MURABAHAH
Anotasi Buku “Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan”, Pengarang:
Ir. Adiwarman A. Karim, Penerbit: PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2011.
Secara sederhana, murabahah berarti suatu penjualan barang seharga
barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati. Misalnya, seseorang
membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu. Berapa
besar keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam nominal rupiah tertentu atau
dalam bentuk persentase dari harga pembeliannya, misalnya 10% atau 20%.
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam
murabahah ditentukan berapa required rate of profit-nya (keuntungan yang ingin
diperoleh).
Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan.
Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah
ada pemesanan dari nasabah, dan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat
nasabah untuk membeli barang yang dipesannya (bank dapat meminta uang muka
pembelian kepada nasabah).
Dalam kasus jual beli biasa, misalnya seseorang ingin membeli
barang tertentu dengan spesifikasi tertentu, sedangkan barang tersebut belum
ada pada saat pemesanan, maka si penjual akan mencari dan membeli barang yang
sesuai dengan spesifikasinya, kemudian menjualnya kepada si pemesan.
Dalam murabahah melalui pesanan ini, si penjual boleh meminta
pembayaran hamish ghadiyah, yakni uang tanda jadi ketika ijab-kabul. Hal ini
sekadar untuk menunjukkan bukti keseriusan si pembeli. Bila kemudian si penjual
telah membeli dan memasang berbagai perlengkapan di mobil pesanannya, sedangkan
si pembeli membatalkannya, hamish ghadiya ini dapat digunakan untuk menutup
kerugian si dealer mobil. Bila jumlah hamish ghadiyah-nya lebih kecil
dibandingkan jumlah kerusakan yang harus ditanggung oleh si penjual, penjual
dapat meminta kekurangannya. Sebaliknya, bila berlebih, si pembeli berhak atas
kelebihan itu.
Anotasi Buku “Perbankan Syariah: Produk-produk dan Aspek Hukumnya”,
Pengarang: Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H., Penerbit: Prenadamedia Group,
Jakarta, 2015.
Murabahah merupakan produk finansial yang berbasis bai ’ atau jual
beli. Murabahah adalah produk pembiayaan yang paling banyak digunakan oleh
perbankan syariah di dalam kegiatan usaha. Menurut pengetahuan Ashraf Usmani,
pada dewasa ini murabahah menduduki porsi 66% dari semua transaksi investasi
bank-bank syariah (Islamic bank’s) di dunia.
Maulana Taqi Usmani dalam tulisannya tentang murabahah mengemukakan
bahwa, “Most of the Islamic banks and financial institutions are using
Murabahah as an Islamic mode of financing, and most of their financing
operation are based on Murabahah”
Murabahah merupakan produk pembiayaan perbankan syariah yang
dilakukan dengan mengambil bentuk transaksi jual-beli (bai ’ atau sale). Namun
murabahah bukan transaksi jual-beli biasa antara satu pembeli dan satu penjual
saja sebagaimana yang kita kenal di dalam dunia bisnis perdagangan di luar
perbankan syariah.
Pada perjanjian murabahah,bank membiayai pembelian barang atau aset
yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli terlebih dahulu barang itu dari
pemasok barang dan setelah kepemilikan barang itu secara yuridis berada di
tangan bank, kemudian bank tersebut menjualnya kepada nasabah dengan
menambahkan suatu mark-up/margin atau keuntungan di mana nasabah harus
diberitahu oleh bank berapa harga beli bank dari pemasok dan menyepakati berapa
besar mark-up/margin yang ditambahkan ke atas harga beli bank tersebut. Dengan
kata lain, penjualan barang oleh bank kepada nasabah dilakukan atas dasar
cost-plus profit.
Menurut Tarek al-Diwany, sebagaimana dikutip oleh Khir et al.,
murabahah adalah suatu bentuk jual-beli berdasarkan kepercayaan (trust-sale)
karena pembeli harus percaya bahwa penjual akan mengungkapkan harga beli yang
sebenarnya (true cost).
Anotasi Buku “Fikih Muamalah: Klasik dan Kontempoter (Hukum
Perjanjian, Ekonomi, Bisnis, dan Sosial), Pengarang: Prof. Dr. H. Ismail
Nawawi, MPA, M.Si., Penerbit: GI Press, Jakarta, 2013.
Secara bahasa, murabahah berasal dari kata ribh yang bermakna tumbuh
dan berkembang dalam perniagaan.
Murabahah menekankan adanya pembelian komoditas berdasarkan
permintaan konsumen, dan proses penjualan kepada konsumen dengan harga jual
yang merupakan akumulasi dari biaya beli dan tambahan profit yang diinginkan.
Dengan demikian, bila terkait dengan pihak bank diwajibkan untuk menerangkan
tentang harga beli dan tambahan keuntungan yang diinginkan kepada nasabah.
Dalam konteks ini, bank tidak meminjamkan uang kepada nasabah untuk membeli
komoditas tertentu, akan tetapi, pihak banklah yang berkewajiban untuk
membelikan komoditas pesanan nasabah dari pihak ketiga, dan kemudian dijual
kembali kepada nasabah dengan harga yang disepakati kedua pihak.
