PERANAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM
PROSES
ISLAMISASI DI INDONESIA
Oleh : Syahrul Budiman
A. PENDAHULUAN.
Berbicara
tentang pendidikan tentu sebaiknya dimulai dari membicarakan apa sebetulnya
esensi pendidikan tersebut. Dipandang dari sudut defenisi pendidikan yang
dikemukakan oleh para pakar pendidikan, dari sekian banyak itu dapat diambil
kesimpulan bahwa hakikat pendidikan itu adalah proses pembentukan manusia
kearah yang dicita-citakan. Dengan demikian pendidikan Islam, proses
pembentukan manusia sesuai dengan tuntunan Islam. Didalam teori pendidikan
dikemukakkan paling tidak ada tiga hal yang ditransferkan dari si pendidik
kepada si terdidik, yaitu transfer ilmu, transfer nilai dan transfer perbuatan
(transfer knowledge, transfer of value, transfer of skill) didalam
proses pentransferan inilah berlangsungnya pendidikan.[1]
Adanya
penekanan makna yang berbeda dari masing-masing Istilah, menunjukan bahwa
pendidikan dalam perspektif Islam tersebut mengandung makna yang luas dan
mendalam. Begitu dalam dan luasnya makna pendidikan Islam, maka para tokoh
pendidikan Islam memberikan defenisi yang beragam dalam memberikan dan
menggambarkan keluasan makna tersebut.[2]
B. PENGERTIAN
PENDIDIKAN ISLAM
Hasan
Langgulung merumuskan bahwa pendidikan Islam merupakan proses penyiapan
generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai
Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal didunia dan memetik
hasilnya diakhirat.[3]dari
pengertian ini langgulung memahami bahwa pendidikan Islam merupakan proses
pemindahan nilai-nilai budaya (Tranfer of Culture) dari suatu generasi
ke generasi berikutnya. Makna disini tentunya bersumber dari Al quran, Hadis,
dan Ijtihad. Nilai-nilai Islam tersebut ditransfer melalui pendidikan Islam
agar dapat diteruskan dari satu generasi kegenerasi selanjutnya, sehingga
ajaran Islam tersebut dapat diterapkan secara holistic dan berkesinambungan
ditengah-tengah masyarakat.[4]
Ahmad
Marimba, menyebutkan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan
rohani, berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.[5]
Dari pengertian ini, Marimba juga memberikan penekanan terhadap ajaran Islam,
baik berupa hukum-hukum maupun aturan yang diatur dalam Islam.
Lebih
teknis lagi, menurut Endang Syaifuddin Anshori, pendidikan Islam adalah proses
bimbingan (pimpinan, tuntunan, usulan) oleh subjek didik terhadap perkembangan
jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, dll) dan raga objek didik dengan
bahan-bahan materi tertentu dengan alat perlengkapan yang ada kearah
terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.[6]
Muhammad
Athiyah al-Abrasy sebagaimana dikutip Zainuddin dan Mohd. Nasir berpendapat
bahwa pendidikan Islam merupakan upaya mempersiapkan manusia agar hidup dengan
sempurna dan bahagia mencintai tanah air, tegap jasmaniyah, sempurna akhlaknya,
teratur fikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur
katanya baik dengan lisan atau tulisan.[7] Sedangkan
Zakiah Daradjat sebagaimana yang dikutip Zainuddin dan Mohd.Nasir, memberikan
pengertian pendidikan Islam dalam pendekatan psikologis secara umum dan
ringkas, yaitu pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian muslim.[8]
Al-Syaibaniy
sebagaimana yang dikutip Ramayulis dan Samsul Nizar, mengemukakan bahwa
pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik
pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya. Proses tersebut
dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi
dan profesi diantara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat. Selanjutnya
Muhammad Fadhil al-Jamaly juga mendefenisikan pendidikan Islam sebagai upaya
mengembangkan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis
dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan
proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang lebih
sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan, maupun
perbuatannya. Kemudian Ahmad Tafsir mendefenisikan pendidikan Islam sebagai
bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal
sesuai dengan ajaran Islam.[9]
Beberapa
pengertian diatas menunjukkan bahwa pendidikan Islam adalah bagian tidak
terpisahkan dari ajaran Islam itu sendiri. Hal-hal yang menjadi ajaran Islam
