PRINSIP DASAR ESTETIKA
A. Pengertian estetika
Menurut kamus besar
Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa yang dinamakan estetika adalah suatu keindahan
yang nampak. Sedangkan pengertian estetika menurut filsafat adalah nilai-nilai
yang berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman-pengalaman kita yang
berhubungan dengan seni. Hasil-hasil ciptaan seni berdasarkan atas
prinsip-prinsip yang dapat dikelompokkan sebagai rekayasa, pola dan bentuk.
Estetika merupakan
bagian aksiologi yang membicarakan permasalahan (Russel), pertanyaan (Langer),
atau issues (Farber) mengenai keindahan, menyangkut
ruang lingkup, nilai, pengalaman, perilaku dan pemikiran seniman, seni serta
persoalan estetika dan seni dalam kehidupan manusia (The Liang Gie,
1976).
B. Prinsip estetika
Prinsip estetik
atau prinsip disain:
1. Kesatuan (Unity)
dalam berkarya prinsip utama yang harus
dipenuhi ialah prinsip kesatuan, untuk itu dalam merancang secara sempurna
perlu dipikirkan keutuhan dan kesatuan antara semua unsur senirupa disamping keutuhan
antara unsur seni dan gagasan (idea) sebagai landasan mencipta. Sebagai contoh
penampilan prinsip kesatuan dalam karya senirupa; disain dalam arsitektur
mencerminkan prinsip kesatuan apabila ada kesatuan antara bagian-bagian bentuk
dari struktur bangunan, ada kesatuan antara ruang-ruang dan penggunaan warna,
ada kesatuan antara bentuk bangunan dengan lingkungan, ada kesatuan antara
bentuk dan fungsi bangunan sesuai dengan ide dasar.
2. Keseimbangan (Balance)
keseimbangan merupakan prinsip dan
penciptaan karya untuk menjamin tampilnya nilai-nilai keselarasan dan
keserasian yang mendukung prinsip kesatuan dengan menggunakan unsur-unsur seni.
Karena fungsinya yang menampilkan nilai-nilai keserasian dan keselarasan maka
prinsip ini juga sering disebut prinsip harmoni.
Ada tiga prinsip keseimbangan:
a. keseimbangan formal;
pada karya menampilkan nilai keindahan
yang bersifat formal atau resmi. Prinsip ini sering dipakai dalam karya seni
yang berlandaskan agama atau kepercayaan dan dalam lingkungan tertentu untuk
mendukung nilai-nilai kejiwaan seperti keagungan, kekhidmatan, kekhusukan dan
sebagainya. Contoh penampilan prinsip keseimbangan formal dalam karya senirupa
ialah dalam pembuatan disain yang simetris dan statis. Disain grafis untuk piagam
atau ijazah yang simetris memberikan kesan resmi dan formal. Disain simetris
ini juga dapat dipakai untuk mendirikan bangunan gereja seperti bagian atap,
penempatan jendela dan tiang dan lain sebagainya. Demikian pula dalam menyusun
komposisi garis, bidang, bentuk dan warna untuk karya-karya senirupa yang
sifatnya resmi didasarkan pada komposisi yang simetris dan statis.
b. keseimbangan informal;
pada karya menampilkan nilai kebalikan
dari keseimbangan formal yaitu menghendaki sifat lincah, hidup, penuh dengan
dinamika dan pada prinsip keseimbangan informal ini
menghasilkan disain asimetris.
c. Keseimbangan radial;
Disamping prinsip keseimbangan formal
dan prinsip keseimbangan informal pada karya masih dapat ditemukan ciptaan yang
berdasarkan prinsip keseimbangan yang lain, seperti keseimbangan radial yaitu
keseimbangan yang memberikan kesan memusat atau sentral. Dalam prinsip
keseimbangan radial terdapat unsur penting yang diletakkan di pusat pada
rancangan disainnya. Pada karya senirupa dapat dikemukakan contoh yang banyak
dijumpai pada arsitektur. Penempatan bagian-bagaian dari tiap jenjang yang
tampak pada denah Candi Borobudur terasa adanya unsur utama dalam keseluruhan
bangunan yang dipentingkan, yaitu induk stupa di puncak candi. Secara keseimbangan
radial semua unsur dari candi itu secara fisik terpusatkan pada induk stupa di
puncak.
