BAB II
PEMBAHASAN
A.
Arti, Landasan, dan Pembagian Syirkah
1.
Pengertian Syirkah
Secara etimologi syirkah dalam bahasa Arab
yaitu berasal dari kata dasar syarika (شرك), yasyruku
(يشرك) syarikan/syirkatan/syarikatan
(شركة);
yang berarti bersekutu atau berserikat (Kamus al Munawwir). Dari pengertian
tersebut, perserikatan dalam perdagangan menuntut adanya pencampuran antara
pemilik modal atau pemegang saham. Adapun pengertian perserikatan jika ditilik
dari segi fikih, terdapat beberapa kitab yang menerangkannya, diantaranya
yaitu:
اَلْإِخْتِلَاطُ أيْ خَلْطُ أَحَدِ الْماَلَيْنِ بِاْلأَخَرِ بِحَيْثُ لاَيَمْتاَزَانِ عَنْ بَعْضِهِمَا
Artinya :
“percampuran,
yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan harta lainnya, tanpa dapat
dibedakan antara keduanya.”
Sedangkan pengertian
syirkah secara terminologi dikemukakan oleh ulama empat mazhab sebagai berikut
:
Ø
Menurut
Malikiyah :
الشركة هي إذنٌ في التصرُّف لَهُما مع أنفسهما
أيْ أنْ يأْذَنَ كلُّ واحد من الشريكَين
لصاحبه فِي أن يتصرّف فِي مال لَهما مع إِبْقَاء
حقّ التَّصَرّف لِكُل منهما
Artinya :
“syirkah adalah izin untuk
mendayagunakan (tasharuf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama sama
oleh keduanya, yakni keduanya salin mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan
harta milik keduanya, namun masing masing memiliki hak untuk bertasharuf”[1]
Ø Menurut Hanabilah :
الشركة هي الإجتماع في استحقاق أو تصرف
Artinya :
“Syirkah adalah berkumpul
atau bersama-sama dalam kepemilikan atas hak atau tasaruf (pembelanjaan harta).”[2]
Ø Menurut Syafi’iyah :
ثبُوُتِ الحَقِّ في الشَّيء الْوَاحِدِ لِشَخْصَيْنِ فَصَاعِدًا عَلَى جِهَةٍ الشُّيُوْعِ
Artinya :
“Ketetapan pada sesuatu
yangdimiliki dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur (diketahui).”[3]
Ø Menurut Hanafiyah :
عِبَارَةٌ
عَنْ عَقْدٍ بَيْنَ المْتُشَارِكَيْنِ فِيْ رَأْسِ المْاَلِ وَالرِّبْح
Artinya :
“Ungkapan tentang adanya transaksi (akad) antara dua
orang yang bersekutu pada pokok harta dan keuntungan.[4]
Apabila diperhatikan secara seksama, definisi yang
terakhir dapat dipandang paling jelas, karena mengungkap hakikat perkongsian,
yaitu transaksi (akad). Adapun pengertian lainnya tampaknya hanya menggambarkan
tujuan, pengaruh, dan hasil kerja sama.
2.
Landasan Syirkah
Landasan syirkah (perseroan) terdapat dalam Al-Qur’an,
Al-Hadits, dan Ijma’, berikut ini.
a.
Al-Qur’an
(النساء : ١٢) فهم
شركاءفي الثلث
Artinya :
“Mereka bersekutu dalam
yang sepertiga.” (Q.S. An-Nisa’ : 12)
b.
As-Sunah
عن ابي هريرة رفعه إلى النبى ص.م. قال : انّ الله عزّ وجلّ يقول: انا ثالث السريكين ما لم يخن احد هما صاحبه فاذاخانه خرچت من بينهما (رواه ابوداوالحاكم وصححه اسناده
Artinya:
“Dari Abu Hurairah yang di rafa’kan kepada Nabi SAW.
bahwa Nabi SAW. bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT. Berfirman, “Aku adalah yang
ketiga pada dua orang yang bersekutu, selama salah seorang dari keduanya tidak
menghianatitemannya, Aku akan keluardari persekutuan tersebutapabila salah
seorangmenghianatinya.”
(HR. Abu Dawud dan Hakim menyahihkan sanadnya)
c.