akan diimplementasikan melalui pendidikan. Misalnya, jika dalam ajaran Islam
disebutkan bahwa manusia baik didunia maupun diakhirat, maka “pendidikan”
berperan sebagai wadah untuk menginternalisasikan dan mengembangkan ajaran
Islam tersebut dalam kehidupan manusia baik secara individu maupun kelompok
masyarakat yang lebih luas. Kemudian karena Islam mengkaji dan memandang
manusia secara utuh, maka pendidikan Islam pun berupaya untuk mengembangkan
potensi manusia secara utuh (baik jasmaniyah maupun rohaniyah), sehingga
melahirkan muslim kaffah[10],
yaitu seorang Muslim yang mengamalkan ajaran Islam secara utuh sesuai
dengan kadar kemampuannya.[11]
C. SALURAN PROSES
ISLAMISASI DI INDONESIA.
Ada
beberapa saluran proses Islamisasi di Indonesia, yaitu perdagangan, perkawinan,
kesenian dan pendidikan,[12] namun
pembahasan dalam makalah ini akan dititik beratkan pada peranan pendidikan
dalam proses Islamisasi di Indonesia, dibawah ini akan diuraikan secara singkat
saluran proses Islamisasi di Indonesia.
a. Jalur/Saluran
Perdagangan
Pada
taraf permulaan, saluran islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalu lintas
perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. membuat pedagang-pedagang Muslim
(Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari
negeri-negeri bagian barat, tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi
melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan
turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan
saham. Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan saluran Islamisasi melalui
perdagangan ini di pesisir Pulau Jawa, Uka Tjandrasasmita menyebutkan
bahwa para pedagang Muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang penduduknya
ketika itu masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan
mendatangkan mullah-mullah[13]
dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim
itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat, penguasa-penguasa
Jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati yang ditempatkan di pesisir utara
Jawa banyak yang masuk Islam, bukan hanya karena faktor politik dalam negeri
yang sedang goyah, tetapi terutama karena faktor hubungan ekonomi dengan
pedagang-pedagang Muslim.[14]
b. Jalur/Saluran
Perkawinan.
Dari
sudut ekonomi, para pedagnang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik
daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri
bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin,
mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan,
lingkungan mereka makin luas. Akhirnya, timbul kampung-kampung, daerah-daerah
dan kerajaan-kerajaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita
Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir
ini masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan
apabila terjadi antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan
anak adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu kemudian turut
mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat
atau Sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Nyai Kawunganten,
Brawijaya dengan putri Campa yang menurunkan Raden Patah (raja pertama Demak)
dan lain-lain.[15]
c. Jalur/Saluran
Kesenian dan Budaya.
Saluran
Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang.
Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan
wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para
penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita
wayang masih dipetik dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi di dalam
cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian
lain juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat[16],
babad[17]
dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.[18] Penyebaran islam di
Indonesia juga melibatkan seni budaya yang lain, misalnya seni bangunan pada
mesjid, seni pahat, seni musik, tari dan seni sastra. Dalam seni bangunan
masjid, banyak ukir-ukiran masih menunjukkan motif budaya Hindu Budha. Kita
bisa menyaksikan di Mesjid Agung Kesepuhan Cirebon[19], Mesjid Demak, Mesjid
Menara Kudus. Dalam seni budaya kita bisa lihat atau jumpai dalam perayaan
Grebek agung di keraton Surakarta serta Jogjakarta dan cirebon.[20]
d. Jalur/Saluran
Tasawuf.
