A. Pondok Pesantren
1. Pengertian Pondok Pesantren
Kata “pondok”
dalam bahasa Indonesia mempunyai
arti; kamar, gubuk, rumah kecil dengan menekankan kesederhanaan bangunannya.
Pondok juga berasal dari bahasa Arab “funduq” yang berarti ruang tidur, wisma, hotel
sederahan, atau mengandung arti tempat tinggal yang terbuat dari bambu.
Menurut
etimologi (arti bahasa), kata “pesantren” brasal dari kata Santri denga awalan pe- dan
–an yang berarti tempat tinggal para Santri. Sedangkan asal-usul kata santri
ada berbagai pendapat sebagai berikut: Profesor Jahus berpendapat bahwa istilah
Santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti “guru mengaji”. Sedangkan
C. C. Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari kata “ shastri” yang dalam bahasa India berarti orang yang
tahu buku-buku suci agama Hindu atau sarjana ahli kitab agama Hindu. Ada juga
yang berpendapat bahwa kata santri adalah pengambilalihan dari bahasa
Sansekerta dengan perubahan pengertian,
yaitu perkataan Santri yang artinya melek huruf.[1]
Menurut beberapa ahli, istilah pesantren pada mulanya lebih dikenal di pulau
Jawa karena pengaruh istilah pendidikan Jawa Kuno, yaitu dikenal sistem
pendidikan di perguruan dengan Kyai dan Santri hidup bersama, yaitu suatu hasil
pencangkokkan kebudayaan sebelum islam.[2]
Disisi lain, ada yang mengatakan bahwa perkataan Santri sesungguhnya berasal
dari bahasa jawa, dari kata ”cantrik”, yang berarti seseorang yang selalu mengikuti
seorang guru kemana guru itu pergi menetap.[3]
Pesantren
merupakan lembaga pendidikan Islam dengan seseorang atau beberapa Santri
belajar pada pemimpin Pesantren (Kyai),
dibantu oleh beberapa guru (Ulama/Ustadz). Di dalamnya terdapat lima elemen
dasar yang tidak terpisahkan, yaitu: pondok, masjid, pengajaran kitab-kitab
kuning, Santri dan Kyai. Inilah yang disebut sebagai tradisi Pesantren. Gus Dur
menyebutkan sebagai sub kultur Pesantren, yaitu kultir sosio-religius
yangmerupakan hasil interaksi kehidupan pondok, masjid, Santri, ajaran Ulama
terdahulu yang tertuang dalam kitab klasik dan kehidupan Kyai.[4]
Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, merupakakn sistem pendidikan Nasional asli, yang telah lama hidup dan tumbuh di tengah-tengah maysarakat Indonesia
2. Elemen-elemen Pondok Pesantren
Suatu lembaga
akan berubah nama menjadi Pesantren bila memiliki lima elemen berikut ini;
pondok, masjid, Santri, pengajaran
kitab-kitab klasik dan Kyai.
a.
Pondok
Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan
Islam Tradisional, dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar dibawah
bimbingan seorang (atau lebih) guru (Kyai). Asrama tersebut berada dilingkungan
komplek pesantren, dimana Kyai bertempat tinggal. Komplek Pesantren ini
biasanya dikelilingi tembok untuk keluar masuknya Santri sesuai dengan peraturan
yang berlaku.[5]
Pada awal perkembangannya, pondok
bukanlah sebagai tempat tinggal / asrama Santri, tetapi untuk mengikuti
pelajaran yang diberikan Kyai ataupun sebagai tempat latihan Santri agar hidup
mandiri dalam masyarakat. Para Santri di bawah bimbingan Kyai bekerja untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tetapi dalam perkembangan berikutnya, tampaknya
lebih menonjol fungsinya sebagai tempat pemondokan dengan adanya semacam sewa
atau iuran untuk pemeliharaan pondok.[6]
Pondok merupakan tempat aktivitas pribadi santri mulai dari
menyimpan kitab, tidur, dan aktifitas-aktifitas
dalam sehari-hari. Dengan demikian, pondok bagi santri seperti rumah
sendiri dan mereka memiliki rasa kepemilikan cukup tinggi yang diwujudkan
melalui roan (kerja bakti) yang membudaya dikalangan santri
Iklim keimuan pesantren begitu terlihat dengan keberadaan pondok
sebagai tempat tinggal. Seluruh
aktifitas santri diatur melalui jadwal mulai dari bangun tidur sampai tidur
lagi. Santri diawasi oleh pengurus pondok sebagai badal dari Kyai.
b.
Masjid
Masjid sebagai salah satu komponen pesantren memiliki multi fungsi
yang menunjang aktifitas belajar di pesantren. Masjid selain difungsikan
sebagai tempat jama’ah shalat lima waktu dan shalat jum’at juga difungsikan
sebagai tempat pengajian kitab-kitab dan acara pengembangan santri seperti
latihan khutbah jum’at, shalawat barzanji dan muhadarah.
Sebagaimana diungkapkan Dhofier, masjid sebagai mediastrategis
pesantren untuk pengembangan wawasan keagamaan musyarakat sekitar pesantren.
Hal iini dilakukan dengan cara melakukan pengajian secara berkala (biasanya selapan
atau tida puluh lima hari sekali) dengan melibatkan maysarakat sebagai
pesertanya.
c.
Santri
Dalam tradisi pesantren, santri digolongkan menjadi dua kelompok
yaitu:
1.
Santri mukim: santri yang berasal dari tempat yang jauh dan menetap
di lingkungan pesantren/pondok/asrama. Pada perkembangannya, di sebagian
pesantren santri mukim dibedakan menjadi dua yaitu:
a)
Santri mandiri: santri yang seluruh biaya belajarnya di pesantren
berasal dari diri sendiri, baik biaya syahriyah (iuran bulana), uang
makan, peralatan belajar dan biaya lainnya sesuai kebijakan masing-masing
b)
Santri khadim: santri yang biaya belajarnya di pesantren ditanggung
oleh pengasuh pesantren (Kyai). Hal ini biasanya di latarbelakangi oleh kondisi
ekonomi orang tua santri yang kurang mampu. Mereka termotivasi dan berkeyakinan
mendapatkan berkah dengan cara khidmah (melayani) kyai dan dzuriyahnya.
2.
Santri Kalong:yaitu santri-santriyang berasal tidak jauh
dari pesantren/ dari desa-desa sekitar pesantren, yang biasanya tidak menetap
dalam pesantren. Mereka pulang pergi dari rumah masing-masing ke pesantren
untuk mengikuti pelajarannya di pesantren setiap hari.
d.
Kyai
Kyai adalah komponen yang paling esensial dalam sebuah
pesantren. Hal ini dapat dipahami
bahwakyai pada umumnya adalah pendiri, pengelola dan kadang-kadang sebagai
penyandang dana sekaligus. Kyai sebagai figur yang memiliki legitimasi sangat
kuat dalam menentukan kebijakan pesantren.
Menurut asal usulnya, istilah kyai dalam bahasa Jawa memiliki tiga
makna yang berbeda:
1)
Sebagai gelar benda-benda keramat, seperti “ kyai Garuda Kencana”
sebutan untuk kertas emas di keraton Yogyakarta
2)
Gelar kehormatan untuk orang tua pada umunya.
3)
Gelar yang deberikan masyarakat kepada ahli agama islam yang memiliki
atau menjadi pimpinan pesantren dan pengajar kitab-kitab Islam klasik kepada
para santrinya.[7]
Istilah kyai pada nomor tiga
adalah istilah kyai yang dimaksud dalam penelitian ini. Perlu diketahui,
sebutan kyai berlaku pada masyarakat Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di Jawa Barat
(Sunda) disebut dengan ajengan. Di daerah Nusa Tenggara dan kalimantan
disebut dengan tuan guru. Di daerah Sumatra Utara (Tanapuli) disebut syaihk.
Di daerah Minangkabau disebut denga buya Sedangkan di aceh disebut
dengan teungku.[8]
Pengertian kyai dewasa ini telah mengalami pergeseran makna. Gelar
kyai tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang memimpin pesantren, tetapi juga
diperuntukkan bagi ahli agama di luar peantren.
e.
Kitab Kuning
Disebut dengan kitab kuning (al-kutub al-sofro’a) karena
kertas yang dipakai untuk menulis menggunakan kertas yang berwarna kuning.
Sebutan lainnya adalah kitab islam klasik karena merupakan hasil karya para
ulama abad pertengahan.
Ciri lain yang diergunakan di pesantren itu ialah beraksara Arab gundul
(huruf Arab tanpa harakat atau shakal).keadannya yang gundul itu pada
sisi lain merupaka bagian dari pembelajaran itu sendiri. Pembelajaan
kitab-kitab gundul itu keberhasilannya antara lainditentukan oleh
kamampuan membuka kegundulan itu dengan menemukan harakat-harakat yang benar
dan mengucapnya secara fasih.
Sistematika penulisan kitab kuning begitu maju dengan urutan
kerangka mulai dari tema yang besar laludilanjutkan menjadi tema yang lebih
khusus. Secara berturut-turut isi dari kitab klasik itu dimulai dari kitabun,
babun, faslun, far’un. Sering juga ditemukan kitab dengan kerangka Muqaddimah
dan khatimah.[9]
Kitab-kitab klasik yang di ajarkan di pesantren pada masa lalu terutama karangan-karangan ulama yang menganut faham syafi’iyah merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren. Kitab-kitab yang diajarkan tersebut dapat digolongkan dalam 8 kelompok: 1. Nahwu dan sharaf 2. Fiqih 3. Ushul fiqih 4. Hadist 5. Tafsir 6. Tauhid 7. Tasawuf dan etika 8. Cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah. Kitab-kitab tersebut meliputi teks mulai yang terpendek hingga yang berjilid-jilid dan dibagi dalam tiga tingkatan yaitu kitab-kitab dasar, kitab-menengah dan kitab-kitab besar.[10]
3.
Sistem pendidikan dan pengajaran pondok pesantren
Sejarah
perkembangan pesantren pertama kali memiliki model yang bersifat klasikal,
yaitu menggunakan metode pengajaran sorogan, bandongan dan wetonan
a.
Sistem pendidikan dan pengajaran yang bersifat tradisional
·
Sorogan
Sorogan adalah cara mengajar per kepala (santri) dari kiai atau badalnya
(biasanya santri-santri senior) [11]
atau secara individual menghadap kyai.
Di pesantren besar, sorogan dilakukan oleh dua atau tiga orang santri
saja, yang biasanya terdiri dari keluarga kyai atau santri-santri yang
diharapkan kemudian menjadi orang alim.[12]
Cara dari sistem ini adalah kyai membacakan beberapa baris dari
kitab yang akan di kaji kemudian menerjemahkannya dalam bahasa
jawa. Pada gilirannya, santri mengulangi dan menerjemahkan kata demi kata
sepersis mungkin seperti yang dilakuan oleh kyai. Sistem
penerjemahan dibuat sedemikian rupa sehingga para santri diharapkan
mengetahui baik arti maupun fungsi kata dalam suatu kalimat bahasa arab.[13]
·
Halaqah
Disebut halaqah karena para santri membentuk lingkaran, yaitu kyai
mengajarkan kitab tertentu kepada sekelompok santri, di mana baik kyai maupun
santri sama-sama memegang kitab. Kyai membacakan dan menerangkan isi kitab,
kemudian santri mendengarkan dengan seksama. Pada tingkat weton lebih tinggi,
sebelum mengikutinya, santri terkebihdahulu harus mempelajarinya, sehingga
dengan demikian, santri tinggal mencocokkan pemahamannya dengan kyai. Di sini
tidak ada ujian, namun dengan pengajaran secara halaqah ini dapat diketahui
kemapuan santri[14]
·
Bandongan
Sistem pengajaran yang serangkaian dengan sistem sorogan dan weton adalah sistem bandongan, yang dilakukan saling kait mengkait dengan sebelumnya.[15] Dalam sisten ini sekelompok murid (antara 5 sampai 500) mendengarkan seorang guru membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas buku-buku islam dalam bahasa arab. Setiap murid memperhatikan bukunya sendiri-sendiri dan membuat catatan-catatan (baik arti/keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit.[16]
4.
Fungsi pondok pesantren
Dimensi
fungsional pondok pesantren tidak lepas dari hakikat dasarnya, bahwa pondok
pesantren tumbuh berawal dari masyarakat. Oleh karena itu, perkembangan masyarakat sekitarnya tentang
pemahaman keagamaan (Islam) lebih jauh mengarahkah kepada nilai-nilai normatif,
edukatif, progresif. Dengan demikian, fungsi pondok pesantren tidak lepas dari
segi normatif, edukatif, dan progresif.[17]
a. Sebagai lembaga pendidikan
Berawal dari bentuk pengajian sederhana, kemudian berkembang
menjadi lembaga pendidikan secara reguler yang diikuti oleh masyarakat, dalam
pengertian memberi pelajaran secara material dan immaterial. Secara material,
titik tekannya adalah mapu menghantamkannya sesuai target, tanpa diharapkan
pemahaman lebih lanjut tentang pemahaman sis. Sedangkan secara immaterial
yaitu, titik tekannya pada suatu upaya perubahan sikap santri, agar menjadi
pribadi yang tangguh dalam kehidupannya.[18]
b. Sebagai lembaga dakwah
Disini pesantren berusaha menumbuhkan kesafaran beragama atau
melaksanakan ajaran-ajaran agama secara konsekuen sebagai pemeluk agama islam.
c. Sebagai lembaga sosial
Hal ini menunjukkan keterlibatan pesantren dalam menangani
masalah-masalah sosial yang dihadapi masyarakat baik masalah duniawi
maupun masalah ukhrowi.
B.
Pendidikan Karakter Bangsa
1.
Pengertian Pendidikan Karakter
Secara harfiah, karakter berarti kualitas mental atau moral, nama
atau reputasinya. Dalam pandangan Doni Koesoema karakter diasosiasikan dengan
temperamen yang memberinya sebuah definisi yang menekankan unsur psikososial
yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Karakter juga dipahami
dari sudut pandang behavioral yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki
oleh individu sejak lahir. Disini karakter dianggap sama dengan kepribadian.
Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas
dari diri seseorang, yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari
lingkungannya, misalnya pengaruh keluarga pada masa kecil dan bawaan seseorang
sejak lahir. Menurut Tadkirotun Musfiroh karakter mengacu kepada serangkaian
sikap (Attitude), Perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan ketrampilan (skillls). Makna karakter sendiri
sebenarnya berasal dari Yunani yang berarti to
mark (menandai) dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan
dalam bentuk tindakan tingkah laku.[19]
Sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan berperilaku jelek dikatakan
sebagai orang yang berkarakter jelek. Sebaliknya , orang yang berperilaku
sesuai dengan kaidah moral dinamakan berkarakter mulia.
Pendidikan karakter menurut Ratna Megawati yaitu “ sebuah usaha
untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan
mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat memberikan
kontribusi yang positif kepada lingkungan”.[20]
Selanjutnya menurut Suyanto karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang
menjadi cirikhas individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.[21]
Berbeda dengan Hermawan Kertajaya yang menyatakan, bahwa karakter
adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas
tersebut bersifat asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu
terebut, dan merupakan mesin yang mendorong bagaimana seorang bertindak,
bersikap, belajar dan merespon sesuatu.[22]
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter adalah
sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang
mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya
kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkunan maupun bangsa, sehingga
terwujud insan kamil.[23]
2.
Nilai-nilai dalam pendidikan karakter
Pendapat djahiri yang mengatakan bahwa nilai adalah suatu jenis
kepercayaan seseorang, tentang bagaimana seseorang sepatutnya, atau tidak
sepatutnya dalam melakukan sesuatu, atau tentang apa yang berharga untuk
dicapai.[24]
Selanjutnya Ari Ginanjar Agustian yang terkenal dengan konsepnya “Emotional
Spiritual Question (ESQ)” mengajukan pemikirannya, Bahwa setiap karakter
positif sesungguhnya akan merujuk pada sifat-sifat Allah yang terdapa dalam
asma al-husna ( nama-nama Allah yang baik) yang berjumlah 99. Asma al-husna ini
harus menjadi sumber inspirasi perumusan karakter siapapun, karena dalam asma
al-husna terkandung sifat-sifat Allah yang baik.[25]
Berbeda dengan yang diungkapkan oleh Lickona, yang menekankan tiga komponen
karakter yang baik, yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral),
moral felling ( perasaan tentang moral), dan moral action (perbuatan
moral), sehingga dengan komponen tersebut, seseorang diharapkan mampu memahami,
merasakan dan mengerjakan nilai-nilai kebajikan.[26]
Nilai-nilai dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa diidentifikasi dari
sumber ini.
·
Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena
itu,, kehidupan individu, masyarakat, bangsa selalu didasari pada ajaran agama.
Atas dasar pertimbangan itu, maka pnilai-nilai pendidikan budaya dan karakter
bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaedah yang berasal dari agama.
·
Pancasila: Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas
prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan aygn disebut pancasila.