Ijma’
Umat Islam sepakat bahwa ijma’ dibolehkan, hanya saja,
mereka berbeda pendapat tentang jenisnya.
3.
Pembagian Syirkah
Syirkah/ Perkongsian terbagi atasdua macam, yaitu syirkah
amlak(kepemilikan) dan syirkah uqud (kontrak). Syirkah amlak
adalah perkongsian yang bersifat memaksa dalam hukum positif, sedangkan
syirkah uqud adalah perkongsian
yang bersifat ikhtiariyah (pilihan sendiri).
1. Syirkah Amlak
Syirkah amlak adalah dua
orang atau lebih yang memiliki barang tanpa adanya akad. Syirkah ini ada dua
macam :[5]
a.
Syirkah Sukarela (ikhtiar)
Syirkah ikgtiar adalah kerja sama yang muncul karena
adanya kontrak antara dua orang yang bersekutu. Contohnya dua orang membeli
atau memberi atau berwasiat tentang sesuatu dan keduanya menerima, maka jadilah
pembeli, yang diberi, dan yang diberi wasiat bersekutu diantara keduanya, yaitu
perkongsian milik.
b.
Syirkah Paksaan (ijbar)
Syirkah paksaan (ijbar), adalah kerja sama yang
ditetapkan kepada dua orang atau lebih yang bukan didasarkan atas perbuatan
keduanya, seperti dua orang mewariskan sesuatu, maka yang diberi waris menjadi
sekutu mereka.
Hukum kedua jenis syirkah ini adalah salah seorang yang
besekutu seolah-olah sebagai orang lain dihadapan yang bersekutu lainnya. Oleh
karena itu,salah seorang diantara mereka tidak boleh mengolah (tasharruf) harta
perkongsian tersebut tanpa izin dari teman sekutunya, karena keduanya tidak
mempunyai wewenang untuk menentukan bagian masing-masing.[6]
2.
Syirkah Uqud
Syirkah ini merupakan bentuk transaksi yang terjadi
antara dua orang atau lebih untuk bersekutu dalam harta dan keuntungannya.
Menurut ulama Hanabilah, perkongsian ini dibagi menjadi
lima, yaitu :
a.
Syirkah ‘inan
b.
Syirkah mufawidhah
c.
Syirkah abdan
d.
Syirkah wujuh
e.
Syirkah mudharabah.
Ulama Hanafiyah menjadi enam macam, yaitu :
a.
Syirkah anwal
b.
Syirkah a’mal
c.
Syirkah wujuh
Masing-masing dari ketiga bentuk ini terbagi menjadi mufawidhah
dan ‘inan.[7]
Secara umum, fuqaha Mesir yang kebanyakan bermazhab
Syafi’i dan Maliki, berpendapat bahwa perkongsian terbagi atas empat macam,
yaitu :
a.
Syirkah ‘inan
b.
Syirkah mufawidhah
c.
Syirkah abdan
d.
Syirkah wujuh.[8]
Ulama fiqih sepakat bahwa Syirkah ’inan dibolehkan,
sedangkan bentuk-bentuk yang lain masih diperselisihkan.
Ulama Syafi’iyah, Zahiriyah dan Imamiyah menganggap semua
bentuk Syirkah selain ‘inan dan mudharabah
adalah batal.
Ulama Hanabilah dan Zaidiyah membolehkan semua bentuk
syirkah yang enam diatas apabila sesuai dengan syarat-syaratnya.
Pada bagian ini, akan dibahas semua bentuk perseroan yang
sesuai dengan pendapat ulama Hanafiyah,kecuali prseroan mudharabah yang
dibahas secara khusus.
B.
Metode Transaksi Syirkah
‘Uqud
Menurut ulama Hanafiyah, rukun syirkah ‘uqud adalah ijab
dan qabul. Seperti seoarang berkata, “Saya berserikat dengan kamu dalam masalah
ini.” Orang satu lagi menjawab, “Saya terima.” Sedangkan rukun perseroan
menurut jumhur ada tiga, yaitu ‘aqidan (dua orang yang akad), ma’qud ‘alaih
(harta/laba), dan sighat.
