MUDHARABAH
Anotasi Buku “Bank Islam: Analisis Fiqih Keuangan”,
Pengarang:Ir.Adiwarman A. Karim, Penerbit: PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,
2011.
Mudharabah adalah akad yang telah dikenal oIeh umat Muslim sejak
zaman nabi, bahkan telah dipraktikan oleh bangsa Arab sebelum turunnya Islam.
Ketika Nabi Muhammad S.A.W. berprofesi sebagai pedagang, ia melakukan akad
mudharabah dengan Khadijah. Dengan demikian, di tinjau dari segi hukum Islam,
maka praktik nudharabah ini dibolehkan, baik menurut Alquran, Sunnah, maupun
Ijma’.
Dalam praktik mudharabah antara Khadijah dengan nabi, saat itu
Khadijah mempercayakan barang dagangannya untuk dijual oleh Nabi Muhammad
S.A.W. ke luar negeri. Dalam kasus ini, Khadijah berperan sebagai pemilik modal
(shahib al maal) sedangkan Nabi Muhammad S.A.W. berperan sebagai pelaksana
usaha. Nah, bentuk kontrak antara dua pihak di mana satu pihak berperan sebagai
pemilik modal dan empercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak
kedua, yakni si pelaksana usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan untung disebut
akad mudharabah. Atau singkatnya, akad mudharabah adalah “Persetujuan kongsi
antara harta dari salah satu pihak dengan kerja dari pihak lain”.
Pada prinsipnya bentuk mudharabah terbagi menjadi 2 jenis, pertama:
Mudharabah Mutlaqah, dimana shahib al maal tidak menetapkan restriksi atau
syarat-syarat tertentu kepada mudharib. Kemudian yang kedua: Mudharabah
Muqayyadah, dimana shahib al maal boleh menetapkan batasan-batasan /
syarat-syarat tertentu guna menyelamatkan modalnya dari resiko kerugian.
Anotasi Buku “Perbankan Syariah: Produk-produk dan Aspek Hukumnya”,
Pengarang: Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H., Penerbit: Prenadamedia Group,
Jakarta, 2015.
Mudharabah adalah akad kerja sama dalam suatu usaha antara dua
pihak di mana pihak pertama (malik, shahib al-maal, LKS) menyediakan seluruh
modal, sedang pihak kedua ('amil, mudarib, nasabah) bertindak selaku pengelola,
dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak.
Mudharabah juga disebut dengan istilah lain, yaitu qirad. Dalam hal
yang demikian itu, investor atau pemilik modal disebut muqarid. Istilah
mudharabah dipakai oleh mazhab Hanafi, Hanbali, dan Zaydi, sedangkan istilah
qirad dipakai oleh mazhab Maliki dan Syafi’i.
Sejalan dengan keterangan di atas, menurut Ayub bahwa dari berbagai
buku tentang fikih, istilah mudharabah digunakan saling menggantikan
(interchangeably) dengan istilah qirad dan muqaradah. Istilah mudharabah
berasal dari Irak sedangkan qirad dan muqaradah digunakan di Hijaz. Dalam
perkembangannya, mazhab Maliki dan Syafi’i menggunakan qirad dan muqaradah,
sedangkan mazhab Hanafi menggunakan istilah mudharabah.
Anotasi Buku “Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah”, Pengarang: Dr.
Mardani, Penerbit: Kencana Prenamedia Group, Jakarta, 2013.
Secara etimologis mudharabah mempunyai arti berjalan di atas bumi
yang biasa dinamakan berpergian, hal ini sesuai dengan firman Allah S.W.T.
dalam QS. An-Nisaa’ 4: 101; “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka
tidaklah mengapa kamu meng-qasahar shalat."
Secara terminologis mudharabah adalah kontrak (perjanjian) antara
pemilik modal (rab al-maal) dan pengguna dana (mudharib) untuk digunakan untuk
aktivitas yang produktif di mana keuntungan dibagi dua antara pemodal dan
pengelola modal. Kerugian jika ada ditanggung oleh pemilik modal, jika kerugian
itu terjadi dalam keadaan normal, pemodal (rab al-mal) tidak boleh intervensi
kepada pengguna dana (mudharib) dalam menjalankan usahanya.
