Bisnis dan Perlindungan Konsumen
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana kita ketahui, bisnis adalah suatu organisasi yang
menyediakan barang dan jasa untuk mendapatkan profit. Sementara profit adalah
perbedaan antara pendapatan suatu bisnis dan beban – bebannya. Kendati
aktivitas bisnis lebih berorientasi pada profit, tapi etika dan moralitas
senantiasa dijunjung tinggi, baik jika berorientasi pada trust
(kepercayaan). Etika adalah kepercayaan tentang apa yang benar dan salah atau
baik dan buruk dalam tindakan yang mempengaruhi yang lain.
Konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik untuk
kepentingan pribadi, keluarga maupun makhluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan.
Konsumen juga mempunyai perlindungan yang sering disebut perlindungan konsumen.
Pengertian perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk member perlindungan kepada konsumen.
Perlindungan
konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat.
Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum
antara konsumen dengan produsen. Tidak adanya perlindungan yang seimbang
menyebabkan konsumen pada posisi yang lemah. Kerugian-kerugian yang dialami
oleh konsumen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian
antara produsen dengan konsumen, maupun akibat dari adanya perbuatan melanggar
hukum yang dilakukan oleh produsen.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah bisnis yang dijalankan oleh produsen
sudah memuaskan konsumen atau tidak ?
2. Bagaimana hukum perlindungan konsumen di
Indonesia ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bisnis yang dijalankan
oleh produsen sudah memuaskan konsumen atau tidak.
2. Untuk megetahui hukum perlindungan konsumen
di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bisnis[1]
Dalam Islam, diajarkan bahwa untuk menguasai kekuatan ekonomi, maka
budaya bisnis harus dijunjung tinggi. Bisnis, merupakan jalan cepat untuk kaya,
seperti Rasulullah sabdakan : “Sembilan per-sepuluh sumber rizki itu dari
perdagangan”(HR.Tirmidzi). Bisnis merupakan jalan cepat masuk surga seperti
disampaikan Rasulullah : “Pedagang yang jujur dan amanah (akan ditempatkan) beserta
para nabi, shidiqin dan para syuhada”(HR.Tt-Tirmidzi). Bahkan kita kenal
betul bahwa 10 sahabat Rasulullah yang dijamin masuk surga ternyata Sembilan
diantranya adalah pedagang dan pembisnis.
Bisnis menurut Boone dan Kurtz (2002; 8), terdiri dari semua aktivitas
yang bertujuan mencari laba dan perusahaan yang menghasilkan barang serta jasa
yang dibutuhkan oleh sebuah system ekonomi. Sebagian bisnis menghasilkan barang
– barang berwujud, mobil, sereal untuk makan pagi, dan chip – chip computer.
Sebagian lainya memproduksi jasa asuransi, konser music, penyewaan mobil, dan
penginapan. Sementara Hughes dan Kapoor dalam Alma (1998; 21) menyatakan : Business
is the organized effort on individuals
to produce and sell for a profit, the goods and services that statisfy societ’s
needs. The general term business referes to all such within a society or within
an industry. Artinya adalah, bisnis merupakan suatu kegiatan usaha individu
yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna
mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara umum
kegiatan ini ada di dalam masyarakat, dan ada dalam industry. Jadi, orang yang
berusaha menggunakan uang dan waktunya dengan menanggung dan mengelolah risiko
dalam menjalankan kegiatan bisnis disebut entrepreneur. Untuk menjalankan
kegiatan bisnis maka entrepreneur hurus mampu mengkombinasikan empat
macam sumber yaitu material, human, financial dan informasi.
Bisnis adalah suatu organisasi yang menyediakan barang atau jasa untuk
mendapatkan profit. Dalam kegiatan bisnis, setidaknya perlu mengetahui :
1. Titik permulaan dalam manajemen yang
efektif adalah menentukan tujuan. Dalam pengelolaan bisnis, manajemen harus
mengetahui ke mana arah bisnis akan dibawa.
2. Mengetahui lingkunagan bisnis. Lingkungan
bisnis dibedakan menjadi 2 (dua) bagian, yakni lingkungan internal dan
eksternal. Lingkungan internal terdiri atas karya manajemen, pemegang saham,
modal dan peralatan fisik serta informasi. Sementara lingkungan eksternal
terdiri dari dua komponen, yakni lingkungan khusus dan umum.
3. Mengetahui lingkungan khusus di mana
kegiatan bisnis itu dilakukan. Hal ini berkaitan dengan keadaan konsumen,
pemasok, pesaing, dan kelompok kepentingan (pressure group).
4. Mengetahui lingkungan umum, meliputi
berbagai faktor, antara lain kondisi ekonomi, politik dan hukum, social budaya,
demografi serta teknologi dan kondisi global.
