Makalah Fiqih Muamalah Kontemporer (Syirkah)


BAB II

PEMBAHASAN



A.     Arti, Landasan, dan Pembagian Syirkah

1.       Pengertian Syirkah

         Secara etimologi syirkah dalam bahasa Arab yaitu berasal dari kata dasar syarika (شرك), yasyruku (يشرك) syarikan/syirkatan/syarikatan (شركة); yang berarti bersekutu atau berserikat (Kamus al Munawwir). Dari pengertian tersebut, perserikatan dalam perdagangan menuntut adanya pencampuran antara pemilik modal atau pemegang saham. Adapun pengertian perserikatan jika ditilik dari segi fikih, terdapat beberapa kitab yang menerangkannya, diantaranya yaitu:


اَلْإِخْتِلَاطُ أيْ خَلْطُ أَحَدِ الْماَلَيْنِ بِاْلأَخَرِ بِحَيْثُ لاَيَمْتاَزَانِ عَنْ بَعْضِهِمَا

Artinya :

“percampuran, yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan harta lainnya, tanpa dapat dibedakan antara keduanya.”



Sedangkan pengertian syirkah secara terminologi dikemukakan oleh ulama empat mazhab sebagai berikut :

Ø  Menurut Malikiyah :



الشركة هي إذنٌ في التصرُّف لَهُما مع أنفسهما أيْ أنْ يأْذَنَ كلُّ واحد من الشريكَين



لصاحبه فِي أن يتصرّف فِي مال لَهما مع إِبْقَاء حقّ التَّصَرّف لِكُل منهما

Artinya :

“syirkah adalah izin untuk mendayagunakan (tasharuf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama sama oleh keduanya, yakni keduanya salin mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing masing memiliki hak untuk bertasharuf”[1]



Ø  Menurut Hanabilah :

الشركة هي الإجتماع في استحقاق أو تصرف

Artinya :

“Syirkah adalah berkumpul atau bersama-sama dalam kepemilikan atas hak atau tasaruf  (pembelanjaan harta).”[2]





Ø  Menurut Syafi’iyah :



ثبُوُتِ الحَقِّ في الشَّيء الْوَاحِدِ لِشَخْصَيْنِ فَصَاعِدًا عَلَى جِهَةٍ الشُّيُوْعِ

Artinya :

Ketetapan pada sesuatu yangdimiliki dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur (diketahui).”[3]

Ø  Menurut Hanafiyah :



عِبَارَةٌ عَنْ عَقْدٍ بَيْنَ المْتُشَارِكَيْنِ فِيْ رَأْسِ المْاَلِ وَالرِّبْح

Artinya :

Ungkapan tentang adanya transaksi (akad) antara dua orang yang bersekutu pada pokok harta dan keuntungan.[4]



Apabila diperhatikan secara seksama, definisi yang terakhir dapat dipandang paling jelas, karena mengungkap hakikat perkongsian, yaitu transaksi (akad). Adapun pengertian lainnya tampaknya hanya menggambarkan tujuan, pengaruh, dan hasil kerja sama.



2.       Landasan Syirkah

Landasan syirkah (perseroan) terdapat dalam Al-Qur’an, Al-Hadits, dan Ijma’, berikut ini.

a.          Al-Qur’an

                                                                (النساء : ١٢)      فهم شركاءفي الثلث                             

Artinya :

“Mereka bersekutu dalam yang sepertiga.” (Q.S. An-Nisa’ : 12)

b.         As-Sunah


عن ابي هريرة رفعه إلى النبى ص.م. قال : انّ الله عزّ وجلّ يقول: انا ثالث السريكين ما لم يخن احد هما صاحبه فاذاخانه خرچت من بينهما (رواه ابوداوالحاكم وصححه اسناده

Artinya:

“Dari Abu Hurairah yang di rafa’kan kepada Nabi SAW. bahwa Nabi SAW. bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT. Berfirman, “Aku adalah yang ketiga pada dua orang yang bersekutu, selama salah seorang dari keduanya tidak menghianatitemannya, Aku akan keluardari persekutuan tersebutapabila salah seorangmenghianatinya.”