Pancasila terdapat pada pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam
pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai ayng terkandung
dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum,
ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa
bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadiwarga negara yang baik, yaitu
warga negara yang memiliki kemampuan , dan menerapkan nilai-nilai pancasila
dalam kehidupannya sebagai warge negara
·
Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup
bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui
masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna
terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat itu.
Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan maysarakat mengharuskan
budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
·
Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus
dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan
pendidikan diberbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat
berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh
karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional
dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Berdasarkan
keempat sumber nilai tersebut, teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan
budaya dan karakter bangsa sebagai berikut ini.[27]
No |
Nilai
Karakter |
Pengertian |
1 |
Religius |
Sikap
dan perilaku patuh dalam melaksanakan agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. |
2 |
Jujur |
Perilaku
yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. |
3 |
Toleransi |
Sikap
dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap,
dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. |
4 |
Disiplin |
Tindakan
yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan. |
5 |
Kerja
Keras |
Tindakan
yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan. |
6 |
Kreatif |
Berpikir
dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu
yang telah dimiliki. |
7 |
Mandiri |
Sikap
dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan
tugas-tugas. |
8 |
Demokratis |
Cara
berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya
dan orang lain. |
9 |
Rasa
Ingin Tahu |
Sikap
dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas
dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. |
10 |
Semangat
Kebangsaan |
Cara
berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. |
11 |
Cinta
Tanah Air |
Cara
berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. |
12 |
Menghargai
Prestasi |
Sikap
dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna
bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. |
13 |
Bersahabat/Komunikatif |
Sikap
dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna
bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. |
14 |
Cinta
Damai |
Sikap
dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna
bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. |
16 |
Peduli
Lingkungan |
Sikap
dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam
yang sudah terjadi. |
17 |
Peduli
Sosial |
Sikap
dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat
yang membutuhkan. |
18 |
Tanggung
Jawab |
Sikap
dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. |
Setelah diketahui nilai-nilai pendidikan karakter tersebut, tampak
bahwa pendidikan karakter di Indonesia ingin membangun individu yang berdaya guna secara integratif. Hal ini dapat
terlihat dalam nilai-nilai yang di usung, yakni nilai yang berhubungan dengan
dimensi ketuhanan, diri sendiri dan juga masyarakat pada umunya atau orang
lain.
C.
Tujuan Pendidikan Karakter Bangsa
Pendidikan karakter pada umumnya bertujuan untuk membentuk bangsa
yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral bertoleran,
bergotong-royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semua dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa berdasarkan pancasila.[28]
Melalui pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas,
tidak hanya otaknya namun juga cerdas secara emosi. Kecerdasan emosi adalah
bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan. Dengan
kecerdasan emosi, seseorang akan dapat berhasil dalam enghadapi segala cam
tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono merumuskan
lima tujuan pendidikan karakter, yaitu:[29]
a.
Membentuk manusia Indonesia yang bermoral.
b.
Membentuk manusian Indonesia yang cerdas dan rasional.
c.
Membentik manusia Indonesia yang inovatif dan suka bekerja keras.
d.
Membentuk manusia Indonesia yang optimis dan percaya diri.
e.
Membentuk manusia Indonesia yang berjiwa patriot
Hal ini sesuai dengan rumusan tujuan pendidikan nasional yang
terdapat pada UUSPN No.20 tahun 2003 Bab 2 Pasal 3:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi anak didik agar menjadi
manusia yang berimandan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negarayang demokratis serta
bertanggung jawab.[30]
Selain itu, pendidikan karakter bertujuan untuk menanamkan nilai dalam
diri siswa dan sebagai pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai
kebebasan individu. Untuk tujuan jangka panjangnya adalah mendasarkan diri pada
tanggapan aktif kontekstual individu atas impuls natural sosial yang
diterimanya, yang pada gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan
diraih lewat proses pembentukan diri secara terus-menerus (on going
formation).[31]
Sedangkan dari segi pendidikan , pendidikan karakter bertujuan untuk
meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada
pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh,
terpadu dan seimbang.[32]
PENYAJIAN DATA
A.
Sejarah Pondok Pesantren Tebu
Ireng
Tebuireng sebagai salah satu dusun
di wilayah Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang mempunyai nilai historis yang
besar. Dusun yang terletak 10 KM arah selatan kabupaten Jombang ini tidak bisa
dipisahkan dengan K.H.M. Hasyim Asy’ari, di dusun inilah pada tahun 1899 M.
Kyai Hasyim membangun pesantren yang kemudian lebih dikenal dengan Pesantren Tebuireng. Sebagai salah satu
pesantren terbesar di Jombang, Pesantren Tebuireng telah banyak memberikan
konstribusi dan sumbangsih kepada masyarakat luas baik dalam bidang pendidikan,
pengabdian serta perjuangan.
Pesantren Tebuireng yang saat ini di
bawah naungan Yayasan Hasyim Asy’ari mengembangkan beberapa unit pendidikan
formal dan nonformal, yaitu: SDIT Ir. Soedigno, Madrasah Tsanawiyah Salafiyah
Syafi’iyyah, SMP A. Wahid Hasyim, Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyyah, SMA A.
Wahid Hasyim, SMA Trensain (Pesantren Sains), Madrasah Mu’allimin Hasyim
Asy’ari dan Ma’had ‘Aly Hasyim Asy’ari. Keberadaan unit-unit pendidikan di
tengah-tengah kehidupan masyarakat memberikan arti tersendiri, yaitu sebagai
manifestasi nilai-nilai pengabdian dan perhatian kepada masyarakat. Dan dalam bentuk informal pesantren Tebuireng
membuka jasa layanan masyarakat berupa pusat kesehatan pesantren (Puskestren),
perekonomian (koperasi dan kantin) serta Lembaga Sosial Pesantren Tebuireng
(LSPT). Kepercayaan dan perhatian masyarakat luas terhadap keberadaan Pesantren
Tebuireng adalah dasar kemajuan dan perkembangan Tebuireng di masa depan,
dengan tetap mengembangkan visi dan misi pendidikan yang mandiri serta
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pesantren Tebuireng didirikan oleh
Kyai Hasyim Asy’ari pada tahun 1899 M. Beliau dilahirkan pada hari Selasa
Kliwon tanggal 24 Dzul Qa’dah 1287 H. bertepatan dengan 14 Pebruari 1871 M.
Kelahiran beliau berlangsung di rumah kakeknya, Kyai Utsman, di lingkungan
Pondok Pesantren Gedang Jombang.
Hasyim kecil tumbuh dibawah asuhan
ayah dan ibu dan kakeknya di Gedang. Dan seperti lazimnya anak kyai pada saat
itu, Hasyim tak puas hanya belajar kepada ayahnya, pada usia 15 tahun ia pergi
ke Pondok Pesantren Wonokoyo Pasuruan lalu pindah ke Pondok Pesantren Langitan
Tuban dan ke Pondok Pesantren Tenggilis Surabaya. Mendengar bahwa di Madura ada
seorang kyai yang masyhur, maka setelah menyelesaikan belajarnya di Pesantren
Tenggilis ia berangkat ke Madura untuk belajar pada Kyai Muhammad Kholil. Dan
masih banyak lagi tempat Hasyim menimba ilmu pengetahuan agama, hingga ahirnya
beliau diambil menantu oleh salah satu gurunya yaitu Kyai Ya’qub, pada usia 21
tahun Hasyim dinikahkan dengan putrinya yang bernama Nafisah pada tahun 1892.
Tak lama kemudian, bersama mertua
dan istrinya yang sedang hamil pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji
sambil menuntut ilmu. Namun musibah seakan menguji ketabahannya, karena tidak
lama istrinya tiba-tiba jatuh sakit dan meninggal. kesedihan itu semakin
bertumpuk, lantaran empat puluh hari kemudian buah hatinya, Abdullah, wafat
mengikuti ibunya.
Selama di Mekkah, Hasyim muda
berguru kepada banyak ulama’ besar. Antara lain kepada Syekh Syuaib bin
Abdurrahman, Syekh Muhammad Mahfuzh at-Turmusi dan Syekh Muhammad Minangkabau
dan masih banyak lagi ulama’ besar lainnya.
Sejak pulang dari pengembaraannya menuntut ilmu di berbagai pondok pesantren
terkemuka dan bahkan ke tanah suci Mekkah, beliau terobsesi untuk mengamalkan
ilmu yang telah diperoleh. Peninggalan beliau yang tidak akan pernah dilupakan
orang adalah Pesantren Tebuireng. Tebuireng merupakan nama dari sebuah
dusun kecil yang masuk wilayah Cukir Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang Propinsi
Jawa Timur. Letaknya delapan kilometer
di selatan kota Jombang, tepat berada di tepi jalan raya jurusan Jombang
– Kediri.
Menurut cerita masyarakat setempat,
nama Tebuireng berasal dari “kebo ireng” (kerbau hitam). Konon, ketika
itu ada seorang penduduk yang memiliki kerbau berkulit kuning (bule atau albino).
Suatu hari, kerbau tersebut menghilang. Setelah dicari kian kemari, menjelang
senja baru ditemukan dalam keadaan hampir mati karena terperosok di rawa-rawa
yang banyak dihuni lintah. Sekujur tubuhnya penuh lintah, sehingga kulit kerbau
yang semula kuning berubah hitam. Peristiwa mengejutklan ini menyebabkan
pemilik kerbau berteriak “kebo ireng …! kebo ireng …!. Sejak itu, dusun
tempat ditemukannya kerbau itu dikenal dengan nama “Kebo Ireng”.
Namun ada versi lain yang menuturkan
bahwa nama Tebuireng bukan berasal dari kebo ireng seperti cerita di atas,
tetapi diambil dari seorang punggawa kerajaan Majapahit yang masuk Islam dan
kemudian tinggal di sekitar dusun tersebut. Namun pada perkembangan
selanjutnya, ketika dusun itu mulai ramai, nama Kebo Ireng berubah
menjadi Tebuireng. Tidak diketahui dengan pasti apakah karena itu ada
kaitannya dengan munculnya pabrik gula di selatan dusun tersebut yang telah
banyak mendorong masyarakat untuk menanam tebu sebagai bahan baku gula, yang
mungkin tebu yang ditanam berwarna hitam, maka pada akhirnya dusun tersebut
berubah menjadi Tebuireng.
Dusun Tebuireng dulu dikenal sebagai
sarang perjudian, perampokan, pencurian, pelacuran dan semua perilaku
negatif lainnya. Namun sejak kedatangan
Hadratus Syaikh Kyai Hasyim Asy’ari bersama beberapa santri yang beliau bawa
dari pesantren kakeknya (Gedang) pada tahun 1899 M. secara bertahap pola
kehidupan masyarakat dusun tersebut mulai berubah semakin baik, semua perilaku
negatif masyarakat di Tebuireng terkikis habis dalam masa yang relatif singkat.
Dan santri yang mulanya hanya beberapa orang dalam beberapa bulan saja
jumlahnya meningkat menjadi 28 orang.
Awal mula kegiatan dakwah Hadratus Syaikh Kyai
Hasyim Asy’ari dipusatkan di sebuah bangunan kecil yang terdiri dari dua buah
ruangan kecil dari anyam-anyaman bambu (Jawa; gedek), bekas sebuah warung
pelacuran yang luasnya kurang lebih 6 x 8 meter, yang beliau beli dari seorang
dalang terkenal. Satu ruang depan untuk kegiatan pengajian, sementara yang
belakang sebagai tempat tinggal Kyai Hasyim Asy’ari bersama istri tercinta Ibu
Nyai Khodijah.
Tentu saja dakwah Kyai Hasyim
Asy’ari tidak begitu saja memperoleh sambutan baik dari penduduk setempat.
Tantangan demi tantangan yang tidak ringan dari penduduk setempat datang silih
berganti, para santri hampir setiap malam selalu mendapat tekanan fisik berupa
senjata celurit dan pedang. Kalau tidak waspada, bisa saja diantara santri
terluka karena bacokan. Bahkan untuk tidur para santri harus bergerombol
menjauh dari dinding bangunan pondok yang hanya terbuat dari bambu itu agar
terhindar dari jangkauan tangan kejam para penjahat.
Dan gangguan yang sampai dua
setengah tahun lebih itu masih terus saja berlanjut, hingga Kyai Hasyim Asy’ari
memutuskan untuk mengirim utusan ke Cirebon guna mencari bantuan berbagai macam
ilmu kanuragan kepada 5 kyai yakni; Kyai Saleh Benda, Kyai Abdullah
Pangurangan, Kyai Syamsuri Wanatara, Kyai Abdul Jamil Buntet dan Kyai Saleh
Benda Kerep.
Dari kelima kyai itulah Kyai Hasyim Asy’ari belajar silat selama kurang lebih 8 bulan. Dan sejak itulah semakin mantap keberanian Kyai Hasim Asy’ari untuk melakukan ronda sendirian pada malam hari menjaga keamanan dan ketenteraman para santri. Dengan perjuangan gigih tak kenal menyerah Kyai Hasyim Asy’ari akhirnya berhasil membasmi kejahatan dan kemaksiatan yang telah demikian kentalnya di Tebuireng. Keberadaan Pesantren Tebuireng semakin mendapat perhatian dari masyarakat luas.[33]
B.
Visi dan Misi Pondok Pesantren Tebu Ireng
Visi : Pesantren Terkemuka Penghasil Insan Pemimpin Berakhlak
Misi :
1.
Melaksanakan tata keadministrasian berbasis teknologi
2.
Melaksanakan tata kepegawaian berbasis teknologi
3.
Melaksanakan pembelajaran IMTAQ yang berkualitas di
sekolah dan pondok
4.
Melaksanakan pengkajian yang berkualitas kitab Adab
al-Alim wa al-Muta’allim dan Ta’lim al-Muta’allim sebagai dasar akhlak
al-karimah
5.
Melaksanakan pembelajaran IPTEK yang berkualitas
6.
Melaksanakan pembelajaran sosial dan budaya yang
berkualitas
7.
Menciptakan suasana yang mendukung upaya menumbuhkan
daya saing yang sehat
8.
Terwujud tata layanan publik yang baik
C.
Sistem
Pendidikan Dan Pengajaran Ponpes Tebu Ireng
Sebagai
pesantren tradisional, Pesantren Tebuireng pada awal kelahirannya telah mampu
menunjukkan perannya yang sangat berarti bagi negeri ini, yang sedang berjuang
melawan penjajah Belanda dan Jepang. Maka dengan pengaruhnya yang besar dalam
masyarakat, Pesantren Tebuireng mendorong segenap lapisan masyarakat –khususnya
umat Islam– untuk berjuang melawan penjajah serta mengantar dan memberi
semangat bangsa ini berperang mengusir penjajah dan senantiasa mununjukkan
sikap anti pati terhadap Belanda. Bahkan pernah muncul fatwa dari Pesantren
Tebuireng, tentang haramnya memakai dasi bagi umat Islam, karena hal demikian
–menurut Kyai Hasyim Asy’ari– dianggap menyamai penjajah. Fatwa ini tujuannya
tidak lain adalah untuk membangun kesan pada masyarakat tentang betapa
pentingnya sikap menentang dan membentuk sikap anti pati terhadap penjajah,
agar kemerdekaan segera diraih bangsa ini.
Seiring dengan
perjalanan waktu Pesantren Tebuireng tumbuh demikian pesatnya, santri yang
berdatangan menimba ilmu semakin banyak dan beragam, masing-masing membawa misi
dan latar belakang yang beragam pula. Kenyataan demikian mendorong Pesantren
Tebuireng memenuhi beberapa keinginan yang hendak diraih para santrinya,
sehingga siap berpacu dengan perkembangan zaman.
Untuk
kepentingan tersebut, Pesantren Tebuireng beberapa kali telah melakukan
perubahan kebijaksanaan yang berkaitan dengan pendidikan. Sebagaimana
pesantren-pesantren pada zaman itu, sistem pengajaran yang digunakan adalah
metode sorogan (santri membaca sendiri materi pelajaran kitab kuning di
hadapan guru), metode weton atau bandongan ataupun halaqah (kyai
membaca kitab dan santri memberi makna). Semua bentuk pengajaran tidak
dibedakan dalam jenjang kelas. Kenaikan tingkat pendidikan dinyatakan dengan
bergantinya kitab yang khatam (selesai) dikaji dan diikuti santri.
Materi pelajarannya pun khusus berkisar tentang pengetahuan agama Islam, ilmu
syari’at dan bahasa Arab. Dan inilah sesungguhnya misi utama berdirinya
pesantren.
Perubahan
sistem pendidikan di pesantren ini pertama kali diadakan Kyai Hasyim Asy’ari
pada tahun 1919 M. yakni dengan penerapan sistem madrasi (klasikal)
dengan mendirikan Madrasah Salafiyah Syafi’iyah. Sistem pengajaran
disajikan secara berjenjang dalam dua tingkat, yakni Shifir Awal dan Shifir
Tsani.