Syirkah uqud
terbagi atastiga macam, yaitu syirkah amwal, syirkah wujuh, dan syirkah a’mal
atau sanayi.[9]
Pengertian Syirkah Harta
Syirkah harta adalah dua orang yang bersekutu dalam harta, dan menyatakan
bersekutu dalam menjual dan membeli secara bersama-sama, atau mereka
memutlakkan bentuk kerjasama diantara keduanya, tidak sebatas jual beli saja,
melainkan seperti rizki yang datang dari Allah SWT. Berupa laba dan milik
mereka dan berdua dengan syarat tertentu.
Penjelasan
tentang pembagian syirkah ‘Uqud yang terdiri dari syirkah ‘inan, syirkah
mufawidhah, syirkah wujuh,dan syirkah a’mal atau abdan.
1.
Syirkah
‘Inan
Syirkah ‘inan adalah
persekutuan antara dua orang dalam harta milik atau berdagang secara
bersama-sama, dan membagi laba atau kerugian secara bersama-sama.
Menurut
pengertian lain, Syirkah inan adalah perseroan
dua badan (orang) dengan harta masing-masing. Dalam syirkah ini ada dua orang
bekerjasama dengan menyertakan harta masing-masing untuk dikelola secara
bersama-sama dengan melibatkan tenaga mereka dan keuntungan dibagi sesuai
kesepakatan di awal ( An-Nizham al-Iqtishadi
fi Islam, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani )
Contoh : Samsul dan Dimas bersepakat untuk kerjasama melakukan bisnis jual roti bakar,
dan mereka bersepakat untuk saling mengeluarkan modal dengan
prosentase 60% : 40% dan mereka bersepakat untuk mengelola bersama.
Dan untuk pembagian keuntungan sesuai prosentase modal masing-masing.
Syirkah ini banyak dilakukan oleh manusia karena didalamnya tidak
disyariatkan adanya kesamaan dalam modal dan pengolahan (tasharruf). Boleh saja
modal satu orang lebih banyak dibandingkan yang lainnya, sebagaimana di
bolehkan juga seseorang bertanggung jawab sedangkan yang lain tidak. Hanya
saja, kerugian didasarkan pada modal yang diberikan sebagai mana dinyatakan
dalam kaidah:
Artinya
: “Laba didasarkan pada persyaratan yang ditetapkan berdua, sedangkan
kerugian atau pengeluaran didasarkan kadar harta keduanya.”
2. Syirkah Mufawidah
Arti dari kata Mufawidhah
menurut bahasa adalah persamaan. Dinamakan mufawidhah antara lain sebab harus
ada kesamaan dalam modal, keuntungan, serta bentuk kerjasama lainnya.
Menurut istilah syirkah mufawidhah
adalah transaksi dua orang atau lebih untuk berserikat dengan syarat memiliki
kesamaan dalam jumlah modal, penentuan keuntungan, pengolahan, serta agama yang
dianut.
Syirkah
mufawwidah adalah
kerjasama dua orang yang bersekutu memiliki kedudukan yang sederajat dalam hal
modal yang disetor, tanggungjawab pengelolaan (hak & tanggungjawab), skill
dan pengetahuan agama.
Menurut pengertian lain, yaitu menurut ulama Hanafiyah syirkah mufawwidah adalah syirkah antara dua orang yang sama kepemilikan benda, hak istimewanya, dan seiman. Kemitraan
ini hanya didukung oleh ulama Hanafiyah, sementara Imam Syafi’I, Imam Hambali
dan ulama Ja’far tidak mendukungnya.
Contoh : Ahmadi dan Nandi akan membuat usaha bersama yaitu jual Pakaian
Gamis. Untuk modal dan pembagian keuntungan mereka sepakat dengan prosentase
50% : 50%. Mereka juga berkomitmen untuk mengelola bersama-sama dan
dengan resiko bersama untung atau rugi.
3. Syirkah Wujuh
Syirkah wujuh adalah
kerjasama antara dua orang atau lebih dengan modal dari pihak lain (di luar
orang terseut). Artinya salah seorang memberikan modalnya kepada dua orang atau
lebih secara mudharabah ( An-Nizham al-Iqtishadi
fi Islam, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani )
Menurut pengertian lain, syirkah
wujuh adalah dua orang menjadi mitra yang sepakat membeli barang
bersama-sama secara kredit dengan tanggungan nama baiknya, dan menjualnya
secara bersama pula.