Para sufi mengajarkan
tasawuf yang diramu dengan ajaran yang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Seorang sufi biasa dikenal dengan gaya hidup yang penuh kesederhanaan. Seorang
sufi biasa menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup bersama di
tengah-tengah masyarakat. Para
sufi terbiasa membantu masyarakat, diantara mereka ada yang ahli dalam
menyembuhkan penyakit. Selain itu juga aktif menyiarkan dan mengajarkan ajaran
Islam. Diantara para sufi itu yang melakukan islamisasi dengan pendekatan
tasawuf adalah Hamzah Fansuri[21]
dari Aceh dan Ki Ageng Pengging[22]
di Jawa.
e. Jalur/Saluran
Pendidikan.
Jalur pendidikan merupakan media yang efektif
dalam proses Islamisasi di Indonesia. Islamisasi bentuk ini dilakukan melalui
pendidikan pesantren oleh para guru agama, kiyai dan ulama. Setelah santri
selesai belajar, mereka kembali ke masyarakat untuk ikut membantu menyebarkan
Islam, bahkan banyak diantara para santri itu kemudian mendirikan dan memiliki
pondok pesantren sendiri. Tujuan pendidikan di
pondok pesantren adalah untuk mempermudah penyebaran dan pemahaman agama Islam.
Beberapa contoh pesantren perintis penyebaran Islam seperti pesantren yang
didirikan oleh Raden Rakhmat di Ample Denta-Surabaya, Pesantren Sunan Giri di
Giri. Santri yang belajar di pesantren tersebut bukan hanya berasal dari
lingkungan sekitar, akan tetapi banyak yang datang dari jauh bahkan dari luar
pulau jawa semisal Kalimantan, Maluku, Makasar dan Sumatera.[23]
D. PERANAN PENDIDIKAN
ISLAM DALAM PROSES ISLAMISASI DI INDONESIA.
Pendidikan
Islam di Indonesia yang pada mulanya dilaksanakan secara informal, yang
pelaksanaannya menitikberatkan kepada terjadinya hubungan dan kontak-kontak
pribadi antara mubaligh[24]
dengan masyarakat sekitar; pada waktu terjadinya hubungan antar “pemberi” dan
“penerima” tersebut terjadilah proses pendidikan. Kemudian setelah masyarakat
muslim terbentuk pendidikan Islam semakin intensif dilaksanakan dimasjid-masjid
atau langgar dalam bentuk pendidikan nonformal. Seterusnya semakin intensif
lagi pelaksanaannya setelah terbentuk lembaga-lembaga pendidikan formal,
seperti pesantren, dayah, maktab dan setelah abad ke-20 muncullah madrasahdan
perguruan tinggi Islam. Keseluruhan lembaga-lembaga pendidikan itu memberi
sumbangan besar bagi proses Islamisasi di Indonesia.[25] Sumbangan
lembaga-lembaga pendidikan Islam itu bagi proses Islamisasi dapat dilihat dari
produk (output) lembaga-lembaga tersebut menghasilkan manusia-manusia terdidik
menjadi ulama-ulama atau kiai-kiai muda yang dengan kiprah mereka
ditengah-tengah masyarakat melaksanakan Islamisasi, baik lewat jalur pendidikan
maupun dakwah Islamiyah, sehingga Islam dengan cepat tersebar diseluruh
Nusantara sebagai hasil dari usaha yang mereka lakukan.[26]
Peranan
Kerajaan Islam juga memiliki peran yang sangat signifikan bagi proses
islamisasi di Indonesia ini dapat dilihat dari bagaimana perhatian yang cukup
tinggi dari Sultan Agung pada masa pemerintahannya dalam bidang pendidikan pada
zaman itu tingkatan-tingkatan Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dibagi
dengan beberapa tingkatan : 1). Tingkatan Pengajian Alquran, tingkatan ini
terdapat pada setiap desa, yang diajarkan meliputi huruf hijaiyah, membaca
Alquran, barzanji, rukun Islam, rukun Iman. 2). Tingkat Pengajian Kitab, para
santri yang belajar pada tingkat ini ialah mereka yang telah khatam Alquran.