Hingga pada
tahun 1929 M. kembali dirintis pembaharuan, yakni dengan dimasukkannya
pelajaran umum ke dalam struktur kurikulum pengajaran. Satu bentuk yang belum
pernah ditempuh oleh pesantren manapun pada waktu itu. Dalam perjalanannya penyelenggaraan
madrasah ini berjalan lancar. Namun demikian bukan tidak ada tantangan, karena
sempat muncul reaksi dari para wali santri –bahkan– para ulama’ dari pesantren
lain. Hal demikian dapat dimaklumi mengingat pelajaran umum saat itu dianggap
sebagai kemunkaran, budaya Belanda dan semacamnya. Hingga banyak wali santri
yang memindahkan putranya ke pondok lain. Namun madrasah ini berjalan terus,
karena disadari bahwa ini pada saatnya nanti ilmu umum akan sangat diperlukan
bagi para lulusan pesantren.
D.
Pengajian
Al-Qur’an Dan Kitab Salaf Pondok Pesantren Tebu Ireng
1.
Pengajian
Al-Qur’an
Pengajian Al-Qur’an yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Tebuireng menggunakan model bi
an-nadzor (dengan membaca langsung), sementara program tahfidz
dilaksanakan di Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an. Pengajian Al-Qur’an yang
diselenggarakan oleh Majelis Ilmi Pengurus Pondok Pesantren Tebuireng
menggunakan klasifikasi kelas berdasarkan kemampuan yang dimilki oleh santri.
Pengklasifikasian ini dimaksudkan untuk memberikan bimbingan dan pengajaran
yang sesuai dengan kemampuan. Ada empat kelompok pengajian Al-Qur’an, yaitu
kelompok A,B,C, dan D.
a.
Kelompok A
Kelompok ini adalah mereka yang telah menguasai dasar-dasar
fashahah, lancar membaca, tetapi belum memiliki kemampuan baca secara benar.
Kelompok ini belum menguasai ketentuan khusus seperti; Musykilat al-Ayat,
al-Waqf wa al-Ibtida’ dan Gharaib
al-Ayat. Kelompok ini dibina secara klasikal dengan alokasi waktu satu jam
dalam setiap hari.
·
Materi Bimbingan
-
Materi bacaan : Al-Qur’an Juz 21 s/d
30.
-
Materi binaan meliputi ; al-Waqfu
wa al-Ibtida’, Musykilat al-Ayat.
·
Materi Hafalan : Al-Qur’an juz 30,
Yaasin, al- Waqi’ah dan Tahlil
b.
Kelompok B
Kelompok ini
adalah mereka yang telah menguasai dasar-dasar fashahah, lancar membaca, tetapi
belum mampu melafalkan huruf-huruf sebagaimana ketentuan Makharij al-Huruf,
Kelompok ini dibina secara klasikal dengan alokasi waktu satu jam dalam setiap
hari.
·
Materi Bimbingan
-
Materi bacaan; Al-Qur’an Juz 1 s/d
20
-
Materi binaan meliputi; Makharij
al-Huruf, al-Mad wal al Qashr, Ahkam al Ra’ Wal Lam, dan Ahkam Al -Mad.
·
Materi Hafalan ; surat at Qori’ah
s/d al Buruuj
c.
Kelompok C
Kelompok ini adalah mereka yang belum mampu membaca Al-Qur’an
dengan baik dan lancar serta belum memiliki dasar-dasar fashahah. Kelompok ini
dalam pembinaannya lebih ditekankan pada aspek qira’at, sebagai kelompok
pemula, kelompok ini butuh intensitas dan dinamisasi bimbingan. Kelompok ini
dibina secara klasikal dengan alokasi waktu satu jam dalam setiap hari.
·
Materi Bimbingan
-
Materi Bacaan; Iqro’ dan Al-Qur’an
juz 30.
-
Materi Binaan meliputi; Makharij
al-Huruf Al Mad Wa al-Qashr, Mim
dan Nun Syiddah.
·
Materi Hafalan ; Al-Qur’an surat al
Naas s/d Takaatsur.
d.
Kelompok D
Kelompok ini adalah mereka yang belum mengenal huruf atau sudah
mengenal tetapi belum mampu merangkaikan dalam satu kalimat. Kelompok D
merupakan kelompok dasar yang secara intensif diberikan bimbingan tentang
dasar-dasar belajar dan membaca Al-Qur’an serta pengenalan huruf serta
ketentuan makhraj. Kelompok ini dibina secara klasikal dengan alokasi waktu
satu jam dalam setiap hari.
·
Materi Bimbingan
-
Materi Bacaan Qiroati
- Materi
binaan meliputi ; Makharij al-Huruf
e.
Metode Bimbingan
Pada prinsipnya masing-masing kelompok dalam pembinaan mendapat
bimbingan yang sama, yaitu;
·
Guru terlebih dahulu memberikan
contoh bacaan.
·
Guru langsung mendengar bacaan
santri.
Metode ini ditambah dengan kebijaksanaan guru yang bersangkutan
dengan melihat kemampuan peserta pengajian. Apabila tidak memungkinkan untuk
menggunakan metode yang ada, maka harus disesuaikan.
2.
Pengajian Kitab
salaf
a.
Pengertian Salaf
Dalam sejarah penulisan kitab, term salaf seringkali dibandingkan
dengan term khalaf, yang pengertiannya didasarkan pada patokan periode sebelum
dan sesudah abad III Hijriyyah, namun bukan berarti kitab salaf adalah kitab
yang ditulis sebelum abad III Hijriyyah, karena kitab salaf yang dipahami di
pondok pesantren adalah merupakan kitab yang mempunyai karakteristik :
1.
Menggunakan bahasa pengantar bahasa
Arab baik natsar (prosa) maupun nadzam (syair) tanpa disertai
tanda baca.
2.
Kitab salaf pada umumnya karya ulama’ terdahulu (mulai masa pembukuan
pemikiran Islam sampai abad pertengahan) karya setelahnya banyak mengembangkan
karya para pendahulunya dengan model penulisan mukhtashar, syarah
dan hasyiyyah, walaupun muncul karya-karya orisinal lain, namun memiliki
keterikatan pola pemikiran dengan pendahulunya (mujtahid muntashib).
3.
Isi kitab berkisar pada ilmu agama
(yang meliputi fiqh, tauhid, tasawwuf), ilmu bahasa (seperti nahwu, shorof,
balaghah) dan tarikh. Kitab-kitab yang berbicara tentang science (ilmu)
dan filsafat seringkali luput pengkajiannya di pondok pesantren.
4.
Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan normatif linguistik (pendekatan bahasa) dan perbandingan. Walaupun
ada pendekatan sosio historis (pendekatan sejarah), namun kurang menonjol
dibicarakan di pesantren.
3.
Urgensi
Pengajian Kitab Salaf
Secara garis besar di Indonesia utamanya di Jawa, terdapat dua
model pengajian agama, model Yaman dan model Mesir. Pesantren mengambil model
Yaman, yaitu mengkaji kitab-kitab yang ditulis para ulama’ sebelum kemudian
mengacu pada sumber aslinya.
Pesantren sebagai lembaga tafaqquh fiddin antara lain
berorientasi pada pengajaran dan pengembangan ilmu-ilmu agama. Kitab salaf
dalam tradisi pesantren diakui sebagai sumber informasi dari ajaran ilmu yang
ditulis oleh ulama’ yang memiliki kredibilitas (kemampuan) dan dapat terjaga
orisinalitasnya) kebanyakan ditulis dalam bahasa Arab.
Kriteria dalam
memahaminya membutuhkan perangkat bahasa dan lain-lain yang terkait, santri
bukan hanya mempelajari terjemahan-terjemahan, tetapi merujuk pada kitab
aslinya. Di
sinilah urgensinya para santri mempelajari kitab salaf dan ilmu-ilmu alat yang
terkait.
4.
Sistem Pengajian Kitab Salaf di Pondok Pesantren Tebuireng
Di pesantren
pada awalnya diterapkan dua sistem atau satu dari dua sistem pengajian, yaitu
sorogan dan bandongan (weton), namun pada akhirnya berkembang metode klasikal
dan takhassus.
·
Sistem Sorogan
Santri secara individu atau kelompok datang menghadap kyai atau
ustdaz dengan membawa kitab tertentu. Pada sistem ini santri bersikap aktif
membaca secara individu, memberi makna dan menjelaskan. Sedangkan guru menyimak
dangan memberi teguran , bimbingan dan sesekali memberikan keterangan tambahan.
Ada dua tahap dalam sistem sorogan ini, yaitu ;
-
Tahap Pemula, yaitu kyai atau ustadz membaca terlebih dahulu, baru
santri mengulang bacaan tersebut dalam waktu yang berbeda
-
Tahap Lanjutan, yaitu santri langsung membaca kitab, dan kyai atau
ustadz langsung menyimak bacaan santri.
Sistem sorogan
ini cukup efektif dan dapat mengacu belajar santri, keunggulan metode ini,
perkembangan kemampuan santri dapat diamati dan dipacu, dan santri tanpa
diawasi akan belajar dengan sungguh-sungguh, kelemahannya adalah kalau
dihadapkan pada jumlah komunitas santri yang banyak.
·
Sistem Weton
Pada sistem weton , kyai membaca dan menjelaskan, peserta pengajian
menyimak dan memberi makna dan jarang sekali terjadi dialog, kelebihan sistem
ini peserta tidak terbatas pada jumlah, usia dan kemampuan. Pengajian kilatan
bulan Ramadhan yang diselenggarakan di pesantren sangat efektif menggunakan
sistem ini.
Di luar sistem tersebut, khususnya Pesantren Tebuireng belakangan
dikembangkan sistem klasikal dengan harapan dapat mengatasi kelemahan dua
sistem di atas. Sistem ini mengikuti pola berjenjang (berdasarkan kelas)
sebagaimana madrasah. Dikembangkan pula musyawarah untuk mempertajam pemahaman
santri baik dalam upaya pengembangan maupun tahap pendalaman materi.
·
Takhashshush
Program ini sebenarnya adalah model pengembangan dari metode
sorogan, akan tetapi peserta (santri)-nya sangat dibatasi. Santri yang boleh mengikuti
kelas ini hanyalah mereka yang telah lulus seleksi. Demikian juga para ustadz
yang membimbing adalah para kyai dan ustadz senior. Metode ini diharapkan dapat
mencetak santri yang tafaqquh fi al-din (mendalam dalam ilmu agama),
penerus para ulama’. Metode inilah yang sekarang sedang dikembangkan dan
mendapat perhatian serius dari Pesantren Tebuireng.
5.
Proses Pengajaran Kitab Salaf di Pondok Pesantren Tebu Ireng
Pada tahapan ini pengajian menggunakan metode utawi, iki, iku
dengan memberikan pemahaman perkata atau perkalimat, lengkap dengan penunjukan
status (kedudukan) kalimat dan pemaknaannya. Dalam hal ini kajian ditekankan
pada pendekatan linguistik (bahasa) dan merupakan aplikasi (penerapan) secara
langsung dari kaidah nahwiyyah dan sharfiyyah. Pada tahap ini
dapat disampaikan secara bandongan maupun secara sorogan. Tujuan yang ingin
dicapai :
-
Mengkomunikasikan makna tulis secara tertulis.
-
Merumuskan pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam teks.
-
Keterangan tambahan kyai lebih merupakan catatan pingir.
E.
Kegiatan Ekstra Pondok Pesantren Tebu Ireng
Selain
pendalaman kitab salaf/kuning dan Al-Qur’an, maka untuk meningkatkan
kreatifitas santri Pondok Pesantren Tebuireng maka Pengurus Pondokmengadakan
kegiatan-kegiatan ekstra, antara lain:
1.
Pengembangan program Bahasa Arab dan
Bahasa Inggris
2.
Organisai Daerah (ORDA)
3.
Organisasi Komplek (ORKOM)
4.
Pelatihan Leadership dan
Keorganisasian
5.
Pembinaan Olah Raga
6.
Pelatihan Khitobah/Pidato
7.
Gambus/al-Banjari/Marawis
8.
Bela diri
9.
Pelatihan Jurnalistik
10. Pembinaan
Qiro’atul Qur’an
11. Penataran
Pembina Al-Qur’an
12. Forum
diskusi dan Bahtsul Masail
13. Pelatihan
Kesehatan Lingkungan
14. Pengolahan
sampah
15. Majelis
dzikir dan shalawat
16.
Lain-lain.
F.
Asrama Santri Pondok
Pesantren Tebu Ireng
Pesantren Tebuireng terus berupaya untuk
meningkatkan kualitas santrinya, salah satu penunjangnya adalah sarana berupa
wisma santri yang layak, dan nyaman untuk belajar, setiap kamar diisi antara 20
- 30 santri tergantung kapasitas kamar. Setelah dibangunnya wisma putri di belakang Masjid Ulil Albab, saat
ini Tebuireng telah membangun dan merenovasi wisma santri serta perluasan
masjid sebagai sarana penunjang utama. Setiap santri dipisahkan berdasarkan
jenjang sekolahnya masing-masing. Untuk mengoptimalkan pembinaan, disetiap kamar
terdapat satu Pembina kamar yang mengawasi dan membimbing santri di kamarnya.
G.
Peraturan
Santri Pondok Pesantren Tebu Ireng
L A R A N G A N
Pasal 1
1.
Semua
santri dilarang bersekolah di luar lingkungan Yayasan Hasyim Asy’ari.
2.
Semua
santri dilarang bertempat tinggal di luar Pondok Pesantren Tebuireng.
3.
Semua
santri dilarang merokok.
4.
Semua
santri dilarang berkelahi, minum-minuman keras, narkoba dan mencuri.
5.
Semua
santri dilarang membawa senjata tajam.
6.
Semua
santri dilarang mengadakan pergaulan bebas dengan lawan jenis yang bukan
mahramnya.
7.
Semua
santri dilarang mendatangi tempat-tempat maksiat.
8.
Semua
santri dilarang memanjat pagar.
Pasal 2
1.
Semua
santri dilarang keluar/pulang tanpa seizin pengurus pondok.
2.
Semua
santri dilarang membawa HP.
3.
Semua
santri dilarang keluar pondok selama jam malam berlangsung
4.
Semua
santri dilarang menyalahgunakan aliran listrik.
5.
Semua
santri dilarang mendatangi tempat hiburan (Play Station, lokalisasi, acara
hiburan dan sebagainya)
Pasal 3
1.
Semua
santri dilarang mengganggu ketenangan orang lain, baik di dalam kamar maupun di
luar kamar.
2.
Semua
santri dilarang menggunakan kamar mandi khusus (tamu/guru).
3.
Semua
santri dilarang tidur setelah jama’ah shalat Subuh.
4.
Semua
santri dilarang duduk di jembatan atau di pinggir jalan muka Pondok.
5.
Semua
santri dilarang naik sepeda di halaman pondok.
6.
Semua
santri dilarang menerima tamu wanita di wisma maupun di kamar.
7.
Semua
santri dilarang memakai kalung, gelang, anting-anting, bertato, berpakaian
tidak sopan, mewarnai rambut dan berambut gondrong yang melebihi batas.
8.
Semua
santri dilarang bermain bola selain hari Selasa sore dan Jum’at.
9.
Semua
santri dilarang membunyikan radio, tape recorder, MP4 dan sejenisnya pada waktu
jama’ah shalat, jam belajar dan jam istirahat malam berlangsung.
10. Semua santri dilarang membawa barang yang
berisi pornografi dan pornoaksi.
11. Semua santri dilarang membawa dan atau membaca
buku yang tidak sesuai dengan nilai pendidikan pesantren.
Pasal 4
1. Semua santri dilarang membentuk
perkumpulan/organisasi tanpa mendapat izin Pengurus Pondok.
2. Organisasi Daerah dan organisasi lainnya
dilarang mengadakan jam’iyah putra-putri pada malam hari.
BAB IV
SANKSI
Pasal 1
1.
Sanksi
Berat :
a.
Diserahkan
kepada yang berwajib
b.
Dipulangkan
c.
Dipanggil
orang tua
2.
Sanksi
Sedang :
a.
Digundul
b.
Ro’an (kerja
bakti)
c.
Wajib
Lapor (Setelah shalat lima waktu)
d.
Menghafal
surat-surat Al-Qur’an atau do’a-do’a tertentu
e.
Pengabdian
3. Sanksi Ringan :
a. Membaca Al-Qur’an dan Tahlil
b. Peringatan
H.
Organisasi Penyelenggara Pondok Pesantren
Tebu Ireng
1.
Struktur Organisasi Yayasan Hasyim Asy’ari
Yayasan Hasyim Asy’ari merupakan induk organisasi yang bertanggung
jawab terhadap penyelenggaraan Pesantren Tebuireng dan unit-unit pendidikan
yang ada. Tanggung jawab penyelenggaraan pondok pesantren tidak terbatas pada
formalisasi bentuk fisik, akan tetapi secara menyeluruh dari bidang-bidang yang
dibutuhkan oleh pesantren.
Seperti halnya yayasan pada umumnya, Yayasan Hasyim Asy’ari
memiliki badan hukum yang bersifat formal. Yayasan ini dijalankan secara
kepengurusan yang dikendalikan oleh pimpinan yayasan dan karyawan lainnya yang
membidangi pada bidang tertentu.
a)
Sumber Dana
Yayasan
Dalam
menjalankan penyelenggaraan pendidikan formal, Yayasan Hasyim Asy’ari
melakukan upaya penggalian secara
mandiri, tidak tergantung pada pihak lain baik swasta maupun pemerintah.