Contoh : Mundzir, Syarif, dan Hamzan
berencana membuat usaha, yaitu konter. Tetapi mereka tidak mempunyai modal.
Akhirnya mereka meminta bantuan modal kepada Pak Baihaqi dengan sistem mudharabah,
dan sistem bagi hasil adalah 30% untuk Pak Baihaqi dan 70% untuk mereka bertiga.
4.
Syirkah
A’mal atau Abdan
Syirkah A‘mal
adalah persekutuan dua orang untuk menerima suatu pekerjaan yang akan
dikerjakan secara bersama-sama. Kemudian keuntungan dibagi di antara keduanya
dengan menetapkan persyaratan tertentu, Perkongsian jenis ini terjadi, misalnya
di antara dua orang penjahit, tukang besi, dan lain-lain. Perkongsian ini
disebut juga dengan perkongsian shana’I dan taqabbul.
Syirkah abdan adalah kerjasama dua orang atau lebih
dengan mengandalkan keahlian (skill) yang dimiliki dengan atau tanpa modal yang
disetor. Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan diawal. Menurut pengertian
lain syirkah ini adalah kemitraan yang dilakukan dua
orang mitra sepakat kerja bersama-sama dan berbagi pendapatan.
Contoh : Si Umam adalah seorang Insinyur
Teknik Arsitek yang bersepakat dengan Si Udin yang ahli di
bidang pembangunan untuk membuat jasa konsultasi
dibdang pembangunan kantor, rumah dll.
C. Syarat Syirkah
‘Uqud
Menurut ulama Hnafiyah syarat
syirkah ‘uqud terbagi atas dua macam,
yaitu syarat ‘am (umum) dan khas (khusus).
1. Syarat Umum
Syirkah ‘Uqud
Syarat-syarat umum syirkah anatara lain.[10]
a. Dapat di
pandang sebagai perwakilan
Hendaklah setiap orang yang
bersekutu saling memberikan wewenang kepada sekutunya untuk mengolah harta,
baik ketika membeli, menjual, bekerja, dan lain-lain. Dengan demikian, masing
dapat menjadi wakil bagi yang lainnya.
b. Ada
kejelasan dalam pembagian keuntungan
Bagian masing-masing dan yang
bersekutu harus jelas. seperti 115, 113, atau 10%. Jika keuntungan tidak jelas
(majlu), akad menjadi fasid (rusak) sebab laba merupakan Maq’ud ‘Alaih (salah
satu rukun akad menurut Jumhur).
c. Laba
merupakan bagian (fuz) umum dan jumlah
Laba hendaklah termasuk
bagian (.juz) yang umum dan perkongsian, tidak ditentukan, seperti satu pihak
mendapat sepuluh, dua puluh; dan lain4ain. Hal ini karena perkongsian
mengharuskan adanya penyertaan dalam laba, sedangkan penentuan akan
menghilangkan hakikat perkongsian
2.
Syarat
Khusus pada Syirkah Amwal
Persyaratan khusus pada syirkah amwal,
baik pada syirkah ‘inan maupun syirkah mufawidhahadalah sebagai berikut.[11]
a. Modal Syirkah Harus Ada Dan Jelas
Jumhur ulama berpendapat bahwa modal dalam
syirkah harus jelas ada, tidak boleh berupa utang atau harta yang tidak ada di
tempat, baik ketika akad maupun ketika jual-beli.
b. Modal Harus Bernilai atau Berharga Secara
Mutlak
Ulama
fiqih dari empat mazhab sepakat bahwa modal harus berupa sesuatu yang bernilai
secara umum,seperti uang. Oleh karena itu,tidak sah modal syirkah dengan
barang-barang, baik yang bergerak (manqul) maupun tetap (‘aqar).
