Lembaga Keuangan Syariah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini banyak
berkembang Bank ataupun lembaga keuangan yang berdasar atau dengan label
syari’ah, dengan inovasi baru ini meberi kesempatan bagi para pelaku ekonomi
yang sekaligus ingin menjalankan semua kegiatan ekonomi khususnya dalam bidang
jasa perbankan supaya lebih terjamin dengan didukung dengan adanya
Undang-Undang pendukung pengoprasian lembaga keuangan bank ataupun
non-perbankan yang berlandaskan pada ajaran-ajaran Islam.
Lembaga bisnis Islami (syariah)
merupakan salah satu instrument yang digunakan untuk mengatur aturan-aturan
ekonomi Islam. Sebagai bagian dari sistem ekonomi, lembaga tersebut merupakan
bagian dari keseluruhan sistem sosial. Oleh karenanya, keberadaannya harus
dipandang dalam konteks keseluruhan keberadaan masyarakat (manusia), serta
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Lembaga leuangan syariah
sebagai bagian dari sistem ekonomi syariah,
dalam menjalankan bisnis dan usahanya juga tidak terlepas dari ajaran Syariah.
Oleh karena itu, Lembaga Keuangan
Syariah tidak akan mungkin membiayai usaha-usaha yang di dalamnya terkandung
hal-hal yang diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat
luas, berkaitan dengan perjudian, peredaran narkoba, senjata illegal, serta
proyek-proyek yang dapat merugikan syiar Islam. Untuk itu dalam struktur
Lembaga Keuangan Syariah harus terdapat lembaga fasilitator yang menjamin produk dan operasional lembaga tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran atau fungsi lembaga keuangan
syariah ?
2. Siapa saja yang menjadi lembaga fasilitator
lembaga keuangan syariah ?
3. Bagaimana struktur lembaga keuangan syariah
di Indonesia ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui peran atau fungsi lembaga
keuangan syariah
2. Untuk mengetahui lembaga fasilitator
lembaga keuangan syariah
3. Untuk mengetahui struktur lembaga keuangan
syariah di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Awal Perkembangan Perbankan Islam[1]
1. Sejarah Perbankan Dunia
Bank sebagai lembaga keuangan pada awalnya
hanya merupakan tempat penitipan harta oleh para saudagar untuk menghindari
adanya kejadian kehilangan, kecurian, ataupun bahkan perampokan selama proses
perjalanan dari sebuah perdagangan. Inipun dilakukan oleh perorangan ataupun
sekelompok orang yang bersedia untuk menjaga keberadaan harta tersebut.
Pada zaman pra-Islam sebenarnya telah ada
bentuk – bentuk perdagangan yang sekarang dikembangkan di dunia bisnis modern.
Bentuk – bentuk itu misalnya musyarakah (joint
venture), ba’iu takjiri (here
purchase), ijarah (leasing),
takaful (insurance), ba’I bithaman
ajil (instalment sale), kredit
pemilikan barang (murabahah), dan
pinjaman dengan tambahan bunga. Bentuk–bentuk perdagangan ini telah berkembang
di Jazirah Arab, yang letaknya sangat strategis bagi perdagangan waktu itu,
khususnya yang berpusat di kota Mekah, Jedah dan Madinah. Pelaksanaan bentuk
operasi bank pada waktu itu dilakukan oleh individu yang dapat dipercaya yang
memiliki integritas (jujur dan bertanggungjawab) dan loyalitas dengan
keikhlasan dalam menjaga harta yang dititip dan pada waktu dipulangkan sesuai
semula.
2. Sejarah Perbankan Islam
Perbankan Islam memiliki sejarah yang unik.
Dikatakan unik karena lembaga ini memiliki karakteristik tersendiri sehingga
berbeda dengan perbankan konvensional, sehingga acuan perbankan islam bukan lah
dari perbankan konvensional, akan tetapi dari baitutamwil. Dalam sejarahnya, baitulmaal merupakan lembaga
keuangan pertama yang ada pada zaman Rasulullah. Lembaga ini pertama kali hanya
berfungsi untuk ,menyimpan harta kekayaan Negara dari zakat, infak, sedekah,
pajak, dan harta rampasan perang. Kemudian, pada zaman pemerintahan sahabat
Nabi berkembang pula lembaga ini yang disebut baitutamwil, yang merupakan
lembaga keuangan islam yang menampung dana-dana masyarakat untuk diinvestasikan
ke proyek atau pembiayaan perdagangan yang menguntungkan.
