MAKALAH
Etika Bisnis Islam
Filosofi
Bisnis Islam
( Bq. El Badriati, M.E.I. )

Kelompok
I : -
L. Ahmad Syarif Adnan.
- Muhammad Syarifudin.
- Muhammad Mundzir.
- Rafidah.
Jurusan Ekonomi Syariah
Fakultas Syariah dan Ekonomi
Islam
Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Mataram
2016-2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah
s.w.t. yang telah memberikan rahmat dan kasih sayangnya sehingga makalah
“Filosofi Bisnis Islam” dapat di selesaikan tepat pada waktunya. Shalawat dan
salam tidak lupa kami haturkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. yang telah
membimbing kita menuju Islam yang sempurna.
Kami atas nama penyusun makalah
mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dosen yang telah membimbing dan
membina kami dalam proses perkuliahan di kampus. Dan kami meminta maaf apabila
ada kesalahan dan kekurangan dalam hal materi ataupun tulisan, kritik dan saran
dari semua pihak sangat kami butuhkan untuk menyempurnakan makalah kami ini.
Penyusun
Kelompok I
DAFTAR ISI
Cover............................................................................................................................................
Kata Pengantar............................................................................................................................
Daftar
Isi....................................................................................................................................
BAB I
Pendahuluan.....................................................................................................................
A. Pendahuluan………………………………………………………………………...
B. Rumusan
Masalah…………………………………………………………………..
BAB II Pembahasan.....................................................................................................................
A.
?????
B.
??????
C.
?????
BAB III
Penutup.........................................................................................................................
A. Kesimpulan…………………………………………………….............................
B. Saran……………………………………………………………………...............
Daftar
Pustaka..........................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.
Berjual
beli bukan hanya sekedar mencari untung saja namun bagaimana kita mampu
menjalin komunikasi yang baik kepada konsumen melalui etika-etika bisnis.
Firman
Allah Surah Al- Jum’ah Ayat 10 yakni yg artinya “ Dan berdzikirlah kamu kepada
Allah banyak-banyaknya supaya kamu beruntung “. Yakni ketika kalian sedang
melakukan jual beli, dan ada saat kalian mengambil dan memberi hendaklah selalu
ingat pada Allah dan janganlah kesibukan ini (dunia) melupakan kalian dari
hal-hal yang bermanfaat untuk kehidupan akhirat”.
Bila
kita hubungkan dengan aspek ekonomi, ayat ini menerangkan tentang etika jual
beli yang baik, bagaimana seharusnya jual beli dalam konteks keislaman yaitu
dimulai dengan membaca do’a, kemudian tidak boleh berbuat curang ketika berjual
beli dengan selalu mengingat Allah s.w.t., selalu merasa bahwa kita selalu
diawasi oleh Allah, tidak ada tempat bagi kita untuk berbuat maksiat dihadapan
Allah s.w.t. karena Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui apa yang kita
berbuat.
B.
Rumusan
Masalah
a. Apa
Pengertian Filosofi ?
b. Apa Maksud dari Filosofi Bisnis Islam ?
c. Bagaimanakah
Akad Transaksi dalam Bisnis Islam ?
d. Bagaimanakah
Kedudukan Hukum Syariah dalam Sistem Perbankan Syariah ?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Filosofi Bisnis Islam.
Filosofi
dasar yang menjadi catatan penting bagi bisnis islam adalah, bahwa dalam setiap
gerak langkah kehidupan manusia harus mengkonsepkan hubungan manusia dengan
mansuia dan lingkungannya, serta manusia dengan Tuhan (hablum minallah dan hablum minannas), dengan kata lain bisnis
dalam Islam tidak semata mata merupakan manifestasi hubungan sesama manusia
yang bersifat pragmatis, akan tetapi
lebih jauh adalah manifestasi dari ibadah secara total kepada sang Pencipta.
Dalam
kaitannya dengan paradigma islam tentang etika bisnis, maka landasan filosofis
yang harus dibangun dalam pribadi muslim adalah adanya konsepsi hubungan
manusia dengan manusia dan lingkungannya, serta hubungan manusia dengan
Tuhannya, dengan berpegang pada landasan ini maka setiap muslim yang berbisnis
apapun akan merasa ada kehadiran "pihak ketiga" (Tuhan) di setiap
aspek hidupnya[1].
Keyakinan ini harus menjadi bagian integral dari setiap muslim dalam berbisnis.
Hal ini karena Bisnis dalam Islam tidak semata mata orientasi dunia tetapi
harus punya visi akhirat yang jelas. Dengan kerangka pemikiran seperti itulah
maka persoalan etika dalam bisnis menjadi sorotan penting dalam Ekonomi Islam.