3. Syarat Khusus
Syirkah Mufawidhah
Ulama Hanafiyah menyebutkan beberapa syarat khusus
pada syirkah mufawidhah, diantaranya :
a. Setiap ‘aqid (yang
akad) harus ahli dalam perwakilan dan jaminan, yakni keduanya harus merdeka,
telah balig, berakal, sehat, dan dewasa.
b. Ada kesamaan modal
dari segi ukuran, harga awal dan akhir.
c. Adapun yang pantas
menjadi modal dari salah seorang yang bersekutu dimasukkan dalam perkongsian.
d. Ada kesamaan dalam
pembagian keuntungan.
e. Ada kesamaan dalam
berdagang. Tidak boleh dikhususkan pada seorang yang ataas saja, juga tidak
berserikat dengan orang kafir.
f. Pada transaksi (akad)
harus enggunakan kata mufawidhah.
Persyaratan diatas harusterpenuhi pada syirkah mufawidhah.
Jika salah satu syarat tidak ada, syirkah ini akan berubah menjadi syirkah
‘inan
4. Syrat Syirkah
A’mal
Jika syirkah a’mal ini berbentuk mufawidhah,
maka harus memenuhi syarat mufawidhah diatas. Akan tetapi, jika syirkah
ini berbentuk ‘inan, hanya disyaratkan ahli dalam perwakilan saja.
Menurut ulama Hanfiyah, setiap sah menjadi wakil, sah pula serikat.
Namun demikian, jikan pekerjaan membutuhkan alat
dan alat itu dipakai oleh salah seorang ‘aqid, hal itu tidak
mempengaruhi syirkah. Akan tetapi, jika membutuhkan pada orang lain, pekerjaan
itu menjadi tanggung jawab yang menyuruh
dan syirkah dipandang rusak.
5. Syarat Syirkah
Wujuh
Apakah syrkah ini berbentuk mufawidhah, hendaklah yang bersekutu itu
ahli dalam memberikan jaminan, dan masing-masing harus memeiliki setengah harga
yang dibeli. Selain itu, keuntungan dibagi dua dan ketika akad harus
menggunakan kata mufawidhah.
Jika syirkah berbentuk inan, tidak disyaratkan harus memenuhi persyaratan
diatas, dibolehkan salah seorang ‘aqid melebihi yang lain. Hnya saja,
keuntungan harus didasarkan pada kadar tanggungan. Jika meminta lebih akad
batal.
D. Hukum (ketetapan
Syirkah ‘Uqud
Hukum syirkah ‘uqud terbagi menjadi dua, yaitu sahih
dan fasid.
Syirkah dikatakan fasid (rusak) apabila tidak
memenuhi persyaratan yang disebutkan di atas. Adapun syirkah sahih adalah
syirkah yang memenuhi persyaratan kesahihannya. Dengan demikian, hukumnya akan
diketahui sesuai dengan pembahasan masing-masing bentuk syirkah tersebut, yaitu
berikut ini.
1.
Hukum (Ketetapan) Syirkah ‘Inan Amwal
a.
Syarat Pekerjaan
Dalam syirkah ‘inan dibolehkan kedua orang yang
berserikat untuk menetapkan persyaratan bekerja, misalnya seorang membeli dan
seseorang lagi menjual, dan lain-lain.
b. Pembagian
Keutungan
Menurut ulama Hanafiyah, pembagian keuntungan
bergantung pada besarnya modal. Dengan demikian, keuntungan bisa berbeda, jika
modal berbeda-beda, tidak dipengaruhi oleh pekerjaan. Akan tetapi menurut ulama
Hanafiyah selain Ja’far, dapat juga modal dan keuntungan itu tidak sama dengan
syarat salah satunya menambah pekerjaanya, sebab dalam syirkah, selain dengan
harta dapat juga dengan pekerjaan.
c. Harta Syirkah
Rusak
Ulama Hanafiyag dan Syafi’iyah berpendapat, jika
terjadi kerusakan pada harta syirkah sebelum dibelanjakan, atau pada salah satu
harta sebelum dicampurkan,syirkah batal. Hal ini karena yang ditransaksikan
dalam syirkah adalah harta.
Jika kerusakan terjadi setelah harta dibelanjakan,
akad tidak batal, dan apa yang dibelanjakan itu menjadi tanggungan mereka
berdua karena mereka membelinya dalam pelaksanaan syirkah.
d. Tasharruf
(Pendayagunaan) Harta Syirkah
Setiap anggota persekutuan berhak
memperjual-belikan harta syirkah, karena dalam syirkah ‘inan, seoran
yang berserikat memiliki dan memberikan izin rekannya untuk mendayagunakan
harta mereka, juga diperbolehkan berbelanja, baik secara kontan maupun
ditangguhkan.