Anggaran rumah tangga yayasan digerakan dengan sumber dana yang diambil dari
sumbangan pendidikan siswa dan dari aset yayasan (tanah waqaf dan bidang usaha)
b)
Hubungan Yayasan dengan Masyarakat.
Pesantren Tebuireng dengan segala aktifitasnya tidak
dapat terpisahkan dengan masyarakat sekitar, karena letak geografis pesantren
terletak di tengah-tengah perkampungan yang secara tidak langsung berinteraksi
dengan sosial kemasyarakatan.
Keberadaan yayasan di tengah-tengah masyarakat ini tidak
hanya dilihat dari satu sudut pandang. Keberadaannya harus dilihat dari sisi sosial, yaitu pengabdian
kepada masyarakat dalam bidang religi dan keagamaan.
I.
Pengurus Pondok Pesantren Tebu Ireng
Pesantren
Tebuireng dipimpin oleh seorang pengasuh dan dibantu oleh beberapa wakil
pengasuh, pengasuh inilah yang bertanggung jawab penuh terhadap segala
aktifitas di pesantren. Pengasuh yang lazimnya dipanggil “kyai” ini
dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh banyak bagian. Bagian-bagian itu
terstruktur dalam sebuah organisasi. Salah satu penunjang untuk mencapai tujuan
pendidikan di dalam Pondok Pesantren Tebuireng adalah dibentuknya pengurus
pondok yang mempunyai tugas yang cukup berat, karena menangani seluruh
aktifitas kegiatan semua santri yang ada dalam pondok selama 24 jam. Secara
praktis pola penyelenggaraan pembinaan santri dilakukan secara kolektif dan
dibentuk kepengurusan secara organisatoris dan struktural. Kepengurusan
organisasi ini terbagi dalam bidang-bidang tertentu, yang meliputi bidang
Kesekretariatan dan Administrasi, Bidang Majelis ‘Ilmi, Pembina Santri,
Pengembangan Diri, dan Bidang Keamanan
dan Ketertiban, Protokoler serta Kesehatan.
Dalam
menjalankan tugas pembinaan terhadap sekian santri tentunya bukan hal yang
ringan, oleh karena itu Pengurus dalam
pola pengawasan dan pembinaannya melibatkan santri senior yang diperbantukan
sebagai Pembina santri pada masing-masing asrama. Masing-masing wali dalam
tugasnya mengawasi dan bertanggung jawab atas kurang lebih 20-30 santri yang
ada dalam daftar pembinaan, hubungan Pembina santri dengan santri dalam wisma
adalah sebagai pembina yang membantu tugas-tugas Pengurus Harian dan Majelis
Ilmi serta Keamanan dalam hal absensi dan pembinaan santri. Pemberlakuan
absensi tiap malam dalam pola pengawasan dan pembinaan santri sangat efektif,
karena dengan absensi dapat diketahui keberadaan santri dalam waktu yang
relatif singkat.
ANALISIS DATA
Peranan pesantren dalam membentuk karakter
bangsa sangatlah penting karena di dalam pesantren seseorang mendapat
pendidikan agama yang luar biasa pentingnya. Selain itu di pesantren diajarkan
berakhlaq yang baik sesuai yang dituntunkan oleh Rosululloh SAW. Karakter
pesantren yang demikian itu menjadikan pesantren dapat dipandang sebagai
lembaga untuk pembangunan karakter. Pesantren memiliki fungsi ganda dalam
pembentukan sebuah karakter yaitu:
a)
sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang berfungsi untuk menyebarluaskan
dan mengembangkan ilmu-ilmu keagamaan islam.
b)
pesantren sebagai lembaga pengkaderan yang berhasil mencetak kader umat
dan kader bangsa.
Pesantren memiliki pola pendidikan yang
berbeda dengan pola pendidikan pada umumnya. Di pesantren terdapat pengawasan
yang ketat terhadap akhlaq para santri. Pendidikan yang diajarkan di dalamnya
tidak hanya menitik beratkan pada aspek kognitif saja, melainkan aspek
psikomotorik dan afektif diajarkan di pesantren. Mengingat zaman sekarang
merupakan zaman modern, seseorang sangat mudah sekali terjerumus ke dalam hal
yang negatif oleh karena pesantren sangat berperan untuk mengendalikan hal yang
negatif itu terjadi. Disinilah pesantren mengambil peran untuk menanggulangi
persoalan-persoalan tersebut khususya memperbaiki karakter bangsa.
Untuk mengetahui identitas peranan pesantren
Tebu Ireng dalam membentuk karakter bangsa, maka diperlukan gambaran yang bersifat
ideal yang dimiliki individu sebagai orang yang menduduki suatu posisi sosial.
Identitas peran ini diungkapkan secara terbuka dalam melaksanakan peran dan
membantu menentukan pentingnya suatu identitas peran tertentu dalam konsep diri
seseorang secara keseluruhan.
sebelum lebih jauh membahas tentang peranan
pesantren Tebu Ireng dalam membentuk karakter bangsa dalam penelitian ini maka
diperlukan beberapa individu yang nantinya dijadikan sebagai sumber data,
dimana dalam penelitian ini yang menjadi infoman adalah para ustadz dan para
santri Tebu Ireng Jombang.
A.
Karakteristik Responden dan Hasil Penelitian
1.
Ust. Syamsul Arifin
Ustadz Syamsul
Arifin merupakan salah satu dewan asatidz di PonPes Tebu Ireng Jombang. Beliau
bertugas menjadi dewan kesekretariatan. Alamat asli adalah Aceh berhubung beliau
menjadi bagian pengurus pondok maka alamat saat ini adalah Tebu Ireng Jombang.
Beliau menjabat sebagai sekretaris pondok selama dua tahun semenjak tahun 2012.
Pertanyaan yang diajukan kepada ustadz Syam berupa pertanyaan yang berkaitan
dengan peran pesantren Tebu Ireng Jombang dalam membentuk karakter bangsa.
Pesantren
sebagai salah satu sub sistem pendidikan Nasional yang mempunyai keunggulan dan
karakteristik khusus dalam mengaplikasikan pendidikan karakter bagi anak
didiknya. Pesantren menjadi lembaga pendidikan yang mengajarkan karakter
sehingga menuntun manusia di masa depannya menjadi bangsa yang berkarakter.
Ustadz Syam megatakan bahwasanya :
“ Pesantren
Tebu Ireng merupakan institusi islam yang di dalamnya mengajarkan ilmu agama
dan pendidikan karakter. Proses pembelajaran yang disampaikan sangat bagus dan
relevan untuk membentuk karakter bangsa di zaman sekarang ini. Proses
pembetukan karakter tidak hanya dilakukan saat proses pembelajaran berlangsung
di dalam kelas saja. Namun, setiap waktu selama di pesantren mulai bangun tidur
sampai tidur kembali santri dididik, diarahkan dan ditanamkan kepadanya
pendidikan karakter. Di pesantren Tebu Ireng terdapat sebuah asrama yang mana
menjadi tempat mukim santri. Proses penanaman yang dilakukan oleh para asatidz
ketika di asrama melalui pembinaan.”
Pesantren
memiliki berbagai metode yang digunakan untuk membentuk karakter. Dalam
pembentukan karakter pesantren mengandalkan penciptaan lingkungan islami dan
pembiasaan melalui berbagai kegiatan seperti mengaji, sholat jamaah dan
kajian-kajian kerohanian.
Adapun metode
yang digunakan dalam menanamkan karakter sebagaimana yang dikatakan ustadz
Syamsul:
“ Metode yang
digunakan untuk menanamkan karakter pada setiap santri adalah dengan pembinaan.
Pembinaan karakter tersebut menggunakan buku monitoring yang dimiliki oleh
setiap santri. Buku monitoring berguna untuk melatih kejujuran santri atas apa
yang dia lakukan di pesantren apakah sudah melakukan tanggung jawabnya sebagai
seorang santri atau masih ada beberapa kewajiban yang masih ditinggalkan.”
Dalam membentuk
karakter pesantren memiliki jiwa dan falsafah. Pesantren menanamkan karakter
pada santri meliputi lima hal sebagaimana yang dikatakan ustadz Syamsul :
“ Pendidikan
karakter yang ditanamkan pada santri meliputi :
a) Iklas
b) Jujur
c) Tanggung
jawab
d) Kerja keras
e) Toleransi
Akan tetapi ketika menanamkan karakter
tersebut pada santri terdapat
beberapa kendala yang dihadapi. Kendala yang dihadapi adalah santri
memiliki latar belakang yang berbeda dan didikan orang tua sejak dari keluarga.
Dunia luar juga mempengaruhi santri, karena masih berada pada fase
perkembangan. Faktor eksternal juga mempengaruhi kawasan pesantren dengan
sekolah formal terpisahkan dari pesantren. Jadi pengawasan kurang terpantau.
Hari libur mempengaruhi masyarakat yang berwirausaha. “
Akan tetapi setiap problematika yang terjadi
pasti ada solusi untuk mengatasinya. Adapun untuk mengatasi kendala-kendala
yang dihadapi pesantren Tebu Ireng dalam pembentukan karakter santri, para
ustadz mengadakan pemantauan untuk mengatasi kendala tersebut dengan cara:
a). Buku monitoring
b) Absensi kamar
c) Mengisi kegiatan santri dengan hal-hal yang bermanfaat, seperti kegiatan
pengembangan diri dalam kemasyarakatan.
Untuk mengkonsistenkan progam pembentukan
karakter tersebut para ustadz mengadakan koordinasi para pengurus setiap pagi.
Lima karakter yang ditanamkan pada santri tersebut dilakukan dengan pemberian
teladan dan pengajaran kitab tentang
adab para santri.”
Interpretasi data:
Pembentukan karakter yang ditanamkan di ponpes
Tebu Ireng meliputi lima hal yaitu: a) Ikhlas, b) Jujur, c) Tanggung Jawab, d)
Kerja Keras e) Toleransi. Untuk mengupayakan penanaman karakter tersebut para
pengampu ponpes Tebu Ireng melakukan beberaba metode. Diantaranya adalah
pembiasaan, pemberian teladan dan mengadakan kajian terhadap kitab adabul
muta’alim.
2. Ust. Iskandar
Ustadz Iskandar
adalah wakil pondok pesantren Tebu Ireng. Baliau menjabat menjadi wakil pondok
selama dua tahun semenjak tahun 2012.
Pesantren telah
banyak melahirkan para tokoh yang unggul dalam ilmu agama dan unggul dalam
inteleknya. Dengan bekal yang telah diajarkan oleh pesantren para tokoh lulusan
pesantren mampu mengisi negara ini dengan menjadi bangsa yang berkarakter. Hal
ini disampaikan oleh ustadz iskandar :
“ Peran
pesantren Tebu Ireng telah melahirkan
banyak tokoh yang eksis dalam nasional dan internasional. Para pendahulu sudah
membuat kerangka pendidikan karakter. Sehingga mereka bisa mengaplikasikan
kepada negara dan bangsa. Dalam menjalankan peranannya sebagai lembaga yang
menanamkan karakter pesantren Tebu Ireng memiliki lima prinsip dasar yaitu
ikhlas, jujur, tanggung jawab, kerja keras dan tasamuh. Dari kelima tersebut
menjadi dasar pondok pesantren Tebu Ireng dalam membentuk karakter santri.
Tasamuh diaplikasikan dengan menolong kaum yang minoritas baik muslim maupun
nonmuslim. Penanaman karakter tidak henti-hentinya. Termasuk kebersihan menjadi
salah satu hal yang sangat diperhatikan oleh para santri.”
Etika belajar di Pesantren Tebu
Ireng sangat diperhatikan sekali. Karena dengan begitu akan menanamkan karakter pada santri dengan mempunyai
bekal ilmu yang sudah didapatkan.
a.
Etika Mencari Ilmu (Thalabul Ilmi)
* $tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 ’Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râ‘É‹YãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u‘ öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâ‘x‹øts† ÇÊËËÈ
“Tidak
sepatutnya bagi orang-orang mu’min itu pergi semuanya. Mengapa tidak pergi dari
tiap-tiap golongan diantara beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan pada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (At-Taubah ; 122)
Surat At-taubah ayat 122 sebagai
dasar menuntut ilmu di pesantren. Sedikitnya ada empat poin yang dapat
dikomentari dari ayat tersebut :
1.
Adanya anjuran menuntut ilmu (nafar) ke sebuah pendidikan
bagi sebagian penduduk daerah (thoifah) menuntut ilmu adalah wajib bagi
setiap muslim secara terus menerus dan kondisi masing-masing. Tetapi ayat ini
menganjurkan agar di antara kelompok masyarakat ada yang pergi keluar daerah
untuk menuntut ilmu secara khusus.
2.
Tafaqquh fiddin. Mendalami
ilmu agama, ilmu yang menyangkut keagamaan secara langsung, seperti aqidah dan
syari’ah menjadi tafsiran terdekat ayat ini, maka menuntutnya menjadi prioritas
utama. Jika pengertian ad-din dikembangkan, maka mengkaji segala ilmu
yang penting bermanfaat bagi agama Islam, seperti ekonomi, kemiliteran, teknik
dan lain-lain tentu dianjurkan juga dalam agama. Rasulullah SAW. pernah
menyerahkan teknik bertani kurma kepada petani handal di daerah Madinah, ilmu
militer kepada Kholid bin Walid dsb. Kata tafaqquh dalam ayat ini
mengandung arti bahwa pencari ilmu tidak boleh santai, ia harus sungguh-sungguh
mengingat kata tafaqquh adalah mendalam dalam disiplin ilmu. Kedalaman
ilmu harus dengan jalan yang serius, tidak bisa sesenaknya. Yang mencari
sungguh-sungguh akan diperhatikan Allah Swt. Dan yang tidak sungguh-sunguh akan
dibiarkan olah Allah Swt.
3.
Indzar artinya
menginformasikan keilmuannya kepada masyarakat. Kata Indzar mengandung
pengertian menakuti artinya penyampai ajaran agama (santri/kyai) harus
berwibawa, terpandang hormat dan disegani di mata masyarakat agar
penyampaiannya berbobot dan diperhatikan. Orang yang tidak berwibawa akan
terasa kurang didengar ceramahnya. Cara berwibawa secara umum tersirat dalam
dua hal yakni, ilmu dan taqwa.
4.
Hadzar, masyarakat
sasaran dakwah merasa mendapat penuh ajaran dari santri hingga tercipta suasana
hadzar yaitu penuh perhatian dan takut tertimpa adzab (kualat) kalau
tidak mentaati fatwa santri. Sengaja Allah menggunakan kata Yahdzarun bukan
lainnya seperti ya’qilun, yatadzakkarun dll. Sebab nilai kata
lain belum tentu menjamin kesadaran dan bakti beramal dalam kekhususan itu
artinya sedapat mungkin informasi seorang santri harus bisa menjadi pegangan
hidup bagi masyarakat dan ikhwalnya sebagai uswah hasanah keteladanan
yang baik, jika ia seorang kyai, maka disegani dalam agamanya, jika seorang
insinyur disegani dalam teknik dan taqwanya, jika seorang jenderal disegani
dalam ilmu militer dan ketakwaannya.
b.
Dua Cara Memperoleh Ilmu
-
Bil-kasbi, yaitu mencari
ilmu yang didapat dengan usaha keras sebagaimana layaknya pencari ilmu biasa.
Ia belajar menuntut ilmu dengan tekun belajar dari bimbingan yang benar. Cara
ini yang paling umum dilakukan orang.
-
Bil-kasyfi, yaitu mencari
ilmu dengan cara mendekatkan diri kepada Allah Swt. secara total, maka dengan
kedekatannya kepada Allah, Allah akan memberi apa yang ia minta, ini adalah
cara orang-orang khusus.
Kita dapat memadukan dua cara ini
dengan jalan :
Kita sungguh-sungguh belajar dengan baik sesuai dengan petunjuk
para guru dan kyai. Kitab Ta’lim al-Muta’allim memberi tuntunan secara
rinci dan efektif. Tuntunan pokoknya antara lain :
·
Menghormati ilmu.
Ilmu yang kita
cari merupakan sesuatu yang paling mahal dan indah. Kita harus mengenalnya
lebih dekat karena butuh padanya. Ketika menerima pelajaran, harus ikhlas dan
senang pada pelajaran itu, mendengarkan keterangan ustadz secara seksama, lalu
mencatat secara baik dan benar dengan tulisan yang jelas, lengkap dan bagus.
Pulang sekolah atau habis ngaji sebaiknya pelajaran baru itu dibaca sekali saja
untuk mengingatnya. Jika ada yang kurang dipahami, cukup diberi tanda, tidak
perlu dipecahkan seketika itu juga. Setelah membaca baru makan atau istirahat.
Pada malam harinya harus terjadwal belajarnya dengan mempelajari semampunya,
jika terdapat kesulitan maka tanyalah kepada yang lebih tahu atau buatlah
catatan dan tanyakan kepada guru besok harinya.
