DAMPAK
RESTRUKTURISASI TERHADAP PEMBIAYAAN
BERMASALAH PADA PRODUK GRIYA iB HASANAH
DI
BANK BNI SYARIAH CABANG MATARAM
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Perkembangan
perbankan syari’ah telah mengalami kemajuan yang signifikan dalam melayani kebutuhan
ekonomi masyarakat Indonesia. Dan terbukti dimasa sekarang perbankkan syari’ah
memiliki tempat di pasar perbankan Indonesia.Walaupun jumlah bank, jumlah
kantor bank dan jumlah total aset bank syariah masih sangat kecil apabila
dibandingkan dengan bank konvensional. Berbeda dengan era 80an, masyarakat
sangat antipati terhadap hal-hal yang berlandaskan “syari’ah” hanya hal-hal
yang mengikuti ibadah saja. Mereka
meragukan bahwa ekonomi yang berlandaskan syari’ah mampu berdiri dan bertahan
dalam peraktik kehidupan. Barulah pada tahun 1990-an, ketika terjadi krisis
moneter yang melumpuhkan prekonomian indonesia, banyak bank-bank konvensional
yang bertumbangan.[1] Ketika itu, Bank Indonesia (BI) menerapkan thight money poliy ( kebijakan uang ketat)
dengan menetapkan bunga simpanan mencapai 70%. Yang mengakibatkan bank harus
membayar bunga simpanan masyarakat dengan bunga tinggi, sementara bank tidak
bisa menarik bunga kredit sebesar itu kepada nasabah . Bank Muamalat Indonesia,
satu-satunya bank syari’ah di Indonesia, tetap berdiri karena tidak menggunakan
instrumen bunga.
Hal ini bukan
kebetulan melainkan bukti, bahwa kegiatan ekonomi atau bermuammalah yang
berlandaskan “syari’ah” mampu berdiri dan bertahan. Dalam dunia perbankan, Bank
syari’ah sedang menjadi trend dalam
prekonomian saat ini. Terlebih trend sistem syari’ah menguat sebagai solusi pasca
krisis global, sehingga berbagai bank membentuk unit syari’ah yang kompetetif
sebagai promosi atau citra positif bagi suatu bank.
Berkembangnya
bank syariah dikarenakan masyarakat sudah mendambakan lembaga yang bukan hanya financial
semata melainkan baik dari segi moralitas, hal tersebut tercermin pada bank
syariah yang tidak menggunakan prinsip bunga (riba) dalam operasionalnya
melainkan dengan sistem bagi hasil dari suatu usaha. Menurut Undang-Undang
Perbankan Syariah Nomor 21 tahun 2008 pasal 1 angka 7 yaitu “bank syariah
adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan
menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat
syariah”.[2]
Menurut Muhammad dalam bukunya Manajemen Bank Syariah bahwa pengertian
dari bank syariah adalah Lembaga keuangan/perbankan yang operasionalnya dan
produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW.
Dengan
kata lain, Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalulintas pembayaran serta peredaran
uang yang operasionalnya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.[3]
Pada saat ini,
keberadaan perbankan syariah dalam sistem keuangan adalah suatu fenomena baru
yang menarik perhatian dari berbagai kalangan. Keberadaanya dipandang sebagai
alternatif dengan karakter utamanya yang bebas bunga dan memperoleh apresiasi
dalam masyarakat luas, bahkan dari kalangan non muslim. Bank yang berdasarkan
prinsip syariah, seperti halnya bank konvensional juga berfungsi sebagai suatu
lembaga intermediasi, yaitu perbankan syariah selain melakukan penghimpunan
dana dari masyarakat juga melakukan kegiatan usaha penyaluran dana kepada
masyarakat berdasarkan prinsip syariah. Penyaluran dana kepada masyarakat
tersebut dilakukan dalam bentuk pembiayaan.[4]
Pembiayaan
merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan
dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.[5]
Dalam perspektif Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 dalam
ketentuan pasal 1 ayat 12 tentang perubahan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992,
pengertian pembiayaan yaitu “pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.[6]
Pengertian yang sama juga dirumuskan dalam ketentuan UndangUndang Perbankan Syariah
Nomor 21 Tahun 2008 pasal 1 ayat 25, “pembiayaan adalah penyediaan dana atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu dalam bentuk transaksi bagi hasil,
transaksi sewa menyewa, transaksi jual beli, transaksi pinjam-meminjam dan
sewa-menyewa jasa.[7]
Bank syariah
hadir di tengah-tengah masyarakat menyediakan berbagai fasilitas pembiayaan
yang berazaskan pada konsep Islam, salah satu program pembiayaan tersebut yaitu
murabahah (jual beli), di mana bank bertindak sebagai penjual, sementara
nasabah sebagai pembeli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Kedua belah
pihak menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran dan tidak dapat berubah
selama berlakunya akad. Pembiayaan murabahah dilakukan dengan cara
pembayaran cicilan.[8] Seseorang
yang sudah memiliki rumah sendiri merupakan tujuan utama setelah seseorang
mandiri atau sudah berkeluarga. Setelah seharian dalam beraktivitas, merupakan
hal yang wajar jika seseorang menginginkan tempat untuk istirahat. Selain
berfungsi sebagai tempat untuk membina keluarga yang mandiri, rumah juga
merupakan pilihan investasi yang menjanjikan untuk jangka panjang. Lebih dari
itu, bagi sebagian orang memiliki rumah di usia muda merupakan suatu prestise
atau kebanggaan tersendiri bagi para pemiliknya. Namun, harga rumah yang semakin
melambung tinggi sering menjadi hambatan untuk membelinya secara tunai.