(HR. Abu Dawud dan Hakim menyahihkan sanadnya)

c.          Ijma’

Umat Islam sepakat bahwa ijma’ dibolehkan, hanya saja, mereka berbeda pendapat tentang jenisnya.



3.      Pembagian Syirkah

Syirkah/ Perkongsian terbagi atasdua macam, yaitu syirkah amlak(kepemilikan) dan syirkah uqud (kontrak). Syirkah amlak adalah perkongsian yang bersifat memaksa dalam hukum positif, sedangkan syirkah uqud  adalah perkongsian yang bersifat ikhtiariyah (pilihan sendiri).

1.    Syirkah Amlak

Syirkah amlak adalah dua orang atau lebih yang memiliki barang tanpa adanya akad. Syirkah ini ada dua macam :[5]

a.             Syirkah  Sukarela (ikhtiar)

Syirkah ikgtiar adalah kerja sama yang muncul karena adanya kontrak antara dua orang yang bersekutu. Contohnya dua orang membeli atau memberi atau berwasiat tentang sesuatu dan keduanya menerima, maka jadilah pembeli, yang diberi, dan yang diberi wasiat bersekutu diantara keduanya, yaitu perkongsian milik.

b.             Syirkah Paksaan (ijbar)

Syirkah paksaan (ijbar), adalah kerja sama yang ditetapkan kepada dua orang atau lebih yang bukan didasarkan atas perbuatan keduanya, seperti dua orang mewariskan sesuatu, maka yang diberi waris menjadi sekutu mereka.



Hukum kedua jenis syirkah ini adalah salah seorang yang besekutu seolah-olah sebagai orang lain dihadapan yang bersekutu lainnya. Oleh karena itu,salah seorang diantara mereka tidak boleh mengolah (tasharruf) harta perkongsian tersebut tanpa izin dari teman sekutunya, karena keduanya tidak mempunyai wewenang untuk menentukan bagian masing-masing.[6]



2.        Syirkah  Uqud

Syirkah ini merupakan bentuk transaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk bersekutu dalam harta dan keuntungannya.

Menurut ulama Hanabilah, perkongsian ini dibagi menjadi lima, yaitu :

a.              Syirkah ‘inan

b.             Syirkah  mufawidhah

c.              Syirkah  abdan

d.             Syirkah  wujuh

e.              Syirkah  mudharabah.

Ulama Hanafiyah menjadi enam macam, yaitu :

a.              Syirkah  anwal

b.             Syirkah  a’mal

c.              Syirkah  wujuh

Masing-masing dari ketiga bentuk ini terbagi menjadi mufawidhah dan ‘inan.[7]

Secara umum, fuqaha Mesir yang kebanyakan bermazhab Syafi’i dan Maliki, berpendapat bahwa perkongsian terbagi atas empat macam, yaitu :

a.    Syirkah ‘inan

b.    Syirkah  mufawidhah

c.    Syirkah abdan

d.   Syirkah  wujuh.[8]

Ulama fiqih sepakat bahwa Syirkah ’inan dibolehkan, sedangkan bentuk-bentuk yang lain masih diperselisihkan.

Ulama Syafi’iyah, Zahiriyah dan Imamiyah menganggap semua bentuk Syirkah  selain ‘inan dan mudharabah adalah batal.

Ulama Hanabilah dan Zaidiyah membolehkan semua bentuk syirkah yang enam diatas apabila sesuai dengan syarat-syaratnya.

Pada bagian ini, akan dibahas semua bentuk perseroan yang sesuai dengan pendapat ulama Hanafiyah,kecuali prseroan mudharabah yang dibahas secara khusus.



B.  Metode Transaksi Syirkah ‘Uqud

Menurut ulama Hanafiyah, rukun syirkah ‘uqud adalah ijab dan qabul. Seperti seoarang berkata, “Saya berserikat dengan kamu dalam masalah ini.” Orang satu lagi menjawab, “Saya terima.” Sedangkan rukun perseroan menurut jumhur ada tiga, yaitu ‘aqidan (dua orang yang akad), ma’qud ‘alaih (harta/laba), dan sighat.

