TEORI MIKRO -
MAKRO EKONOMI DALAM PANDANGAN EKONOMI ISLAM
Pendahuluan
Pada setiap Perguruan Tinggi di Indonesia bahkan di dunia, yang
didalamnya terdapat program ekonomi, ada dua mata kuliah yang wajib diikuti
oleh setiap mahasiswanya, yakni ekonomi mikro dan ekonomi makro, baik pada
jurusan Akuntansi, Pembangunan maupun Manajemen. Dua mata kuliah tersebut
dianggap sebagai mata kuliah dasar untuk memahami ilmu ekonomi secara
keseluruhan, dan tanpa menguasai keduanya, seorang pakar ekonomi tidak dianggap
menguasai ekonomi bila tidak menguasai dua mata kuliah tersebut.
Menurut pengetahuan umum (pengetahuan dasar) pada fakultas ekonomi,
teori Mikro ekonomi didefinisikan sebagai teori ekonomi yang menelaah hubungan
(prilaku) variable ekonomi individual, atau prilaku ekonomi dalam ruang lingkup
kecil, seperti: permintaan suatu barang, produksi suatu barang, konsumsi suatu
barang, harga suatu barang dan lain sebagainya.
Adapun teori Makro ekonomi
adalah teori ekonomi yang menelaah hubungan (prilaku) variable-variabel ekonomi
secara agregat (keseluruhan) seperti kesempatan kerja, inflasi, Produk Domestik
Bruto (PDB), pendapatan nasional, permintaan uang, investasi nasional, jumlah
uang beredar, tingkat bunga, utang pemerintah, neraca pembayaran dan lain sebagainya.
Demikianlah definisi dari ekonomi mikro dan ekonomi makro.
Kemudian, bagaimanakah ekonomi Islam memandang tentang eksistensi
teori mikroekonomi dan makroekonomi dalam dunia akademisi, yang seolah tampak
menjadi pondasi dasar bagi para pakar ekonomi dalam membahas segala bentuk
persoalan ekonomi. Berikut pembahasannya.
Analisis Sejarah Ekonomi Mikro dan Ekonomi Makro
Pengakuan dunia terhadap ilmu ekonomi sebagai cabang ilmu
tersendiri baru tercipta pada abad 18 M, setelah Adam Smith menulis buku The
Wealth of Nation pada tahun 1776. masa ini merupakan masa awal bagi
perkembangan ilmu ekonomi dunia, sebab pasca munculnya Adam Smith yang disertai
dengan terbitnya bukunya itu, yaitu buku yang menjadi rujukan bagi ekonom
seluruh dunia, bahkan hingga saat ini, mampu merangsang para pemikir ekonomi
barat lainnya menerbitkan buku-buku lain yang kemudian pemikiran didalamnya
juga menjadi rujukan bagi ekonom seluruh dunia. Dan kemudian para
penulis-penulis buku tersebut menjadi tokoh yang dikagumi semua bangsa di
dunia.
Mereka itu adalah tokoh-tokoh aliran klasik yang memiliki pemikiran
yang saling mendukung dengan pemikiran Adam Smith. Seperti David Ricardo
(1815), Thomas Robert Malthus (1798), Jean Baptise Say (1832) dan John Stuart
Mill (1848) Dan teori ekonomi dari pemikiran mereka ini sering disebut dan
dianggap sebagai pondasi dasar dari teori ekonomi mikro.
Pemikiran David Ricardo yang popular adalah teori harga relative
berdasar biaya-biaya produksi, yang kemudian melahirkan teori biaya sewa tanah,
teori biaya capital (bunga), dan teori upah tenaga kerja (nilai kerja dan upah
alami). Adapun Thomas Robert Malthus pemikirannya yang popular adalah teori
populasi, yang dari pemikirannya tersebut memicu pemerintahan untuk
menggalakkan dua hal, yaitu program Keluarga Berencana (KB) dan atau
meningkatkan produksi nasional (PDB). Demikian pula pemikiran ekonomi dari JB.