Tempat belajar biasanya diserambi masjid dan mereka umumnya mondok. Guru yang
mengajar disini diberi gelar Kiai Anom, kitab yang mula-mula dipelajari adalah
kitab-kitab 6 bis, yaitu sebuah kitab yang berisi 6 kitab dengan 6 Bismillahirrahmanirrahim,
Matan Taqrib, dan Bidayatul Hidayah karya Imam Ghazali. 3). Tingkat Pesantren
Besar, tingkat ini didirikan didaerah kabupaten sebagai lanjutan dari pesantren
desa. Kitab-kitab yang diajarkan disini adalah kitab-kitab besar dalam bahasa
Arab, lalu diterjemahkan kedalam bahasa daerah. Cabang-cabang Ilmu yang
diajarkan adalah fikih, tafsir, hadis, ilmu kalam, tasawuf, dan sebagainya. 4).
Pondok Pesantren tingkat keahlian (Takhassus), ilmu yang dipelajari pada
tingkat ini adalah satu cabang ilmu dengan secara mendalam.[27]
E. KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Peranan Pendidikan Islam dalam Proses
Islamisasi di Indonesia sangat tinggi dan merupakan kunci utama dalam proses
islamisasi yang efektif di Indonesia,
sebab aktivitas para pedagang dan mubaligh saat itu dapat digolongkan sebagai
aktivitas pendidikan, kenapa demikian, pertama jika dilihat dari proses pemberi
dan penerima. Dalam hal ini pedagang dan atau mubaligh sebagai pemberi,
sedangkan masyarakat penduduk pribumi dijadikan objek sebagai penerima, yang
kedua, tujuan baik, aktivitas pedagang atau mubaligh mengandung unsure tujuan
baik. Ajaran Islam yang disampaikan jelas mengandung tujuan baik, mencakup
tujuan keilmuan (mencerdaskan), tujuan keimanan (keyakinan), tujuan pengabdian
(ibadah), dan tujuan akhlak (moral). Dengan demikian pendidikan Islam telah
memainkan peranannya dalam proses Islamisasi di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Anshari,
Endang Syaifuddin, Pokok-pokok Pikiran tentang Islam. Jakarta: Usaha
Interprises, 1976.
Daulay,
Haidar Putra, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia. Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2012.
Langgulung,
Hasan, Beberapa Pemikirann tentang Pendidikan Islam. Bandung: al-Ma’arif,
1980.
Marimba,Ahmad
D., Pengentar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: al-Ma’arif, 1980.
Ramayulis,
dan Samsul Nizar,Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Radar Jaya Offset,
2011.
Yatim,
Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
PT.Raja Gravindo Persada, 2000.
Zainuddin,
dan Mohd.Nasir, Filsafat Pendidikan Islam. Medan: Perdana Mulya Sarana,
2010.
Sumber dari Internet :
http://odranoer.wordpress.com/2012/02/15/arti-kaffah/, diakses tanggal 15 September 2013, pukul 14.45
Wib.
http://id.wikipedia.org/wiki/Mullah, diakses tanggal 15 September 2013, pukul 15.15 Wib.
http://kunjugi.wordpress.com/2012/07/02/islamisasi-dan-pertumbuhanpendidikan-agama-islam-di-masa-awal-oleh-abdul-karim/,
diakses tanggal 15 September 2013, pukul 14.00 Wib.
http://id.wikipedia.org/wiki/Hikayat, diakses tanggal 15 September 2013, pukul 15.50 Wib.
http://id.wikipedia.org/wiki/Babad, diakses tanggal 15 September 2013,
pukul 16.10 Wib.
http://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Agung_Sang_Cipta_Rasa,
diakses tanggal 15 September 2013, pukul 16.45 Wib.
