Makalah
Ekonomi Moneter dalam Al-Qur’an
Abdul Hayyi, M.E.I.

Kelompok I : -
L. Ahmad Syarif (152145170)
- M.
Syarifuddin (152145190)
- Uswatul Amili (152145210)
- Zurriyatun Hasanah (152145180)
Jurusan Ekonomi Syariah
Fakultas Syariah dan Ekonomi
Islam
Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Mataram
2015-2016
A.
Latar
Belakang
Moneter
dalam banyak buku teks ekonomi didefinisikan sebagai uang. Oleh karena itu
fokus utama pembahasan dalam Ekonomi Moneter adalah mengenai peranan uang dalam
perekonomian, baik mengenai teori-teori tentang uang, pengelolaan, kebijakan,
instrument maupun institusi yang menjadikan uang sebagai objek aktifitasnya.
Dalam makalah ini, pemakalah akan mencoba menguraikan tentang kebijakan
moneter, baik pengertiannya, instrumen-instrumennya menurut islam.
Segala
sesuatu apabila telah sempurna maka akan nampak kekurangannya. Oleh karenanya
pemakalah sangat memohon komentar dari para pembaca sekalian baik itu berupa
usul, ide ataupun koreksi apabila menemukan ksalahan dalam makalah ini.
Terakhir, ucapan syukur dan terimakasih pemakalah kepada Bapak Abdul Hayyi
selaku dosen mata kuliah Studi Al-Qur’an Ekonomi atas segala ilmu dan
bimbingannya, dan kami meminta maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam
hal materi ataupun tulisan, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami
butuhkan untuk menyempurnakan makalah kami ini.
B.
Ekonomi
Moneter
Ekonomi
moneter adalah bagian dari ilmu ekonomi
yang mempelajari tentang sifat fungsi serta pengaruh uang terhadap aktifitas
perekonomian dari suatu negara. Secara umum, kegiatan ekonomi dapat diartikan
sebagai suatu kegiatan yang mempengaruhi tingkat pengangguran produksi, harga
dan hubungan perdagangan/pembayaran internasional. Sedangkan ilmu ekonomi
moneter merupakan ilmu ekonomi yang mempelajari masalah yang ada berhubungan
dengan uang, lembaga keuangan atau kredit ataupun permasalahan mekanisme
moneter yang dapat mempengaruhi proses produksi serta pembagian hasil kepada
masyarakat.
Dalam
Al-Qur’an surah Al-Bqarah ayat 188 yang artinya:
“Dan janganlah sebagian
kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil
dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, Padahal kamu mengetahui.”
Ekonomi
Moneter sangat penting untuk dipelajari dalam sebuah Negara, karena dapat
mengetahui bagaimana proses penciptaan uang didalam masyarakat, tingkat bunga,
pasar uang serta system kebijakan moneter dan system pembayaran internasional.
Selain itu, dapat mengetahui dan menganalisa beberapa fenomena moneter dalam
kaitannya dengan efek kebijakan moneter terhadap kegiatan moneter.
Oleh
karena itu ekonomi moneter mencakup / mempelajari beberapa hal diantaranya :
1. Peranan
dan fungsi uang dalam perekonomian
2. Sistem
moneter dan pengaruhnya terhadap jumlah uang beredar dan kredit
3. Struktur
dan fungsi bank sentral
4. Pengaruh
jumlah uang beredar dan kredit terhadap kegiatan ekonomi
5. Pembayaran
serta sistem moneter internasional
C.
Konsep
Ekonomi Moneter Islam
Pada konsep ini ekonomi syariah
memandang uang sebagai alat tukar, hal itu mempresentasikan kekuatan daya beli
(purchasing power) yang dianggap
sebagai satu-satunya fungsi uang. Oleh karena itu dalam sistem ekonomi syariah
digunakan tingkat pengembalian syariah dari kegiatan ekonomi sebagai instrument intermediary. Dalam pandangan
kebijakan moneter syariah, sebenarnya bukan hanya mengutamakan suku bunga.
Bahkan sejak zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin kebijakan moneter
dilaksanakan tanpa menggunakan instrument bunga sama sekali.
D.