Pembiayaan
kepemilikan rumah merupakan salah satu jenis produk pembiayaan bank syariah
yang menggunakan akad murabahah. Pembiayaan ini diberikan kepada nasabah
yang menginginkan pinjaman khusus dengan pembayaran angsuran untuk memenuhi kebutuhan
mereka dalam pembangunan atau renovasi rumah. Adapun jenis-jenis pembiayaan
kepemilikan rumah bergantung pada bank syariah yang mengeluarkannya. Dalam PT
Bank BNI Syariah mengeluarkan produk Griya iB Hasanah. Masyarakat dapat menggunakan
produk Griya iB Hasanah untuk membeli, membangun, merenovasi rumah (termasuk
ruko, rusun, rukan, apartemen dan sejenisnya), dan membeli tanah kavling serta
rumah indent, yang besarnya disesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan dan
kemampuan membayar kembali masing-masing calon nasabah.[9]
Sebagai lembaga intermediary
dan seiring dengan situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan yang
mengalami perkembangan pesat, bank syariah akan selalu berhadapan dengan berbagai
jenis risiko dengan tingkat kompleksitas yang beragam dan melekat pada kegiatan
usahanya. Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial,
baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat
diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan
dan permodalan bank.[10]
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah merupakan usaha pokok dari bank syariah.
Pada dasarnya pembiayaan dapat mengakibatkan risiko kegagalan, di mana disebut
dengan financing risk. Kesalahan dalam pemberian pembiayaan dari pihak
bank, faktor dari internal nasabah dan faktor eksternal dapat mengakibatkan
pembiayaan bermasalah. Pembiayaan bermasalah akan menyebabkan ketidakstabilan
pendanaan dari PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Mataram tersebut, karena uang
yang diberikan untuk suatu pembiayaan tidak dapat kembali dengan tepat waktu.
Dalam Statistik Perbankan Syariah yang diterbitkan oleh Direktorat Perbankan
Syariah Bank Indonesia dapat dijumpai istilah Non Performing Financing
(NPF) yang diartikan sebagai “pembiayaan non lancar mulai dari kurang
lancar sampai dengan macet”. Pembiayaan bermasalah dalam kaitannya dengan
kemampuannya menghasilkan pendapatan bagi bank, sudah berkurang atau menurun
dan bahkan mungkin sudah tidak ada lagi. Pembiayaan bermasalah adalah
pembiayaan yang kualitasnya berada dalam golongan lancar, diragukan, dan macet.[11]
Tidak dapat
dipungkiri pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/ NPF)
perbankan syariah jauh lebih kecil dari kredit bermasalah di perbankan konvensional.
Data Bank Indonesia (BI) secara jelas menunjukkan perbedaan signifikan, bahkan
selama hampir satu setengah dekade NPF perbankan syariah hanya separuh NPL (Non
Performing Loan) di perbankan konvensional. Ketika itu, NPF perbankan
syariah naik dari kisaran 2% menjadi 3,8%, atau hampir dua kali lipat. Hal ini
menimbulkan kegusaran meskipun bila dibandingkan NPL perbankan konvensional,
NPF itu jauh lebih kecil. Tingkat NPF merupakan salah satu indikator penilaian
kesehatan bank syariah yang menggambarkan besarnya pembiayaan bermasalah.
Sehingga kinerja bank syariah dalam mengelola pembiayaan yang disalurkan dapat
dilihat dari perkembangan NPF. Keadaan pembayaran pokok atau angsuran dan
margin pembiayaan oleh nasabah pembiayaan dapat diketahui dengan kolektibiliti
suatu pembiayaan.