Say yang mendukung pemikiran Malthus untuk meningkatkan produksi nasional,
sebab penawaran itu akan menghasilkan permintaannya sendiri, artinya setiap
produksi yang dihasilkan akan mampu dibeli/diserap oleh konsumen/masyarakat.
Dengan begitu, produksi harus terus ditingkatkan demi mengatasi problem ekonomi
dalam pandangan mereka, yaitu Scarcity (kelangkaan)
Demikianlah teori-teori dari tokoh ekonomi dunia yang pemikirannya
sejak dahulu hingga saat ini menjadi rujukan bagi seluruh bangsa di muka bumi
ini. Pemikiran mereka menjadi kurikulum wajib bagi sekolah menengah dan apalagi
perguruan tinggi di negeri ini. Dan bukan hanya sekedar teori dalam mengikuti
pemikiran mereka ini, namun teori-teori tersebut juga dipraktekkan secara nyata
ditengah-tengah masyarakat, baik oleh bangsanya sendiri maupun oleh seluruh
bangsa di dunia ini.
Namun pemikiran ekonomi mereka adalah buah hasil dari pemikiran
manusia yang merupakan makhluk lemah, hingga dapat dipastikan apabila pemikiran
yang dihasilkan oleh makhluk yang lemah sudah barang tentu akan berbuah
kelemahan pula. Hingga hal ini dibuktikan pada tahun 1929, praktek dari
pemikiran mereka berbuah bencana. Terjadilah pada saat itu peristiwa monumental
dalam sejarah perekonomian dunia, The Great Depression di Amerika, dan bahkan
tidak cukup sampai di wilayah tersebut saja, dampaknya merambah keseluruh
negara-negara Eropa bahkan belahan dunia lainnya seperti Asia.
Depresei Besar (Great Depression) adalah peristiwa yang
menghancurkan segala sendi perekonomian negara-negara dunia hingga ke level
yang lebih kecil, yaitu individu masyarakat. Pada masa ini meledaklah angka
kemiskinan karena pengangguran yang merajalela terutama di Amerika dan Eropa,
inflasi melambung tinggi menambah daya beli masyarakat mencapai titik nol.
Namun dari peristiwa tersebut, sayangnya disikapi oleh para pemikir dan
pengambil kebijakan ekonomi mereka dengan terus dan tetap merujuk pada
pemikiran tokoh-tokoh mereka yang selama ini membuat perekonomian mereka maju,
yaitu pemikiran Adam Smith, David Ricardo dan kawan-kawannya. Akibatnya tak
ayal lagi, diprediksi dan dipastikan, dan terbukti masa depresi ini tak kunjung
usai bertahun-tahun lamanya, dan korban jiwa pun terus berjatuhan.
Pemikiran maenstrim/utama dari para tokoh seperti Adam Smith dan
kawan-kawannya tersebut adalah menolak segala bentuk campur tangan pemerintah.
Jadi, apabila terjadi suatu masalah ekonomi ditengah-tengah masyarakat, menurut
mereka harus dibiarkan saja, pemerintah tidak dikehendaki dalam memberikan
solusi. Sebab masalah tersebut akan terselesaikan sendiri secara alami, yaitu
diselesaikan oleh invisible hand. Dan invisible hand yang terbentuk adalah
hasil dari mekanisme pasar, yang merupakan titik hasil dari pertemuan sisi
penawaran dan sisi permintaan. Contoh mekanisme pasar adalah sebagai berikut:
apabila pada suatu masa harga beras mahal akibat sedikitnya jumlah produksi,
maka manusia akan jarang untuk bisa menikmati beras. Ini adalah sisi
permintaan, karena harga tinggi maka permintaan akan rendah. Namun disisi lain,
disisi penawaran, karena tingginya harga beras maka akan mengundang produsen
lain untuk berkecimpung dalam produksi beras, sebab memproduksi beras akan
sangat besar keuntungannya karena harganya yang tinggi. Maka akan melahirkan
produsen-produsen baru yang memproduksi beras, alhasil produksi beras pun
meningkat. Sesuai hukum penawaran, semakin tingginya penawaran beras di pasar oleh
para produsen, tentu akan menurunkan harga beras tersebut, sebab masing-masing
produsen akan bersaing agar berasnya laku dengan cara menurunkan harga.