http://id.shvoong.com/exact-sciences/2146216-cara-cara-penyebaran-islam/, diakses tanggal 15 September 2013, pukul 17.00 Wib.
http://atjehlink.com/biografi-hamzah-fansuri-berdasarkan-manuskrip-melayu-lama/, diakses tanggal 15 September 2013, pukul
17.15 Wib.
http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Ageng_Pengging_Sepuh,
diakses tanggal 16 September 2013, pukul 16.20 Wib.
http://www.atcontent.com/Publication/869777809361999PQ.text/-/Cara-cara-Proses-Penyebaran-Islam-di-Nusantara, diakses tanggal 16 September 2013, pukul. 20.30 wib.
http://ldiisurabaya.org/kriteria-mubaligh-ustadz-professional-and-religius/, diakses tanggal 16 September 2013, pukul
21.00 Wib.
[1].Haidar Putra Daulay, Sejarah
Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta:Kencana
Prenada Media Group,2012) h.14.
[2].Zainuddin dan Mohd.Nasir, Filsafat
Pendidikan Islam (Medan: Perdana Mulya Sarana, 2010), h. 79.
[3].Hasan Langgulung, Beberapa
Pemikirann tentang Pendidikan Islam (Bandung: al-Ma’arif, 1980), h. 94.
[4].Zainuddin dan Nasir, Filsafat,
h. 80.
[5].Ahmad D.Marimba, Pengentar
Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: al-Ma’arif, 1980), h.23
[6].Endang Syaifuddin Anshari, Pokok-pokok
Pikiran tentang Islam (Jakarta: Usaha Interprises, 1976), h. 85.
[7].Zainuddin dan Nasir, Filsafat,
h. 80.
[8].Ibid, h. 80-81.
[9].Ramayulis dan Samsul Nizar,Filsafat
Pendidikan Islam (Jakarta: Radar Jaya Offset, 2011), h. 88.
[10].Kaffah artinya
: menyeluruh; sempurna; utuh; totalitas;tidak terpecah-pecah/mengambil
yang disukai dan membuang sebagian yang lain yang tidak disukai. lihat http://odranoer.wordpress.com/2012/02/15/arti-kaffah/,
diakses tanggal 15 September 2013, pukul 14.45 Wib.
[11].Ibid
[12].Daulay, Sejarah, h. 14
[13].Mullah (Bahasa Persia: ملا ) adalah salah suatu gelar yang
biasa diberikan kepada seorang ulama agama Islam.Gelar
ini berasal dari kata bahasa Arab mawla atau maula,
yang dapat berarti 'pemimpin' maupun 'pelindung'. Di sebagian besar wilayah di Iran, Turki, Asia Tengah dan anak benua India, adalah hal yang umum untuk memberikan gelar
Mullah kepada pemuka agama atau pengurus mesjid setempat. Dalam pemakaiannya di
media massa, penyebutan gelar ini dapat mencerminkan penghormatan atas seorang
yang terpelajar di bidang agama (pemakaian dalam dunia Islam); atau cenderung
mengesankan sebagai seorang yang fanatik (pemakaian dalam sebagian media massa
Barat). Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Mullah,
diakses tanggal 15 September 2013, pukul 15.15 Wib.
[14].Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:
PT.Raja Gravindo Persada, 2000). h. 201.
[15].http://kunjugi.wordpress.com/2012/07/02/islamisasi-dan-pertumbuhan
pendidikan-agama-islam-di-masa-awal-oleh-abdul-karim/, diakses tanggal 15 September
2013, pukul 14.00 Wib.
[16].Hikayat adalah salah satu bentuk sastra prosa,
terutama dalam Bahasa
Melayu yang
berisikan tentang kisah, cerita, dan dongeng. Umumnya mengisahkan tentang
kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian
serta mukjizat tokoh utama. Sebuah hikayat dibacakan sebagai hiburan, pelipur
lara atau untuk membangkitkan semangat juang. Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Hikayat,
diakses tanggal 15 September 2013, pukul 15.50 Wib.