Menghadapi berbagai kemungkinan risiko yang dapat
terjadi pada bank syariah dalam pembiayaan dan dengan melihat kenyataan bahwa
semakin ketatnya persaingan dalam dunia perbankan, maka bank syariah memerlukan
serangkaian prosedur dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi,
mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha.[12]
Sehingga bilamana terjadi pembiayaan bermasalah, maka bank syariah perlu melakukan
upaya untuk menangani pembiayaan yang bermasalah tersebut dengan melakukan
upaya penyelamatan pembiayaan bermasalah agar dana yang telah disalurkan oleh
bank syariah dapat diterima kembali. Adapun dalam hal ini salah satu cara yang
dilakukan adalah restrukturisasi.
Restrukturisasi adalah upaya perbaikan yang
dilakukan bank dalam kegiatan pembiyaan terhadap nasabah yang mengalami kesulitan
untuk memenuhi kewajibannya.
Restrukturisasi
yang dilakukan adalah dengan melakukan perubahan/penurunan, pengurangan
tunggakan dan atau denda/penalty,
pengurangan, perpanjangan jangka waktu
pembiyaan atau penjadwalan kembali, penambahan fasilitas atau suplesi pembiyaan, pengambi lalihan aset
nasabah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan pemikiran dan latar belakang tersebut,
maka penulis ingin menjadikannya sebagai obyek penelitian dan menguraikannya
menjadi sebuah skripsi. Hal ini dilakukan sebagai suatu upaya memahami lebih
utuh dan menyeluruh terhadap perbankan syariah, khususnya dalam penyelamatan pembiayaan
bermasalah dengan restrukturisasi.
Penulis mendeskripsikannya dalam judul ‘’DAMPAK RESTRUKTURISASI TERHADAP PEMBIAYAAN
BERMASALAH PADA PRODUK GRIYA IB HASANAH DI BANK BNI SYARI’AH CABANG MATARAM’’
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana proses
penerapan restrukturisasi terhadap pembiayaan bermasalah pada produk Griya IB
Hasanah di Bank BNI Syari’ah Cabang Mataram ?
2.
Apakah terdapat
dampak restrukturisasi terhadap pembiayaan bermasalah pada produk Griya IB
Hasanah di Bank BNI Syari’ah ?
C. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah
1.
Untuk mengetahui
proses penerapan restrukturisasi terhadap pembiayaan pada produk Griya IB
Hasanah di Bank BNI Syari’ah Cabang Mataram.
2.
Untuk mengetahui
dampak restrukturisasi terhadap pembiayaan pada produk Griya IB Hasanah di Bank
BNI Syari’ah Cabang Mataram.
D. Manfaat
penelitian
Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.
Bagi Penulis, yaitu untuk memenuhi persyaratan akademis dan tambahan wawasan sebagai
pengetahuan peneliti tentang masalah yang diteliti.
2.
Bagi Perusahaan, yaitu untuk bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk menekan
angka pembiayaan bermasalah.
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya, yaitu untuk bahan pertimbangan dan informasi yang
nantinya dapat memberikan perbandingan dalam mengadakan penelitian pada bidang
yang sama dimasa yang akan datang dan sebagai bahan referensi untuk melakukan
pengembangan penelitian selanjutnya.
E. Ruang lingkup
dan setting penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi ruang
lingkup sesuai dengan judul atau permasalahan yang di angkat dalam penelitian
ini, yaitu dampak restrukturisasi terhadap pembiayaan bermasalah pada produk
griya ib hasanah di bank bni syari’ah.
Setting penelitian ini adalah di bank bni syari’ah
cabang mataram. Alasan mengambil masalah dampak restrukturisasi ini adalah karena seringnya terjadi pembiayaan
bermasalah dalam perbankan khususnya di Bank BNI Syari’ah, sehingga untuk
mengatasinya perbankan menerapkan restrukturisasi , yang kemudian apakah dengan
cara restrukturisasi tersebut dapat meminimalisir tingkat pembiayaan bermasalah.
F. Telaah pustaka
Amilis Kina (2008)[13]
melakukan penelitian yang berjudul “Mekanisme Penanganan Pembiayaan
Murabahah Bermasalah (Studi pada BMT Syariah Pare). Dalam
penelitiannya menjelaskan bahwa solusi BMT Syariah Pare dalam penyelamatan
pembiayaan bermasalah berupa memberikan keringanan jangka waktu pengembalian.
Selain itu cara lain yang digunakan diantaranya pendekatan prosedural,
memberikan surat peringatan 1, 2 atau 3 dan jika masalah belum terpecahkan maka
pihak BMT Syariah Pare melakukanpenyitaan jaminan. Kemudian langkah terakhir
yang dilakukan oleh BMT yaitu penghapusan pembiayaan.
Faisal Muhammad (2009)[14]
dalam penelitiannya yang berjudul “Pelaksanaan Perlindungan Hukum terhadap
Bank dalam Pembiayaan Murabahah Bermasalah (Studi di Bank Syariah
Mandiri Cabang Kediri), menyatakan bahwa perlindungan hukum terhadap bank
syariah dalam pembiayaan murabahah bermasalah berhasil dilaksanakan
melalui tindakan preventif dan represif.