B. Konsumen dan Dasar Perlindungan Konsumen
Konsumen
secara harfiah memiliki arti, orang atau perusahaan yang membeli barang
tertentu atau menggunakan jasa tertentu, atau sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau
sejumlah barang. Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen mendefinisikan konsumen sebagai setiap orang pemakai
barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan. Berdasarkan dari pengertian tersebut, yang
dimaksud konsumen orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan jasa.
Pembeli atau konsumen seharusnya
menerima barang dalam kondis baik dan dengan harga yang wajar. Mereka juga harus
diberi tahu bila terdapat kekurangan terhadap suatu barang. Islam melarang
praktek yang berhubungan dengan kosumen atau pembeli seperti penggunaan alat
ukur atau timbangan yang tidak tepat, penimbunan dan manipulasi harga,
penjualan barang palsu atau rusak, bersumpah untuk mendukung sebuah penjualan,
membeli brang – barang curian, larangan mengambil bunga atau riba dll.[2]
Hukum
perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan
terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Hukum
Perlindungan Konsumen merupakan cabang dari Hukum Ekonomi. Alasannya,
permasalahan yang diatur dalam hukum konsumen berkaitan erat dengan pemenuhan
kebutuhan barang / jasa. Pada tanggal 30 Maret 1999, Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perlindungan
konsumen untuk disahkan oleh pemerintah setelah selama 20 tahun diperjuangkan.
RUU ini sendiri baru disahkan oleh pemerintah pada tanggal 20 april 1999.
C. Badan
Perlindungan Konsumen Nasional
Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen
dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Badan Perlindungan Nasional
berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia dan bertanggung jawab kepada
Presiden (pasal 2 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2001 tentang Badan
Perlindungan Konsumen Nasional). Apabila dipandang perlu Badan Perlindungan
Konsumen Nasional dapat membentuk perwakilan di ibukota daerah propinsi untuk
membantu pelaksanaa fungsi dan tugasnya.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi
memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan
perlindungan konsumen di Indonesia..
Untuk menjalankan fungsi Badan
Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai tugas:
1.
Memberikaan saran dan rekomendasi kepada pemerintah
dalam rangka penyusunan kebijakan dibidang perlindungan konsumen.
2.
Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku dibidang perlindungan konsumen.
3.
Melakukan penelitian terhadap barang atau jasa yang
menyangkut keselamatan konsumen.
4.
Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat.
5.
Menyebarkan informasi melalui media mengenai
perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada
konsumen.
6.
Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari
masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pelaku usaha.
7.
Melakukan survey yang menyangkut kebutuhan konsumen.
D. Asas dan
Tujuan Perlindungan Konsumen[3]
Perlindungan konsumen
diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam
pembangunan nasional, yakni:
1. Asas Manfaat, adalah segala
upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Asas Keadilan, adalah
memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya
dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas Keseimbangan, adalah
memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan
pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual.
4. Asas Keamanan dan
Keselamatan Konsumen, adalah untuk memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang
dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas Kepastian Hukum, adalah
pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.
Sementara itu,
tujuan perlindungan konsumen meliputi:
1. Meningkatkan kesadaran,
kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2. Mengangkat harkat dan martabat
konsumen dengan cara menghindarkan dari ekses negatif pemakaian barang dan/
atau jasa.
3. Meningkatkan pemberdayaan
konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
4. Menetapkan sistem perlindungan
konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta
akses untuk mendapat informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku
usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen, sehingga tumbuh sikap yang
jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang
dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/ atau jasa,
kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
E. Hak dan
Kewajiban Konsumen[4]
Berdasarkan pasal 4 dan 5
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, hak dan kewajiban konsumen antara lain:

1. Hak atas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau jasa.
2. Hak untuk memilih barang dan/
atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa, sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar,
jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat
dan keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi
perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
6. Hak untuk mendapat pembinaan
dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau
dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku,
agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosialnya.
8. Hak untuk mendapat kompensasi,
ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan/ atau jasa yang diterima
tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

1. Membaca, mengikuti petunjuk
informasi, dan prosedur pemakaian, atau pemanfaatan barang dan/ atau jasa demi
keamanan dan keselamatan.
2. Beritikad baik dalam melakukan
transaksi pembelian barang dan/ atau jasa.
3. Membayar sesuai dengan nilai
tukar yang disepakati.
4. Mengikuti upaya penyelesaian
hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
F. Hak dan
Kewajiban Pelaku Usaha
Berdasarkan pasal 6 dan 7
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 hak dan kewajiban pelaku usaha, sebagai
berikut:

1. Hak untuk menerima pembayaran
yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/
atau jasa yang diperdagangkan.