Tujuan
Ekonomi Moneter
Adapun
tujuan ekonomi moneter adalah untuk mencapai stabilisasi ekonomi yang dapat
diukur dengan :
1. Kesempatan
Kerja
Dengan adnya kesempatan kerja atau
lowongan pekerjaan maka makin besar dalam meningkatkan produksi, selain dapat
meningkatkan produksi maka dapat juga membantu masyarakat yang menjadi
pengangguran
2. Kestabilan
Harga
Harga yang makin tinggi membuat
masyarakat menjadi resah, tiap tahunnya harga barang bukannya menjadi turun
tetapi semakin naik, untuk memecahkan harga yang semakin naik maka pemerintah
menstabilkan harga sehingga harga tidak mengalami kenaikkan setiap tahunnya
E.
Uang
Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat tidak dapat melakukan semuanya secara
seorang diri. Ada kebutuhan yang dihasilkan oleh pihak lain, dan untuk mendapatkannnya
seorang individu harus menukarnya dengan barang atau jasa yang dihasilkannya.
Namun, dengan kemajuan zaman, merupakan suatu hal yang tidak praktis jika untuk
memenuhi suatu kebutuhan, setiap individu harus menunggu atau mencari orang
yang mempunyai barang atau jasa yang dibutuhkannya dan secara bersamaan
membutuhkan barang atau jasa yang dimilikinya.
Oleh
karena itu, dibutuhkan suatu sarana lain yang berfungsi sebagai media
pertukaran dan satuan pengukur nilai untuk melakukan sebuah transaksi. Jauh
sebelum bangsa Barat menggunakan uang dalam setiap transaksinya, dunia Islam
telah mengenal alat pertukaran dan pengukur nilai tersebut, bahkan Al Quran
secara eksplisit menyatakan alat pengukur nilai tersebut berupa emas dan perak
dalam berbagai ayat. Para fuqaha menafsirkan emas dan perak tersebut sebagai
dinar dan dirham.
Uang
dalam bahasa Arab disebut “Maal”,
asal katanya berarti condong, yang berarti menyondongkan mereka kearah yang
menarik, dimana uang sendiri mempunyai daya penarik, yang terbuat dari logam
misalnya tembaga, emas, dan perak. Menurut fiqh ekonomi Umar RA diriwayatkan[1], uang adalah segala sesuatu yang dikenal dan
dijadikan sebagai alat pembayaran dalam muamalah manusia. Berdasarkan sejarah
Islam, pada masa Rasulullah s.a.w. mata uang menggunakan sistem bimetallic standard (emas dan perak)
demikian juga pada masa Bani Umayyah dan Bani Abassiyah. Dalam pandangan Islam
mata uang yang dibuat dengan emas (dinar)
dan perak (dirham) merupakan mata
uang yang paling stabil dan tidak mungkin terjadi krisis moneter karena nilai
intrinsik sama dengan nilai riil. Mata uang ini dipergunakan bangsa arab
sebelum datangnya Islam.
Dalam
al-Qur’an ada beberapa ayat yang menunjukkan pengertian uang dan keabsahan
penggunaan uang sebagai pengganti sistem barter. Kata-kata yang menunjukkan
pengertian ‘uang’ dalam al-Qur’an ada
beberapa macam, yaitu :
1. Dinar,
yaitu QS. Ali Imran : 75
2. Dirham,
yaitu QS. Yusuf : 20
3. Emas
dan perak, penggunaan kata-kata emas dan perak ini banyak terdapat dalam
al-Qur’an antara lain pada QS. At-Taubah
: 34
4. Waraq
atau uang tempahan perak, yaitu pada QS
al-Kahfi ayat 19
5. Barang-barang
niaga yang biasa dijadikan alat tukar, disebut antara lain pada QS. Yusuf ayat 88
Ekonomi
Islam secara jelas telah membedakan antara money dan capital. Dalam Islam, Uang
adalah adalah public good/milik
masyarakat, dan oleh karenanya penimbunan uang (atau dibiarkan tidak produktif)
berarti mengurangi jumlah uang beredar. Implikasinya, proses pertukaran dalam perekonomian
terhambat. Disamping itu penumpukan uang/harta juga dapat mendorong manusia
cenderung pada sifat-sifat tidak baik seperti tamak, rakus dan malas beramal
(zakat, infak dan sadaqah). Sifat-sifat tidak baik ini juga mempunyai imbas
yang tidak baik terhadap kelangsungan perekonomian. Oleh karenanya Islam
melarang penumpukan / penimbunan harta, memonopoli kekayaan, “al kanzu” sebagaimana telah disebutkan
dalam QS. At Taubah 34-35 berikut
yang artinya:
”Hai orang-orang yang
beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan
rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan
mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”
”Pada hari dipanaskan
emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka,
lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta
bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat
dari) apa yang kamu simpan itu.”