Demikian pula penelitian yang dilakukan
oleh Emi Nurhayati (2010)[15]
berjudul “Pelaksanaan Pengawasan Murabahah sebagai Upaya Meminimalkan Pembiayaan
Bermasalah pada BMT Syariah Pare-Kediri”, yang bertujuan untuk mengetahui pengawasan
yang dilakukan BMT Syariah Pare-Kediri dalam meminimalkan pembiayaan
bermasalah. Yakni dengan cara dalam melakukan analisa teliti dan peka, tidak
serta merta memberikan pembiayaan harus melihat 5C (Character, Capacity,
Capital, Condition, Collateral), memperbanyak jumlah nasabah daripada
jumlah nominal dari pemerataan usaha.
Siti Nurjannah (2009)[16]
dalam penelitiannya juga menambahkan bahwasannya penyelesaian pembiayaan
bermasalah BNI Griya Syariah Cabang Tegal merupakan proses penyelesaian yang
bertahap, artinya penyelesaian tersebut harus dimulai dari penyelesaia tahap I
(keringanan angsuran pokok/mark up), tahap II (injeksi dana), tahap III
(penyitaan dan pelelangan), kemudian yang terakhir tahap IV (penghapusan
piutang). Jika upaya penyelamatan tersebut tidak berhasil maka akan dilakukan
upaya penyelesaian antara lain : As-S}ulh atau perdamaian, mediasi
perbankan, Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas), dan Pengadilan Agama.
Dari ketiga penelitian tersebut membahas
masalah tentang bagaimana penyelamatan pembiyaan bermasalah yang dilakukan oleh
lembaga keuangan syariah, dengan menggunakan metode pendekatan kualitati yang
minitik beratkan pada pendeskripsian masalah dengan kata-kata dan analisa
berdasarkan hasil wawancara dan dokumentasi, sama halnya yang dilakukan oleh
peneliti selanjutnya memaparkan masalah dengan menggunakan metode kualitatif
yang mencari dampak dari restrukturisasi terhadap pembiayaan bermasalah pada
produk Griya IB Hasanah di Bank BNI Syariah. Sebagai salah satu langkah Bank
BNI Syariah untuk menyelamatkan pembiyaan bermasalah guna melancarkan dana yang
ada di Bank BNI Syariah.
G. Kerangka teori
1. Restrukturisasi
a.
Pengertian restrukturisasi
Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi
bank yang melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip syariah, terdapat beberapa
ketentuan Bank Indonesia yang memberikan pengertian tentang restrukturisasi
pembiayaan. Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank dalam
rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain
melalui proses:[17]
a. Penjadwalan
Kembali (Resheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban
nasabah atau jangka waktunya.
b. Persyaratan
Kembali (Reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh
persyaratan Pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah
angsuran, jangka waktu dan pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa
kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada bank, antara lain meliputi:
1. Perubahan
jadwal pembayaran.
2. Perubahan
jumlah anggsuran.
3. Perubahan
jangka waktu.
4. Perubahan
nisbah dalam pembiayaan mudharabah atau musyarakah. Dan pemberian
Perubahan proyeksi bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah atau musyarakah
potongan.
c. Penataan
Kembali (Restructuring), yaitu perubahan persyaratan pembiayaan tidak
terbatas pada rescheduling atau reconditioning, antara lain
meliputi:
1. Penambahan
dana fasilitas pembiayaan Bank.
2. Konversi
akad pembiayaan.
3. Konversi
pembiayaan menjadi surat berharga syariah berjangka waktu menengah.
4. Konversi
pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan nasabah,[18]
yang dapat disertai dengan rescheduling atau reconditioning.
d. Kombinasi
Merupakan kombinasi ketiga jenis yang di atas.
e. Penyitaan
jaminan Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir apabila nasabah benar-benar
tidak punya etiket, baik ataupun sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua
utang-utangnya.[19]
Restructuring (penataan
kembali), yaitu upaya berupa melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian
pembiayaan berupa pemberian tambahan pembiayaan, atau melakukan konversi atas
seluruh atau sebagian pembiayaan menjadi perusahaan, yang dilakukan dengan atau
tanpa rescheduling dan/atau reconditioning.[20]
Restrukturisasi merupakan upaya penyelamatan
pembiayaan yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah terhadap nasabah yang
menunjukkan itikad baik untuk bekerja sama (kooperatif) dan usahanya masih
berjalan serta mempunyai prospek yang baik sehingga nasabah dapat memenuhi
kewajibannya.
b. Jenis-jenis Restrukturisasi
Jenis
restrukturisasi pembiayaan yang dilakukan antara lain melalui :
1. Penurunan
tingkat imbalan/margin pembiayaan.
