinambungan manajemen dan kepemimpinan pada satuan pendidikan.

2.      Efektifitas pemahaman, menjadi bagian penting dalam pencapaian efektifitas pembelajaran. Efektifitas tersebut dapat dicapai apabila pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal siswa melalui observasi, asosiasi, bertanya, menyimpulkan dan mengkomunikasikan.

3.      Efektivitas penyerapan, dapat tercipta manakala adanya kesinambungan pembelajaran horizonta dan vertikal.[6]

Penerapan kurikulum 2013 ini diimplementasikan dengan adanya penambahan jam pelajaran[7], karena adanya proses perubahan pada proses pembelajarannya, yaitu dari siswa yang diberi tahu akan tetapi untuk penerapan kurikulum 2013 ini adalah siswa mencari tahu. Selain perubahan proses pembelajaran pada siswa, ada perubahan pada segi penilaian juga yaitu pada proses penilaian. Jika pada proses pembelajaran sebelumnya penilaian hanya pada output sedangkan pada kurikulum ini untuk penilaian adalah pada proses dan output.

Kurikulum 2013 lebih menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah.Pendekatan ilmiah tersebut meliputi, mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring. Secara konseptual kurikulum 2013 jelas ada perubahan signifikan. Perubahan itu tentunya di maksudkan untuk menjadikan pendidikan menjadi lebih baik.

Kurikulum 2013 ini merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, sehingga apabila dilaksanakan dengan baik dan benar maka tujuan pendidikan dapat tercapai. Kurikulum ini tidak hanya berfungsi untuk siswa dan pendidik, akan tetapi kurikulum ini juga berlaku untuk masyarakat, karena ketika  masyarakat mengetahui kurikulum yang berlaku mereka dapat mengetahui relevansi dengan masyarakat.

Meskipun kurikulum 2013 merupakan sebuah perbaikan dari kurikulum sebelumnya, pasti akan ada sisi kelebihannya dan kekurangannya baik itu dimata peserta didik, guru, kepala sekolah, maupun masyarakat. Menurut Sofan Amri bahwasannya kurikulum 2013 mempunyai kelebihan dan kelemahannya, diantara kelebihannya adalah: pertama, kurikulum 2013 menggunakan pendekatan yang bersifat alamiah atau kontekstual karena terfokus pada hakikat peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensinya, dan bukan merupakan proses transfer ilmu pengetahuan. Kedua, kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis karakter dan kompetensi dengan tujuan tidak hanya terfokus pada aspek kognitif namun juga sebagai dasar pengembangan kemampuan lain (afektif dan psikomotorik) yang dilakukan secara optimal berdasarkan standar kompetensi. Ketiga, ada bidang – bidang studi atau mata pelajaran tertentu yang dalam pengembangannya lebih cepat menggunakan pendekatan kompetensi, terutama dalam hal keterampilan. Keempat, lebih menekankan pada pendidikan karakter sebagai perwujudan sikap budi pekerti, moral, dan nilai – nilai yang diintegrasikan kesemua program studi. Kelima, asumsi dari kurikulum 2013 adalah tidak membedakan latar belakang daerah pendidikan. Keenam, kesiapan guru dalam mengembangkan kemampuannya dan meningkatkan profesionalisme secara terus – menerus. Adapun kelemahan dari kurikulum 2013 adalah: pertama, pemerintah berasumsi bahwa semua guru dan siswa memiliki kapasitas yang sama, dan ketidakterlibatan guru secara langsung. Kedua, tidak ada keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil. Ketiga, pengintegrasian mata pelajaran IPA dan IPS dalam pelajaran Bahasa Indonesia di tingkat SD/MI tidak tepat karena rumpun ilmu pelajaran-pelajaran tersebut memiliki perbedaan.[8]

B.  Perbandingan Kurikulum 2013 dengan KTSP 2006

Pada kurikulum 2013 Terdapat beberapa perubahan mendasar dari kurikulum KTSP 2006 ke kurikulum 2013  yaitu:

a.       Penataan pola pikir.

b.      Pendalaman dan perluasan materi.

c.        Penguatan proses

d.      Penyesuaian beban

      Sedangkan elemen yang berubah antara lain:

a.       Standar kompetensi Lulusan

b.      Standar isi

c.       Standar proses

d.      Standar penilaian[9]

Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan efektif dengan melalui sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang integrasi. Hal ini menjadikan adanya perubahan KTSP ke kurikukum 2013. Selain itu juga ditemukannya kelemahan pada KTSP 2006, yaitu:

1.    Isi dan pesan  - pesan kurikulum masih terlalu padat, yang ditunjukkkan dengan banyaknya mata pelajaran dan materi yang keluasan dan kesukarannya melampui tingkat perkembangan usia anak.