Berbagai ide untuk mengembangkan suatu
lembaga keuangan dengan menggunakan sistem bagi hasil sudah muncul sejak lama
diantaranya Anwar Qureshi tahun 1940, Naim Siddiqi tahun 1948 dan Mahmud Ahmad
tahun 1952. Usaha untuk mengembangkan perbankan Islam terus dilakukan. Tahun
1969 secara bersama beberapa Negara dari kelompok Islam Internasional membentuk
Organisasi Konferensi Islam (OKI) sedunia menggagas ide tentang perlunya banka
Islam pada tingkat Internasional. Konferensi diselenggarakan di Kuala Lumpur,
Malaysia pada 21 s.d 27 April 1969 dengan diikuti oleh 19 negara peserta dan
enam negara sebagai peninjau. Berdirinya bank-bank Islam ternyata tidak
didominasi oldeh Negara-negara muslim saja, namun negara-negara besar lainnya
yang mayoritas nonmuslim telah mengembangkan perbankan Islam.
3. Sejarah Perbankan Islam di Indonesia
Urutan sejarah perkembangan perbankan Islam
di tanah air adalah:
a. 1974: berupa ide dalam seminar nasional
hubungan Indonesia – Timur Tengah. Belum terealisasi karena UU yang belum
memungkinkan dan adanya hambatan politis.
b. 1988: PAKTO 1988. Kebijakan pemerintah
untuk meliberalisasi perbankan Indonesia membuka peluang baru. Belum ada dasar
hukum, kecuali adanya klausul dalam PAKTO yang menyebutkan bahwa bank dapat
menerapkan bung sebesar 0%.
c. 1990: lokakarya ulama tentang bunga bank
dan perbankan di Cisarua, Bogor. Hasilnya adalah keputusan untuk membentuk
kelompok kerja yang akan mendirikan bank Islam di tanah air.
d. 1991: 1 November, akta pendirian BMI ditanda
tangani. 3 November, presiden Soeharto membantu pengumpulan dana untuk
pendirian BMI di Istana Bogor.
e. 1992: 1 Mei, BMI mulai beroperasi. UU No.7
Tahun 1992 keluar dan mengakomodasi perbankan dengan konsep bagi hasil. Keluar
pula PP No.72 Tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil.
f. 1997 – 1998: Indonesia dilanda krisis
moneter terparah. Banyak bank konvensional tumbang karena CAR negative dan
mengalami kerugian Ngetive spread.
g. 1998: UU No.10 Tahun 1998 lahir. UU ini
memberikan peluang bagi pengembangan perbankan Islam. Dengan begitu dual banking system berlaku tanpa “malu
– malu” lagi. Dengan adanya UU tersebut, maka bank konvensional juga boleh
membuka unit usaha Islam.
h. 1999: UU No. 23 Tahun 1999 tentang BI.
Dalam UU ini disebutkan bahwa BI bertanggung jawab terhadap pengawasan
perbankan termasuk perbankan Islam.
i.
2008: UU No.21 Tahun 2008 di sahkan dalam masa
pemerintahana presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
B. Pengertian Lembaga Keuangan
1. Menurut SK Menkeu RI No.792 tahun 1990,
lembaga keuangan adalah semua badan yang kegiatannya bidang keuangan, melakukan
penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai
investasi perusahaan.
2. Menurut Dahlan Siamat, lembaga keuangan
adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk asset keuangan atau
tagihan (claims) dibandingkan dengan aset
nonfinansial atau asset riil.
3. Syarif Wijaya mendefinisikan lembaga
keuangan dengan lembaga yang berhubungan dengan penggunaan uang dan kredit atau
lembaga yang berhubungan dengan proses penyaluran simpanan ke investasi.
4. Kasmir mendefinisikan lembaga keuangan
adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, menghimpun dana,
menyalurkan dana atau kedua-duanya.
Secara umum, lembaga keuangan berperan
sebagai lembaga intermediasi keuangan. Lembaga intermediasi keuangan
berdasarkan kemampuannya menghimpun dana dari masyarakat dapat dikelompokkan ke
dalam dua golongan, yaitu lembaga keuangan depositori
dan lembaga keuangan nondepositori.
Lembaga keuangan depositori
menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan (deposit) misalnya: giro, tabungan atau
deposito berjangka yang diterima dari penabung atau unit surplus. dapat berasal
dari perusahaan, pemerintah dan rumah tangga yang memiliki kelebihan pendapatan
setelah dikurangi untuk kebutuhan konsumsi. Lembaga keuangan yang menawarkan
jasa-jasa seperti ini adalah bank.