2. Pengurangan
tunggakan margin/imbalan dan atau penalty.
3. Pengurangan
tunggakan pokok pembiayaan.
4. Perpanjangan
jangka waktu pembiayaan.
5. Penambahan
fasilitas pembiayaan.
6. Pengambilalihan
asset nasabah sesuai ketentuan yang berlaku.
7. Konversi
pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara LKS pada perusahaan nasabah.
Restukturisasi pembiayaan dengan cara pengurangan
tunggakan pokok pembiayaan baru dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan
dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Restrukturisasi pembiayaan dengan cara konversi
pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara LKS pada perusahaan nasabah,
hanya dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Penyertaan
wajib ditarik kembali, apabila:
a. Telah
melebihi jangka wajib paling lama 5 (lima) tahun
b. Perusahaan
nasabah tempat penyertaan telah memperoleh laba kumulatif.
2. Penyertaan
wajib dihapusbukukan dari neraca LKS apabila telah melebihi jangka waktu 5
(lima) tahun.
c.
Syarat dan Ketentuan Restrukturisasi
Restrukturisasi pembiayaan hanya dapat dilakukan
terhadap nasabah sebagai berikut:
1. Masih
memiliki prospek usaha yang baik.
2. Nasabah
telah atau diperkirakan akan mengalami kesulitan dalam melakukan pembayaran
pokok dan atau imbalan pembiayaan.
3. Nasabah
menunjukkan itikad yang positif untuk bekerja sama (kooperatif) terhadap upaya
restrukturisasi yang akan dijalankan.
Dilarang melakukan restrukturisai pembiayaan dengan
tujuan hanya untuk menghindari:
1. Setinggi-tingginya
kurang lancar untuk pembiayaan yang sebelum dilakukan restrukturisasi tergolong
Diragukan atau macet.
2. Kualitas
pembiayaan tidak berubah untuk pembiayaan sebelum dilakukan restrukturisasi
tergolong kurang lancar.
3. Kualitas
pembiayaan yang direstrukturisasi dapat menjadi lancar apabila tidak terdapat
tunggakan angsuran pokok atau imbalan selama 3 (tiga) kali pembayaran dan
secepat-cepatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan.
2. Pembiayaan
1. Pengertian
pembiayaan
Pengertian Pembiayaan disebutkan dalam ketentuan
pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UndangUndang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yaitu “pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara pihak bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayaai untuk mengembalikan uang atau
tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.”[21]
Pengertian pembiayaan kemudian diperjelas dalam
ketentuan pasal 1 mangka 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 yang
menyatakan sebagai berikut:
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau
tagihan/piutang yang dapat dipersamakan dengan itu dalam:
a. Transaksi
investasi yang didasarkan, antara lain atas akad mudarabah dan/atau musyarakah;
b. Transaksi
sewa yang didasarkan antara lain atas akad Ijarah atau akad Ijarah dengan
opsi perpindahan hak milik (Ijarah muntahiyah bittamlik);
c. Transaksi
jual beli yang didasarkan antara lain atas akad mura>bah{ah, salam
dan istisna>’;
d. Transaksi
pinjaman yang didasarkan antara lain atas akad qard};dan
e. Transaksi
multijasa yang didasarkan antara lain atas akad Ija>rah atau kafalah.[22]
Pengertian yang sama juga dirumuskan dalam ketentuan
pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, yaitu: Pembiayaan adalah
penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
a. Transaksi
bagi hasil dalam bentuk mudarabah dan musyarakah;
b. Transaksi
sewa-menyewa dalam bentuk Ija>rah atau sewa beli dalam bentuk Ijarah
muntahiya bittamlik;
c. Transaksi
jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istisna’;
Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qard}; dan Transaksi
sewa-menyewa jasa dalam bentuk Ijarah untuk transaksi multijasa
bedasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan
pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana
untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah,
tanpa imbalan atau bagi hasil.[23]
Dari ketentuan pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998, ketentuan pasal 1 angka 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor
9/19/PBI/2007, dan ketentuan pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
dapat diketahui bahwa pembiayaan itu merupakan penyediaan dana atau
tagihan/piutang yang dapat dipersamakan dengan itu dalam transaksi bagi hasil, sewa, jual beli, pinjaman dan multijasa yang didasarkan pada akad tertentu yang sesuai dengan prinsip syariah.
tagihan/piutang yang dapat dipersamakan dengan itu dalam transaksi bagi hasil, sewa, jual beli, pinjaman dan multijasa yang didasarkan pada akad tertentu yang sesuai dengan prinsip syariah.