2. Hak untuk mendapat
perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
3. Hak untuk melakukan pembelaan
diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
4. Hak untuk
rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen
tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
5. Hak – hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.

1. Beritikad baik dalam melakukan
kegiatan usahanya.
2. Melakukan informasi yang
benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa serta
memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemelihara.
3. Memperlakukan atau melayani
konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, pelaku usaha
dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan, pelaku usaha
dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
4. Menjamin mutu barang dan/ atau
jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar nutu
barang atau jasa yang berlaku.
5. Memberi kesempatan kepada
konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau jasa tertentu serta memberi
jaminan atau garansi atas barang yang dibuat maupun yang diperdagangkan.
6. Memberi kompensasi, ganti rugi
atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang atau jasa
yang diperdagangkan.
7. Memberi kompensasi ganti rugi
apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian.
G. Sanksi bagi
Pelaku Usaha yang Merugikan Konsumen
Dalam Undang – Undang Nomor 8 Tahun
1999, sanksi yang dikenakan kepada pelaku usaha secara garis besar dapat dibagi
dua, yaitu administrative dan pidana.
1. Sanksi
Admisitratif (Pasal 60)
a. Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administrative
terhadap pelaku usaha yang melanggar pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20,
Pasal 25, Pasal 26.
b. Sanksi
administrative berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).
c. Tata cara
penetapan sanksi administrative sebagaimna dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut dalam peraturan perundang – undangan.
2. Sanksi Pidana
Pasal 61, berkaitan
dengan sanksi pidana menegaskan bahwa penuntutan pidana dapat dilakukan
terhadap pelaku usaha dan / atau pengurusnya. Selanjutnya dalam Pasal 62 secara
eksplisit dipertegas apa saja bentuk sanksi pidana tersebut.
a. Pelaku usaha
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10,
Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf
e ayat (2), Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp.
2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)
b. Pelaku usaha
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal
13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
c. Terhadap
pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap, atau
kematian, diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Berikut Pasal 63,
dikatakan :
1. Perampasan
barang tertentu
2. Pengumuman
keputusan hakim
3. Pembayaran
gati rugi
4. Perintah
penghentian kegiatan tertentu yang mnyebabkan timbulnya kerugian konsumen
5. Kewajiban
penarikan barang dari peredaran
6. Pencabutan
izin usaha.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bisnis adalah usaha yang sangat baik
untuk meningkatkan perekonomian di Indonesia, sebagaimana sudah di jelaskan
oleh hadits Rasulullah tentang keutamaan seorang bisnis di sisi Allah SWT. Berbisnis
bukan hanya sekedar mendapatkan profit atau keutungan tapi dengan bisnis
masyarakat dapat bekerja sama untuk meningkat perekonomian nasional. Produsen
harus memproduksi barang dan jasa yang baik dan benar menurut aturan agama dan
UU. Begitu juga konsumen harus berhati – hati mengonsumsi barang atau jasa,
jangan sampai dapat merugikannya.
Selain itu, Pemerintah sebagai perancang,pelaksana
serta pengawas atas jalannya hukum dan UU tentang perlindungan konsumen
harus benar-benar memperhatikan fenomena-fenomena yang terjadi pada kegiatan
produksi dan konsumsi dewasa ini agar tujuan para produsen untuk mencari laba
berjalan dengan lancar tanpa ada pihak yang dirugikan. Demikian juga dengan konsumen yang
memiliki tujuan untuk memaksimalkan kepuasan jangan sampai mereka dirugikan karena
kesalahan yang dibuat dari proses produksi yang tidak sesuai dengan
setandar berproduksi yang sudah tertera dalam hukum dan UU yang telah dibuat
oleh pemerintah.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan di atas, penulis dapat memberikan
saran bahwa hendaknya setiap ekonomi
baik produksi maupun konsumsi harus menerapkan kebenaran, kejujuran dan kenyamanan, karena semua itu sangat berpengaruh
pada perkembangan dan kestabilan suatu perekonomian. Jika kestabilan perekonomian berjalan lancer maka kenyamanan
Negara terjaga, dengan itu kita dapat bersaing dengan Negara lain.
[1]
Widiyono & Mukhaer
Pakkanna. “ Pengantar Bisnis (Respon Terhadap Dinamika Global) “.
Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2013. Halm. 2- 3
[2]
Rafik Issa Beekum. “ Etika
Bisnis Islam “. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar, 2004. Halm 72 – 75
[3]
http://www.nunungarditablog.MakalahHukumBisnisTentangPerlindunganKonsumen.html diakses pada tanggal 20 Maret 2016 pukul 09.30
Wita.
[4]
http://www.makalahperlindungankonsumenarikanursya'adah.html diakses
pada tanggal 20 Maret 2016 pukul 09.45 Wita.