[17].Babad adalah sejenis teks
dari Jawa dan Bali yang berhubungan dengan sejarah.
Menurut sejarahwan M. C.
Ricklefs, babad Jawa beragam dari segi ketepatan,
namun sejumlah di antaranya dapat dianggap agak tepat dan sumber sejarah yang
berarti. Secara Etimologi Kata babad berasal dari bahasa Jawa.
Dalam bahasa Jawa kata ini artinya ialah "membuka lahan baru" atau
"memotong pohon/hutan". Hubungannya dengan sejarah ialah bahwa
sejarah suatu wilayah biasanya dimulai dengan pembukaan daerah tersebut. Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Babad, diakses tanggal 15 September 2013, pukul 16.10 Wib.
[18].Yatim, Sejarah, h. 203.
[19].Masjid Agung Sang
Cipta Rasa (dikenal juga sebagai Masjid Agung Kasepuhan atau Masjid Agung Cirebon) adalah
sebuah masjid yang terletak di dalam kompleks Keraton Kasepuhan, Cirebon, Jawa Barat, Indonesia. Konon, masjid ini adalah masjid tertua
di Cirebon,
yaitu dibangun sekitar tahun 1480 M atau semasa dengan Wali Songo menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Nama masjid
ini diambil dari kata "sang" yang bermakna keagungan,
"cipta" yang berarti dibangun, dan "rasa" yang berarti
digunakan. Menurut tradisi, pembangunan masjid ini dikabarkan melibatkan sekitar lima
ratus orang yang didatangkan dari Majapahit, Demak, danCirebon sendiri. Dalam pembangunannya, Sunan
Gunung Jati menunjuk Sunan
Kalijaga sebagai
arsiteknya. Selain itu, Sunan Gunung Jati juga memboyong Raden Sepat, arsitek Majapahit yang menjadi tawanan perang
Demak-Majapahit, untuk membantu Sunan
Kalijaga merancang
bangunan masjid tersebut. Konon, dahulunya masjid ini memiliki memolo atau
kemuncak atap. Namun, saat azan pitu (tujuh) salat Subuh digelar untuk mengusir Aji Menjangan Wulung, kubah
tersebut pindah ke Masjid
Agung Banten yang
sampai sekarang masih memiliki dua kubah. Karena cerita tersebut, sampai
sekarang setiap salat Jumat di Masjid Agung Sang Cipta Rasa digelar Azan Pitu.
Yakni, azan yang dilakukan secara bersamaan oleh tujuh orang muazin berseragam serba putih. Kekhasan
masjid ini antara lain terletak pada atapnya yang tidak memiliki kemuncakk atap
sebagaimana yang lazim ditemui pada atap masjid-masjid di Pulau Jawa. Masjid
ini terdiri dari dua ruangan, yaitu beranda dan ruangan utama. Untuk menuju
ruangan utama terdapat sembilan pintu. Jumlah ini melambangkan Wali Songo. Masyarakat Cirebon tempo dulu terdiri dari berbagai
etnik. Hal ini dapat dilihat pada arsitektur Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang
memadukan gaya Demak, Majapahit,
dan Cirebon. Pada
bagian mihrab masjid, terdapat ukiran berbentuk
bunga teratai yang dibuat oleh Sunan Kalijaga. Selain itu, di bagian mihrab
juga terdapat tiga buah ubin bertanda khusus yang melambangkan tiga ajaran
pokok agama, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Konon, ubin tersebut dipasang oleh Sunan
Gunung Jati, Sunan
Bonang, dan Sunan
Kalijaga pada
awal berdirinya masjid. Di beranda samping kanan
(utara) masjid, terdapat sumur zam-zam atau Banyu Cis Sang Cipta Rasa yang ramai dikunjungi orang, terutama
pada bulan Ramadhan.