Menurut ulama Syafi’iyah tidak dibolehkan
berbelanja secara tidak kontan. Dalam masalaah ini, diantara ulama Hanabilah
terbagi atas dua pendapat, tetapi yang paling masyhur adalah pendapat yang
membolehkan belanja secara tidak kontan.[12]
Diantara cara atau bentuk tasharruf harta
syirkah adalah :
Ø Membelanjakan dan
menitipkannyasesuai kebiasaan para pedagang.
Ø Memberikan
modalkepada seseorang untuk berdagang secara mudharabah (bagihasil).
Ø Mewakilkan hak jual
beli kepada orang lain.
Ø Memakai dalam
pegadaian.
Ø Memakai dalam
persewaan.
Ø Memakai dalam hiwalah
(pemindahan hak utang) denhan harga barang.
Ø Mematuhi aturan-aturan
dalam transaksi.
Ø Memakai ongkos
perjalanan. Abu Hanifah, Muhammad, dan pendapat paling sahih dari ulama
Malikiyah membolehkannya,sedangkan Abu Yusuf dan imam Syafi’i
melarangnya,kecuali ada izin dari rekannya.
Ø Untuk boleh berderma
dengan harta syirkah sebab masing-masing tidak memiliki kewenangan untuk
berbuat kebaikan dengan harta syirkah , seperti, hibah, sedekah, dan lain-lain.
2. Hukum
(Ketetapan) Syirkah Mufawidhah dan Amwal
sebagai sesuatu yang dibolehkan ber-tasharruf
dalam syirkah ‘inan juga boleh dilakukan dalam syirkah mufawidhah. Begitu
pula segala persyaratan yang diharuskan dalam syirkah ‘inan diharuskan
pula dalam syirkah mufawidhah. Hal itu karena syirkah mufawidhah pada
hakikatnya adalah syirkah ‘inan yang ditambah.
Adapun ketetapan-ketetapan khusus yangharus ada
syirkah mufawidah antara lain:[13]
a. Pengakuan utang,
dibolehkan atas dirinya atau rekannya.
b. Penetapan kesamaan
utang atau yang semakna dengan ini.
c. Harus ada penjamin
harta,
d. Masing-masing
memiliki hak menuntut segala aturan yang berkaitan dengan pembelian atau
penjualan.
e. Segala perbuatan yang
tidak berhubungan dengan syirkah tidak boleh diambildari syiekah, seperti
membayar denda, mahar dan lain-lain.
3. Hukum
(Ketetapan) Syirkah Wujuh
Dua orang yang bersekutu dalam syirkah wujuh, baik
mufawidhah, maupun ‘inan, dia berada pada posisi syirkah
amwal, baik dalam hal perkara yang wajib dikerjakan oleh keduanya atau yang
boleh dikerjakan oleh salah satunya. Apabila syirkah dimutlakkan, ia menjadi syirkah
inan, sebab syirkah mutlak mengharuskan ‘inan.
Jika syirkah wujuh berbentuk mufawidhah berbagai
hal yang bekaitan dengan jual beli, harus sama, sebab mufawidhah melarang
ketidaksamaan.
4. Hukum
(Ketetapan) Syirkah A’mal
a. Berbentuk
mufawidhah
Apabila syirkah a’mal berbentuk mufawidhah,
setiap yang bersekutu diwajibkan menanggung segala sesuatu yang berkaitan
dengan syirkah atau perkongsian.
b. Berbentuk ‘inan
Ketetapan pada syirkah ‘inan sebenarnya
hampir sama dengan mufawidhah di atas apabila dihubungkan dengan keharusan
menanggung pekerjaan secara baik.
c. Pembagian laba
Pembagian laba pada syirkah ini bergantung
pada tanggungan bukan pada pekerjaan, apabila salah seorang pekerja, sedang
lainnya tidak sakit atau sedang pergi misalnya, maka upah tetap diberikan
sesuai dengan persyaratan yang mereka tetapkan.
d. Penanggungan
kerugian
Menanggung kerugian pada syirkah juga
tergantung padajaminan yang mereka berikan.