Dalam
ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang sebagai dua hal yang
bertentangan, sebab bisnis yang merupakan simbol dari urusan duniawi juga
dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal yang bersifat investasi akhirat.
Artinya, jika oreientasi bisnis dan upaya investasi akhirat diniatkan sebagai
ibadah dan merupakan totalitas kepatuhan kepada Tuhan, maka bisnis dengan
sendirinya sejalan dengan kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada
akhirat. Bahkan dalam Islam, pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi
urusan dunia, tetapi mencakup pula seluruh kegiatan kita didunia yang
"dibisniskan" (diniatkan sebagai ibadah) untuk meraih keuntungan atau
pahala akhirat.
B.
Filosofi
Bisnis Islam
Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berbisnis sehingga dapat membawa
pada pola transaksi yang sehat dan menyenangkan. Oleh karena itu, tidaklah
cukup mengetahui hukum berbisnis tanpa adanya pengetahuan tentang filosofi
konsep bisnis tersebut. Sebenarnya, konsep tersebut tidaklah sulit melainkan
konsep yang sering ditemui di kalangan masyarakat. Hanya saja, dalam hal ini,
konsep tersebut lebih mengacu pada Fiqh Islam. Hal ini dimaksudkan agar
transaksi tersebut jauh dari perbuatan keji, kotor dan bahkan merugikan.
Banyak
para penjual dan pembeli tidak menghiraukan konsep tersebut padahal konsep
tersebut merupakan awal untuk bangkit dan menguntungkan. Di samping itu, konsep
tersebut juga merupakan komponen dalam konsep jual beli dalam fiqh Islam. Jika
diperhatikan secara global, memang perilaku tersebut kelihatan remeh, tetapi
sebaliknya, jika benar-benar diperhatikan, maka akan dapat membuat pola
transaksi jual beli yang sehat, menyenangkan dan bahkan menguntungkan. Konsep
tersebut adalah sebagai berikut
1.
Jujur.
Sifat jujur
merupakan sifat Rasulullah saw. yang patut ditiru. Rasulullah s.a.w. dalam
berbisnis selalu mengedepankan sifat jujur. Beliau selalu menjelaskan kualitas
sebenarnya dari barang yang dijual serta tidak pernah berbuat curang bahkan
mempermainkan timbangan. Maka, latihlah kejujuran dalam pola transaksi jual
beli karena kejujuran dapat membawa keberuntungan.
Sebagaimana
penjelasan dalam Hadits yang artinya “Dari
Abdullah bin Harits. Ia mengadu kepada Hakim bin Hazim ra. Dan beliau berkata
bahwa Rasulullah saw bersabda: “Penjual dan pembeli dapat melakukan khiyar
(memilih) selagi belum berpisah atau sampai keduanya berpisah. Apabila keduanya
telah setuju dan jelas maka jual belinya mendapatkan berkah. Dan apabila
keduanya saling menekan dan berdusta maka dihapus keberkahan yang ada pada jual
belinya (tidak mendapatkan keberkahan)”. (HR.Al-Bukhari)
2.
Amanah.
Amanah dalam
bahasa Indonesia adalah dapat dipercaya. Dalam transaksi jual beli, sifat
amanah sangatlah diperlukan karena dengan amanah maka semua akan berjalan
dengan lancar. Dengan sifat amanah, para penjual dan pembeli akan memiliki
sifat tidak saling mencurigai bahkan tidak khawatir walau barangnya di tangan
orang. Memulai bisnis biasanya atas dasar kepercayaan. Oleh karena itu, amanah
adalah komponen penting dalam transaksi jual beli.
Sebagaimana dalam
Al Qur’an yang artinya “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah
kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui.” (QS.Al-Anfaal, 27)
3.
Ramah.
Banyak orang
yang susah untuk berperilaku ramah antar sesama. Sering kali bermuka masam
ketika bertemu dengan orang atau bahkan memilah milih untuk berperilaku ramah.
Padahal, ramah merupakan sifat terpuji yang dianjurkan oleh agama Islam untuk
siapa saja dan kepada siapa saja. Dengan ramah, maka banyak orang yang suka,
dengan ramah banyak pula orang yang senang. Karena sifat ramah merupakan bentuk
aplikasi dari kerendahan hati seseorang. Murah hati, tidak merasa sombong, mau
menghormati dan menyayangi merupakan inti dari sifat ramah. Oleh karena itu,
bersikap ramahlah dalam transaksi jual beli karena dapat membuat konsumen
senang sehingga betah atau bahkan merasa tentram jika bertransaksi.