   Syirkah uqud terbagi atastiga macam, yaitu syirkah amwal, syirkah wujuh, dan syirkah a’mal atau sanayi.[9]



Pengertian Syirkah Harta

Syirkah harta adalah dua orang yang bersekutu dalam harta, dan menyatakan bersekutu dalam menjual dan membeli secara bersama-sama, atau mereka memutlakkan bentuk kerjasama diantara keduanya, tidak sebatas jual beli saja, melainkan seperti rizki yang datang dari Allah SWT. Berupa laba dan milik mereka dan berdua dengan syarat tertentu.

   Penjelasan tentang pembagian syirkah ‘Uqud yang terdiri dari syirkah ‘inan, syirkah mufawidhah, syirkah wujuh,dan syirkah a’mal atau abdan.



1.        Syirkah ‘Inan

Syirkah ‘inan adalah persekutuan antara dua orang dalam harta milik atau berdagang secara bersama-sama, dan membagi laba atau kerugian secara bersama-sama.

Menurut pengertian lain, Syirkah inan adalah perseroan dua badan (orang) dengan harta masing-masing. Dalam syirkah ini ada dua orang bekerjasama dengan menyertakan harta masing-masing untuk dikelola secara bersama-sama dengan melibatkan tenaga mereka dan keuntungan dibagi sesuai kesepakatan di awal ( An-Nizham al-Iqtishadi fi Islam, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani )

Contoh : Samsul dan Dimas bersepakat untuk kerjasama melakukan bisnis jual roti bakar, dan mereka bersepakat untuk saling mengeluarkan modal dengan prosentase 60% : 40% dan mereka bersepakat untuk mengelola bersama. Dan untuk pembagian keuntungan sesuai prosentase modal masing-masing.

Syirkah ini banyak dilakukan oleh manusia karena didalamnya tidak disyariatkan adanya kesamaan dalam modal dan pengolahan (tasharruf). Boleh saja modal satu orang lebih banyak dibandingkan yang lainnya, sebagaimana di bolehkan juga seseorang bertanggung jawab sedangkan yang lain tidak. Hanya saja, kerugian didasarkan pada modal yang diberikan sebagai mana dinyatakan dalam kaidah:



Artinya : “Laba didasarkan pada persyaratan yang ditetapkan berdua, sedangkan kerugian atau pengeluaran didasarkan kadar harta keduanya.”



2.    Syirkah Mufawidah

Arti dari kata Mufawidhah menurut bahasa adalah persamaan. Dinamakan mufawidhah antara lain sebab harus ada kesamaan dalam modal, keuntungan, serta bentuk kerjasama lainnya.

Menurut istilah syirkah mufawidhah adalah transaksi dua orang atau lebih untuk berserikat dengan syarat memiliki kesamaan dalam jumlah modal, penentuan keuntungan, pengolahan, serta agama yang dianut.

Syirkah mufawwidah adalah kerjasama dua orang yang bersekutu memiliki kedudukan yang sederajat dalam hal modal yang disetor, tanggungjawab pengelolaan (hak & tanggungjawab), skill dan pengetahuan agama.

Menurut pengertian lain, yaitu menurut ulama Hanafiyah syirkah mufawwidah adalah syirkah antara dua orang yang sama kepemilikan benda, hak istimewanya, dan seiman. Kemitraan ini hanya didukung oleh ulama Hanafiyah, sementara Imam Syafi’I, Imam Hambali dan ulama Ja’far tidak mendukungnya.

Contoh : Ahmadi dan Nandi akan membuat usaha bersama yaitu jual Pakaian Gamis. Untuk modal dan pembagian keuntungan mereka sepakat dengan prosentase 50% : 50%. Mereka juga berkomitmen untuk mengelola bersama-sama dan dengan resiko bersama untung atau rugi.



3.      Syirkah Wujuh

Syirkah wujuh adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dengan modal dari pihak lain (di luar orang terseut). Artinya salah seorang memberikan modalnya kepada dua orang atau lebih secara mudharabah ( An-Nizham al-Iqtishadi fi Islam, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani )

Menurut pengertian lain, syirkah wujuh adalah dua orang menjadi mitra yang sepakat membeli barang bersama-sama secara kredit dengan tanggungan nama baiknya, dan menjualnya secara bersama pula.