Lembaga keuangan nondepositori atau disebut juga Lembaga Keuangan Non-Bank (LKNB)
adalah lembaga keuangan yang lebih terfokus kepada bidang penyaluran dana dan
masing-masing lembaga keuangan mempunyai ciri-ciri usahanya sendiri. Adapun
jenis lembaga keuangan nondepositori
yang ada di Indonesia saat ini antara lain, lembaga keuangan yang kegiatan
usahanya bersifat kontraktual, lembaga keuangan investasi dan perusahaan modal
ventura dan perusahaan pembiayaan yang menawarkan jasa pembiayaan sewa guna
usaha, anjak piutang, pembiayaan konsumen,dan kartu kredit.
C. Fungsi Lembaga Keuangan
Fungsi lembaga keuangan bisa di
tinjau dari empat aspek antara lain:
1. Fungsi lembaga keuangan ditinjau dari sisi jasa-jasa finansial. Jasa-jasa
finansial yang disediakan oleh lembaga keuangan syariah harus didasarkan pada
prinsip-prinsip syariah diantara fungsi lembaga keuangan sebagai penyedia
jasa-jasa finansial antara lain:
a. Fungsi tabungan. Sistem
pasar keuangan dan lembaga keuangan menyediakan instrumen untuk tabungan bagi
masyarakat yang memiliki kelebihan dana setelah pemenuhan kebutuhan dasar
(konsumsi).
b. Fungsi
penyimpanan kekayaan. Instrumen
keuangan yang diperjualbelikan dalam pasar uang dan pasar modal menyediakan
suatu cara untuk menyimpan kekayaan, yaitu dengan cara menahan nilai aset yang
dimiliki disamping menerima pendapatan dalam jumlah tertentu.
c. Fungsi
transmutasi kekayaan. Di mana
lembaga keuangan memiliki aset dalam bentuk janji-janji kepada imbalan pemilik
dana.
d. Fungsi
likuiditas. Likuiditas
berkaitan dengan kemampuan memperoleh uang tunai pada saat di butuhkan.
Kekayaan yang disimpan dalam bentuk instrumen keuangan dapat dengan mudah
dicairkan melalui mekanisme pasar keuangan.
e. Fungsi
pembiayaan / kredit. Disamping untuk
menyediakan likuiditas dan mempermudah arus tabungan menjadi investasi dalam
rangka menyimpan kekayaan, pasar uang menyediakan pembiayaan / kredit untuk
membiayai kebutuhan konsumsi dan investasi dalam ekonomi.
f. Fungsi
pembayaran. Sistem keuangan menyediakan
mekanisme pembayaran atas transaksi barang dan jasa-jasa.
g. Fungsi
diversifikasi risiko. Pasar keuangan
menawarkan kepada unit usaha dan konsumen proteksi terhadap jiwa, kesehatan dan
risiko pendapatan atau kerugian.
h. Fungsi
manajemen portofolio. Yaitu sebagai
penyedia jasa keuangan yang dapat memberikian kenyamanan, proteksi terhadap
kecurangan, kualitas pilihan investasi, biaya transaksi yang rendah dan pajak
pendapatan.
i.
Fungsi kebijakan. Pasar keuangan
telah menjadi instrumen pokok yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk
melakukan kebijakan guna menstabilkan ekonomi dan memengaruhi inflasi melalui
kebijakan moneter.
2.
Fungsi lembaga
keuangan ditinjau dari sisi kedudukan lembaga keuangan dalam sistem perbankan , berfungsi
sebagai bagian yang terintegrasi dari unit-unit yang diberi kuasa atau memiliki
kewenangan dalam mengeluarkan uang giral (penciptaan
uang) dan deposito ( time deposits ).
3.
Fungsi keuangan
ditinjau dari sisi kedudukan lembaga keuangan dalam sistem moneter , berfungsi
menciptakan uang ( money ). Tujuannya menjaga stabilitas dari mata
uang (baik secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang
diharapkan dapat tercapai.
4.
Fungsi lembaga
keuangan ditinjau dari sisi kedudukan lembaga keuangan dalam sistem finansial , berfungsi
sebagai bagian dari jaringan yang terintegrasi dari seluruh lembaga keuangan
yang ada dalam sistem ekonomi. Struktur sistem financial terdiri dari sistem
perbankan, sistem moneter dan lembaga keuangan lainnya.