Uang
Dalam Pandangan al-Ghazali & Ibnu Khaldun, Jauh sebelum Adam Smith menulis
buku “The Wealth of Nations” pada tahun 1766 di Eropa., Abu Hamid al-Ghazali
dalam kitabnya “Ihya Ulumuddin” telah
membahas fungsi uang dalam perekonomian. Beliau menjelaskan, uang berfungsi
sebagai media penukaran, namun uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri.
Maksudnya, adalah uang diciptakan untuk memperlancar pertukaran dan menetapkan
nilai yang wajar dari pertukaran tersebut, dan uang bukan merupakan sebuah
komoditi. Menurut al-Ghazali, uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai
warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna[2].
Maknanya adalah uang tidak mempunyai harga, tetapi merefleksikan harga semua
barang. Dalam istilah ekonomi klasik disebutkan bahwa uang tidak memberikan
kegunaan langsung (direct utility
function), yang artinya adalah jika uang digunakan untuk membeli barang,
maka barang itu yang akan memberikan kegunaan
Pembahasan
mengenai uang juga terdapat dalam kitab “Muqaddimah”
yang ditulis oleh Ibnu Khaldun. Beliau menjelaskan bahwa kekayaan suatu negara
tidak ditentukan oleh banyaknya uang di negara tersebut, tetapi ditentukan oleh
tingkat produksi negara tersebut dan neraca pembayaran yang positif. Apabila
suatu negara mencetak uang sebanyak-banyaknya, tetapi bukan merupakan refleksi
pesatnya pertumbuhan sektor produksi, maka uang yang melimpah tersebut tidak
ada nilainya[3].
Sektor
produksi merupakan motor penggerak pembangunan suatu negara karena akan
menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan pekerja, dan menimbulkan
permintaan (pasar) terhadap produksi lainnya. Menurut Ibnu Khaldun, jika nilai
uang tidak diubah melalui kebijaksanaan pemerintah, maka kenaikan atau penurunan
harga barang semata-mata akan ditentukan oleh kekuatan penawaran (supply) dan permintaan (demand), sehingga setiap barang akan
memiliki harga keseimbangan. Misalnya, jika di suatu kota makanan yang tersedia
lebih banyak daripada kebutuhan, maka harga makanan akan murah, demikian pula
sebaliknya. Inflasi (kenaikan) harga semua atau sebagian besar jenis barang
tidak akan terjadi karena pasar akan mencari harga keseimbangan setiap jenis
barang. Apabila satu barang harganya naik, namun karena tidak terjangkau oleh
daya beli, maka harga akan turun kembali.
Merujuk
kepada Al-Quran, al-Ghazali berpendapat bahwa orang yang menimbun uang adalah
seorang penjahat, karena menimbun uang berarti menarik uang secara sementara
dari peredaran. Dalam teori moneter modern, penimbunan uang berarti
memperlambat perputaran uang. Hal ini berarti memperkecil terjadinya transaksi,
sehingga perekonomian menjadi lesu. Selain itu, al-Ghazali juga menyatakan
bahwa mencetak atau mengedarkan uang palsu lebih berbahaya daripada mencuri seribu
dirham. Mencuri adalah suatu perbuatan dosa, sedangkan mencetak dan mengedarkan
uang palsu dosanya akan terus berulang setiap kali uang palsu itu dipergunakan
dan akan merugikan siapapun yang menerimanya dalam jangka waktu yang lebih
panjang.
Berikut
ini merupakan fungsi uang berdasarkan pandangan Ekonomi Islam.