Contoh : Mundzir, Syarif, dan Hamzan berencana membuat usaha, yaitu konter. Tetapi mereka tidak mempunyai modal. Akhirnya mereka meminta bantuan modal kepada Pak Baihaqi dengan sistem mudharabah, dan sistem bagi hasil adalah 30% untuk Pak Baihaqi dan 70% untuk mereka bertiga.



4.      Syirkah A’mal atau Abdan

Syirkah A‘mal adalah persekutuan dua orang untuk menerima suatu pekerjaan yang akan dikerjakan secara bersama-sama. Kemudian keuntungan dibagi di antara keduanya dengan menetapkan persyaratan tertentu, Perkongsian jenis ini terjadi, misalnya di antara dua orang penjahit, tukang besi, dan lain-lain. Perkongsian ini disebut juga dengan perkongsian shana’I dan taqabbul.

Syirkah abdan adalah kerjasama dua orang atau lebih dengan mengandalkan keahlian (skill) yang dimiliki dengan atau tanpa modal yang disetor. Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan diawal. Menurut pengertian lain syirkah ini adalah kemitraan yang dilakukan dua orang mitra sepakat kerja bersama-sama dan berbagi pendapatan.

Contoh : Si Umam adalah seorang Insinyur Teknik Arsitek yang bersepakat dengan Si Udin yang ahli di bidang pembangunan untuk membuat jasa konsultasi dibdang pembangunan kantor, rumah dll.





C.       Syarat Syirkah ‘Uqud

Menurut ulama Hnafiyah syarat syirkah ‘uqud terbagi  atas dua macam, yaitu syarat ‘am (umum) dan khas (khusus).

1.    Syarat Umum Syirkah ‘Uqud

Syarat-syarat umum syirkah anatara lain.[10]

a.    Dapat di pandang sebagai perwakilan

Hendaklah setiap orang yang bersekutu saling memberikan wewenang kepada sekutunya untuk mengolah harta, baik ketika membeli, menjual, bekerja, dan lain-lain. Dengan demikian, masing dapat menjadi wakil bagi yang lainnya.

b.   Ada kejelasan dalam pembagian keuntungan

Bagian masing-masing dan yang bersekutu harus jelas. seperti 115, 113, atau 10%. Jika keuntungan tidak jelas (majlu), akad menjadi fasid (rusak) sebab laba merupakan Maq’ud ‘Alaih (salah satu rukun akad menurut Jumhur).

c.    Laba merupakan bagian (fuz) umum dan jumlah

Laba hendaklah termasuk bagian (.juz) yang umum dan perkongsian, tidak ditentukan, seperti satu pihak mendapat sepuluh, dua puluh; dan lain4ain. Hal ini karena perkongsian mengharuskan adanya penyertaan dalam laba, sedangkan penentuan akan menghilangkan hakikat perkongsian

2.   Syarat Khusus pada Syirkah Amwal

Persyaratan khusus pada syirkah amwal, baik pada syirkah ‘inan maupun syirkah mufawidhahadalah sebagai berikut.[11]

a.      Modal Syirkah Harus Ada Dan Jelas

Jumhur ulama berpendapat bahwa modal dalam syirkah harus jelas ada, tidak boleh berupa utang atau harta yang tidak ada di tempat, baik ketika akad maupun ketika jual-beli.

b.    Modal Harus Bernilai atau Berharga Secara Mutlak

 Ulama fiqih dari empat mazhab sepakat bahwa modal harus berupa sesuatu yang bernilai secara umum,seperti uang. Oleh karena itu,tidak sah modal syirkah dengan barang-barang, baik yang bergerak (manqul) maupun tetap (‘aqar).