D.
Prinsip Operasional LKS
Prinsip syariah yang dianut oleh
lembaga keuangan syariah dilandasi oleh nilai – nilai keadilan, kemanfaatan,
keseimbangan, dan keuniversalan (rahmatan
lil’alamin). Prinsip utama yang di anut oleh LKS untuk menjalankan usahnya adalah :
1.
Bebas “Maghrib”
a.
Maysir (spekulasi)
b.
Gharar
c.
Haram
d.
Riba
e.
Batil
2.
Menjalankan Bisnis dan Aktifitas Perdagangan yang
Berbasis pada Perolehan Keuntungan yang Sah Menurut Syariah
Semua transaksi harus didasarkan pada akad
yang diakui oleh syariah. Jenis akad ada dua, yaitu : akad tabarru dan akad tijari.
Akad tabarru merupakan perjanjian /
kontrak yang tidak mencari keuntungan materiil hanya bersifat kebajikan murni
seperti qard al-hasan, wakaf dan infaq. Sedangkan akad tijari merupakan perjanjian / kontrak
yang bertujuan untuk mencari keuntungan seperti akad jual beli (akad murabaha, salam, istisna), akad bagi hasil
(mudarabah, musyarakah), akad sewa (ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik), akad titipan (wadi’ah yad ad-damanah dan wadi’ah
yad al-amanah).
3.
Menyalurkan Zakat, Infak dan Sedekah
Lembaga keuangan syariah mempunyai dua
peran sekaligus yaitu sebagai badan usaha dan badan sosial. Sebagai badan usaha
LKS berfungsi sebagai menejer investasi, investor, dan jasa pelayanan. Sebagai
badan sesial LKS berfungsi sebagai pengelolah dana sosial untung menghimpun dan
menyalurkan dana zakat, infaq dan sedekah.
E. Lemabaga Fasilitator Sistem Keuangan
Syariah Di Indonesia[2]
1. Bank Indonesia
Bank Sentral di Indonesia dilaksanakan oleh bank Indonesia yang memilik
tujuan utama mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai
tujuan tersebut bank Indonesia mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistim devisa serta mengatur
dan mengawasi bank. Bank Sentral berfungsi sebagai pengawas sistim moneter :
pencipta uang primer terutama uang kertas dan uang logam, dan pemelihara
cadangan emas dan devisa.
2. Departemen Keuangan
Upaya pengembangan pasar keuangan syariah
tentu juga tak biasa terlepas dari peranan depatemen keuangan. Pasar modal dan
lembaga keuangan non bank syariah, lembaga yang membinanya adalah bapepam-LK.
Bapepam-LK merupakan gabungan dari Badan Pengawasan Pasar Modal ( Bapepam ) dan
Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Departemen Keuangan. Bapepam-LK berada
dibawah Deepartemen Keuangan Republik Indonesia yang bertugas membina,
mengatur,dan mengawasi sehari-hari kegiatan pasar modal serta merumuskan dan
melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang lembaga keuangan.
Dalam perjalanannya, Bapepam-LK sudah mengeluarkan sejumlah regulasi terkait
peraturan aplikasi prinsip-prinsip syariah di ruang lingkup pasar modal
syariah. Departemen keuangan ( Depkeu ) juga sudah membentuk Direktorat
Pembiayaan Syariah (DPS)
3. Dawan Syariah Nasional dan Dewan Pengawas
Syariah
Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji, menggali, dan merumuskan
nilai dan prinsip-prinsi hukum islam ( syariah ) dalam bentuk fatwa untuk
dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga keuangan syariah. Sebagai
wakil DSN pada lembaga keuangan syariah yang bersangkutan di bentuklah dewan
pengawas syariah ( DPS ). DPS bertugas
mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan
ketentuan dan prinsip syariah yang telah di fatwakan oleh DSN. Sedangkan fungsi
utamanya adalah sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan
unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal – hal yang terkait
dengan aspek syariah dan sebagai mediator antara LKS dengan DSN dalam
mengkomunikasokan usul dan saran pengenmbangan produk dan jasa dari LKS yang
memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.