1. Dalam
penggunaannya sebagai alat pembayaran atau media untuk pertukaran dalam
melaksanakan transaksi ekonomi, maka penggunaan uang sejalan dengan konsep
ekonomi syariah. Dimana manfaat uang mencapai nilai optimum bila peredarannya
berlaku optimal. Akibatnya segala kegiatan yang mengganggu pemakaian uang dalam
transaksi ekonomi tidak sesuai dengan Syariah Islam. Sehingga pada saat emas
dipakai sebagai uang, maka penyimpanan emas yang mengakibatkan peredaran uang
terganggu (kanzul maal) dilarang oleh Syariah Islam
2. Dalam
penggunaannya sebagai sarana untuk menyimpan nilai maka penggunaan uang tidak
bertentangan dengan konsep ekonomi syariah, selama uang tersebut masih bisa
dipergunakan dalam kegiatan transaksi perniagaan. Oleh karena itu diperlukan
adanya pihak ketiga (dalam hal ini adalah lembaga keuangan) yang menerima
simpanan uang dari pihak yang ingin menyimpan nilai dan kemudian menyalurkannya
kepada pihak-pihak yang ingin melakukan transaksi sehingga uang tersebut masih
dapat dipergunakan dalam transaksi walaupun nilai yang disimpan oleh pemilik
asal tidak berkurang
3. Namun
penggunaan uang untuk spekulasi sama sekali bertentangan dengan Syariah Islam,
baik karena spekulasi tersebut tidak disukai maupun karena spekulasi umumnya
berkaitan dengan menghalangi terjadinya mekanisme pasar yang wajar guna
mendapatkan fluktuasi harga yang abnormal. Spekulasi juga mengakibatkan ketidak
stabilan nilai dari mata uang itu sendiri karena fluktuasi harga pada hakekatnya
adalah fluktuasi nilai (daya beli)
dari uang itu sendiri
Persamaan
fungsi uang dalam sistem Ekonomi Syariah dan Konvensional adalah uang sebagai
alat pertukaran (medium of exchange)
dan satuan nilai (unit of account).
Perbedaannya
adalah ekonomi konvensional menambah satu fungsi lagi sebagai penyimpan nilai (store of value) yang kemudian berkembang
menjadi motif money demand for speculation, yang merubah fungsi uang sebagai
salah satu komoditi perdagangan. Jauh sebelumnya, Imam al-Ghazali telah memperingatkan
bahwa Memperdagangkan uang ibarat memenjarakan fungsi uang, jika banyak uang
yang diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai
uang.
Dengan
demikian, dalam konsep Islam, uang tidak termasuk dalam fungsi utilitas karena
manfaat yang didapatkan bukan dari uang itu secara langsung, melainkan dari
fungsinya sebagai perantara untuk mengubah suatu barang menjadi barang yang
lain. Dampak berubahnya fungsi uang dari sebagai alat tukar dan satuan nilai
mejadi komoditi dapat dirasakan saat ini, yang dikenal dengan teori Bubble Gum Economic.
F.
Kebijakan
Moneter Islam
Kebijakan
moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai
tujuan tertentu seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih
sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman,
"margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak
sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi
dengan pemerintah lain.
Selain
itu kebijakan moneter juga dapat diartikan sebagai upaya untuk mencapai tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap
mempertahankan kestabilan harga.
Untuk
mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur
keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat
terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam
pasokan/distribusi barang.
Kebijakan
moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada
instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi
dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam
uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
G.
Macam-macam
Kebijakan Moneter
Macam-macam
Kebijakan Moneter yaitu:
1. Kebijakan
ekspansif adalah : Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang
yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan
meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat
perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan ini disebut juga
kebijakan moneter longgar (easy money
policy)
2. Kebijakan
kontraktif adalah : suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang
beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi.
Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight
money policy)
H.