3.      Syarat Khusus Syirkah Mufawidhah

Ulama Hanafiyah menyebutkan beberapa syarat khusus pada syirkah mufawidhah, diantaranya :

a.       Setiap ‘aqid (yang akad) harus ahli dalam perwakilan dan jaminan, yakni keduanya harus merdeka, telah balig, berakal, sehat, dan dewasa.

b.      Ada kesamaan modal dari segi ukuran, harga awal dan akhir.

c.       Adapun yang pantas menjadi modal dari salah seorang yang bersekutu dimasukkan dalam perkongsian.

d.      Ada kesamaan dalam pembagian keuntungan.

e.       Ada kesamaan dalam berdagang. Tidak boleh dikhususkan pada seorang yang ataas saja, juga tidak berserikat dengan orang kafir.

f.       Pada transaksi (akad) harus enggunakan kata mufawidhah.

Persyaratan diatas harusterpenuhi pada syirkah mufawidhah. Jika salah satu syarat tidak ada, syirkah ini akan berubah menjadi syirkah ‘inan

4.      Syrat Syirkah A’mal

Jika syirkah a’mal ini berbentuk mufawidhah, maka harus memenuhi syarat mufawidhah diatas. Akan tetapi, jika syirkah ini berbentuk ‘inan, hanya disyaratkan ahli dalam perwakilan saja. Menurut ulama Hanfiyah, setiap sah menjadi wakil, sah pula serikat.

Namun demikian, jikan pekerjaan membutuhkan alat dan alat itu dipakai oleh salah seorang ‘aqid, hal itu tidak mempengaruhi syirkah. Akan tetapi, jika membutuhkan pada orang lain, pekerjaan itu  menjadi tanggung jawab yang menyuruh dan syirkah dipandang rusak.

5.      Syarat Syirkah Wujuh

Apakah syrkah ini berbentuk mufawidhah, hendaklah yang bersekutu itu ahli dalam memberikan jaminan, dan masing-masing harus memeiliki setengah harga yang dibeli. Selain itu, keuntungan dibagi dua dan ketika akad harus menggunakan kata mufawidhah.

Jika syirkah berbentuk inan, tidak disyaratkan harus memenuhi persyaratan diatas, dibolehkan salah seorang ‘aqid melebihi yang lain. Hnya saja, keuntungan harus didasarkan pada kadar tanggungan. Jika meminta lebih akad batal.

D.    Hukum (ketetapan Syirkah ‘Uqud

Hukum syirkah ‘uqud terbagi menjadi dua, yaitu sahih dan fasid.

Syirkah dikatakan fasid (rusak) apabila tidak memenuhi persyaratan yang disebutkan di atas. Adapun syirkah sahih adalah syirkah yang memenuhi persyaratan kesahihannya. Dengan demikian, hukumnya akan diketahui sesuai dengan pembahasan masing-masing bentuk syirkah tersebut, yaitu berikut ini.

1.        Hukum (Ketetapan) Syirkah ‘Inan Amwal

a.         Syarat Pekerjaan

Dalam syirkah ‘inan dibolehkan kedua orang yang berserikat untuk menetapkan persyaratan bekerja, misalnya seorang membeli dan seseorang lagi menjual, dan lain-lain.

b.      Pembagian Keutungan

Menurut ulama Hanafiyah, pembagian keuntungan bergantung pada besarnya modal. Dengan demikian, keuntungan bisa berbeda, jika modal berbeda-beda, tidak dipengaruhi oleh pekerjaan. Akan tetapi menurut ulama Hanafiyah selain Ja’far, dapat juga modal dan keuntungan itu tidak sama dengan syarat salah satunya menambah pekerjaanya, sebab dalam syirkah, selain dengan harta dapat juga dengan pekerjaan.

c.       Harta Syirkah Rusak

Ulama Hanafiyag dan Syafi’iyah berpendapat, jika terjadi kerusakan pada harta syirkah sebelum dibelanjakan, atau pada salah satu harta sebelum dicampurkan,syirkah batal. Hal ini karena yang ditransaksikan dalam syirkah adalah harta.

Jika kerusakan terjadi setelah harta dibelanjakan, akad tidak batal, dan apa yang dibelanjakan itu menjadi tanggungan mereka berdua karena mereka membelinya dalam pelaksanaan syirkah.



d.      Tasharruf (Pendayagunaan) Harta Syirkah

Setiap anggota persekutuan berhak memperjual-belikan harta syirkah, karena dalam syirkah ‘inan, seoran yang berserikat memiliki dan memberikan izin rekannya untuk mendayagunakan harta mereka, juga diperbolehkan berbelanja, baik secara kontan maupun ditangguhkan.