4. Badan Arbitrase Syariah Nasional (
BASYARNAS )
Adalah lembaga yang menengahi perselisihan
antara LKS dan nasabahnya sesuai dengan tata cara hukum syariah umumnya nasabah
memilih dating ke basyarnas sebelum ke pengadilan negeri karena cara ini lebih
efisien dan dalam hal biaya dan waktu. BASYARNAS sesuai dengan Pedoman Dasar
yang ditetapkan oleh MUI : ialah lembaga hukum yang bebas, otonom dan
indevendent, tidak boleh dicampuri oleh kekuasaan dan pihak – pihak manapun.
F. Struktur Lembaga Keuangan Syariah Di
Indonesia
Struktur keuangan di Indonesia dijalankan oleh dua jenis lembaga
keuangan, yaitu Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Non-Bank.
1. Lembaga Keuangan Bank
Merupakan lembaga yang memberikan jasa
keuangan yang paling lengkap. Usaha keuangan yang dilakukan disamping
menyalurkan dana atau memberikan pembiayaan / kredit juga melakukan usaha
menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan. Lembaga keaungan
bank terdiri dari :
a. Bank Umum Syariah
Bank umum merupakan bank yang bertugas
melayani seluruh jasa – jasa perbankan dan melayani segenap masyarakat, baik
masyarakat perorangan maupun lembaga – lembaga lainnya. Sejak dikleuarkan nya
UU No.7 Tahun 1992 yang telah di ubah dengan UU No.10 Tahun 1998 bank umum
terdiri dari Bank Konvensional dan Bank Syariah.
b. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Bank pembiayaan rakyat syariah berfungsi
sebgai pelaksana sebagian fungsi bank umum, tetapi di tingkat regional dengan
berlandaskan kepada prinsip – prinsip syariah. BPRS merupakan bank yang khusus
melayani masyarakat kecil di Kecamatan dan Pedesaan.
2. Lembaga Keuangan Non-Bank
Lembaga keuangan non-bank terdiri dari :
a. Pasar Modal (Capital Market)
Pasar modal merupakan pasar tempat
mempertemukan dan melakukan transaksi antara para pencari dana (emiten) dengan para penanam modal (investor). Dalam pasar modal yang
diperjualbelikan adalah efek – efek seperti saham dan obligasi dimana jika
diukur dari wktunya modal yang diperjualbelikan merupakan modal jangka panjang.
b. Pasar Uang (Money Market)
Pasar uang sama halnya dengan pasar modal,
yaitu pasar tempat memperoleh dana dan investasi dana. Pasar uang syariah juga
telah hadie melalui kebijakan Operasi Moneter Syariah dengan instrument antara
lain Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Pasar Uang Antarbank Syariah
(PUAS) dengan instrument antara lain Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank
(IMA) yang operasionalnya diatur oleh BI sedangkan pemenuhan prinsip syariahnya
diatur oleh DSN MUI.
c. Perusahaan Asuransi
Asuransi syariah (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan
tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk
asset dan/ atau tabarru’ yang
memberika pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah.
d. Dana Pensiun
Dana pensiun merupakan perusahaan yang
kegiatannya mengelola dana pension suatu perusahaan pemberi kerja atau
perusahaan itu sendiri. Penghimpun dana pensiun melalui iuran yang dipotong
dari gaji karyawan.
e. Perusahaan Modal Ventura
Perusahaan modal ventura merupakan pembiayaan
oleh perusahaan yang usahanya mengandung resiko tinggi. Perusahaan jenis ini
masih baru di Indonesia. Usahanya lebih banyak memberikan pembiayaan tanpa
jaminan yang umumnya tidak dilayani oleh lembaga keuangan lainnya.
f. Lembaga Pembiayaan
Lembaga pembiayaan adalah badan usaha
diluar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk
melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan yang
mencakup usaha sewa guna, anjak piutang (factoring),
usaha kartu kredit dan pembiayaan konsumen.




g. Perusahaan Pegadaian
Merupakan lembaga keuangan yang menyediakan
fasilitas pinjaman dengan jaminan tertentu. Jaminan nasabah tersebut
digadaikan, kemudian ditaksir oleh pihak pegadaian untuk menilai besarnya nilai
jaminan.
h. Lembaga Keuangan Syariah Mikro

Melalui BAZ dan LAZ diharapkan agar harta
zakat umat Islam bisa terkonsentrasi pada sebuah lembaga resmi dan dapat
disalurkan lebih optimal

Peningkatan peran wakaf sebagai pranata
keagamaan tidak hanya bertujuan menyediakan berbagai sarana ibadah dan social,
tetapi juga memiliki kekuatan ekonomi yang berpotensi untuk memajukan
kesejahteraan umum.