Akibatnya harga beras turun, dan berbisnis beraspun tidak lagi menjadi ajang
bisnis yang menggiurkan, maka satu demi satu produsen beras pun beralih profesi
meninggalkan bisnis berasnya. Sekali lagi produksi beras menjadi sedikit,
sehingga kembali melambungkan harga beras. Demikian seterusnya, alhasil sisi
permintaan dan penawaran pun bertemu di titik equilibrium.
Demikianlah pemikiran Adam Smith dalam perekonomian, tampak sebagai
solusi jitu dari setiap problem ekonomi yang muncul. Dan teori seperti inilah
yang menjadi pegangan bagi para pengambil kebijakan pada masa itu. Sebab
diyakini bahwa kondisi sulit pada masa tersebut (depresi besar) akan
terselesaikan dengan sendirinya sebagaimana terselesaikannya masalah harga
beras seperti contoh diatas. Dan ternyata hasilnya berkata lain, penderitaan
akibat masa resesi tersebut tak kunjung usai, bahkan telah banyak mengambil
korban jiwa.
Di tengah-tengah masa resesi ini muncullah pemikir ekonomi John
Maynard Keyness bersama bukunya The General Theory of Employment, Interest and
Money (Teori Umum Pengangguran, Bunga dan Uang) pada tahun 1936. pemikirannya
mengkritik teori tokoh ekonomi seperti Adam Smith dkk. Yaitu dengan
mengharuskan adanya campur tangan pemerintah dalam mengatasi permasalahan
ekonomi. Dan bukannya Keyness tidak mempercayai pemikiran Adam Smith mengenai
invisible hand dari mekanisme pasar, namun apabila pemerintah tidak turut
campur dalam persoalan ini, menurut Keynes dalam waktu lama masyarakat akan
mati kelaparan dalam penantian hadirnya invisible hand tersebut. Maka
pemerintah secepat mungkin turut andil dalam persoalan ini.
Pikiran utama dari Keynes adalah bagaimana pemerintah mengatasi
masalah inflasi dan pengangguran pada masa resesi ini. Mengatasi inflasi yaitu
dengan menaik-turunkan tingkat suku bunga bank, yang biasa kita kenal dengan
kebijakan moneter. Dan mengatasi masalah pengangguran dengan seberapa besar
pemerintah menggalakkan program padat karya, dengan mengambil dana yang berasal
dari pajak, maka kebijakan seperti ini biasa kita kenal dengan kebijakan
fiskal. Dengan demikian, dua tema pokok inilah yang menyebabkan munculnya pembahasan
Ekonomi Makro. Sebab masalah inflasi dan pengangguran adalah masalah kolektif
(agregat) yang belum pernah terfikirkan oleh Adam Smith bersama teman-temannya
yang tergabung dalam aliran Klasik. Dan setiap pemikiran dari para tokoh aliran
Klasik inilah yang saat ini dikenal dengan pembahasan Ekonomi Mikro. JM Keynes
dikenal sebagai bapak Ekonomi Makro karena melahirkan pemikiran agregatif,
sedangkan setiap pemikiran tokoh aliran Klasik dikenal sebagai teori-teori
Ekonomi Mikro.
Jadi, lahirnya Ekonomi Makro pada tahun 1936 adalah sebagai bentuk
solusi dari permasalahan yang ditimbulkan oleh teori dan praktek Ekonomi Mikro
yang lahir sejak tahun 1776, permasalahan tersebut adalah inflasi dan
pengangguran. Dua tema utama yang menjadi pembahasan dalam ekonomi makro.
Adapun materi lain selain inflasi dan kesempatan kerja dalam ekonomi makro,
merupakan hanya materi pendukung atau alat untuk melihat apakah solusi yang
diberikan ekonomi makro menggapai sukses, seperti pembahasan PDB dan pendapatan
nasional.