2. Unsur
pembiayaan
Unsur-unsur pembiayaan adalah:
a. Bank
syariah, badan usaha yang memberikan pembiayaan kepada pihak yang membutuhkan
dana
b. Mitra
usaha/partner, merupakan pihak yang mendapatkan pembiayaan dari bank syariah
c. Kepercayaan,
bank syariah memberikan kepercayaan kepada pihak yang menerima pembiayaan untuk
memenuhi kewajiban dengan mengembalikan dana bank syariah sesuai jangka waktu
yang disepakati.
d. Akad,
merupakan suatu kontrak perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan antara bank
syariah dan nasabah.
e. Risiko,
setiap dana yang disalurkan/diinvestasikan oleh bank syariah selalu mengandung risiko
tidak kembalinya dana
f. Jangka
waktu, merupakan periode waktu yang diperlukan oleh
nasabah untuk membayar kembali pembiayaan yang telah diberikan oleh bank syariah.
nasabah untuk membayar kembali pembiayaan yang telah diberikan oleh bank syariah.
g. Balas
jasa, sebagai balas jasa atas dana yang disalurkan oleh bank syariah, maka
nasabah membayar sejumlah tertentu sesuai dengan akad yang telah disepakati.[24]
3. Tujuan
dan Fungsi Pembiayaan Secara umum, tujuan pembiayaan menyangkut dua hal: Makro
dan mikro. Secara makro, pembiayaan bertujuan:
a. Peningkatan
ekonomi umat;
b. Tersedianya
dana bagi peningkatan usaha;
c. Meningkatkan
produktivitas;
d. Membuka
lapangan kerja baru;
e. Distribusi
pendapatan.
Adapun tujuan secara mikro adalah:
1.
Upaya
memaksimalkan laba dan meminimalkan risiko;
2. Pendayagunaan
sumber ekonomi;
3. Menyalurkan
kelebihan dana;
a. Dari
sisi pembiayaan sebagai sumber pendapatan bagi bank syariah, pembiayaan yang
dilakukan bank bertujuan untuk memenuhi kepentingan:
b. Pemilik,
artinya pemilik dana mengharapkan keuntungan dari dana yangditanam di bank;
c. Pegawai,
artinya dengan adanya pembiayaan pegawai memperoleh kesejahteraan dari bank
yang dikelolanya;
d. Masyarakat,
meliputi pemilik dana, debitur, dan masyarakat umum atau konsumen;
e. Pemerintah,
artinya pemerintah terbantu dalam pembiayaan pembangunan negara termasuk pendapatan
dari sektor pajak (berupapajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh bank
dan juga perusahaan-perusahaan);
f. Bank,
artinya diharapkan bank dapat meneruskan dan mengembangkan bidang usahanya agar
tetap bertahan dan meluas jaringan usahanya, sehingga semakin banyak masyarakat
yang dapat dilayani.
Di samping memiliki tujuan, pembiayaan memiliki fungsi tertentu, yaitu:
a. Meningkatkan
daya guna uang dan daya guna barang;
b. Meningkatkan
peredaran uang;
c. Menimbulkan
motivasi berusaha;
d. Menciptakan
stabilitas ekonomi;
e. Sebagai
sarana untuk meningkatkan pendapatan nasional.[25]
4. Jenis
Pembiayaan
Jenis-jenis pembiayaan pada dasarnya dapat
dikelompokkan menurut beberapa aspek, diantaranya:
a. Berdasarkan
jangka waktu
1. Pembiayaan
jangka pendek, pembiayaan dalam jangka waktu antara 1 bulan sampai dengan 1
tahun;
2. Pembiayaan
menengah, pembiayaan dalam jangka waktu antara 1 sampai dengan 5 tahun;
3. Pembiayaan
jangka panjang, pembiayaan dalam jangka waktu lebih dari 5 tahun.[26]
b. Berdasarkan
sifat penggunaannya Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi
menjadi duahal berikut:
1. Pembiayaan
produktif Adalah pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhikebutuhan produksi dalam arti yang
sangat luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan,
maupun investasi, seperti pemenuhan kebutuhan modal untuk meningkatkan volume
penjualan dan produksi, pertanian, perkebunan, maupun jasa. Menurut
keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai
berikut:
a. Pembiayaan
modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: (1) peningkatan
produksi, baik secara kualitattif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara
kuantitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi dan (2) untuk
keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu
barang.[27]
b. Pembiayaan
investasi, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal serta
fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu. Pembiayaan investasi
diberikan kepada para nasabah untuk keperluan investasi, yaitu keperluan
penambahan modal guna mengadakan rehabilitasi, perluasan usaha, ataupun
pendirian proyek baru.
Ciri-ciri
pembiayaan investasi adalah sebagai berikut:
1.
Untuk pengadaan
barang-barang modal
2.
Mempunyai
perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah
3.
Berjangka waktu
menengah dan panjang.[28]
2. Pembiayaan
konsumtif
Adalah pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi, seperti pembiayaan kendaraan, pembiayaan perumahan,
pembiayaan untuk pembelian alat-alat rumah tangga, dan lain-lain.