Menurut ulama Syafi’iyah tidak dibolehkan berbelanja secara tidak kontan. Dalam masalaah ini, diantara ulama Hanabilah terbagi atas dua pendapat, tetapi yang paling masyhur adalah pendapat yang membolehkan belanja secara tidak kontan.[12]

Diantara cara atau bentuk tasharruf harta syirkah adalah :

Ø  Membelanjakan dan menitipkannyasesuai kebiasaan para pedagang.

Ø  Memberikan modalkepada seseorang untuk berdagang secara mudharabah (bagihasil).

Ø  Mewakilkan hak jual beli kepada orang lain.

Ø  Memakai dalam pegadaian.

Ø  Memakai dalam persewaan.

Ø  Memakai dalam hiwalah (pemindahan hak utang) denhan harga barang.

Ø  Mematuhi aturan-aturan dalam transaksi.

Ø  Memakai ongkos perjalanan. Abu Hanifah, Muhammad, dan pendapat paling sahih dari ulama Malikiyah membolehkannya,sedangkan Abu Yusuf dan imam Syafi’i melarangnya,kecuali ada izin dari rekannya.

Ø  Untuk boleh berderma dengan harta syirkah sebab masing-masing tidak memiliki kewenangan untuk berbuat kebaikan dengan harta syirkah , seperti, hibah, sedekah, dan lain-lain.

2.    Hukum (Ketetapan) Syirkah Mufawidhah dan Amwal

sebagai sesuatu yang dibolehkan ber-tasharruf dalam syirkah ‘inan juga boleh dilakukan dalam syirkah mufawidhah. Begitu pula segala persyaratan yang diharuskan dalam syirkah ‘inan diharuskan pula dalam syirkah mufawidhah. Hal itu karena syirkah mufawidhah pada hakikatnya adalah syirkah ‘inan yang ditambah.

Adapun ketetapan-ketetapan khusus yangharus ada syirkah mufawidah antara lain:[13]

a.       Pengakuan utang, dibolehkan atas dirinya atau rekannya.

b.      Penetapan kesamaan utang atau yang semakna dengan ini.

c.       Harus ada penjamin harta,

d.      Masing-masing memiliki hak menuntut segala aturan yang berkaitan dengan pembelian atau penjualan.

e.       Segala perbuatan yang tidak berhubungan dengan syirkah tidak boleh diambildari syiekah, seperti membayar denda, mahar dan lain-lain.

3.    Hukum (Ketetapan) Syirkah Wujuh

Dua orang yang bersekutu dalam syirkah wujuh, baik mufawidhah, maupun ‘inan, dia berada pada posisi syirkah amwal, baik dalam hal perkara yang wajib dikerjakan oleh keduanya atau yang boleh dikerjakan oleh salah satunya. Apabila syirkah dimutlakkan, ia menjadi syirkah inan, sebab syirkah mutlak mengharuskan ‘inan.

Jika syirkah wujuh berbentuk mufawidhah berbagai hal yang bekaitan dengan jual beli, harus sama, sebab mufawidhah melarang ketidaksamaan.

4.    Hukum (Ketetapan) Syirkah A’mal

a.      Berbentuk mufawidhah

Apabila syirkah a’mal berbentuk mufawidhah, setiap yang bersekutu diwajibkan menanggung segala sesuatu yang berkaitan dengan syirkah atau perkongsian.

b.      Berbentuk ‘inan



Ketetapan pada syirkah ‘inan sebenarnya hampir sama dengan mufawidhah di atas apabila dihubungkan dengan keharusan menanggung pekerjaan secara baik.



c.       Pembagian laba

Pembagian laba pada syirkah ini bergantung pada tanggungan bukan pada pekerjaan, apabila salah seorang pekerja, sedang lainnya tidak sakit atau sedang pergi misalnya, maka upah tetap diberikan sesuai dengan persyaratan yang mereka tetapkan.



d.      Penanggungan kerugian

Menanggung kerugian pada syirkah juga tergantung padajaminan yang mereka berikan.