·
Menghormati Guru.
Guru adalah
pembimbing yang mengantarkan anda menjadi manusia berguna bagi agama, nusa,
bangsa, dan manfaat bagi anda sendiri. Karena kemuliaan dan keilmuannya
sehingga kita patut menghormatinya. Imam Malik bin Anas ra. pernah berhenti memberi pelajaran. Beliau turun dari
kursi kebesarannya dan menghormat kepada anak kecil. Para santri bertanya; “Bukankah
ia anak orang Yahudi ya Syaikh ?”. “Benar” jawab Imam Malik. “Ketahuilah
bahwa saya pernah berguru kepada ayahnya tentang anjing dan segala perilakunya
ketika saya akan menghukumi kenajisan anjing, sebagaimana yang disinggung
hadits Rasul”. Begitu tingginya Imam Malik menghormati gurunya hingga
anaknya, kita wajib menghormati guru, kyai, beserta keluarganya secara wajar,
jangan duduk di kursi yang biasa diduduki guru waktu mengajar. Jangan mengetuk
pintu gurumu ketika beliau sedang berisitirahat, kecuali ada hal yang sangat
penting atau telah mendapat restu sebelumnya. Jangan mengajak gurau meski
beliau tidak lagi mengajar, hormatilah guru ngaji Al-Qur’an ketika engkau masih
kecil, silahkan anda berdiskusi dan bertanya tentang ilmu tetapi tetaplah
dengan kesopanan.
·
Menghormati Sarana.
Segala yang
menjadi lancarnya menuntut ilmu harus dihormati. Kitab misalnya, cara menaruh
buku di almari kamar harus benar. Rak paling atas ditempati kitab atau buku
pelajaran. Rak kedua tempat pakaian dan seterusnya. Jika buku itu ditumpuk,
bagian atas harus mushaf Al-Qur’an lalu hadits, tafsir dan seterusnya. Ketika
anda mengaji dan memberi makna, jangan sekali-kali menaruh tinta di atas kitab.
Jangan membawa kitab dengan dijinjing seperti tas plastik, bawalah dengan cara
yang baik seperti didekap di dada dengan tangan kanan, jangan duduk di bangku
yang di lacinya ada kitab. Kitab yang bermakna itu sangat mahal sekali. Di situlah
dokumen ilmu anda tersimpan. Selain buku dan kitab, adalah segala perabot
belajar milik pondok yang jelas-jelas barang waqaf, kita wajib menjaganya,
santri yang merusak wajib menggantinya.
·
Sungguh-sungguh bertaqwa
Imam Muhammad
Idris bin Syafi’i pernah kesulitan menghafal pelajaran, padahal beliau sangat
cerdas, kemudian beliau lapor kepada gurunya, yakni Imam Waqi’, beliau berkata “Wahai
anakku, tinggalkanlah maksiat !”. Maksiat banyak macamnya, seluruhnya
menghambat ilmu Allah, usahakanlah barang yang anda makan dan yang anda pakai
membayar administrasi sekolah atau pondok betul-betul dari yang halal dan yang
bagus. Ketika membayar niatlah bershodaqoh atau infaq kepada pondok, jangan
niat membayar, agar pahalanya melimpah, ibarat bensin mobil yang tidak murni
atau campuran menghambat akan jalan. Jika kondisi anda memungkinkan maka
puasalah pada hari Senin dan Kamis, atau pada tanggal 13, 14, dan 15 setiap
bulan Qomariyyah. Usahakan agar cepat tidur malam kira-kira pukul 21.00 – 22.00
WIB. Pada jam 02.30 WIB bangunlah kemudian berwudlu,
shalat dua rakaat saja secara khusyu’, berdo’a kepada Allah mohon ilmu yang
bermanfaat. Kalau mungkin bacalah Al-Qur’an pelan-pelan, cukup tiga lampir.
Silahkan tidur lagi, dan ketika subuh anda harus berjamaah. Jamaah adalah
shalat para nabi, sahabat, tabi’in, para wali dan orang-orang hebat di sisi
Allah.
c.
Faidah
Kenalilah nama
kitab yang anda pelajari, nama pengarang, nama kyai atau guru anda secara
sempurna.
·
Pergi mengaji atau sekolah dalam keadaan suci dari hadats (wudlu).
·
Memulai belajar dengan membaca Al-Fatihah, lebih-lebih untuk
pengarang kitab.
·
Selesai belajar harus berdo’a. Do’a menitipkan ilmu yang telah
diperoleh, kepada Allah dan mohon dikembalikan ketika ilmu itu dibutuhkan.
Bacalah do’a berikut setelah anda belajar :
اللَّهُمَّ إِنِّي اسْتَوْدَعْتُكَ مَا قَرَأْتُهُ فَارْدُدْهُ
إِلَيَّ عِنْدَ حَاجَتِيْ إِلَيْه
“Ya Allah,
Sesungguhnya saya titipkan kepadamu ilmu yang telah saya pelajari, dan
kembalikanlah ia kepadaku ketika saya membutuhkannya”
Pendidikan karakter yang ditanamkan
di pondok pesantren Tebu Ireng mencakup lima hal. Karakter tersebut menjadi
acuan pesantren untuk mendidik santri agar menjadi bangsa yang berkarakter.
Adapun lima karakter yang ditanamkan di ponpes Tebu Ireng adalah : a) ikhlas,
b) jujur, c) tanggung jawab, d) kerja keras, e) toleransi/tasamuh. Demi
terwujudnya santri yang berkarakter, ada berbagai metode yang diterapkan oleh
pesantren Tebu Ireng. Metode yang sering dipakai adalah metode hukuman dan
monitoring. Dengan adanya dua penerapan metode ini ponpes Tebu Ireng berhasil
mencetak para santri yang berkarakter. Di bawah ini merupakan tata peraturan
yang berkaitan dengan metode yang digunakan PonPes Tebu Ireng dalam membentuk
karakter.
Dalam
menanamkan karakter tentu memiliki landasan yang digunakan sebagai dasar untuk
mengarahkan menuju karakter yang membangun. Landasan dalam pembentukan karakter
tentu berlandaskan pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Ustadz Iskandar mengatakan
bahwa :
“Dalam menerapkan
pendidikan karakter pesantren Tebu Ireng memiliki konsep dan aktual yang
diterapkan. Peranan pesantren PP Tebu Ireng mengaktualisasikan pendidikan
karakter pada Depag dan Diknas dengan pola pesantren. Disisi lain pesantren
mendatangkan guru yang berkompeten agar kelangsungan dalam pembentukan karakter
bisa berjalan dengan lancar.”
Setiap Dewan
asatidz memiliki konsep dan metode yang berbeda-beda dalam menanamkan karakter
santri, namun pada intinya sama. Ustadz Iskandar menerapkan metode yang berbeda
dengan ustadz yang lainnya:
“Metode yang
digunakan dalam menanamkan karakter santri adalah dari konsep menuju
aktualisasi. Semua karakter berlandaskan pada apa yang ada dalam hadits. Setiap
Perbuatan yang menuju pada pembangunan karakter harus diaplikasikan kepada para
santri. Selain itu untuk mengembangkan karakter tersebut para ustadz dan
termasuk para pengampu harus memberikan penularan karakter.
Metode dakwah
juga menjadi sarana untuk menanamkan karakter. Adapun dakwah dilakukan dengan
berbagai cara :
a)
Bil hal (peneladanan oleh para ustadz dan para pengurus)
b)
Bil qoul (ada motivator dari dzurriyah yang sudah beramal di
masyarakat)”
Usaha yang dilakukan para ustadz dalam
pembentukan karakter tidak hanya terhenti sesaat saja. Namun ada kebijakan yang
dilakukan agar Progam tersebut bisa berjalan dengan berkelanjutan sehingga bisa
menghasilkan lulusan yang semakin baik dan unggul. Ketika menghadapi masalah
pesantren memiliki cara tertentu untuk mengatasinya yakni dengan memberi
pembekalan pada setiap pembina. Dan manakala santri tidak bisa dikendalikan
kenakalannya, pesantren memiliki cara yaitu menerapkan takzir (hukuman).
Pesantren memiliki peran dalam pembangunan
masyarakat. Ustadz Iskandar mengatakan :
“Selama ini para santri telah memberikan kontribusi
kepada masyarakat. Kontribusi tersebut adalah pengabdian terhadap masyarakat.
Pengabdian tersebut dilakukan di bulan Romadlon. Pengabdian ini dikenal dengan
istilah safar romadlon.”
Interpretasi Data
Peran pesantren dalam menerapkan penanaman karakter
berlandaskan pada konsep Al-Qur’an dan Al-Hadits. Penanaman dari konsep
tersebut kemudian diaplikasikan kepada setiap santri dengan proses penularan
dan pembiasan. Selama ini pesantren telah memberikan banyak kontribusi kepada
masyarakat. Salah satunya adalah pengabdian dakwah yang dilakukan pada bulan
Romadlon yang dikenal dengan istilah safar Romadlon.
3. Ustadz Rofiq
Ustadz Ahmad Ainur Rofiq. Menjabat sebagai ketua pondok pesantren
Tebuireng sejak tahun 1998 hingga sekarang. Karir beliau didunia pesantren ini, dimulai pada
tahun 1984 yakni ketika beliau pertama
kali masuk pesantren. dilahirkan dan dibesarkan dilingkup keluarga yang kental
dengan nilai-nilai Alqur’an membuat pilihan beliau tertuju untuk nyantri
dipondok Tebuireng Jombang. Mengawali study di Sekolah persiapan (pada
saat itu setara dengan MI kelas 6 akan masuk MTs) 1 tahun sekolah persiapan
beliau langsung naik ke kelas 3 Tsanawiyah (MTs), hingga akhirnya kuliah di
UI/IKH (sekarang UNHASY) lulus S1 pada tahun 2004 kemudian langsung mengambil
study S2 dan wisuda tahun 2008.
Mengusut jawaban-jawaban terkait kehidupan beliau selama
dipesantren,penulis pun bertanya tentang apa saja nilai-nilai yang telah
ditanamkan oleh pesantren kepada seluruh santrinya?. Beliau menjawab bahwa ada
5 pilar dasar atau 5 karakter yang dicetuskan pendiri yakni Almaghfurlah Romo
KH. Hasyim Asy’ari sebagai acuan dalam pembangunan karakter.
a.
Ikhlas
Ikhlas terhadap
tanggung jawab apa yang diberikan kepada seorang santri,pengurus,ataupun
pengasuh dalam menjalankan tugasnya. Ikhlas adalah modal pertama yang harus
dimiliki semua orang dalam semua lapisan untuk membangun dasar kesuksesan dunia
dan akhirat. Selama seseorang ikhlas dalam menjalankan tugasnya maka ia akan
ringan menjalani hidup, tidak ada ibadah yang akan dianggap sebagai beban,
tidak akan ada kesedihan yang terlalu berlarut apabila seseorang kehilangan
sesuatu dan tidak akan ada kebahagiaan yang terlalu berlebihan ketika seseorang
menerima sesuatu. Ikhlas kemudian menjadi pilar landasan penanaman karakter
yang digunakan pesantren Tebuireng jombang.
b.
Jujur
Keikhlasan yang
telah ditanamkan tanpa adanya sifat kejujuran akan menjadi sia-sia belaka.
Sangat pentingnya sifat jujur ini hingga ada sebuah slogan bahwa ‘Kejujuran
adalah mata uang yang berlaku dimanapun kita berada’. Konsep kejujuran pada
zaman modern ini terkadang ditanamkan secara asal-asalan oleh orang-orang
pendusta. Mereka mengatakan ‘jujur
mongko ajur’ (jujur akan menjadi
petaka), mindset seperti inilah yang kemudian akan merusak moral bangsa.
Tiadanya kejujuran menjadikan seseorang berlaku dzalim terhadap sesama manusia,
berlaku dzalim pula terhadap dirinya sendiri. Perilaku tidak jujur selamanya
tidak akan menjadi kebahagiaan dalam hidup, malah
ia akan menjadi petaka itu sendiri. Maka istilah ‘Jujur mongko ajur’
harus diganti dengan istilah ‘Jujur mongko subur,atau jujur mongko
makmur’.
c.
Amanah
Berbanding
lurus dengan sifat jujur, amanah sama pentingnya untuk diterapkan dan
disisipkan kedalam penanaman karakter
seluruh masyarakat lapisan pondok. Amanah tidak cukup hanya dengan menyampaikan
atau melaksanakan tanggung jawab dengan ma’ruf namun ia juga harus
dilaksanakan sejak awal sampai tuntas. Amanah yang dilakukan setengah-setengah
berarti belum bisa dikatakan seseorang itu amanah. Nilai amanah berarti
dilakukannya sebuah tanggung jawab yang diberikan kepada sesorang agar
dilakukan sampai tujuan awal tercapai hingga tuntas. Amanah menjadi seorang
santri berarti melakukan tugas sebagai santri dengan baik, belajar, tawadhu’(sendiko
dawuh) terhadap guru,tidak melanggar peraturan, tidak membolos, menjalankan
kewajiban-kewajiban sebagai seorang santri dll. Begitu juga Amanah menjadi
seorang pengurus pondok yang diamanahi untuk mengurus santri-santri. Semuanya
harus dilakukan dengan baik dan tuntas sesuai visi dan misi yang hendak
dicapai.
d.
Kerja keras
‘man
jadda wa jada’ semboyan yang
umum didengar dan berarti dalam ketika kita memaknainya ‘barangsiapa
bersungguh-sungguh maka ia akan mendapatkan’ mendapatkan apapun yang seseorang
inginkan. Misalkan dalam hal cinta, seseorang yang bersungguh sungguh mencintai
seseorang lalu ia ingin mendapatkan cinta orang tersebut maka ia dengan usaha
keras, bagaimanapun caranya akan melakukan hal agar orang yang dicintai itu
mencintainya, bahkan jika harus pergi kedukun diapun akan melakukan hal itu.
Bersungguh-sungguh
atau kerja keras sangat penting ditanamkan dalam pribadi dan pola pikir santri
supaya mereka dalam hal menuntut ilmu akan benar-benar mendapatkan ilmu itu.
Dengan kerja keras membangun peradaban pondok baik santri maupun pengurus dan
pengasuh maka akan memunculkan sinkronisasi yang teratur dalam kehidupan
bermasyarakat baik dilingkup pesantren
maupun lingkup masyarakat umum, sehingga dengan adanya pilar yang ke empat ini
karakter-karakter insan mulia akan semakin nyata terbentuk.
e.
Tasamuh/toleransi
Pilar yang
kelima yakni tasamuh, pelengkap dari empat pilar yang ada.
Tasamuh atau toleransi adalah sikap nyata yang harus ditanamkan kepada santri
dan diterapkan oleh seluruh masyarakat pesantren khususnya. Hidup bertoleransi
berarti kita harus mampu untuk hidup bersama, selama
tidak ada perkelahian. Baik itu dengan sesama muslim maupun non muslim, toleransi
sangat penting untuk dijalankan. Kehidupan akan terasa damai dan tentram selama
nilai-nilai tasamuh ini ada dan melekat pada pribadi seseorang. Seorang muslim
akan merasa tenang beribadah jika tetangganya non muslim bersikap toleransi, begitu
juga sebaliknya. Dimanapun baik itu dilingkungan pesantren, dan masyarakat
sikap tasamuh akan melatih seseorang untuk sabar dan bertenggang rasa terhadap
orang lain, jika orang lain mendapat
kebahagiaan kita ikut bahagia jika orang lain susah kita juga ikut susah.
Pastinya bukan toleransi dalam akidah juga diperlukan karena bagaimanapun
terkait akidah tidak ada toleransi (baca surah Al kaafiruun ayat 1-6).
Dari kelima
pilar yang dipegang teguh oleh pesantren, tidak sedikit kendala-kendala yang
dihadapi oleh beliau selaku kepala pondok dalam menangani dan mengurus
santri-santri, apalagi mayoritas santri berasal dari latar belakang keluarga, pendidikan
yang berbeda-beda. Sehingga faktor seperti ini sesungguhnya adalah bibit buruk
yang ikut andil merusak citra karakter-karakter mulia yang mencoba ditanamkan
oleh pesantren. maka untuk menangani hal ini perlu adanya contoh-contoh
perilaku yang mulia dari para pengurus untuk berda’wah lewat sikap dan contoh
langsung kepada semua santri.
5.
Ustadz Yunus
Informan
termasuk salah seorang pengurus Pondok Pesantren Tebuireng Jombang bagian
Majlis Ilmy. Wawancara kali ini merupakan yang pertama dengan informan dan
dilaksanakan di kantor pengurus majlis ilmy. Pertanyaan-pertanyaan yang
disampaikan menyangkut aktivitas kegiatan dan pembelajaran santri yang
dilaksanakan secara rutin, kurikulum pembelajaran, dan pembelajaran karakter.