Tujuan
Kebijakan Moneter
1. Menjaga
stabilitas ekonomi yang berarti : suatu keadaan perekonomian yang berjalan
sesuai dengan harapan, terkendali, dan berkesinambungan. Artinya, pertumbuhan
arus uang yang beredar seimbang dengan pertumbuhan arus barang dan jasa yang
tersedia
2. Menjaga
stabilitas harga yang berarti : Kebijakan moneter selalu dihubungkan dengan
jumlah uang beredar dan jumlah barang dan jasa. Interaksi jumlah uang beredar
dengan jumlah barang dan jasa akan menghasilkan harga. Ada kalanya harga naik
atau turun tidak beraturan, sehingga perubahan harga dapat memengaruhi kegiatan
ekonomi masyarakat. Apabila harga cenderung naik terus-menerus, orang akan
membelanjakan semua uangnya yang mengakibatkan terjadinya gejala ekonomi yang
disebut inflasi
3. Meningkatkan
Kesempatan Kerja : Jika jumlah uang beredar seimbang dengan jumlah barang dan
jasa, maka perekonomian akan stabil. Pada keadaan ekonomi stabil, pengusaha
akan mengadakan investasi. Investasi akan memungkinkan adanya lapangan
pekerjaan baru. Adanya lapangan pekerjaan baru atau perluasan usaha berarti
meningkatkan kesempatan kerja
4. Memperbaiki
Posisi Neraca Perdagangan dan Neraca Pembayaran : Kebijakan moneter dapat
memperbaiki posisi neraca perdagangan dan neraca pembayaran. Jika negara
mendevaluasi mata uang rupiah ke mata uang asing, harga-harga barang ekspor
akan menjadi lebih murah, sehingga memperkuat daya saing dan meningkatkan
jumlah ekspor. Peningkatan jumlah ekspor akan memperbaiki neraca perdagangan
dan neraca pembayaran
.
I.
Instrumen
Ekonomi Islam
Ada
tiga instrument utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang yang beredar
yaitu:
1. Operasi
Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Adalah pemerintah mengendalikan jumlah
uang beredar dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga milik
pemerintah (government security)
2. Fasilitas
diskonto (Discounto Rate)
Yang dimaksud dengan tingkat bunga
diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas bank-bak umum
yang menjamin ke bank sentral
3. Rasio
cadangan wajib (Reserve Requirement Ratio)
Penetapan rasio cadangan wajib juga
dapat mengubah jumlah uang yang beredar. Jika rasio cadangan wajib diperbesar,
maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil dibanding sebelumnya
4. Imbauan
Moral (Moral Persuasion)
Dengan imbauan moral, otoritas moneter
mencoba mengarahkan atau mengendalikan jumlah uang beredar
Secara
prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan tujuan kebijakan
moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik secara
internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata yang
diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari
tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia. Hal ini
disebutkan AL Qur’an dalam QS.Al.An’am:152
yang artinya:
“Dan sempurnakanlah
takaran dan timbangan dengan adil”
Mengenai
stabilitas nilai uang juga ditegaskan oleh M. Umar Chapra (AlQuran Menuju
Sistem Moneter yang Adil), kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian Islam
adalah stok uang, sasarannya haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter yang
tidak berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi
kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan
sosial umum.
Walaupun
pencapaian tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam pelaksanaannya secara
prinsip, moneter syari’ah berbeda dengan yang konvensional terutama dalam
pemilihan target dan instrumennya. Perbedaan yang mendasar antara kedua jenis
instrumen tersebut adalah prinsip syariah tidak membolehkan adanya jaminan
terhadap nilai nominal maupun rate return
(suku bunga). Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan target pelaksanaan
kebijakan moneter maka secara otomatis pelaksanaan kebijakan moneter berbasis
syariah tidak memungkinkan menetapkan suku bunga sebagai target/sasaran
operasionalnya
Adapun
instrumen moneter syariah adalah hukum syariah. Hampir semua instrumen moneter
pelaksanaan kebijakan moneter konvensional maupun surat berharga yang menjadi underlying-nya mengandung unsur bunga.
Oleh karena itu instrumen-instrumen konvensional yang mengandung unsur bunga (bank rates, discount rate, open market
operation dengan sekuritas bunga yang ditetapkan didepan) tidak dapat
digunakan pada pelaksanaan kebijakan moneter berbasis Islam. Tetapi sejumlah
instrument kebijakan moneter konvensional menurut sejumlah pakar ekonomi Islam
masih dapat digunakan untuk mengontrol uang dan kredit, seperti Reserve Requirement, overall and selecting
credit ceiling, moral suasion and change in monetary base.
Dalam
ekonomi Islam, tidak ada sistem bunga sehingga bank sentral tidak dapat
menerapkan kebijakan discount rate tersebut.