Dasar kebolehan praktik mudharabah adalah QS. Al Baqarah 2; 198:
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia dari Tuhanmu”. Adapun dalil hadist
adalah bahwasanya Nabi Muhammad S.A.W. pernah melakukan akad mudharabah (bagi
hasil) dengan harta Khadijah ke negeri Syam (waktu itu Khadijah belum menjadi
istri Rasulullah S.A.W.). Dan Hadist “Dari Shuhaibah Rasulullah SAW bersabda:
Ada tiga perkara yang diberkati: jual beli yang ditangguhkan, memberi modal,
dan mencampur gandum dengan kurma untuk keluarga, bukan untuk dijual.” (HR.Ibnu
Majah)
Diriwayatkan dari Daruquthni Hakim Ibn Hizam apabila memberi modal
kepada seseorang, dia mensyaratkan: harta jangan digunakan untuk membeli
binatang, jangan kamu bawa ke laut, dan jangan di bawa menyeberang sungai,
apabila kamu lakukan salah satu dari larangan-larangan itu, maka kamu harus
bertanggung jawab terhadap hartaku.
Dalam muwatha’ Imam Malik, dari al-A’la Ibn Abdur Rahman Ibn Yakub
dari kakeknya, bahwa ia pernah mengerjakan harta Ustman r.a. sedang
keuntungannya dibagi dua.
Kebolehan mudharabah juga dapat di-qiyas-kan dengan kebolehan
praktik musaqah (bagi hasil dalam bidang perkebunan). Selain itu. kebolehan
praktik mudharabah merupakan ijma’ ulama.
Anotasi Buku “Fikih Muamalah: Klasik dan Kontemporer (Hukum
Perjanjian, Ekonomi, Bisnis, dan Sosial), Pengarang: Prof. Dr. H. Ismail
Nawawi, MPA, M.Si., Penerbit: Ghalia Indonesia, Bogor, 2011.
Istilah mudharabah berasal dari kata dharb, artinya ‘memukul atau
berjalan’. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses
seseorang menggerakan kakinya dalam menjalankan usaha. Mudharabah merupakan
bahasa Irak, sedangkan bahasa penduduk Hijaz manyebut dengan istilah qiradh.
Zuhaily mengemukakan, mudharabah adalah akad kerja sama usaha
antara dua pihak: pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal)
yang menyediakan seluruh modal; dan pihak kedua sebagai pengelola usaha
(mudharib). Keuntungan yang didapatkan dari akad mudharabah dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak dan biasanya dalam bentuk presentase
(nisbah).
Jika usaha yang dijalankan mengalami kerugian maka kerugian itu
ditanggung oleh pemilik modal (shahibul maal) sepanjang kerugian itu bukan
kelalaian mudharib. Sementara mudharib menanggung kerugian atas upaya jerih
payah dan waktu yang telah dilakukan untuk menjalankan usaha. Namun, jika
kerugian itu diakibatkan karena kelalaian mudharib, maka mudharib harus
bertanggungjawab atas kerugian tersebut.
Firman Allah S.W.T. dalam Al Quran “Dan orang-orang yang berjalan
di muka bumi mencari sebagian karunia Allah” QS. Muzammil: 73, 20
Jaminan dalam kontrak mudharabah merujuk kepada tanggung jawab
mudharib untuk mengembalikan modal kepada pemilik dana dalam semua keadaan. Hal
ini tidak dibolehkan karena adanya fakta bahwa pegangan mudharib akan dana itu
sifatnya amanah, dan orang yang diamanahkan tidak berkewajiban menjamin dana
itu kecuali melanggar batas atau menyalahi ketentuan. Jika pemilik modal
(shahibul maal) mensyaratkan kepada mudharib untuk menjamin penggantian modal
ketika terjadi kerugian, maka syarat itu merupakan syarat bathil dan akad tetap
sah adanya, ini menurut pendapat Hanafiyah dan Hanabilah. Menurut. Syafiiyyah
dan Malikiyah, akad mudharabah menjadi rusak (fasid), karena syarat tersebut
bersifat kontradiktif dengan karakter dasar akad mudharabah.
Anotasi Buku “Fiqh Muamalah”, Pengarang: Prof. DR. Rachmat Syafe’i,
M.A., Penerbit: CV Pustaka Setia, Bandung, 2006.