2.    Kurikulum belum mengembangkan kompetensi secara utuh sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional.

3.    Kompetensi yang dikembangkan lebih didominasi oleh aspek pengetahuan, belum sepenuhnya menggambarkan pribadi peserta didik (pengetahuan, keterampilan, dan sikap).

4.    Beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum.

5.    Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global.

6.    Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru.

7.    Standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala.[10]

Disamping beberapa kelemahan pada berbagai permasalahan di atas, kurikulum KTSP juga memiliki kesenjangan kondisi kompetensi lulusan yang tidak selaras antara konsep ideal dengan implementasi yang ada, sehingga adanya kurikulum 2013 ini memberikan bebarapa penyempurnaan pola pikir dalam perumusan kurikulum, adapun penyempurnaan yang ada dalam kurikulum KTSP ke kurikulum 2013 sebagai berikut:[11]

No

KTSP 2006

Kurikulum 2013

 

Standar kompetensi lulusan diturunkan dari standar isi

Standar kompetensi lulusan diturunkan dari kebutuhan

 

Standar isi dirumuskan berdasarkan tujuan mata pelajaran (SKL Mata Pelajaran) yang dirinci menjadi SK dan KD

Standar isi diturunkan dari SKL melalui KI[12]

 

Pemisahan antara mata pelajaran pembentuk sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

 

Kompetensi diturunkan dari mata pelajaran

Mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai

 

Mata pelajaran lepas satu dengan yang lain, seperti sekumpulan mata pelajaran terpisah

Semua mata pelajaran diikat oleh KI

 

Proses pembelajaran hanya terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi (EKK).

Proses pembelajaran tidak hanya terpaku pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi namun juga dilengkapi dengan mengamati, menanya, mengolah, menalar, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta (5M).

 

Penilaian terfokus dalam mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja

Penilaian terfokus dalam mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil, bergeser ke penilaian otentik (mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil)

 

Disamping pola pikir perumusan kurikulum, peran pemerintah daerah, guru,dan siswa juga adanya perubahan antara KTSP 2006 dan Kurikulum 2013. Adapun perbedaannya sebagai berikut:[13]

Peran

KTSP 2006

Kurikulum 2013

Pemerintah Daerah

Dalam penyusunan Silabus sebagai supervise penyusunan, RPP[14] sebagai supervise penyusunan dan pemantuan, dan dalam pelaksanaan pembelajaran sebagai pemantau kesuaian dengan rencana (variatif)

Dalam penyusunan Silabus sebagai supervise pelaksanaan,  RPP[15] sebagai supervise pelaksanaan dan pemantuan, dan dalam pelaksanaan pembelajaran sebagai pemantau kesuaian buku teks (terkendali)

Guru

Proses dan hasil pembelajaran sepenuhnya diberikan oleh guru (bersifat mutlak), sedangkan dalam pembuatan silabus hanya dibatasi pada SK & KD selain itu membuat sendiri, adapun RPP membuat sendiri.

Proses dan hasil pembelajaran tidak sepenuhnya diberikan oleh guru namun siswa juga ikut berperan, sedangkan dalam pembuatan silabus sudah disiapkan oleh pemerintah yang tinggal dikembangkan, adapun RPP membuat sendiri namun sudah terpadu pada buku teks sehingga tinggal pengembangan saja.