3. Pembiayaan
bermasalah
a. Pengertian
pembiyaan bermasalah
Dalam berbagai
peraturan yang diterbitkan bank Indonesia tidak dijumpai pengertian dari
“pembiayaan bermasalah”. Begitu juga istilah Non Performing Financing
(NPF) untuk fasilitas pembiayaan tidak dijumpai dalam peraturan - peraturan
yang diterbitkan Bank Indonesia. Namun dalam setiap Statistik Perbankan Syariah
yang diterbitkan oleh Direktorat Perbankan Syariah Indonesia dapat dijumpai
istilah Non Performing Financing (NPF) yang diartikan sebagai
“Pembiayaan Non Lancar mulai dari kurang lancar sampai dengan macet”.
Pembiayaan
bermasalah dapat mengurangi pendapatan bagi bank, memperbesar biaya
pencadangan, yaitu PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif). Dari segi
nasional, pembiayaan bermasalah dapat mengurangi kontribusi terhadap pembangunan
dan pertumbuhan ekonomi.
Dengan demikian
dapat diketahui bahwa pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang kualitasnya
berada dalam golongan kurang lancar, diragukan dan macet.[29]
b. Kualitas
Pembiayaan
Berdasarkan
ketentuan Pasal 9 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tentang Kualitas
Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah
sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/9/PBI/2007 dan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/24/PBI/2008, kualitas pembiayaan dinilai
berdasarkan aspek aspek:
a. Prospek
usaha
b. Kinerja
(performance) nasabah; dan
c. Kemampuan
membayar/kemampuan menyerahkan barang pesanan.
Dalam lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
13/10/PBI/DPbS tanggal 13 April 2011, masing-masing aspek yang dinilai
diuraikan dalam komponen - komponen sebagai berikut:
a. Aspek
prospek usaha meliputi komponen-komponen sebagai berikut:
1. Potensi
pertumbuhan usaha
2. Kondisi
pasar dan posisi nasbah dalam persaingan
3. Kualitas
manajemen dan permasalahan tenaga kerja
4. Dukungan
dari grup atau afiliasi dan upaya yang dilakukan nasabah dalam rangka
memelihara lingkungan hidup
b. Aspek
kinerja (performance) nasabah meliputi komponen-komponen sebagai
berikut:
1. Perolehan
laba
2. Struktur
permodalan
3. Arus
kas
4. Sensitivitas
terhadap risiko pasar
c. Aspek
kemampuan membayar meliputi komponen-komponen sebagai berikut:
1. Ketepatan
pembayaran pokok dan margin/bagi hasil/fee
2. Ketersediaan
dan keakuratan informasi keuangan nasabah
3. Kelengkapan
dokumen pembiayaan
4. Kepatuhan
terhadap perjanjian pembiayaan
5. Kesesuaian
penggunaan fasilitas.[30]
Atas dasar
penilaian aspek-aspek tersebut, kualitas pembiayaan ditetapkan menjadi 5 (lima)
golongan yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan
macet.
Dalam praktik perbankan
kualitas pembiayaan untuk golongan lancer disebut golongan 1 (satu), untuk
golongan dalam perhatian khusus disebut golongan 2 (dua), untuk golongan kurang
lancar disebut golongan 3 (tiga), sedangkan untuk golongan diragukan disebut
golongan 4 (empat) dan untuk golongan macet disebut golongan 5 (lima).[31]
Selanjutnya
untuk menetapkan golongan kualitas pembiayaan pada masing-masing komponen
ditetapkan kreteria-kreteria tertentu untuk masing-masing kelompok produk pembiayaan.
Sebagai contoh untuk produk murabahah, dari aspek kemampuan membayar angsuran
nasabah maka pembiayaan digolongkan kepada:
1. Lancar
Apabila pembayaran angsuran tepat waktu dan tidak
ada tunggakan sesuai dengan persyaratan akad, selalu menyampaikan informasi
laporan keuangan secara teratur dan akurat, dokumentasi pembiayaan lengkap dan
pengikatan agunan kuat, tidak terdapat pelanggaran perjanjian pembiayaan, serta
perpanjangan pembiayaan sesuai dengan analisis kebutuhan nasabah.
2. Dalam
Perhatian Khusus
Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok
dan/atau margin belum melampaui 3 (tiga) bulan, selalu menyampaikan laporan keuangan
secara teratur dan akurat, dokumentasi pembiayaan lengkap dan pengikatan agunan
kuat, serta perpanjangan pembiayaan kurang sesuai dengan analisis kebutuhan
nasabah.