3. Irama (Rhythm)
Dalam penciptaan karya seni untuk
menekankan keseimbangan yang mendukung gerak (movement) atau arah (direction)
dengan menggunakan unsur-unsur seni. Irama dapat dihayati secara visual atau
auditif jika ada gerak seperti yang dapat kita hayati pula di alam, misalnya
irama dari gelombang laut, gerakkan gumpalan awan, gelombang suara dari angin
dan lain sebagainya. Gerak atau arah tersebut dapat menggugah perasaan tertentu
seperti keberaturan, berkelanjutan, dinamika dan sebagainya. Sesuai dengan
kehadiran gerak dan arah tersebut maka irama yang tampil dalam karya meliputi:
a. Irama berulang (repetitif)
dapat dijumpai pada penempatan jendela
atau pintu pada sebuah bangunan dengan jarak yang sama serta ukuran yang sama
pula. Hal serupa dapat kita jumpai pada susunan bagian-bagian dari suatu taman
yang serba berulang dan teratur sehingga menimbulkan kesan irama yang berulang.
b. Irama silih berganti (alternatif)
Dipakai dalam penciptaan karya senirupa
untuk tidak sekedar mengulang-ulang unsur-unsur seni dalam bentuk dan warna
yang sama, tetapi mencari kemungkinan lain dalam usaha untuk menimbulkan kesan
irama.
c. Irama laju/ membesar atau mengecil (progresif)
lebih mudah dapat
dihayati dalam seni gerak. Dalam penempatan unsur-unsur garis, bentuk dan warna
pada komposisi prinsip irama laju (progresif) dapat dicapai dengan jarak dan
arah tertentu.
d. irama lamban atau beralun/ mengalir atau bergelombang:
Prinsip ini kebalikkan dari irama laju
yang dapat dicapai dalam karya seni.
4. Proporsi
Adalah prinsip dalam penciptaan karya untuk menekankan hubungan satu bagian
dengan bagian lain dalam usaha memperoleh kesatuan melalui penggunaan
unsur-unsur seni. Proporsi sebagai prinsip dalam penentuan nilai estetik, oleh
seniman dipakai untuk memberikan kesan kesatuan bentuk ekspresi. Hal ini dapat
dilaksanakan berdasarkan perhitungan matetamtis dan ilmiah seperti pada seni patung
Yunani dn arsitektur Mesir, tapi juga berdasarkan emosi dan intusi sesuai
dengan kebebasan seniman.
Hukum proporsi yang dikenal adalah golden section dari orang Yunani yang juga
dipakai kembali oleh pematung dan pelukis pada masa Rennaissance. Sejak awal
masa filsafat Yunani orang telah berusaha untuk menemukan hukum-hukum geometris
didalam seni, karena apabila seni (yang menurut mereka identik dengan
keindahan) adalah harmoni, sedangkan harmoni adalah proporsi yang cocok dari
hasil pengamatan, tentulah masuk akal untuk menganggap bahwa proporsi-proporsi
tersebut sudah tertentu. Maka proporsi geometris yang terkenal dengan nama
golden section itu selama berabad-abad dipandang sebagai jawaban dari misteri
seni ini dan ternyata pemakaiannya amat universal, tidak sekedar didalam seni
tetapi juga di alam, yang pada suatu saat diperlakukan dengan menggunakan
pandangan keagamaan.
Seringkali golden section dipergunakan
untuk menentukan proporsi yang tepat antara panjang dan lebar pada empat
persegi panjang pada jendela dan pintu-pintu, pigura-pigura serta buku atau
majalah. Di Bali kita kenal Hasta Kosala-Kosali yang berasal dari unit tubuh
manusia untuk mengukur proporsi bangunan.
5. Aksentuasi/Dominasi (Emphasis)
Merupakan prinsip dalam penciptaan karya
yang mengikat unsur-unsur seni dalam kesatuan. Prinsip aksentuasi menampilkan
pusat perhatian dari seluruh kesatuan karya. Ada beberapa cara dalam
menempatkan aksentuasi, yaitu:
1. pengelompokan yaitu dengan
mengelompokkan unsur-unsur yang sejenis. Misalnya mengelompokkan unsur yang
sewarna, sebentuk dan sebagainya.
2. Pengecualian yaitu dengan cara
menghadirkan suatu unsur yang berbeda dari lainnya.
3. Arah yaitu dengan menempatkan aksentuasi
sedemikian rupa sehingga unsur yang lain mengarah kepadanya.
4. Kontras yaitu perbedaan yang mencolok
dari suatu unsur di antara unsur yang lain. Misalnya menempatkan warna kuning
di antara warna-warna teduh.