Dari hasil
wawancara tersebut terungkap bahwa kurikulum yang disajikan Pondok Pesantren
Tebuireng Jombang merupakan rancangan dari pondok sendiri dengan tingkatan
sesui pada jenjang study. Adapun materi diniyah diintegrasikan ke sekolah
pondok dengan fulldays school, oleh karena itu disekolah lebih banyak
menekankan masalah keagamaan.
Adapun mengenai
kegiatan mengaji dilakukan 2 kali yakni setelah shalat subuh dan setelah
isya`. Aktivitas yang dilakukan secara
rutin. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Ustadz Yunus, yaitu: “dalam
pengajian subuh pada jam 5.30, system yang digunakan adalah bandongan dan
sorogan, jika sudah selesai mengkaji Al-Qur`an dilanjut dengan kitab Hadits dan
Tafsitr. Dan pada jam 19.30 malam para santri mengkaji kitab sesuai dengan
tingkatan masing-masing santri. Hal ini bertujuan untuk menanamkan kemampuan
dalam membaca kitab dengan standarisasi “kitab Fathul Qorib.”
Adapun
pendidikan karakter yang ditanamkan pada santri salah satunya adalah
membangunkan santri ketika jam 03.00, dalam hal ini mendidik santri untuk
memiliki sikap disiplin. Santri dianjurkan untuk menghormati kepada yang lebih
tua dan menghargai yang lebih mudah, hal ini diupayakan memiliki sifat sopan
santun.
B.
Analisa Pembahasan
Sesuai analisis
dari observasi dan interview, Pondok Pesantren Tebuireng memiliki 5 nilai-nilai
karakter untuk membangun kepribadian santrinya yaitu: a) ikhlas b) jujur c)
tanggung jawab d) kerja keras e) tasamuh/ toleransi.[34]
Kelima cakupan ini merupakan implementasi dari akhlak baik (mahmudah),
yaitu segala tingkah laku yang terpuji. Oleh karena itu, diharapkan santri
mampu dan dapat menularkan perbuatan-perbuatan lahiriah yang berpengaruh baik
pada masyarakat sekitar mereka. Sebagai seorang santri Pondok Pesantren
Tebuireng harus menunjukkan tingkah laku baik, tidak bermalas-malasan
(disiplin), tidak menunggu, sigap dalam mengambil keputusan. Hal ini
sebagaimana firman Allah SWT Q.S Al-Jumu`ah:10
#sŒÎ*sù ÏMuŠÅÒè% äo4qn=¢Á9$#
(#rãϱtFR$$sù ’Îû
ÇÚö‘F{$# (#qäótGö/$#ur
`ÏB
È@ôÒsù «!$#
(#rãä.øŒ$#ur ©!$# #ZŽÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè?
ÇÊÉÈ
Artinya: “Apabila Telah ditunaikan shalat,
Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah
Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Q.S Al-Jumu`ah:10).
a)
Ikhlas
Kata ikhlas
-dalam tinjauan etimonologi- banyak sekali terdapat dalam al-Qur`an, di
antaranya:
·
Khaalish, yaitu bersih
dan tidak dicampuri noda apapun. Seperti dalam firman Allah, “Ingatlah,
hanya kepunyaaan Allah-lah agama yang bersih.” (QS. Az-Zumar [39]: 3)
·
Khalashuu, yaitu
memproteksi diri. Seperti dalam firman Allah, “Maka tatkala mereka berputus
asa dari (putusan) Yusuf, mereka menyendiri sambil berunding dengan
berbisik-bisik.” (QS. Yûsuf [12]: 80)
·
Khaalishah, yaitu khusus
untukmu, sebagaimana dalam firman Allah, “Sesungguhnya Kami telah mensucikan
mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu
mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.” (QS. Shâd [38]: 46)
·
Mukhlishan, yaitu orang
yang ikhlas memperjuangkan agamanya hanya untuk Allah semata, dan tidak ada
cela sedikit pun. Kadangkala kata mukhlishan dipadukan dengan kata mukhlishin.
Seperti dalam firman Allah, “Katakanlah, ‘Hanya Allah saja yang aku sembah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku.’” (QS.
Az-Zumar [39]: 14); “Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.’”
(QS. Az-Zumar [39]: 11)
·
Mukhlashan, kadangkala
kata ini dipadukan dengan kata mukhalashin. Seperti dalam firman Allah,
“Sesungguhnya dia adalah orang yang dipilih dan seorang rasul dan nabi.”
(QS. Maryam [19]: 51)
Sedangkan secara kontekstual, ikhlas berarti
niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukannya dengan yang
lainnya.[35] Pengertian
lainnya dari DR. Husaini A.Majid Hasyim menyebutkan bahwa ikhlas adalah seluruh
ketaatan yang semata-mata ditujukan karena Allah, yakni ketaatan seorang mukmin
yang dinamakan Taqarrub itu tertuju kepada Allah, bukan dibuat-buat
untuk manusia, untuk mendapatkan pujian dari manusia atau untuk supaya
disayangi manusia atau maksud apa saja selain taqarrub kepada Allah.[36] Selain itu,
DR. Ahmad Faried menyimpulkan pengertian ikhlas adalah memurnikan tujuan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT dari berbagai tendensi pribadi.[37]
Ikhlas merupakan amalan hati yang paling utama dan paling tinggi dan paling
pokok, Ikhlas merupakan hakikat dan kunci dakwah para rasul sejak dahulu kala.
Ikhlas merupakan istilah tauhid , orang- orang yang ikhlas adalah mereka yang
mengesankan Allah dan merupakan hamba Nya yang terpilih. Fungsi Ikhlas
dalam amal perbuatan sama dengan kedudukan ruh pada jasad kasarnya, oleh karena
itu mustahil suatu amal dan ibadah dapat diterima yang dilakukan tanpa
keikhlasan sebab kedudukannya sama dengan orang yang melakukan amal dan ibadah
tersebut bagai tubuh yang tidak bernyawa.
Orang yang ikhlas adalah seseorang yang tidak peduli meskipun semua
penghargaan atas dirinya hilang demi meraih kebaikan hubungan qolbunya dengan
Allah, dan orang tersebut tidak ingin apa yang ia lakukan dipamerkan walaupun
sebesar biji Zahra pun.
Sebagaimana Firman Allah SWT Q.S Az-Zumar:14
È@è% ©!$# ߉ç7ôãr& $TÁÎ=øƒèC ¼ã&©! ÓÍ_ƒÏŠ ÇÊÍÈ
Artinya: Katakanlah:
"Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agamaku".
Dan dalam Q.S Al- An’am : 162-163
ö@è% ¨bÎ) ’ÎAŸx|¹ ’Å5Ý¡èSur y“$u‹øtxCur †ÎA$yJtBur ¬! Éb>u‘ tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ Ÿw y7ƒÎŽŸ° ¼çms9 ( y7Ï9ºx‹Î/ur ßNöÏBé& O$tRr&ur ãA¨rr& tûüÏHÍ>ó¡çRùQ$# ÇÊÏÌÈ
Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.Tiada sekutu bagiNya; dan
demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".
Dalam pandangan inilah, Pondok Pesantren Tebuireng memberikan nilai moral
kepada para santrinya sehingga perilaku santri dapat menjadi akhlak yang baik
karena keikhlasan mereka dalam melakukan ibadah dan kegiatan pondok seperti
pengajian, halaqah, pembelajara, dan kegiatan lainnya.
Adapun bentuk yang diharapkan Pondok Pesantren Teburireng terhadap
keikhlasan santri adalah sebagai berikut: Pertama, sebagai seorang
santri Tebuireng diharapkan dalam melakukan suatu amalan tidak melihat amalan
sebagai amalan semata-mata yaitu tidak mencari balasan daripada amalan dan
tidak puas terhadap amalan. Kedua, sebagai seorang santri Tebuireng
diharapkan mampu menjaga amalan dengan sentiasa dan tetap menjaga kesaksian
serta memelihara cahaya taufiq yang dipancarkan oleh Allah SWT. Ketiga, sebagai
seorang santri Tebuireng diharapkan dapat memurnikan amalan dengan melakukan
amalan berasaskan ilmu serta tunduk kepada kehendak Allah.
Melalui implementasi dari ikhlas, santri juga diharapkan selalu memiliki
sikap, yaitu: a) selalu berbuat baik walaupun manusia membenci kebaikan yang
dia perbuat. Sebagaimana diisyaratkan dalam firman-Nya: ”Maka sembahlah
Allah dengan seikhlas-ikhlasnya beribadah kepada-Nya, meskipun orang-orang
kafir tidak menyukainya.” b) mendasari setiap amal shalihnya dengan taqwa
dan iman kepada Allah SWT. c) sikapnya berbuat baik tidak ingin dilihat atau
dipuji manusia, ia bersembunyi di balik amal shalihnya.
b)
Jujur
Jujur merupakan terjemahan dari kata shidiq yang
artinya benar, dapat dipercaya. Dengan kata lain, jujur adalah perkataan dan perbuatan sesuai dengan
kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat-sifat terpuji (mahmudah).
Jujur juga disebut dengan benar, memberikan sesuatu yang benar atau sesuai
dengan kenyataan.[38] Adapun Jujur dalam
arti sebagai karakter bangsa merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
Syari’at Islam
mengajarkan kepada umatnya untuk berbuat jujur dalam segala keadaan. Allah SWT
telah berfirman dalam QS. An- Nisaa’ : 135 yang berbunyi:
* $pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. tûüÏBº§qs% ÅÝó¡É)ø9$$Î/ uä!#y‰pkà ¬! öqs9ur #’n?tã öNä3Å¡àÿRr& Írr& Èûøïy‰Ï9ºuqø9$# tûüÎ/tø%F{$#ur 4 bÎ) ïÆä3tƒ $†‹ÏYxî ÷rr& #ZŽÉ)sù ª!$$sù 4’n<÷rr& $yJÍkÍ5 ( Ÿxsù (#qãèÎ7Fs? #“uqolù;$# br& (#qä9ω÷ès? 4 bÎ)ur (#ÿ¼âqù=s? ÷rr& (#qàÊÌ÷èè? ¨bÎ*sù ©!$# tb%x. $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? #ZŽÎ6yz ÇÊÌÎÈ
Artinya : “
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu
bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar-balikan ( kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa
yang kamu kerjakan.” ( QS. An- Nisaa’ : 135 ).
Dan Rosulullah
SAW pada banyak hadits menegaskan akan hal ini, diantaranya pada hadits berikut
:
عن عبدالله بن مسعود قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : عليكم بالصدق
فان الصدق يهدى الى البر وان البر يهدى الى الجنة وما يزال الرجل يصدق ويتحرى
الصدق حتى يكتب عند الله صديقا. واياكم والكذب فان الكذب يهدى الى الفجور وان
الفجور يهدى الى النار وما يزال الرجل يكذب حتى يكتب عند الله كذابا. (
متفق عليه )
Artinya :
Dari sahabat Abdillah bin Mas’ud r.a, ia menuturkan, Rasulullah SAW telah
bersabda : “ Hendaknya kalian senantiasa berbuat jujur, karena sesungguhnya
kejujuran akan membimbing kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan aka
membimbing kepada syurga, dan senantiasa seseorang itu berbuat kejuuran dan
senantiasa berusaha berbuat jujur, hingga akhirnya ditulis disisi Allah SWT
sebagai orang yang (Shiddiq) jujur. Dan berhati-hatilah kalian dari perbuatan
dusta, karena sesungguhnya kedustaan akan membimbing kepada kejahatan, dan
sesungguhnya kejahatan akan membimbing kepada Neraka. Dan senantiasa seseorang
berbuat dusta dan berupaya untuk berdusta hingga akhirnya di tulis di sisi
Allah SWT sebagai pendusta.” (Muttafaqun ‘alaihi ).
Kejujuran merupakan sifat terpuji dan kunci sukses
dalam kehidupan sehari-hari. Banyak contoh yang menunjukkan bahwa orang jujur
selalu disenangi oleh orang lain. Bahkan orang yang jujur dengan mudah dapat
meningkatkan martabatnya. Salah satu contoh misalnya sikap Nabi Muhammad SAW sebelum
menjadi nabi, ketika Beliau diserahi tugas oleh Siti Khodijah untuk menjalahkan
usaha dagang. Karena kejujuran Beliau dalam berdagang, maka usaha tersebut
berhasil dengan meraih keuntungan yang besar. Di samping itu nama Beliau
sebagai seorang yang jujur semakin terkenal di mana-mana.
Kejujuran dapat mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan
kepada surga. Seseorang yang biasa berlaku jujur maka ia disebut shiddiq
(orang yang senantiasa jujur). Jujur memiliki peranan penting dalam kehidupan
seseorang baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Kejujuran
merupakan kunci sukses dalam segala hal termasuk dalam bekerja. Orang yang jujur akan mendapatkan amanah baik berupa
harta, hak-hak dan juga rahasia-rahasia. Kalau kemudian melakukan kesalahan
atau kekeliruan, kejujurannya -dengan izin Allah- akan dapat menyelamatkannya.
Dalam kajian tersebut, Pondok Pesantren Tebuireng
menanamkan rasa kejujuran yang bertujuan menjadikan santrinya lebih
mengimplementasikan rasa amanah dan tanggung jawab atas perkataan dan perbuatan
mereka. Sebagai contoh yang ditanamkan pengurus untuk memupuk kejujuran seperti
yang pernah terjadi ketika santri Aliyah saat ujian dan hal tersebut terdengar
kepada pengasuh, untuk meningkatkan nilai kejujuran maka pengurus menyuruh
santri yang menyontek untuk mengulang kembali. Dengan inilah diharapkan seorang
santri bisa belajar agar bisa jujur, baik dikalangan Pondok Pesantren (teman
dan masyarakat sekitar Pondok), lingkungan keluarga, maupunn lingkungan
masyarakat dan bangsa.[39]
Sebagai seorang santri Pondok Pesantren Tebuireng
diharapkan juga memiliki bentuk kejujuran, yaitu:
Pertama, Kejujuran lisan (shidqu al lisan). Kejujuran lisan yaitu memberitakan
sesuatu sesuai dengan realita yang terjadi, kecuali untuk kemaslahatan yang
dibenarkan oleh syari’at seperti dalam kondisi perang, mendamaikan dua orang
yang bersengketa atau menyenangkan istri, dan semisalnya. Rasulullah saw.
Bersabda yang artinya: “Jaminlah kepadaku enam perkara dari diri kalian,
niscaya aku menjamin bagi kalian surga: jujurlah jika berbicara, penuhilah jika
kalian berjanji, tunaikan jika kalian dipercaya, jagalah kemaluan kalian,
tundukkanlah pandangan kalian, dan tahanlah tangan kalian”. (HR Hakim).
Kejujuran lisan ini sangat penting dan harus dimiliki serorang santri, kareana
dengan kejujuran lisan seorang santri bisa panutan orang karena dengan kejujran
seperti ini ketika santri menjadi terkenal maka setiap apa yang diucapkannya
akan didengar oleh orang lain tanpa memiliki keraguan.
Kedua, Kejujuran niat dan
kemauan (shidqu an niyyah wa al iradah). Yang dimaksud dengan kejujuran
niat dan kemauan adalah motivasi bagi setiap gerak dan langkah seseorang dalam
semua kondisi adalah dalam rangka menunaikan hukum Allah Ta’ala dan ingin
mencapai ridhaNya. Dalam hal ini Rasul saw. Bersabda yang berarti: “Barang siapa menginginkan syahid dengan
penuh kejujuran maka dia akan dikaruninya, meski tidak mendapatkannya”. (HR
Muslim). Kejujuran ini dapat menjadikan seorang santri mampu memiliki rasa jiwa
dan semangat yang tinggi dalam melakukan suatu perbuatan.
Ketiga, Kejujuran tekad dan
amal Perbuatan. Jujur dalam tekad dan amal berarti melaksanakan suatu pekerjaan
sesuai dengan yang diridhai oleh Allah SWT dan melaksanakannya secara kontinyu.
Allah Swt. Berfirman dalam QS. Al Ahzab: 23
z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# ×A%y`Í‘ (#qè%y‰|¹ $tB (#r߉yg»tã ©!$# Ïmø‹n=tã ( Nßg÷YÏJsù `¨B 4Ó|Ós% ¼çmt6øtwU Nåk÷]ÏBur `¨B ãÏàtF^tƒ ( $tBur (#qä9£‰t/ WxƒÏ‰ö7s? ÇËÌÈ
Artinya: “Di antara orang-orang
mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang Telah mereka janjikan kepada
Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula)
yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya).” (QS. Al Ahzab:
23).
c)
Tanggung Jawab
Tanggung jawab
adalah menerima segala sesuatu dari sebuah perbuatan yang salah, baik itu
disengaja maupun tidak disengaja. tanggung jawab tersebut berupa perwujudan
kesadaran akan kewajiban menerina dan menyelesaikan semua masalah yang telah di
lakukan. Tanggung jawab juga merupakan suatu pengabdian dan pengorbanan.
Maksudnya Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat
ataupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan, cinta kasih sayang, norma, atau
satu ikatan dari semua itu dilakukan dengan ikhlas. Misalnya dalam peraturan
Pondok Pesantren Tebuireng salah satu peraturannya bahwa santri dlarang
membawah HP, dari pertauran ini maka santri berkewajiban menjaga atas pertaruan
tersebut agar tidak dilanggar. Hal
inilah merupkan wujud kesetiaan dan tertanam rasa tanggung jawab sebagai
santri.