Definisi Ekonomi Mikro dan Makro menurut Ekonomi Islam
Dari uraian sejarah singkat dari ekonomi mikro dan ekonomi makro
tersebut maka definisi ekonomi mikro dan ekonomi makro tidaklah lagi
sebagaimana definisi umum yang biasa kita kenal dalam buku-buku mengenai
keduanya. Yaitu ekonomi mikro disebutkan sebagai teori yang menelaah kegiatan
ekonomi secara individual dari sudut pandang hubungan antara produksi,
konsumsi, harga, permintaan dan penawaran. Dan ekonomi makro adalah teori yang menelaah hubungan variable ekonomi secara
agregat, seperti inflasi, pengangguran, PDB dan pendapatan nasional dan
lain-lain. Tidaklah demikian. Sebagaimana sejarah menyebutkan, maka definisi
dari ekonomi mikro dan makro dapat kita definisikan dengan definisi yang lebih
akurat, yakni sebagai berikut:
Bahwa Ekonomi Mikro adalah:
“Teori ekonomi yang menelaah kegiatan ekonomi antar individu dalam
suatu masyarakat, yang apabila teori tersebut dipraktekkan dalam kehidupan
nyata pasti akan menimbulkan masalah, yang masalah tersebut tidak akan pernah
dapat terselesaikan dengan cara apapun juga.”
Apabila ada sebuah solusi yang mampu meredam gejolak masalah
tersebut, pasti dikemudian hari masalah tersebut akan muncul kembali dengan
permasalahan yang jauh lebih besar.
Adapun definisi dari Ekonomi Makro adalah:
“Teori ekonomi yang membahas masalah kebijakan yang diambil
pemerintah sebagai solusi untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh praktek
dari teori ekonomi mikro”
Sebenarnya dalam definisi baru dari ekonomi makro tersebut juga
kurang tepat, sebab solusi yang diberikan menurut pembahasan dalam ekonomi makro tidak pernah menyentuh
sumber penyakitnya atau sumber permasalahannya. Sehingga bila diibaratkan,
seperti seorang dokter yang memberi resep obat penyakit asma, padahal penyakit
yang diderita pasiennya adalah penyakit kangker. Jelas tidak mungkin sembuh.
Mengidentifikasi Sumber Masalah
Masalahnya tentu ada pada setiap pemikiran yang merupakan hasil
dari pemikiran manusia yang merupakan makhluk lemah, yang sudah tentu akan
menghasilkan pemikiran lemah yang sarat dengan cacat. Dan letak kelemahannya
ada pada pemikiran yang menghasilkan peraturan hukum (sistem) yang mengatur
kegiatan ekonomi antara manusia satu dengan manusia lainnya, bukan pada masalah
teknisnya yang berfungsi sebagai alat penjalan roda perekonomian, seperti
bagaimana tata cara teknis memproduksi barang dan jasa.
Permasalahan pokok dalam teori ekonomi mikro adalah menyangkut
sistem dalam menghasilkan output/hasil produksi. Yaitu berkaitan dengan biaya-biaya
dari faktor-faktor produksi, seperti SDA (biaya sewa tanah dan hukum industri),
Modal (biaya bunga modal dan teori akumulasi kapital), dan SDM (biaya tenaga
kerja). Masing-masing dari biaya factor-faktor produksi tersebut menurut tokoh
aliran Klasik memiliki peraturannya sendiri saat diterapkan. Dan menurut
ekonomi Islam, inilah sumber masalah yang seharusnya menjadi fokus pembahasan
para ahli untuk menguraikan problem ekonomi, seperti inflasi, pengangguran dan
kemiskinan. Dan bukannya berputar pada masalah pembahasan bagaimana
meningkatkan pendapatan nasional dan menaik-turunkan suku bunga, sebagaimana
solusi yang selama ini diberikan ekonomi makro.