Sebagaimana
keterangan dalam Hadits yang artinya “Dari
Jabir Bin Abdullah ra. Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. bersabda: Allah s.w.t.
akan mengasihi seseorang yang murah hati ketika menjual, membeli dan meminta.”
(HR. Al-Bukhari).
4.
Adil.
Adil
merupakan sifat Allah s.w.t. dan Rasulullah s.a.w. merupakan contoh sosok
manusia yang berlaku adil. Dengan adil, tidak ada yang dirugikan. Bersikap
tidak membeda-bedakan kepada semua konsumen merupakan salah satu bentuk
aplikasi dari sifat adil. Oleh karena itu, bagi para penjual semestinya
bersikap adil dalam transaksi jual beli karena akan berdampak kepada hasil
jualannya. Para konsumen akan merasakan kenyamanan karena merasa tidak ada yang
dilebihkan dan dikurangkan.
Sebagaimana
keterangan dalam Al Qur’an yang artinya “...dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.(QS.An-Nisa,58).
5.
Sabar.
Sabar merupakan sikap terakhir ketika
sudah berusaha dan bertawakal.Dalam jual beli, sifat sabar sangatlah diperlukan
karena dapat membawa keberuntungan. Bagi penjual hendaklah bersabar atas semua
sikap pembeli yang selalu menawar dan komplain. Hal ini dilakukan agar si
pembeli merasa puas dan senang jika bertransaksi. Begitu pula dengan pembeli,
sifat sabar harus ditanamkan jika ingin mendapatkan produk yang memiliki
kualitas bagus plus harga murah dan tidak kena tipu.
Sebagaimana keterangan dalam Al Qur’an
yang artinya “Jika kamu memperoleh
kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana,
mereka bergembira karenanya. jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya
mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah
mengetahui segala apa yang mereka kerjakan. (QS. Ali Imran, 120).
C.
Akad
Transaksi.
1.
Macam-macam
Akad Transaksi
Menurut
ulama’ fiqh, akad dapat dibagi dari beberapa segi. Namun dalam hal hal ini kami
membagi akad dilihat dari segi keabsahannya menurut syara’. Sehingga akad dibedakan
menjadi dua, yaitu Akad Shahih dan Akad yang Tidak Shahih.
1. Akad
Shahih.
Akad
Shahih merupakan akad yang telah memenuhi syarat dan rukun. Ulama’ Madzhab
Hanafi dan Madzhab Maliki membagi akad shahih ini dalam dua macam yakni Akad
Nafiz dan Akad Maukuf[2].
a. Akad
Nafiz
Yaitu akad yang dilangsungkan dengan
memenuhi rukun dan syarat dan tidak ada penghalang untuk melaksanakannya.
b. Akad
Maukuf
Yaitu akad yang dilakukan seseorang yang
mampu bertindak atas kehendak hukum, tetapi dia tidak memiliki kekuasaan untuk
melangsungkan dan melaksanakan. Seperti akadnya anak yang masih mumayyiz tapi
belum baligh sehingga dia harus mendapat izin dari wali anak itu. Menurut
Madzhab Syafi’i dan Hanbali, jual beli yang mauquf itu tidak sah.
Ulama’
fiqh juga membagi jual beli yang shahih dari segi mengikat atau tidak mengikat kedua belah pihak.
a. Mengikat.
Salah satu pihak tidak boleh membatalkan
akad itu tanpa seizin pihak lain. Seperti jual beli dan sewa menyewa
b. Tidak
Mengikat
Seperti akad pinjam meminjam
2. Akad
Tidak Shahih.
Akad
yang tidak shahih merupakan akad yang terdapat kekurangan pada rukun atau
syaratnya. Sehingga akibat hukum tidak berlaku bagi kedua belah pihak yang
melakukan akad itu.
Madzhab
Hanafi membagi akad yang tidak shahih ini ke dalam dua macam yakni Akad Batil
dan Akad fasid.
a. Akad
Batil
Apabila akad itu tidak memenuhi salah satu rukun dan
larangan langsung dari syara’. Seperti jual beli yang dilakukan anak kecil.
b. Akad
Fasid
Akad ini pada dasarnya dibenarkan tetapi sifat yang
diakadkan tidak jelas seperti menjula mobil tidak disebitkan merknya, tahunnya,
dan sebagainya[3]
2.