Setiap orang
memiliki tanggung jawab atas semua perbuatan yang dilakukan. Ia harus tahu
tentang nilai dirinya, baik tentang apa yang telah diperbuatnya maupun tentang
balasan yang akan diterimanya pada hari akhir. Oleh karena tanggung jawab itu
maka setiap orang wajib mendidik dirinya sendiri, membimbing dan menuntunnya
kejalan kebaikan melalui pendidikan islam. Sejauh mana ia menjalankan kebaikan,
sejauh itu pula nilai dirinya. Apabila ia membawa dirinya kejalan kejahatan
maka ia akan dimintai pertanggungjawaban.
Seperti
tertuang dalam Q.S At-Thur: 21
4 ‘@ä. ¤›ÍöD$# $oÿÏ3 |=|¡x. ×ûüÏdu‘ ÇËÊÈ
Artinya: “setiap
manusia bertanggung-jawab atas apa yang diperbuatnya.” (Q.S At-Thur: 21)
Dan dalam Q.S
Al-Qiyamah:14
È@t/ ß`»|¡RM}$# 4’n?tã ¾ÏmÅ¡øÿtR ×ouŽÅÁt/ ÇÊÍÈ
Artinya: “bahkan
manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri” (Q.S Al-Qiyamah:14)
Tanggung jawab adalah kesadaran seseorang akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak di
sengaja. Tanggung jawab juga berarti
berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban. Seorang santri mempunyai
kewajiban yaitu belajar. Bila belajar, maka hal itu berarti ia telah memenuhi
kewajibannya. Seseorang mau bertanggung jawab karena ada kesadaran atau
keinsafan atau pengertian atas segala perbuatan dan akibatnya dan atas
kepentingan pihak lain. Timbulnya tanggung jawab karena seseorang itu hidup bermasyarakat dan hidup dalam
lingkungan alam.
Tanggung jawab sudah menjadi bagian kehidupan manusia, bahwa setiap
manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab. Apabila ia tidak mau bertanggung
jawab, maka ada pihak lain yang memaksa tanggung jawab itu. Dengan demikian
tanggung jawab itu dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi yang berbuat dan
dari sisi yang kepentingan pihak lain. Dari sisi si pembuat ia harus menyadari
akibat perbuatannya itu dengan demikian ia sendiri pula yang harus memulihkan
ke dalam keadaan baik. Dari sisi pihak lain apabila si pembuat tidak mau
bertanggung jawab, pihak lain yang akan memulihkan baik dengan caraindividual
maupun dengan cara kemasyarakat.
Sebagai seorang santri memiliki tanggung jawab untuk belajar dan pengurus
atau pengasuh berkawajiban memberikan sarana sebagai bekal atas tanggung jawab
sebagai santri. Dalam kajian Pondok Pesantren Tebuireng memiliki beberapa
kategori dalam mendidik santrinya, hal ini sebagaimana yang tertuang dalam
kitab Tarbiyatul Aulad Indal Islam, yaitu:
1.
pertama, pendidikan
keimanan, antara lain dengan menanamkan tauhid kepda Allah dan kecintaan kepada
Rosululloh saw, mengajari hukum hukum halal dan haram, membiasakan untuk
beribadah, dan mendorong untuk suka membaca alquran.
2.
Kedua, pendidikan
akhlak. Antara lain dengan menanamkan dan membiasakan kepada santri sifat-sifat
terpuji serta menghindarkannya dari sifat sifat tercela.
3.
Ketiga, pendidikan
jasmani, antara lain dengan memperhatikan gizi anak, melatihnya berolah raga,
mengajarkan cara cara hidup sehat.
4.
Keempat, pendidikan
intelektual, antara lain dengan mengajarkannya ilmu pengetahuan kepada santri,
jadi selain ilmu agama, ilmu pengetahuan juga harus diberikan kepada santri
sebagai bekal perjalanan hidup ketika terjun dimasyarakat.
5.
Kelima, pendidikan
psikhis, antara lain dengan menghilangkan gejala gejala penakut, rendah diri,
malu –malu, dan bersikap adil. Hal ini dilakukan dengan memberikannya kegiatan
seperti muhadharah dan diskusi bersama.
6.
Keenam, pendidikan
sosial, antara lain dengan menanamjan penghargaan dan etiket (sopan santun)
terhadap orang lain: orangtua, tetangga, guru, dan santri lain.
Dari keenam pendidikan tersebut diharpkan santri bisa memiliki rasa
tanggung jawab dan belajar untuk bertanggung jawab. Adapun tanggung jawab yang
harus tertanam dalam diri seorang santri khususnya, yaitu mendidik untuk
tanggung jawab atas dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan Allah
SWT yang telah menciptakan langit dan bumi.
a) Tanggung jawab terhadap diri sendiri
Tanggung jawab
terhadap diri sendiri menentukan kesadaran setiap santri untuk memenuhi
kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi.
Dengan demikian bisa memecahkan masalah-masalah kemanusiaan mengenai dirinya
sendiri menurur sifat dasarnya manusia adalah mahluk bermoral, tetapi manusia
juga pribadi. Karena merupakan seorang pribadi, maka manusia mempunyai pendapat
sendiri, perasaan sendiri, beranganangan sendiri. Sebagai perwujudan dari
pendapat, perasaan dan angan-angan itu manusia berbuat dan bertindak.
Dalam hal ini manusia tidak luput dari
kesalahan, kekeliruan, baik yang sengaja maupun yang tidak.
b)
Tanggung jawab terhadap keluarga
Keluarga merupakan
masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari suami, ister, ayah, ibu, anak, dan juga
orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib
bertanggung jawab kepada keluarga.Tanggung jawab ini menyangkut nama baik
keluarga. Tetapi tanggung jawab juga merupakan
kesejahteraan, keselamatan dan kehidupan.
c)
Tanggung jawab terhadap masyarakat
Pada hakekatnya
manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai dengan kedudukannya
sebagai mahluk sosial. Karena membutuhkan manusia lain maka ia harus
berkomunikasi dengan manusia lain. Sehingga dengan demikian manusia disini
merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai tanggung jawab seperti
anggota masyarakat yang lain agar dapat melangsungkan hidupnya dalam masyrakat
tersebut. Wajarlah apabila segala tingkah laku dan perbuatannya harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.
d)
Tanggung jawab kepada Bangsa atau negara
Suatu kenyataan lagi,
bahwa setiap manusia, setiap individu adalah warga negara suatu negara. Dalam
berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku
manusia tidak dapat berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan itu salah,
maka ia harus bertanggung jawab kepada
negara
e)
Tanggung jawab terhadap Tuhan (Allah SWT)
Manusia mempunyai
tanggung jawab langsung terhadap Allah.
Kita sebagai umat islam harus patuh terhadap hokum Allah, karena tindakan manusia
tidak bisa lepas dari hukum-hukum Allah yang dituangkan dalam Al-Quran. Sebab
dengan mengabaikan perintah-perintah Allah berarti mereka meninggalkan tanggung
jawab yang seharusnya dilakukan manusia terhadap Allah sebagai penciptanya,
bahkan untuk memenuhi tanggung jawab, manusia perlu pengorbanan.
d)
Kerja Keras
Kerja keras
artinya melakukan suatu usaha atau pekerjaan secara terus menerus tanpa
mengenal lelah. Kerja keras juga dapat diartikan suatu tindakan atau perbuatan
yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan serius sampai tercapai suatu tujuan.
Bekerja adalah segala aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi
kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani), dan di dalam mencapai tujuan tersebut
dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal
sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah SWT.[40]
Bekreja
dikatakan sebagai aktivitas dinamis mempunyai makna bahwa seluruh kegiatan yang
dilakukan seorang muslim harus penuh dengan tantangan (challenging), tidak
monoton, dan selalu berupaya mencari terobosan baru (innovative) dan
tidak pernah merasa puas dalam berbuat kebaikan.
Menurut
Al-Faruqiy, manusia memang dicptakan untuk bekerja. Kerjanya adalah ibadahnya.
Tidak ada kesuksesan, kebaikan, manfaat atau perubahan dan keadaan buruk
menjadi baik kecuali dengan kerja menurut bidang masing=masing. Terhadap mereka
yang enggan bekerja A=Faruqi menyatakan, mereka atidak mungkin menjadi muslim
yang baik.
Agama islam
mengajarkan umatnya agar selalu bekerja keras dalam menjalankan kehidupannya di
muka bumi ini. Segala sesuatu yang dilakukan tidak dengan kerja keras, hasilnya
tidak akan sempurna. Sebaliknya, seberat apa pun suatu pekerjaan jika dilakukan
dengan sungguh-sungguh, niscaya hasilnya akan dapat diraih dengan baik. Dalam
firman Allah SWT Q.S Al-Kahfi: 7 menjelaskan:
$¯RÎ) $oYù=yèy_ $tB ’n?tã ÇÚö‘F{$# ZpoYƒÎ— $ol°; óOèduqè=ö7oYÏ9 öNåkš‰r& ß`|¡ômr& WxyJtã ÇÐÈ
Artinya: “Sesungguhnya
kami Telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar kami
menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (Q.S
Al-Kahfi: 7)
Dan firman
Allah SWT dalam Q.S At-Taubah: 105
È@è%ur (#qè=yJôã$# “uŽz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå ¼ã&è!qß™u‘ur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur ( šcr–ŠuŽäIy™ur 4’n<Î) ÉOÎ=»tã É=ø‹tóø9$# Íoy‰»pk¤¶9$#ur /ä3ã¥Îm7t^ã‹sù $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ
Artinya: Dan
katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah)
Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu
apa yang telah kamu kerjakan" (Q.S At-Taubah :105).
Dalam paparan
ini, santri Pondok Pesantren Tebuireng pada dasarnya sudah di didik untuk
bekerja keras, mulai dari jam 03.00 pagi sampai jam 22.00 malam santri
melakukan kegiatannya dengan penuh. Hal inilah salah satu cara untuk mendidik
santri untuk bekerja keras dengan melakukan kegitan agar santri bisa belajar
bagaimana cara hidup di masyarakat kelak. Selain itu, santri juga mampu
berusaha secara lahir dan berikhtiar atas usahanya tersebut. Santri juga
menjadi sadar akan kebutuhan hidupnya yang harus dipenuhi, agar hidup menjadi
bahagia.
Sebagai santri,
harus mampu mengimplementasikan bentuk perilaku kerja keras, agar dapat
meneladaninya dalam kehidupan sehari-hari. Diantara bentuk perilaku kerja keras
sebagai berikut:
1.
Melakukan
setiap pekerjaan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati dan dengan niat ibadah
karena Allah SWT.
2.
Tidak mudah
patah semangat dalam melakukan setiap pekerjaan, seberat dan sesulit apa pun
pekerjaan yang dihadapi.
3.
Melakukan pekerjaan tidak tergesa-gesa, sebab
pekerjaan yang dilakukan dengan tergesa-gesa tidak akan mendatangkan hasil yang
baik.
4.
Tidak meremehkan setiap pekerjaan yang hanya
akan mendatangkan sikap malas dan jenuh dalam bekerja, melainkan sebaliknya
semua pekerjaan dipandang serius sehingga harus dilakukan dengan
sungguh-sungguh.
5.
Mencintai
pekerjaan yang sedang dilakukannya sehingga bekerja dengan sepenuh hati.
Urgensi kerja
keras sangat erat kaitanya dengan sistem pendidikan dan budaya. Maka kerja
keras muslim akan mempunyai arti apabila sejak dini sistem pandidikan dan
budaya yang ada dilingkungan diisi dan dikembangkan berdasarkan nilai islami.
Bekerja dengan keras dan giat merupakan keharusan bagi manusia. Kerja keras
memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan yang berorientasi kepada
dunia dan juga akhirat.
1)
Tugas manusia
Manusia
mempunya dua tujuan pokok di dunia, beribadah dan menjadi khalifah. Hakikatnya
kedua hal ini merupakan dua tujuan yang tidak terpisahkan. Hanya dalam
pengertian umum ibadah diartikan cendrung lebih menekankan pada bentuk
pengamalan hubungan dengan Allah. Sedangkan pelaksanaan tugas khalifah merujuk
kepada bentuk amaliyah dengan sesama manusia dan alam. Kaitanya dengan bekerja
keras, penegakan hablumminallah dan hablumminannas dan tugas
khalifah di muka bumi, semuanya mensyaratkan adanya usaha dan kerja keras serta
sungguh-sungguh.
Sebagai santri
Pondok Pesantren Tebuireng, dengan adanya tugas keseahariannya menjadikan
santri belajar akan tugas manusia yang sebenarnya yaitu ibadah dan kholifah.
Dengan demikian agar santri yang sudah lulus dari pondok bisa mengaplikasikan
atas ilmu yang ada dan ketika dijadikan sebagai pimpinan mereka siap untuk
melaksanakannya.
2)
Ilmu dan Harta
Ilmu dan harta
merupakan dua sarana yang amat penting bagi manusia guna mensukseskan tugas dan
kewajibanya, baik berkenaan dengan hablumminallah maupun hablumminannas
termasuk sebagai hamba sekaligus khalifah di bumi. Adanya sarana lain yaitu
nafs, jiwa atau diri, yakni sesuatu yang berguna dalam diri orang
bersangkutan seperti tenaga, fisik, kesehatan dan ilmu menujukkan secara jelas
bahwa disamping harta masih banyak profesi lain pada manusia yang dapat
dijadikan pendukung atau alat perjuangan.
3)
Kerja dan
Tanggung Jawab
Kerja merupakan
kunci keberhasilan bagi upaya keberhasilan bagi upaya pelaksanaan tanggung
jawab terhadap diri sendiri maupun keluarga dan masyarakat. Keharusan bekerja
keras merupakan keharusan tugas yang istimewa. Maka hanya dengan bekearja keras
dan sunguh-sungguh manusia dapat memenuhi berbagai tangungjawabnya. Baik yang
bersifat vertikal kepada Allah, maupun yang bersifat horisontal kepada diri sendiri,
keluarga dan masyarakat.
e)
Toleransi
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Toleransi yang berasal dari
kata “toleran” itu sendiri berarti bersifat atau bersikap menenggang
(menghargai, membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya) yang berbeda dan atau yang bertentangan
dengan pendiriannya.Toleransi juga berarti batas ukur untuk penambahan atau
pengurangan yang masih diperbolehkan. Dalam bahasa Arab, toleransi biasa
disebut “ikhtimal, tasamuh” yang artinya sikap membiarkan, lapang dada (samuha-yasmuhu-samhan,
wasimaahan, wasamaahatan) artinya: murah hati, suka berderma. Jadi,
toleransi (tasamuh) beragama adalah menghargai dengan sabar, menghormati
keyakinan atau kepercayaan seseorang atau kelompok lain. Dalam firman Allah SWT
QS.Ali Imran: 19 menjelaskan:
¨bÎ) šúïÏe$!$# y‰YÏã «!$# ÞO»n=ó™M}$# 3 $tBur y#n=tF÷z$# šúïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# žwÎ) .`ÏB ω÷èt/ $tB ãNèduä!%y` ÞOù=Ïèø9$# $J‹øót/ óOßgoY÷t/ 3 `tBur öàÿõ3tƒ ÏM»tƒ$t«Î/ «!$# cÎ*sù ©!$# ßìƒÎŽ| É>$|¡Ïtø:$# ÇÊÒÈ
Artinya: “ Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah
Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah
datang pengetahuan kepada mereka karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.
Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat
cepat hisab-Nya”. (QS.Ali Imran: 19)
Kesalahan memahami arti toleransi dapat mengakibatkan talbisul
haqbil bathil (mencampuradukan antara hak dan bathil) yakni suatu sikap
yang sangat terlarang dilakukan seorang muslim, seperti halnya nikah antar
agama yang dijadikan alasan adalah toleransi padahal itu merupakan sikap
sinkretisme yang dilarang oleh Islam. Sinkretisme adalah membenarkan semua
agama.
Secara doktrinal, toleransi sepenuhnya
diharuskan oleh Islam. Islam secara definisi adalah “damai”, “selamat” dan
“menyerahkan diri”. Definisi Islam yang demikian sering dirumuskan dengan
istilah “Islam agama rahmatal lil’ālamîn” (agama yang mengayomi seluruh
alam). Ini berarti bahwa Islam bukan untuk menghapus semua agama yang sudah
ada. Islam menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk saling menghormati.
Islam menyadari bahwa keragaman umat manusia dalam agama dan keyakinan adalah
kehendak Allah, karena itu tidak mungkin disamakan.