Sebagaimana dalam penghitungan, apabila menggunakan pendekatan
pendapatan, biaya-biaya inilah (SDA, SDM, Modal) yang jika ditambahkan dengan
profit/keuntungan, pada seluruh perusahaan nasional, menjadi perhitungan setiap
bangsa di dunia untuk melihat jumlah Pendapatan Nasional mereka. Apakah
mengalami kemajuan dari tahun sebelumnya ataukah tidak. Apabila ada kemajuan
dari tahun sebelumnya maka keadaan ekonomi suatu bangsa atau PDB/PNB mereka
dikatakan mengalami kemajuan.
a.Biaya Sewa Tanah dan Hukum Industri
Menurut David Ricardo, tanah adalah factor produksi yang dimiliki
rumah tangga dan yang dibutuhkan perusahaan dalam menjalankan proses
produksinya. Tanah tersebut tetap menjadi milik perseorangan (rumah tangga)
selama sebuah perusahaan belum membeli darinya. Dengan demikian harus ada
kompensasi bagi pemilik tanah saat tanah tersebut digunakan oleh pemilik
industri/perusahaan, sebab pemilik tanah tersebut memang akan memintanya, dan
kompensasi tersebut adalah sewa. Hukum pertanahan di Indonesia pun demikian,
seorang pemilik tanah dijamin atas hak kepemilikan tanahnya dengan sebuah
sertifikat. Yang menjamin bahwa tanah tersebut akan tetap menjadi miliknya
selamanya, kecuali melalui proses jual beli maupun hibah. Dengan demikian
walaupun tanah tersebut dibiarkan tanpa dikelola bertahun-tahun, tanah tersebut
akan tetap menjadi pemilik awal.
Adapun hukum kepemilikan tanah dalam ekonomi Islam tidak
sebagaimana teori hukum pertanahan dalam teori ekonomi mikro David Ricardo.
Ekonomi Islam mengharamkan seorang
pemilik tanah menyewakan tanahnya. Ekonomi Islam hanya memberikan dua pilihan
kepada pemilik tanah, yaitu segera dikelola oleh dirinya sendiri, atau ia
berikan tanah tersebut kepada orang lain. Dan apabila tanah tersebut tidak
dikelola oleh pemiliknya, maka negara memberikan jangka waktu tiga tahun
berturut-turut. Apabila lebih dari tiga tahun berturut-turut tanah tersebut
tidak ia kelola, maka dengan paksa negara akan mengambil hak kepemilikannya
untuk kemudian diberikan pada orang lain.
Sebagaimana Hadits dari Umar bin Khattab:
“Barang siapa menelantarkan tanah selama tiga tahun berturut-turut
dan ia tidak mengelolanya, maka apabila datang orang lain dan ia mengelolanya,
maka tanah tersebut menjadi miliknya”.
“Siapa yang mempunyai sebidang tanah, hendaknya dia menanaminya,
atau hendaknya diberikan kepada saudaranya. Apabila ia mengabaikannya, maka hendaknya
tanahnya diambil”. (HR. Bukhari)
Dan larangan Rasulullah SAW menyewakan tanah:
“Siapa saja yang mempunyai tanah, hendaknya menanami tanahnya, atau
hendaknya ditanami (diberikan pada) saudaranya. Dan janganlah menyewakannya
dengan sepertiga, seperempat, maupun dengan makanan yang sepadan.” (HR. Abu
Daud)
Hikmah dari hadits-hadits Nabi diatas jika diterapkan adalah,
manusia akan terdorong untuk membuat semua tanah yang ada di muka bumi ini
produktif (menghasilkan bahan pangan dan lain sebagainya). Sebab ia terancam
akan kehilangan hak kepemilikan atas tanahnya jika tanahnya ditelantarkan
selama lebih dari 3 tahun berturut-turut. Dengan demikian produksi bahan pangan
pun akan melimpah, dengan begitu akan membuat harganya murah dan dapat
terjangkau oleh semua kalangan. Tidak sebagaimana teori sewa tanah David
Ricardo, yang mengancam tanah akan mati terbengkalai dan tidak produktif, sebab
tanah yang ditelantarkan oleh pemiliknya akan tetap menjadi pemiliknya, dan
tidak dapat diganggu gugat, walaupun tanah tersebut diterlantarkan selama
berpuluh-puluh tahun lamanya. Artinya, tanah tersebut menjadi tidak produktif
selama berpuluh-puluh tahun. alhasil produksi bahan pangan pun terbatas, sebab
tanah yang menghasilkan produksi bahan
pangan juga terbatas. Akibatnya harga bahan pangan tidak akan semurah apabila
produksi bahan pangan tersebut melimpah ruah. Sebab kebanyakan tanah-tanah
tersebut terbengkalai tidak menghasilkan apapun, dan hanya sedikit dari
tanah-tanah tersebut yang produktif. Jadi, solusi dari ekonomi Islam tentang
pertanahan hanya dua. Yaitu hendaknya tanah tersebut digarap, atau diberikan
pada orang lain yang mampu menggarapnya, tidak ada pilihan lain. Juga tanah
tersebut tidak boleh disewakan, sebab kebolehan sewa terhadap tanah, selain
melanggar larangan dalam hadits Nabi, juga akan dapat menghilangkan tujuan
hukum ekonomi Islam yang dimaksudkan untuk agar semua tanah produktif dan
menghasilkan bahan pangan yang melimpah ruah.