Hal-hal
yang Membatalkan Akad Transaksi
Ulama’
fiqh menyatakan bahwa suatu akad itu dapat menjadi batal atau bisa dikatakan
berakhir manakala terjadi hal-hal sebagai berikut :
1. Berakhir
masa berlaku akad itu, apabila akad itu memiliki tenggang waktu.
2. Dibatalkan
oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad itu mengikat
3. Dalam
suatu akad yang bersifat mengikat, akad dapat berakhir bila:
a. Akad
itu fasid
b. Barlaku
khiyar syarat dan khiyar aib
c. Akad
itu tidak dilaksanakan oleh satu pihak yang berakad
d. Telah
tercapai tujuan akad itu secara sempurna
4. Wafat
salah satu pihak yang berakad.
Namun, menurut M. Ali Hasan dalam buku yang berjudul
“Berbagai Macam Transaksi dalam Islam”,
akad itu bisa diteruskan oleh ahli warisnya bila pewaris itu meninggal[4].
D.
Kedudukan
Hukum Syariah dalam Sistem Perbankan Syariah.
1.
Sistem
Perbankan Indonesia.
Sistem
perbankan merupakan suatu tatanan yang didalamnya terdapat berbagai unsur
mengenai bank, baik menyangkut kelembagaannya, kegiatan usahanya serta cara
dalam melaksanakan kegiatan usahanya dengan mengikuti suatu aturan tertentu.
Untuk
mengetahui Sistem Perbankan di Indonesia, tak lain kita harus berpacu pada UU
tentang Perbankan[5]
yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yang dapat disimpulkan bahwa Perbankan
Indonesia tidak hanya beroperasi dengan prinsip konvensional saja, melainkan
juga dapat beroperasi dengan prinsip syariah secara berbarengan, yang biasa
disebut dengan dual banking system.
2.
Bank
Syariah sebagai Bagian Integral Perbankan Nasional.
Sebagaimana
telah disebutkan di atas tentang keleluasaan Perbankan dalam melaksanakan
kegiatan usahanya, Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat bebas memilih prinsip
yang akan digunakannya, baik konvensional maupun syariah.
Akan
tetapi ada perbedaan hak antara Bank Umum dan Bank Perkreditan, Bank Umum dapat
beroperasi dengan dua prinsip secara berbarengan secara terpisah, tapi Bank
Perkreditan Rakyat hanya boleh memilih satu diantara dua pilihan itu (
Konvensional, atau Syari’ah ).
3.
Pengaturan
Bank Syariah dalam Undang-Undang Perbankan.
Pengaturan
mengenai Bank Syari’ah dalam UU yang telah disebutkan, tidak hanya menyangkut
eksistensi dan legitimasi Bank Syariah dalam sistem perbankan nasional, tapi
juga meliputi aspek kelembagaan dan sistem operasional Perbankan Syari’ah itu
sendiri.
Dalam
peraturan tersebut telah diatur sedemikian rupa mengenai Bank Syariah, sejak dari
ketentuan mengenai syarat-syarat pendirian Bank Syari’ah, kepengurusan, bentuk
hukum Bank Syari’ah, aturan mengenai konversi Bank Konvensional menjadi Bank Syariah,
mengenai pembukaan kantor cabang, kegiatan usaha dan produk-produk yang dapat
dilakukan, mengenai keberadaan dan fungsi Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan
hubungannya dengan Dewan Syariah Nasional (DSN), mengenai pengawasan oleh Bank
Indonesia selaku Bank Sentral, hingga mengenai sanksi-sanksi pidana maupun
administratif yang dapat dikenakan.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan.
Filosofi
dasar yang menjadi catatan penting bagi bisnis islam adalah, bahwa dalam setiap
gerak langkah kehidupan manusia harus mengkonsepkan hubungan manusia dengan
mansuia dan lingkungannya, serta manusia dengan Tuhan (hablum minallah dan hablum minannas).
Dengan
berpegang pada landasan ini maka setiap muslim yang berbisnis apapun akan
merasa ada kehadiran "pihak ketiga" (Tuhan) di setiap aspek hidupnya.
Keyakinan ini harus menjadi bagian integral dari setiap muslim dalam berbisnis.
Hal ini karena Bisnis dalam Islam tidak semata mata orientasi dunia tetapi
harus punya visi akhirat yang jelas.
[1]
Nasib aar-Rifa’i, Muhammad. 2010Ibnu Katsir Jilid 1. Mizan. Bandung.
[2]
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi
dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakrta : PT Raja Grafindo Persada, 2003, hal 110
[5]
UU NO.23 BAB II Pasal 4 NO.2 Mengenai Kewenangan BI