E. Sifat Akad Syirkah
dan Kewenangan
1. Hukum Kepastian
Syirkah
Kebanyakan ulama fiqih berpendapat bahwa
akad syirkah dibolehkan, tetapi tidak lazim.[14]
Oleh karena itu, salah seorang yang bersekutu dibolehkan membatalkan akad atas
sepengetahuan rekannya untuk menghindari kemudharatan.
2. Kewenangan
Syarik (yang berserikat)
Para ahli fiqih sepakat bahwa kewenangan
syarik perkongsian adalah amanah, seperti dalam titipan, karena memegang atau
menyerahkan harta atas izin rekannya.
F. Hal yang
Membatalkan Syirkah
Perkara yang membatalkan syirkah terbagi atas dua hal. Ada perkara yang
membatalkan syirkah secara umum dan ada pula yang membatalkan sebagian yang
lainnya.
1. Pembatalan
Syirkah Secara Umum
a.
Pembatalan dari salah seorang yang bersekutu
b.
Meninggalnya salah seorang syarik
c.
Salah seorang syarik murtad atau membelok ketika
perang
d.
Gila.
2. Pembatalan
Khusus Sebagian Syirkah
a. Harta syirkah rusak
Apabila harta syirkah rusak seluruhnya
atau harta salah seorang rusak sebelum dibelanjakan, syirkah batal. Hal ini
terjadi pada syirkah amwal. Alasannya, yang menjadi barang transaksi adalah
harta maka, kalau rusak, akad menjadi batalsebagaimana terjadi pada transaksi
jual beli.
b. Tidak Ada Kesamaan
Modal
Apabila tidak ada kesamaan modal dalam
syirkah mufawidah pada awal transaksi, syirkah batal sebab hal itu merupakan
syarat transaksi mufawidhah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Syirkah adalah izin untuk
mendayagunakan (tasharuf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama sama
oleh keduanya, yakni keduanya salin mengizinkan kepada salah satunya untuk
mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing masing memiliki hak untuk
bertasharuf
Ø Landasan Syirkah
a.
Al quran
b.
Al hadits
Ø Pembagian Syirkah
a.
Syirkah amlak (milik) terdiri dari iktiar dan ijbar
b.
Syirkah ‘Uqud (kontrak) terdiri dari inan, mufawidhah,
abdan, wujuh dan mudharabah
Ø Hal hal yang membatalkan
syirkah terbagi atas dua hal :
1.
Pembatalan syirkah secara umum
a.
Pembatalan dari salah seorang yang bersekutu
b.
Meninggalnya salah seorang syarik
c.
Salah seorang syarik murtad atau membelok ketika perang
d.
Gila.
2.
Pembatalan secara khusus sebagian syirkah
a.
Tidak ada kesamaan modal
b.
Harta syirkah rusak.
[1]
Ad-Dasuqi, Asy-Syarh Al-Kabir
Ma’a Ad-Dasuqi, juz III. hlm. 348
[2]
Ibn Qudamah, Al-Mugni, juz
II, hlm. 211
[3]
Muhammad Asy-Syarbini, Mugni
Al-Muhtaj, juz III. Hlm. 364
[4]
Ibn Abidin, Radd Al-Muhtar Dar
Al-Muhtar, juz III, hlm.364
[5]
Al-Kasmi, Bada’i Ash-Shana’i fi
Tartib Asy-Syara’i, juz VI, hlm. 56
[6]
Ibid,. Hlm. 65
[7]
Jaila’i, Tabyin Al-Haqaiq, juz
III, hlm. 313
[8] Ibn Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid
wa Nihayah Al-Muqtashid, juz II, hlm.248
[9]
Al-Kasani, Op.Cit., juz VI,
hlm.56
[10]
Al-Kasani, op.,Cit, juz VI,
hlm. 58
[11]
Ibid, hlm. 343
[12]
Muhammad Asy-Syarbani, Op.Cit, juz
II, hlm. 168
[13]
Al-Kasani, Op. Cit.juz II,
hlm. 73
[14]
Ibid,. Hlm. 77