E.     Sifat Akad Syirkah dan Kewenangan

1.      Hukum Kepastian Syirkah

Kebanyakan ulama fiqih berpendapat bahwa akad syirkah dibolehkan, tetapi tidak lazim.[14] Oleh karena itu, salah seorang yang bersekutu dibolehkan membatalkan akad atas sepengetahuan rekannya untuk menghindari kemudharatan.



2.      Kewenangan Syarik (yang berserikat)

Para ahli fiqih sepakat bahwa kewenangan syarik perkongsian adalah amanah, seperti dalam titipan, karena memegang atau menyerahkan harta atas izin rekannya.



F.     Hal yang Membatalkan Syirkah

Perkara yang membatalkan syirkah  terbagi atas dua hal. Ada perkara yang membatalkan syirkah secara umum dan ada pula yang membatalkan sebagian yang lainnya.



1.      Pembatalan Syirkah Secara Umum

a.       Pembatalan dari salah seorang yang bersekutu

b.      Meninggalnya salah seorang syarik

c.       Salah seorang syarik murtad atau membelok ketika perang

d.      Gila.



2.      Pembatalan Khusus Sebagian Syirkah

a.      Harta syirkah rusak

Apabila harta syirkah rusak seluruhnya atau harta salah seorang rusak sebelum dibelanjakan, syirkah batal. Hal ini terjadi pada syirkah amwal. Alasannya, yang menjadi barang transaksi adalah harta maka, kalau rusak, akad menjadi batalsebagaimana terjadi pada transaksi jual beli.

b.      Tidak Ada Kesamaan Modal

Apabila tidak ada kesamaan modal dalam syirkah mufawidah pada awal transaksi, syirkah batal sebab hal itu merupakan syarat transaksi mufawidhah.

BAB III

                                                                    PENUTUP



A.           Kesimpulan



Syirkah adalah izin untuk mendayagunakan (tasharuf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama sama oleh keduanya, yakni keduanya salin mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing masing memiliki hak untuk bertasharuf



Ø Landasan Syirkah

a.       Al quran

b.      Al hadits



Ø Pembagian Syirkah

a.    Syirkah amlak (milik) terdiri dari iktiar dan ijbar

b.    Syirkah ‘Uqud (kontrak) terdiri dari inan, mufawidhah, abdan, wujuh dan mudharabah



Ø Hal hal yang membatalkan syirkah terbagi atas dua hal :

1.    Pembatalan syirkah secara umum

a.    Pembatalan dari salah seorang yang bersekutu

b.    Meninggalnya salah seorang syarik

c.    Salah seorang syarik murtad atau membelok ketika perang

d.   Gila.

2.      Pembatalan secara khusus sebagian syirkah

a.    Tidak ada kesamaan modal

b.    Harta syirkah rusak.







[1] Ad-Dasuqi, Asy-Syarh Al-Kabir Ma’a Ad-Dasuqi, juz III. hlm. 348
[2] Ibn Qudamah, Al-Mugni, juz II, hlm. 211
[3] Muhammad Asy-Syarbini, Mugni Al-Muhtaj, juz III. Hlm. 364
[4] Ibn Abidin, Radd Al-Muhtar Dar Al-Muhtar, juz III, hlm.364
[5] Al-Kasmi, Bada’i Ash-Shana’i fi Tartib Asy-Syara’i, juz VI, hlm. 56
[6] Ibid,. Hlm. 65
[7] Jaila’i, Tabyin Al-Haqaiq, juz III, hlm. 313
[8] Ibn Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid, juz II, hlm.248
[9] Al-Kasani, Op.Cit., juz VI, hlm.56
[10] Al-Kasani, op.,Cit, juz VI, hlm. 58
[11] Ibid, hlm. 343
[12] Muhammad Asy-Syarbani, Op.Cit, juz II, hlm. 168
[13] Al-Kasani, Op. Cit.juz II, hlm. 73
[14] Ibid,. Hlm. 77

Related Posts