Mudharabah atau qiradh termasuk salah satu bentuk akad syirkah
(perkongsian). Istilah mudharabah digunakan oleh orang irak, sedangkan orang
Hijaz menyebutnya dengan istilah qiradh. Dengan demikian, mudharabah dan qiradh
adalah dua istilah untuk maksud yang sama.
Munurut bahasa, qiradh diambil dari kata qardh yang berarti qath
(potongan), sebab pemilik memberikan potongan dari hartanya untuk diberikan
kepada pengusaha agar mengusahakan harta tersebut, dan pengusaha akan
memberikan potongan dari laba yang diperoleh. Bisa juga diambil dari kata
muqaradhah yang berarti musawwah (kesamaan), sebab pemilik modal dan pengusaha
memiliki hak yang sama terhadap laba.
Orang irak menyebutnya dengan istilah mudharabah sebab setiap yang
melakukan akad memiliki bagian dari laba, atau pengusaha harus mengadakan
perjalanan dalam mengusahakan harta modal tersebut.
Mengenai pengertian mudharabah secara istilah, diantara ulama fikih
terjadi perbedaan pendapat, yakni “Pemilik harta (modal) menyerahkan modal
kepada pengusaha untuk berdagang dengan tersebut, dan laba dibagi diantara
keduanya berdasarkan persyaratan yang disepakati”
Apabila rugi, hal itu ditanggung oleh pemilik modal. Dengan kata
lain, pekerja tidak bertanggung jawab atas kerugiannya. Begitu pula tidak boleh
berupa hutang. Pemilik modal memiliki hak untuk mendapatkan laba sebab modal
tersebut miliknya, sedangkan pekerja mendapatkan laba dari hasil pekerjaannya.
Ulama fikih sepakat bahwa mudharabah disyaratkan dalam Islam
berdasarkan Al Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas. Firman Allah S.W.T. “Tidak ada
dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhan-Mu” (QS.
Al Baqarah : 198)
Anotasi Pribadi
Mudharabah merupakan suatu akad yang dimana pihak pertama selaku
pemilik modal dengan pihak kedua selaku pengelola modal yang bekerjasama untuk
menghasilkan usaha yang nantinya laba yang diperoleh dibagi menurut ketentuan
yang telah disepakati bersama antara pihak pertama dan pihak kedua
Dasar hukum mudharabah yakni pada surah Al Baqarah yang berbunyi
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari
Tuhan-Mu” dan pada surah Al Muzammil yang berbunyi “Dan orang-orang yang
berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah”. Para ulama madzab
sepakat bahwa akad mudharabah sah dilakukan berdasarkan ketetapan yang ada
sejak zaman Rasulullah S.A.W.
Adapun syarat sah mudharabah meliputi Syarat Aqidaini (Kedua pihak
disyaratkan harus ahli dalam mewakilkan atau menjadi wakil), Syarat Modal
(Berupa uang, nyata dan jelas, dan modal harus diberikan kepada pengusaha),
Syarat Laba (Memiliki ukuran/ takaran, dan berupa bagian yang umum/masyhur
dikalangan pengusaha).
Penutup
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Dalam praktiknya, bank membiayai pembelian barang yang dibutuhkan
oleh nasabahnya dengan membeli terlebih dahulu barang itu dari pemasok barang
dan setelah kepemilikan barang itu berada di tangan bank, kemudian bank
tersebut menjualnya kepada nasabah dengan menambahkan suatu margin (keuntungan)
di mana nasabah harus diberitahu oleh bank berapa harga beli bank dari pemasok
dan menyepakati berapa besar margin (keuntungan) yang ditambahkan ke atas harga
beli bank tersebut.
Ijarah merupakan suatu akad yang dimana pihak pertama selaku
pemilik barang/jasa sedangkan pihak kedua selaku penyewa barang/jasa, yang dimana
nantinya pihak kedua akan melakukan akad sewa terhadap barang/jasa yang
dimiliki oleh pihak pertama disertai pembayaran upah atas barang/jasa yang akan
disewa nantinya oleh pihak kedua
Mudharabah merupakan suatu akad yang dimana pihak pertama selaku pemilik
modal dengan pihak kedua selaku pengelola modal yang bekerjasama untuk
menghasilkan usaha yang nantinya laba yang diperoleh dibagi menurut ketentuan
yang telah disepakati bersama antara pihak pertama dan pihak kedua