Adapun hukum industri menurut ekonomi Islam, semuanya harus mengikuti
hukum dari hasil produksi yang dihasilkan (ash-shina’atu tu’khozu hukmu ma
tuntijuhu). Adapun menurut Adam Smith, semuanya harus diprivatisasi melalui mekanisme pasar, sebab ekonomi mikro
berpedoman pada asas penghilangan campur tangan pemerintah dalam perekonomian
(laisses faire laisses passer). Sedangkan menurut ekonomi Islam, apabila hasil
produksi bersifat kepemilikan umum, maka status industrinya pun berubah menjadi
kepemilikan umum, yang tidak boleh dimiliki perorangan/diprivatisasi, dan atau diserahkan
pengelolaannya kepada swasta/asing, atau bahkan juga tidak boleh dimiliki oleh
negara sekalipun. Semua hasil prduksi yang berstatus kepemilikan umum, atau
yang bersifat sebagai pemenuh hajat hidup orang banyak, segala manfaat benda
dan keuntungannya adalah milik rakyat, bukan milik negara atau juga
perseorangan. Sehingga kekayaan menjadi terdistribusi merata pada seluruh
rakyat. Bukan hanya pada individu yang menguasai kekayaan alam tersebut. Adapun
jenis-jenis barang berkepemilikan umum secara lengkap dapat anda lihat pada
bagian lain di blog ini tentang jenis-jenis kepemilikan umum.
b.Biaya Bunga Modal dan Teori Akumulasi Kapital
Menurut teori aliran Klasik, bunga merupakan instrument utama yang
membuat lembaga keuangan perbankan dapat tegak berdiri. Bila tiada bunga, tidak
akan ada perbankan. Dan keberadaan perbankan dimaksudkan untuk mempermudah
pihak yang membutuhkan modal bertemu dengan pihak pemilik modal, selain itu
bunga juga berfungsi sebagai alat untuk mengendalikan jumlah uang beredar.
Dengan demikian bunga merupakan instrument penting dalam teori ekonomi mikro
juga makro. Bungalah yang membuat roda perekonomian terus berjalan.
Namun tidak demikian menurut ekonomi Islam, bunga merupakan
instrument haram yang harus disingkirkan sejauh mungkin. Sebab bunga obligasi
dan bunga perbankanlah yang membuat APBN pemerintah harus mendanai LPS (Lembaga
Penjamin Simpanan) dalam menyehatkan kembali perbankan yang sakit. Alhasil
pemerintah harus mencetak uang setiap tahunnya demi menutupi APBN yang jebol.
Tentu saja akibatnya jumlah uang beredar akan bertambah setiap tahunnya.
Bertambahnya jumlah uang beredar tentu membuat nilai uang menjadi turun. Dengan
begitu tampaklah seolah harga-harga seluruh barang akan naik secara serentak,
padahal kejadian sebenarnya adalah menurunnya nilai uang karena jumlahnya yang
selalu bertambah, dan inilah yang dimaksud dengan inflasi yang sebenarnya.