Selain diyakini berkhasiat untuk mengobati berbagai penyakit, sumur yang
terdiri dari dua kolam ini juga dapat digunakan untuk menguji kejujuran
seseorang. Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Agung_Sang_Cipta_Rasa, diakses tanggal 15 September 2013, pukul 16.45 Wib.
[20].http://id.shvoong.com/exact-sciences/2146216-cara-cara-penyebaran-islam/,
diakses tanggal 15 September 2013, pukul 17.00 Wib.
[21].Hamzah Fansuri Dalam Ensiklopedi umum (1973), disebutkan
adalah seorang penyair dan ahli tasawuf yang berasal dari Barus, Sumatera.
Aliran Hamzah Fansuri dalam ilmu tasawuf sangat terpengaruh hingga ke Tanah
Jawa. Hamzah Fansuri banyak terkesan dengan karya-karya serta ketokohan
Ibnu Arabi, Al-Hallaj, Al-Djunaid dan Jajaludin Ar-Rumi karena nama-nama ini
sering disebut dalam kebanyakkan karya Tasawwufnya. Aliran Hamzah Fansuri
terkenal dengan teori Wahdatul Wujud.. Karangannya yang sangat
terkenal adalah Syair Perahu, Syair Burung Pungai, Syair Dagang dan lain-lain.
Lihat http://atjehlink.com/biografi-hamzah-fansuri-berdasarkan-manuskrip-melayu-lama/,
diakses tanggal 15 September 2013, pukul 17.15 Wib.
[22].Ki Ageng Pengging Sepuh adalah ayah dari Ki Kebo Kanigara dan Ki Ageng Pengging alias Kebo Kenanga dan Nyai Ageng
Tingkir, atau dengan kata lain ia adalah kakek dari Mas Karebet yang berjulukan Jaka Tingkir,
yang kemudian menjadi raja Sultan HadiwijayaPajang Nama sebenarnya Ki Ageng Pengging
Sepuh ialah Sharif Muhammad Kebungsuan atau Sayyid Muhammad Kebungsuan putra
bungsu Sayyid Husein Jumadil Kubro hasil perkawinan beliau dengan Putri Jauhar
dari Kerajaan Muar Lama, Malaysia. Sayyid Muhammad Kebungsuan juga merupakan
pendiri Kerajaan Maguindanao di Philippines. Sebelum membuka dan mendirikan
tanah perdikan Pengging, Ki Ageng Pengging Sepuh bernama Pangeran
Handayaningrat. Ia merupakan salah satu putera menantu Brawijaya V (Brawijaya terakhir), yaitu suami dari
Ratu Pembayun anak sulung Prabu Brawijaya V, yang setelah Majapahit runtuh pergi menyepi ke Gunung Kidul.
Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Ageng_Pengging_Sepuh, diakses tanggal 16 September 2013, pukul 16.20 Wib.
[23].http://www.atcontent.com/Publication/869777809361999PQ.text/-/Cara-cara-Proses-Penyebaran-Islam-di-Nusantara,
diakses tanggal 16 September 2013, pukul. 20.30 wib.
[24].Mubaligh
berasal dari kata balagho ( بلغ ) menjad isim Fa’il yaitu (مبلغ)
yang artinya adalah penyampai atau orang yang menyampaikan, berarti Mubaligh
adalah pembawa ilmu yang berkwajiban menyampaikan semua ilmu yang dimiliki,
sebagaimana sabda rasulullah sallallahu alaihi wassalam dalam alhadist.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله
عليه وسلم – قَالَ « بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَة
رواه البخارى
Artinya : Sampaikanlah ilmu dariku walaupun satu ayat.
Lihat http://ldiisurabaya.org/kriteria-mubaligh-ustadz-professional-and-religius/,
diakses tanggal 16 September 2013, pukul 21.00 Wib.
[25].Daulay, Sejarah, h. 17
[26].Ibid
[27].Ibid,
h. 19.