Bank
Sentral Islam memerlukan instrumen yang bebas bunga untuk mengontrol kebijakan
ekonomi moneter dalam ekonomi Islam. Dalam hal ini, terdapat beberapa instrumen
bebas bunga yang dapat digunakan oleh bank sentral untuk meningkatkan atau
menurunkan uang beredar. Penghapusan sistem bunga, tidak menghambat untuk
mengontrol jumlah uang beredar dalam ekonomi.
Secara
mendasar, terdapat beberapa instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi Islam,
antara lain :
a. Reserve
Ratio
Adalah suatu presentase tertentu dari
simpanan bank yang harus dipegang oleh bank sentral, misalnya 5 %. Jika bank sentral ingin mengontrol jumlah
uang beredar, dapat menaikkan RR misalnya dari 5 persen menjadi 20 %, yang
dampaknya sisa uang yang ada pada komersial bank menjadi lebih sedikit, begitu
sebaliknya
b. Moral
Suassion
Bank sentral dapat membujuk bank-bank
untuk meningkatkan permintaan kredit sebagai tanggung jawab mereka ketika
ekonomi berada dalam keadaan depresi. Dampaknya, kredit dikucurkan maka uang
dapat dipompa ke dalam ekonomi
c. Lending
Ratio
Dalam ekonomi Islam, tidak ada istilah Lending (meminjamkan), lending ratio
dalam hal ini berarti Qardhul Hasan
(pinjaman kebaikan). Dalam al-qur’an surah al-Maidah:
5, manusia dianjurkan untuk saling tolong menolong seperti ayat ini yang
artinya “ Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya”.
d. Refinance
Ratio
Adalah sejumlah proporsi dari pinjaman
bebas bunga. Karena dalam al-qur’an dijelaskan tentang riba dalam surah ar-rum
ayat 39 yaitu sebagai berikut yang artinya “Dan
sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka
(yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.
e. Profit
Sharing Ratio
Ratio bagi keuntungan (profit sharing ratio) harus ditentukan
sebelum memulai suatu bisnis. Bank
sentral dapat menggunakan profit sharing ratio sebagai instrumen moneter,
dimana ketika bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar, maka ratio
keuntungan untuk nasabah akan ditingkatkan. Bagi hasil juga telah disebutkan
dalam al-qur’an surah as- shad ayat 24 yaitu sebagai berikut yang artinya: Daud berkata: “Sesungguhnya dia telah
berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada
kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini.”
Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada
Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat
f. Islamic
Sukuk
Adalah obligasi pemerintah, di mana
ketika terjadi inflasi, pemerintah akan mengeluarkan sukuk lebih banyak
sehingga uang akan mengalir ke bank sentral dan jumlah uang beredar akan
tereduksi. Jadi sukuk memiliki kapasitas
untuk menaikkan atau menurunkan jumlah uang beredar
g. Government
Investment Certificate
Penjualan atau pembelian sertifikat bank
sentral dalam kerangka komersial, disebut sebagai Treasury Bills. Instrumen
ini dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan dijual oleh bank sentral kepada
broker dalam jumlah besar, dalam jangka pendek dan berbunga meskipun kecil Treasury Bills ini tidak bisa di terima
dalam Islam, maka sebagai penggantinya diterbitkan pemerintah dengan sistem
bebas bunga, yang disebut GIC: Government
Instrument Certificate.
J.
Kesimpulan
Ekonomi moneter adalah bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari tentang sifat
fungsi serta pengaruh uang terhadap aktifitas perekonomian dari suatu negara.
Secara umum, kegiatan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
mempengaruhi tingkat pengangguran produksi, harga dan hubungan perdagangan/pembayaran
internasional. Sedangkan ilmu ekonomi moneter merupakan ilmu ekonomi yang
mempelajari masalah yang ada berhubungan dengan uang, lembaga keuangan atau
kredit ataupun permasalahan mekanisme moneter yang dapat mempengaruhi proses
produksi serta pembagian hasil kepada masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Quran
Nasution,Mulia.
Ekonomi Moneter Uang dan Bank. Jakarta : Djambatan, Agustus, 1998.
Nopirin,Ph.D,
Ekonomi Moneter, Edisi Pertama, BPFE : Yogyakarta, November, 1992
[1]Ir.Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, hal. 10.
[2] Ir.Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, hal. 17.
[3] Ibid, hal.21.