Yaitu turunnya nilai uang, dan bukan naiknya harga seluruh barang. Alhasil,
secara riil rakyat yang berpenghasilan tetap akan termiskinkan secara
sistematis.
Solusi dari ekonomi Islam agar uang yang beredar di masyarakat bisa
tetap jumlahnya, sehingga masyarakat tetap termudahkan mendapatkan uang
tersebut sebagai alat tukar adalah, dengan memberi hukuman ta’zir yang menjerakan
bagi para penimbun uang, penyimpan uang yang tidak memiliki tujuan konsumsi di
masa depan. Sehingga mereka dipaksa oleh pemerintah untuk membelanjakan uang
yang disimpan olehnya.
Adapun teori akumulasi kapital adalah teori yang berasal dari Adam
Smith. Menurut Smith betapa pentingnya modal dalam proses produksi, sebab modal
yang besar akan membuat jumlah produksi barang juga besar, sebab modal besar
akan dapat membeli mesin-mesin canggih untuk mempermudah produksi secara
massal. Apabila output dapat diproduksi secara massal, maka biaya produksinya
pun akan sedikit, dengan demikian harga perunitnya akan dapat dijual dengan
harga semurah mungkin. Dengan begitu Smith dan para pemikir ekonomi Kapitalisme
lainnya bersepakat membuat suatu rumusan bentuk perusahaan yang mampu
mengumpulkan modal besar dengan mudah dan dalam waktu singkat, yang efektif dan
efisien. Bentuk perusahaan tersebut adalah PT (Perseroan Terbatas), dan
penunjang modal yang dapat diandalakan PT. adalah eksistensi perbankan dan
pasar modal.
Menurut ekonomi Islam, bentuk perusahaan adalah kesepakatan
kerjasama bisnis antara dua orang atau lebih yang ketentuannya harus mengikuti
ketetapan hukum Allah. Seperti bentuk perusahaan yang sesuai dengan ketentuan
hukum Islam adalah perseroan Mudharabah,
Inan, Abdan, Wujuh dan Mufawadhah. Sedangkan PT dalam kajian ekonomi Islam
tidak memenuhi ketentuan hukum ekonomi Islam. Sehingga tidak dibenarkan kaum
muslim dalam berekonomi menggunakan sistem tersebut.
Adapun hikmah dari pelarangan PT adalah, bila PT tersebut
diterapkan akan membuat persaingan usaha menjadi tidak imbang. Pada perusahaan
dengan modal besar akan dengan mudah mematikan usaha perusahaan dengan modal
kecil, alhasil pemilik usaha kecil akan kehilangan usahanya, dan ia pun harus
mencari pekerjaan. Bertambahlah jumlah pencari kerja, dan berkuranglah tempat
bekerja. Sesuai hukum permintaan dan penawaran, harga tenaga kerja akan turun
oleh sebab penawaran tenaga kerja yang meningkat.
c.Biaya Tenaga Kerja
Menurut David Ricardo, biaya/gaji tenaga kerja harus ditetapkan
berdasarkan upah alami (natural wage). Upah alami adalah upah yang besarnya
sekedar dapat membuat tenaga kerja tersebut dapat bertahan hidup. Sebab menurut
Thomas Robert Malthus, apabila upah buruh/tenaga kerja tinggi maka mereka akan
cenderung untuk terus bereproduksi. Alhasil jumlah penduduk akan terus melonjak
melebihi jumlah produksi barang/jasa. Upah alami inilah yang mengilhami
lahirnya konsep UMR (Upah Minimum Regional) yang ditetapkan berdasarkan KHL
(Kebutuhan Hidup Layak). Upah alami ini juga yang biasa disebut oleh pelopor
musuh bebuyutan ekonomi Kapitalisme, yaitu ekonomi Sosialisme Karl Marx sebagai
upah besi, sebagai bentuk kritikan kepada ekonomi Kapitalisme.