Di antara dalil yang memperbolehkan praktik akad jual beli
murabahah adalah firman Allah S.W.T. “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu, dan
janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu” (QS. An-Nisa’ [4]: 29)
Berdasarkan ketentuan ini, jual beli murabahah mendapat pengakuan
dan legalitas dari syariah, dan sah untuk dioperasionalkan dalam praktik
pembiayaan bank syariah karena ia merupakan salah satu bentuk jual beli dan
tidak mengandung unsur ribawi.
Dalam hadis disebutkan riwayat “Dari Abu Said al Khudri bahwa
Rasulullah S.A.W. bersabda: sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka
sama suka”. (HR. Al-Baihaqi dan Ibnu Majah).
Menurut Hanafiyah, rukun yang terdapat dalam jual beli hanya satu,
yaitu Sighah (ijab dan qabul), artinya, sighah tidak akan ada jika tidak
terdapat dua pihak yang bertransaksi, misalnya, penjual dan pembeli dalam
melakukan akad (sighah) tentunya ada sesuatu yang harus ditransaksikan, yakni
objek transaksi.
Anotasi Buku “Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah”, Penyusun: Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, M.A., Penerbit:
Sinar Grafika, Jakarta, 2012.
Kata murabahah berasal dari kata rabaha, yarabihu, murabahatan,
yang berarti untung atau menguntungkan, seperti ungkapan “tijaratun rabihah, wa
baa’u asy-syai murabahatan” artinya perdagangan yang menguntungkan, dan menjual
sesuatu barang yang memberi keuntungan. Kata murabahah juga berasal dari kata
ribhun atau rubhun yang berarti tumbuh, berkembang, dan bertambah.
Sedangkan murabahah secara istilah yakni jual beli dengan harga
pokok ditambah keuntungan yang diketahui atau penjual barang memberitahukan
kepada pembeli harga barang dan keuntungan yang akan diambil dari barang
tersebut. Menurut Dewan Syariah Nasional, murabahah yaitu menjual suatu barang
dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan
harga yang lebih sebagai laba.
Adapun rukun murabahah yakni adanya penjual (al-bai’), pembeli
(al-musytari’), barang yang dibeli (al-mabi’), harga (al-tsaman), dan shighat
(ijab-qabul).
Dasar hukum murabahah yakni pada surah An-Nisa ayat 26 “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
diantara kamu dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu”
Bagi jumhur ulama, murabahah adalah salah satu jenis jual beli yang
dihalalkan oleh syara’ selama transaksi tersebut memenuhi ketentuan yakni
Pertama: Penjual hendaknya menyatakan modal yang sebenarnya bagi barang yang
hendak dijual, Kedua: Pembeli setuju dengan keuntungan yang ditetapkan oleh
penjual sebagai imbalan dari harga perolehan, dan yang Ketiga: Barang yang
dijual secara murabahah bukan barang ribawi.
Anotasi Sumber Lain “Akuntansi Murabahah”, Penulis: Ricky Erri
Thoiffur, Penerbit: Blogspot.com, 2015
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar
biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus
mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli.
Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan.
Pesanan: Penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli.
Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat. Jika
aset murabahah yang dibeli penjual mengalami penurunan nilai sebelum
diserahakan kepada pembeli, maka penurunan nilai tersebut menjadi tanggung jawab
penjual dan akan mengurangi nilai akad. Tanpa Pesanan: Penjual melakukan
pembelian walaupun tidak ada pemesanan dari pembeli.
Pembayaran Murabahah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh.
Tunai: Pembeli melakukan pembayaran secara tunai saat aset murabahah
diserahkan. Tangguh: Pembayaran tidak dilakukan saat aset murabahah diserahkan,
tetapi pembayaran dilakukan secara angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu,
disini akan muncul piutang murabahah.
Adapun uang muka, penjual dapat meminta uang muka kepada pembeli
sebagai komitmen pembelian aset murabahah sebelum akad disepakati. Uang muka
akan menjadi bagian pelunasan piutang murabahah, jika akad disepakati. Tetapi
jika akad batal, maka uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah dikurangi
kerugian riil yang ditanggung oleh penjual.
Denda dan potongan pelunasan piutang terjadi jika pembeli tidak
dapat menyelesaikan piutang murabahah, maka penjual dapat mengenakan denda
kecuali jika dapat dibuktikan pembeli tidak atau belum mampu melunasi disebabkan
oleh force majeur.
Penjual boleh memberikan
potongan dari total piutang murabahah yang belum dilunasi jika pembeli,
Pertama: Melakukan pembayaran cicilan tepat waktu, Kedua: Mengalami penuruanan
kemampuan pembayaran, atau Ketiga: Meminta potongan dengan alasan yang dapat
diterima penjual.
Anotasi Pribadi
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Dalam praktiknya, bank membiayai pembelian barang yang dibutuhkan
oleh nasabahnya dengan membeli terlebih dahulu barang itu dari pemasok barang
dan setelah kepemilikan barang itu berada di tangan bank, kemudian bank
tersebut menjualnya kepada nasabah dengan menambahkan suatu margin (keuntungan)
di mana nasabah harus diberitahu oleh bank berapa harga beli bank dari pemasok
dan menyepakati berapa besar margin (keuntungan) yang ditambahkan ke atas harga
beli bank tersebut.
Jual beli murabahah mendapat pengakuan dan legalitas dari syariah,
dan sah untuk dioperasionalkan dalam praktik pembiayaan bank syariah karena hal
tersebut merupakan salah satu bentuk jual beli dan tidak mengandung unsur
ribawi.