Siswa

Proses dan hasil pembelajaran siswa tidak ikut andil karena sepenuhnya diberikan oleh guru (bersifat mutlak)

Proses dan hasil pembelajaran tidak sepenuhnya diberikan oleh guru, tetapi juga buku yang disiapkan oleh pemerintah dengan hal ini siswa bisa ikut andil didalamnya

 

Simpulan

Dalam penulisan makalah ini dapat disimpulakan:

1.      kurikulum terkandung dua hal pokok, yang pertama yaitu adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa, yang kedua adalah tujuan utamanya yaitu untuk memperoleh ijazah. Dengan demikian, implikasi terhadap praktik pengajaran yaitu setiap siswa harus menguasai seluruh mata pelajaran yang diberikan dan menempatkan guru dalam posisi yang sangat penting dan menentukan. Keberhasilan siswa ditentukan oleh seberapa jauh mata pelajaran tersebut dikuasainya dan biasanya disimbolkan dengan skor yang diperoleh setelah mengikuti suatu tes atau ujian.Kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran di sekolah atau di akademi yang harus ditempuh oleh siswa untuk mencapai suatu tingkat atau ijazah.

2.      Pada kurikulum 2013 Terdapat beberapa perubahan mendasar dari kurikulum KTSP 2006 ke kurikulum 2013  yaitu: Penataan pola pikir, pendalaman dan perluasan materi, penguatan proses, dan penyesuaian beban. Sedangkan elemen yang berubah antara lain: Standar Kompetensi Lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Amri, Sofan. 2013.  Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013,. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Ardi Wiyani, Novan. 2013. Desain Pembelajaran Pendidikan: Tata Rancang Pembelajaran Menuju Pencapaian Kompetensi. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.

Departemen Agama RI. 2006. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam.

Dewi Anggraeni Puspita, Perencanaan Pembelajaran diakses dari http://pendidikan41.blogspot.com/2013/10/makalah-kurikulum-2013_5907.html (Diakses tgl 10 April 2015)

Hamalik, Oemar. 2006. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosda  Karya.

 



[1]Oemar Hamalik. Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Rosda Karya, 2006), h. 7

[2]ibid, h. 11

[3] Departemen Agama RI, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan ( Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam, 2006),

[4]Dewi Anggraeni Puspita, Perencanaan Pembelajaran diakses dari http://pendidikan41.blogspot.com/2013/10/makalah-kurikulum-2013_5907.html (Diakses tgl 10 April 2015)

[5] E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Cet Ke-IV, (Bandung: Rosda Karya, 2014), h.65

[6] Dewi Anggraeni Puspita, Perencanaan Pembelajaran diakses dari http://pendidikan41.blogspot.com/2013/10/makalah-kurikulum-2013_5907.html (Diakses tgl 10 April 2015)

[7] E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, h.166

[8] Sofan Amri, Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2013), h.113

[9] Dewi Anggraeni Puspita, Perencanaan Pembelajaran diakses dari http://pendidikan41.blogspot.com/2013/10/makalah-kurikulum-2013_5907.html, (Diakses tgl 10 April 2015)

[10] E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, h.60-61

[11] Ibid, h. 63, dan h.78

[12] Adanya perubahan SK menjadi KI bertujuan untuk membentuk kualitas peserta didik dalam jenjang pendidikan tertentu dengan demikian terdapat 3 rana aspek yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran. KI harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skill dan soft skill sehingga dalam KI terdapat empat kelompok isi yang saling terkait sebagai perwujudan pencapaian tersebut, yaitu: sikap keagamaan, sikap social, pengetahuan, dan penerapan pengetahuan. Baca Novan Ardi Wiyani, Desain Pembelajaran Pendidikan: Tata Rancang Pembelajaran Menuju Pencapaian Kompetensi, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2013), h. 99-100

[13] E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, h.167-168

[14] RPP dalam KTSP meliputi: kolom identitas, SK, KD, Indikator, Tujuan Pembelajaran, materi pokok, metode, langkah-langkah pembelajaran, media/sumber/bahan, penilaian, dan lampiran.

[15] RPP dalam K-13 meliputi: kolom identitas, KI, KD, Indikator pencapain materi, Tujuan Pembelajaran, materi ajar, media, strategi, dan pendekatan, sumber belajar, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan lampiran

Featured Post

Tinjauan Tentang Siklamat

Tinjauan Tentang Siklamat Siklamat memiliki nama dagang yang dikenal sebagai assugrin, sucarly, sugar twin, atau weight watchers. Siklamat...