Sebenarnya kelahiran konsep UMR ini dimaksudkan untuk menjaga agar
upah yang diterima seorang tenaga kerja tidak sampai turun hingga pada jumlah
yang tidak mampu menopang kebutuhan hidupnya. Artinya konsep ini dimaksudkan
baik. Pemerintah memaksa para pemberi kerja untuk memberi gaji tenaga kerjanya
diatas atau sama dengan UMR, agar para seorang pekerja bisa dapat
mempertahankan hidupnya. Sehingga hidupnya terjamin. Namun yang sangat
disayangkan adalah, kebanyakan pemegang kebijakan ekonomi di dunia ini tidak
pernah memahami problem dasar penyebab yang melatarbelakangi bertambahnya
penawaran tenaga kerja (jumlah pencari kerja), sehingga membuat harga tenaga
kerja dipasaran tersebut menjadi turun. Ekonom dunia pun tidak pernah memahami
latar belakang yang menyebabkan turunnya permintaan tenaga kerja (jumlah
perusahaan). Yang seharusnya, apabila naiknya penawaran tenaga kerja diikuti
oleh naiknya permintaan tenaga kerja, tentu naiknya penawaran tenaga kerja
tersebut akan mampu terserap oleh permintaan tenaga kerja yang meningkat pula.
Sehingga harga dari jasa tenaga kerja memiliki nilai pilih. Oleh sebab tidak
difahaminya problem dasar tersebut, mengakibatkan setiap solusi yang diberikan
pemerintah (ekonomi makro) tidak pernah dapat menyelesaikan masalah
pengangguran.
Menurut ekonomi Islam, harga tenaga kerja harus sesuai dengan
kesepakatan pekerja dan pemberi kerja. Dengan kata lain, tingkat upah tenaga
kerja harus sesuai kesepakatan (aqad). Pemerintah tidak berhak dan tidak boleh
menetapkan harga tenaga kerja. Pemerintah tidak boleh menetapkan UMR, UMP atau
yang lainnya. Maka bisa jadi, dalam ekonomi Islam gaji seorang tenaga kerja
berada dibawah UMR.
Menurut Ekonomi Islam, salah satu penyebab naiknya penawaran tenaga
kerja yang diikuti dengan turunnya permintaan tenaga kerja tersebut adalah
akibat penerapan bentuk PT. (Perseroan Terbatas). Sebab PT adalah bentuk
perusahaan yang memudahkan berkumpulnya modal dalam jumlah besar dan cepat,
sehingga dengan mudah mematikan perusahaan-perusahaan kecil untuk gulung tikar.
Akibatnya, pekerja di perusahaan-perusahaan kecil tersebut menjadi berstatus
sebagai pencari kerja baru. Pengangguran pun bertambah.
Apabila PT ditiadakan dan diganti dengan bentuk sistem perseroan
dalam Islam, maka tingginya penawaran tenaga kerja akan mampu diserap oleh
tingginya permintaan tenaga kerja, sehingga harga tenaga kerja memiliki nilai
pilih dari banyaknya permintaan tenaga kerja (perusahaan). Maka harga tenaga
kerja pun akan stabil.
Kesimpulan
Ekonomi Islam tidak terbagi menjadi ekonomi mikro (pembuat masalah)
dan ekonomi makro (pemecah masalah). Sebab penerapan ekonomi Islam tidak akan
menghasilkan masalah, sehingga tidak memerlukan sebuah solusi untuk mengatasi
masalah tersebut. Ekonomi Islam hanya terbagi menjadi Ilmu Ekonomi Islam dan
Sistem Ekonomi Islam, yang pembahasannya dapat anda baca pada posting bagian
lain . Allahu a’lam bishshowab.
Daftar Pustaka
Prof. Dr. Soediyono Reksoprayitno, MBA., Pengantar Ekonomi Makro,
BPFE Yogyakarta, 2000.
Prof. Dr. Soeharno, Teori Mikroekonomi, Penerbit Andi, Yogyakarta,
2007.
Deliarnov. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada. 2005.
Abdurrahman Al-Maliki, Politik Ekonomi Islam, Al-Izzah.
Paul A Samuelson. dan William D. Nordhaus. Ekonomi – jilid 1 dan 2.
Jakarta: Erlangga, 1989.