Untuk
terciptanya kehidupan yang rukun, damai dan sejahtera, Islam tidak hanya
mengajarkan umatnya untuk semata beribadah kepada Allah SWT. Melainkan Islam
justru sangat menekankan umatnya untuk membina dan menjalin silaturahmi yang
baik dengan tetangga dan lingkungannya. Umat Islam yang sangat menginginkan
hidupnya mendapatkan ridha Allah SWT selalu namanya berpegang dengan ajaran
Islam, dimana hubungan secara vertical kepada Allah senantiasa harus dibina
tetapi karena manusia mahluk social maka dia harus membina hidup bermasyarakat
artinya berhubungan dengan tetangga secara baik .
Dari deskripsi
tersebut, Pondok Pesantern Tebuireng menanamkan sikap toleransi, khususnya pada
antar umat beragama. Bukti dari ini adalah sering sekali Pondok Pesantren
Tebuireng mendapat kujungan dari umat non islam (konghucu, hindu, Kristen),
seperti melihat makam yang ada dipondok atau observasi, dan kunjungan biasa.
dengan adanya hal ini, santri dapat belajar dari manfaat toleransi itu sendiri
yaitu:
1.
Menghindari
Terjadinya Perpecahan
Bersikap
toleran merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan dalam mengamalkan agama.
Sikap bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran pribadi yang selalu dibiasakan
dalam wujud interaksi sosial. Toleransi dalam kehidupan beragama menjadi sangat
mutlak adanya dengan eksisnya berbagai agama samawi maupun agama ardli
dalam kehidupan umat manusia ini.
Dalam kaitanya
ini Allah telah mengingatkan kepada umat manusia dengan pesan yang bersifat
universal, berikut firman Allah SWT dalam Q.S As-Syuro:13:
* tíuŽŸ° Nä3s9 z`ÏiB ÈûïÏe$!$# $tB 4Óœ»ur ¾ÏmÎ/ %[nqçR ü“Ï%©!$#ur !$uZøŠym÷rr& y7ø‹s9Î) $tBur $uZøŠ¢¹ur ÿ¾ÏmÎ/ tLìÏdºtö/Î) 4Óy›qãBur #Ó|¤ŠÏãur ( ÷br& (#qãKŠÏ%r& tûïÏe$!$# Ÿwur (#qè%§xÿtGs? ÏmŠÏù 4 uŽã9x. ’n?tã tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# $tB öNèdqããô‰s? ÏmøŠs9Î) 4 ª!$# ûÓÉ<tFøgs† Ïmø‹s9Î) `tB âä!$t±o„ ü“ωöku‰ur Ïmø‹s9Î) `tB Ü=‹Ï^ムÇÊÌÈ
Artinya: “Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang
telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan
apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah
agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang
musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu
orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada -Nya orang yang
kembali.”(Q.S As-Syuro:13)
Dan firman
Allah SWT dalam Q.S Al-Imran:103
menjelaskan:
(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $Yè‹ÏJy_ Ÿwur (#qè%§xÿs? 4 (#rãä.øŒ$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3ø‹n=tæ øŒÎ) ÷LäêZä. [ä!#y‰ôãr& y#©9r'sù tû÷üt/ öNä3Î/qè=è% Läêóst7ô¹r'sù ÿ¾ÏmÏFuK÷èÏZÎ/ $ZRºuq÷zÎ) ÷LäêZä.ur 4’n?tã $xÿx© ;otøÿãm z`ÏiB Í‘$¨Z9$# Nä.x‹s)Rr'sù $pk÷]ÏiB 3 y7Ï9ºx‹x. ßûÎiüt6ムª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷/ä3ª=yès9 tbr߉tGöksE ÇÊÉÌÈ
”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama)
Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah
kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang
yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Q.S Al-Imran:103)
Pesan universal
ini merupakan pesan kepada segenap umat manusia tidak terkecuali, yang intinya
dalam menjalankan agama harus menjauhi perpecahan antar umat beragama maupun
sesama umat beragama.
2.
Memperkokoh
Silaturahmi dan Menerima Perbedaan
Salah satu
wujud dari toleransi hidup beragama adalah menjalin dan memperkokoh tali
silaturahmi antar umat beragama dan menjaga hubungan yang baik dengan manusia
lainnya. Pada umumnya, manusia tidak dapat menerima perbedaan antara sesamanya,
perbedaan dijadikan alasan untuk bertentangan satu sama lainnya. Perbedaan
agama merupakan salah satu faktor penyebab utama adanya konflik antar sesama
manusia.
Merajut
hubungan damai antar penganut agama hanya bisa dimungkinkan jika masing-masing
pihak menghargai pihak lain. Mengembangkan sikap toleransi beragama, bahwa
setiap penganut agama boleh menjalankan ajaran dan ritual agamanya dengan bebas
dan tanpa tekanan. Oleh karena itu, hendaknya toleransi beragama kita jadikan
kekuatan untuk memperkokoh silaturahmi dan menerima adanya perbedaan. Dengan
ini, akan terwujud perdamaian, ketentraman, dan kesejahteraan.
Kelima karakter diatas dapat ditanamkan dengan cara melalui:
a.
Metode konsep-aktual,
Dalam
menanamkan karakter santri adalah dari konsep menuju aktualisasi. Semua
karakter berlandaskan pada apa yang ada dalam hadits dan Al-Qur’an. Setiap
Perbuatan yang menuju pada pembangunan karakter harus diaplikasikan kepada para
santri.
b.
Keteladanan dari semua dewan pesantren baik kyai maupun ustadz,
Menurut
al-Ghazali anak adalah amanat bagi orang tuanya. yang dimaksud orang tua disini
adalah pendidik dan orang tua yang melahirkan. Orang tua merupakan arsitek atau
pengukir kepribadian anaknya. Sebelum mendidik orang lain,
sebaiknya orang tua harus mendidik pada dirinya terlebih dahulu. Sebab anak
merupakan peniru ulung. Segala informasi yang masuk pada diri anak, baik
melalui penglihatan dan pendengaran dari orang di sekitarnya, termasuk orang
tua akan membentuk karakter anak tersebut. Rasa imitasi dari anak yang begitu
besar, sebaiknya membuat orang tua harus ekstra hati-hati dalam bertingkah
laku, apalagi didepan anak-anaknya. Sekali orang tua ketahuan berbuat salah
dihadapan anak, jangan berharap anak akan menurut apa yang diperintahkan.
Oleh karena itu
sudah sepantasnya bagi pendidik pemegang amanat, untuk memberikan teladan yang
baik kepada santri dalam kehidupan pesantren. Hal ini sesuai firman Allah SWT
QS. al-Ahzab ( 33) : 21.
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab :
21)
Dalam hal
keteladanan ini, lebih jauh fokus karakter yang dikembangkan adalah:
-
Ikhlas
-
Jujur
-
Tanggung jawab
-
Kerja keras
-
Toleransi
.
c.
Melalui proses pembiasaan,
Setiap manusia
yang dilahirkan membawa potensi, salah satunya berupa potensi beragama. Potensi
beragama ini dapat terbentuk pada diri anak (manusia) melalui 2 faktor, yaitu :
faktor pendidikan Islam yang utama dan faktor pendidikan lingkungan yang baik.
Faktor pendidikan Islam yang bertanggung jawab penuh adalah bapak ibunya dan
para pendidik. Ia merupakan pembentuk karakter anak.
Setelah anak
diberikan masalah pengajaran agama sebagai sarana teoritis, maka faktor
lingkungan harus menunjang terhadap pengajaran tersebut, yakni para pihak
pesantren senantiasa memberikan aplikasi pembiasaan ajaran agama dalam
lingkungan pesantren. Sebab pembiasaan merupakan upaya praktis dan pembentukan
(pembinaan) dan persiapan.
Apabila santri
dalam lahan yang baik (keluarganya) memperoleh bimbingan, arahan, dan adanya
saling menyayangi antar anggota keluarga, niscaya lambat laun santri akan
terpengaruh informasi yang ia lihat dan ia dengar dari semua perilaku orang–
orang disekitarnya. Dan pengawasan dari pihak pesantren sangat diperlukan sebagai
kontrol atas kekeliruan dari perilaku santri yang tak sesuai dengan ajaran
Islam.
d.
kajian kitab tentang adabul muta’alim, pembinaan buku
monitoring dan pemberian ta’zir (hukuman).
Namun dalam melaksanakan metode tersebut banyak kendala baik
internal dan eksternal yang dihadapi oleh pesantren. Akan tetapi dua kendala
tersebut dapat diatasi oleh pesantren melalui cara yang sudah disiapkan oleh
pesantren sendiri yaitu, dengan mengadakan rapat koordinasi dengan setiap dewan
kepengurusan, mendatangkan motivator, memperbaiki sarana prasarana, fasilitator
dan motivator.
Dengan begitu pesantren Tebu Ireng
mampu melahirkan bangsa Indonesia yang berkarakter dengan lima prinsip yakni :
ikhlas, jujur, tanggung jawab, kerja keras dan toleransi. Sehingga telah diakui
bahwa lulusan pesantren Tebu Ireng banyak yang terlahir menjadi tokoh
nasionalis dan internasional yang berperan dalam bidang politik, spiritual
maupun ekonomi dan kesehatan. Jadi Pondok Pesantren Tebu Ireng sangat berperan
dalam membentuk karakter bangsa.
BAB V
PENUTUP
A.
Simpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di
atas bahwasanya pesantren sangat berperan dalam membentuk karakter bangsa.
Adapun lima prinsip karakter yang ditanamkan adalah ikhlas, jujur, tanggung jawab, kerja keras dan toleransi.
Usaha untuk
mananamkan karakter pada santri dilakukan dengan melalui metode konsep-aktual,
penularan dari semua dewan pesantren baik kyai maupun ustadz, melalui proses
pembiasaan, kajian kitab tentang adabul muta’alim, pembinaan buku
monitoring dan pemberian ta’zir (hukuman).
Kendala yang dihadapi pesantren dalam membentuk
karakter berupa faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah latar
belakang santri dan didikan orang tua. Sedangkan faktor eksternal adalah
pengaruh dunia luar dan kurangnya sumber daya manusia.
Untuk mengatasi kendala tersebut dilakukan
dengan cara rapat harian oleh setiap pengurus, memperbaiki fasilitas, motivator
dan mendatangkan psikolog dari dzurriyah.
Dengan demikian Pesantren Tebu Ireng diakui
oleh masyarakat mampu melahirkan sejumlah figur yang berkarakter dan eksis di
nasional dan internasional.
B.
Saran
Dari kesimpulan di atas peneliti memberikan
saran yang nantinya dapat bermanfaat. Saran tersebut adalah :
1.
Bagi Pesantren
a.
Dalam menanamkan karakter hendaknya pesantren
memaksimalkan usahanya tanpa menghiraukan kendala yang ada.
b.
Hendaknya dalam
proses penanaman karakter pihak pesantren selalu mengambil langkah untuk selalu
inovatif dan memperbaiki cara dalam mendidik santrinya.
c.
Dalam Penanaman
karakter hendaknya setiap pihak pengurus
selalu memberikan penularan karakter yang baik dan keteladanan kepada santrinya
2.
Bagi Masyarakat
a.
Setelah
diketahui bahwasanya pesantren memiliki peran yang sangat besar dalam
pembentukan karakter anak hendakna masyarakat memasukkan anaknya ke pesantren.
b.
Memberikan
dukungan kepada pesantren dalam memajukan bangsa yang berkarakter.
DAFTAR PUSTAKA
Husaini, A. Majid
Hasyim. 1993. Syarah: Riyadhus Shalihin, Surabaya: PT
Bina Ilmu.
Bahri Ghazali, Muhammad. 2002. Pesantren Berwawasan
Lingkungan. jakarta:
prasasti.
Departemen
Agama RI. 2006. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam.
Dimyati, Ayat. 2001. Hadits Arba’in, Masalah
‘Aqidah, Syari’at, dan Akhlaq, Bandung: Penerbit Marja’.
Effendy, Bahtiar. 1998. Transformasi
Pemikiran dan Praktik Politik Islam. Jakarta:
Paramadina.
Faried, Ahmad. 1993. Menyucikan
Jiwa Konsep Ulama Salaf., Surabaya: Risalah Gusti.
Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan
dan Perkembangan.
Kususma, Darma. 2011. Pendidikan
Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya..
Ma’mur Asmani, Jamal. 2011. Buku Panduan Internalisasi
Pendidikan karakter di Sekolah. Yogyakarta: Diva press.
Masdar, Umaruddin. 1999. Membaca Pikiran
Gus Dur dan Amien Rais tentang demokras. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Masdar. Membaca Pikiran Gus Dur dan Amien Rais tentang demokras.
Nizar. Samsul. 2008. Sejarah Pendidikan Islam:
Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rosulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group.
Rusyan A. Tabrani. 2006. Pendidikan Budi Pekerti, Inti Media
Cipta Nusantara.
Syaodih Sukmadinata, Nana. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdya Karya.
Syarif, Musthafa. 1982. Administrasi Pesantren. Jakarta:
Paryu Barkah.
Tasmara Toto. 2002. Membudayakan Etos Kerja Islami. jakarta:
Gema Insani Pers.
Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
[1] Umaruddin
Masdar, Membaca Pikiran Gus Dur dan Amien Rais tentang demokras (
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999),hal.
61
[2] Musthafa
Syarif, Administrasi Pesantren, (Jakarta: Paryu Barkah, 1982),hal. 5
[3] Masdar, Membaca
Pikiran Gus Dur dan Amien Rais tentang demokras 61-62
[4] Bahtiar
Effendy, Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam, (Jakarta:
Paramadina, 1998), hal. 70-75.
[5]Martin Van
Brunessen, Kitab Kunig, Pesantren dan
Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesi
(Bandung: Mizan,1999), hal. 44
[6] Hasbullah, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan
(Jakarta: Raja Grafindo Press, 1999), hal. 142
[7]Zamakhsyari, Tradisi
Pesantren, 55
[8]Tim Pengembang
Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Bagian IV: Pendidikan Lintas Bidang ( Bandung: Imperial Bhakti Utama, 2007), 444
[9] Sahal Mahfudh,
Nuansa Fiqih Sosial (Yogyakarta: LkiS, 2003), Cet. II, hal. 260
[10] Zamakhsyari, Tradisi
Pesantren, hal. 50.
[11] Hasbullah, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan,
145
[12] Muhammad Bahri
Ghazali, pesantren berwawsan lingkungan (jakarta: prasasti, 2002), 29
[13] Zamakhsyari, Tradisi
Pesantren, 28
[14]Hasbullah, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan,
145-146
[15] Bahri Ghazali,
Pesantren Berwawasan Lingkungan, 30
[16] Zamakhsyari, Trasisi
Pesantren, 28
[17] Bahri Ghazali,
Pesantren Berwawasan Lingkungan, 35
[18] Bahri Ghazali,
Pesantren Berwawasan Lingkungan, 36
[19] Tadkirotun
Musfiroh, “ Pengembangan Karakter Anak Melalui Pendidikan Karakter” dalam
Tinjauan Berbgagai Aspek Character Building: Bagaimana Mendidik Anak
Berkarakter? ( Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), 28.
[20] Darma Kususma,
ea al., Pendidikan Karakter (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), 5.
[21] Agus Wibowo, Pendidikan
Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012), 33.
[22] Jamal Ma’mur
Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan karakter di Sekolah
(Yogyakarta: Diva press, 2011), 28.
[23] Nurla Isna
Aunillah, Panduan Menerapkan Karakter di Sekolah (Yogyakarta: Laksana,
2011), 18-19.
[24] Darma Kususma,
ea al., Pendidikan Karakter, 6.
[25] Heri Gunawan, pendidikan
karakter kosep dan implementasi, 32.
[27] Agus Wibowo, Pendidikan
Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban, hal 43.
[28] Heri Gunawan, Pendidikan
Karakter Konsep dan Implementasi, 30.
[29] Nuria Isna
Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah, 97.
[30] Darma Kususma,
ea al., Pendidikan Karakter, 6.
[31] Asmani, Jamal
Ma’mur. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah (
Yogyakarta: Diva Press, 2011), 6.
[32] Ibid. 42
[33]Pengurus Pondok
Pesantren Tebuireng, Buku panduan pesantren tebu ireng Jombang, (Jombang: PP
Teu ireng,2014). Hal. 35.
[34] Wawancara dengan Ustadz Ahmad Ainur Rofiq selaku Kepala Pondok
Pesantrean Tebuireng (pada tanggal 2 Nopember 2014)
[35] Ayat Dimyati, Hadits Arba’in, Masalah
‘Aqidah, Syari’at, dan Akhlaq, (Bandung: Penerbit Marja’, 2001), hal. 2
[36] Husaini A. Majid Hasyim, Syarah: Riyadhus
Shalihin, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993)
[37] Ahmad Faried,. Menyucikan Jiwa Konsep Ulama
Salaf., (Surabaya: Risalah Gusti, 1993)
[38] A. Tabrani
Rusyan, Pendidikan Budi Pekerti, (Inti Media Cipta Nusantara, 2006), hal. 25
[39] Hasil wawancara dengan ustadz Ahmaad Ainur Rofiq selaku Kepala Pondok
Pesantrean Tebuireng (pada tanggal 2 Nopember 2014)
[40] Toto Tasmara, Membudayakan
Etos Kerja Islami, (jakarta: Gema Insani Pers, 2002), hlm 27