Adalah balai usaha mandiri terpadu yang isi
nya berintikan bayt almal wa al-tamwil
dengan kegiatan mengenmbangkan usaha – usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha kecil dengna mendorong kegiatan
menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.
Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi:[3]
a. Baitulmal(bait = rumah, dan maal =
harta) menerima dana ZIS serta mengoptimalkan distribusinya dengan memberikan
santunan kepada yang berhak (para asnaf) sesuai peraturan dan amanah yang
diterima.
b. Baitut Tamwil (bait = rumah, at-Tamwil =
pengembangan harta) melakukan kegiatan pengembangan usaha produktif dan
investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan makro
terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang kegiatan ekonominya.
G. Jenis – jenis Resiko Lembaga Keuangan
Syariah
Adapun jenis resiko yang dikelola oleh lembaga keuangan adalah sebagai
berikut:[4]
1. Resiko kredit atau pembiayaan
Resiko kredit diartikan sebagai resiko yang
timbul akibat kegagalan pihak lawan (counterparty)
memenuhi kewajibannya atau resiko kerugian yang berhubungan dengan kemungkinan
bahwa suatu counterparty akan gagal
untuk memenuhi kewajiban – kewajibannya ketika jatuh tempo.
2. Resiko Pasar (Market Risk)
Resiko yang muncul disebabkan oleh adanya
pergerakan variable pasar (adverse
movement) dari portofolio yang dimiliki yang dapat merugikan bank. Variable
pasar dalam hal ini adalah suku bunga dan nilai tukar termasuk derivasi dari
kedua jenis resiko pasar tersebut yaitu perubahan option.
3. Resiko Operasional
Resiko yang disebabkan oleh ketidakcukupan
dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan
sistem atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Resiko
operasional melekat pada setiap aktivitas fungsionla bank,seperti kegiatan
pengkreditan, treasury dan investasi,
operasional dan jasa, pembiayaan perdagangan, pendanaan dan instrument utang,
teknologi sistem informasi dan sistem informasi manajemen dan pengelolaan
sember daya manusia.
4. Resiko Likuiditas (Liquidity Risk)
Resiko yang disebabkan karena bank tidak
mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo. Resiko likuiditas
dikategorikan menjadi : resiko likuiditas pasar dan resiko likuiditas
pendanaan.
5. Resiko Hukum (Legal Riski)
Resiko yang disebabkan adanya kelemahan
aspek yuridis. Kelemahan ini disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan
peraturan perundang – undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan, seperti
tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan perikatan agunan yang tak sempurna.
6. Resiko Reputasi (Reputation Risk)
Resiko yang disebabkan adanya publikasi
negative yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negative dari
masyarakat terhadap bank.
7. Resiko Strategik (Strategic Risk)
Resiko yang disebabkan adanya penentapan
dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis
yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal.
8. Resiko Kepatuhan (Compliance Risk)
Resiko yang disebabkan karena tidak
mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang – undangan atau ketetapan
lain yang berlaku.
9. Resiko Modal (Capital Risk)
Resiko modal berkaitan dengan kualitas asset. Bank
yang menggunakan sebagian besar dananya untuk mendanai asset yang beresiko
perlu memiliki modal penyanggah yang besar untuk sandaran bila kinerja asset –
asset itu tidak baik, tingkat modal juga penting untuk menyanggah rasio
likuiditas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan makalah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa,
lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan
dengan bidang keuangan. Kegiatan usaha lembaga keuangan dapat berupa menghimpun
dana dengan menawarkan berbagai skema, menyalurkan dana dengan berbagai skema
atau melakukan kegiatan menghimpun dana dan menyalurkan dana sekaligus, di mana
kegiatan usaha lembaga keuangan diperuntukkan bagi investasi perusahaan,
kegiatan konsumsi, dan kegiatan distribusi barang dan jasa.
Fungsi lembaga keuangan dapat dilihat dari empat aspek yaitu sisi
penyediaan jasa-jasa penyedia financial, kedudukannya dalam sistem perbankan,
sistem financial dan sistem moneter. Adapun struktur lembaga
keuangan syariah di Indonesia dibagi menjadi dua yaitu lembaga keuangan bank
dan lembaga keuangan non bank.
[1]
Huda Nurul dan Heykal
Mohamad. “Lembaga Keuangan Islam,
Tinjauan Teoretis dan Praktis”. Jakarta: Kencana, 2010. Hal 23-38