3. Kurang
Lancar
Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok
dan/atau margin yang telah melampaui 3 (tiga) bulan namun belum melampaui 6 (enam)
bulan, penyampaian laporan keuangan tidak teratur tetapi masih akurat,
dokumentasi pembiayaan kurang lengkap dan pengikatan agunan lemah, terjadi
pelanggaran terhadap persyaratan pokok dalam perjanjian pembiayaan yang cukup
prinsipil, dan berupaya melakukan perpanjangan pembiayaan untuk menyembunyikan
kesulitan keuangan.
4. Diragukan
Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok
dan/atau margin telah melampaui 6 (enam) bulan namun belum melampaui 9 (sembilan)
bulan, penyampaian informasi keuangan tidak teratur dan meragukan, dokumentasi
pembiayaan tidak lengkap dan pengikatan agunan lemah, terjadi pelanggaran terhadap
persyaratan pokok dalam perjanjian pembiayaan yang cukup prinsipil, dan
berupaya melakukan perpanjangan pembiayaan untuk menyembunyikan kesulitan
keuangan dengan penyimpangan yang cukup material.
5. Macet
Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok
dan/atau margin telah melampaui 9 (sembilan) bulan, nasabah tidak menyampaikan
informasi keuangan atau tidak dapat dipercaya, dokumentasi pembiayaan dan/atau pengikatan
agunan tidak ada, terjadinya pelanggaran terhadap persyaratan pokok dalam
perjanjian pembiayaan yang cukup prinsipil.[32]
c. Penyebab
pembiyaan bermasalah
Sebab-sebab
terjadinya pembiayaan bermasalah (dalam pembiayaan mudarabah, musyarakah,
murabahah) dapat berasal dari pihak bank, nasabah dan pihak eksternal. Hal
ini tentu saja didasarkan pada motif ataupun alasan yang berbeda-beda.
Sebab-sebab munculnya permasalahan dalam pembiayaan antara bank dan nasabah
adalah sebagai berikut:
a. Dari
pihak internal bank
1. Kebijakan
pembiayaan yang kurang tepat
Terdesak dalam
suatu keadaan di mana bank harus mencapai target yang ditetapkan maka memungkinkan
bank tidak memperhitungkan kondisi kemampuannya dalam menyalurkan pembiayaan
kepada nasabah. Aspek kondisi perekonomian dan sosial/politik daerah maupun
negara kurang diperhatikan dengan seksama. Kuantitas nasabah menjadi lebih
utama untuk memenuhi target disbanding dengan kualitas nasabah itu sendiri.
2. Kuantitas,
kualitas, dan integritas sumber daya manusia yang kurang memadai
a) Terbatasnya
sumber daya manusia yang tersedia di bank dalam pengelolaan pembiayaan dengan
jumlah nasabah yang begitu banyak dan jangkauan wilayah yang luas menyebabkan pengawasan
bank ke nasabah kurang maksimal
b) Memberikan
perlakuan khusus kepada nasabah yang kurang tepat/berlebihan
c) Adanya
pengelola yang menerima suap atau hadiah-hadiah agar mau mempermudah proses dan besarnya jumlah
pembiayaan
d) Kelemahan
organisasi, sistem, dan prosedur pembiayaan
e) Prasarana
dan sarana lain yang tersedia kurang mendukung baik yang berkaitan dengan
teknis pekerjaan ataupun tata administrasinya
3. Pihak
bank kurang teliti dalam pembuatan akad pembiayaan yang dapat menimbulkan
multitafsir bunyi klausul-klausul akad sehingga dimanfaatkan untuk hal-hal yang
tidak baik oleh nasabah.[33]
b. Dari
pihak nasabah
Sebab-sebab munculnya pembiayaan bermasalah dari
pihak nasabah dapat bersumber dari beberapa aspek, yaitu:
1. Aspek
karakter (itikad tidak baik) nasabah
a. Nasabah
melarikan diri setelah menarik pembiayaan
b. Memalsukan
surat resmi yang berkaitan dengan pembiayaan, tanda tangan,
c. Pola
hidup mewah yang tidak sebanding dengan penghasilannya
d. Penyimpangan
dari tujuan penggunaan pembiayaan
2. Aspek
operasionalisasi dan manajemen usaha nasabah
a.
Nasabah tidak
menguasai bidang usaha atau tidak berpengalaman.
b.
Lemah dalam
perencanaan.
c.
Terlalu
ekspansif padahal tidak sebanding dengan kemampuannya
d.
Aktivitas usaha
nasabah tidak efisien sehingga mempengaruh penjualan dan menyebabkan
profitability menurun dan adanya pesaing-pesaing baru yang sangat potensial
sehingga mempengaruhi pemasaran dari usaha nasabah.
e.
Ketidakjujuran
nasabah dalam memberikan informasi dan laporan laporannya tentang kegiatan
usaha, posisi keuangan, hutang, piutang, persediaan, dan lain-lain.
3. Aspek
legal yuridis
a. Tidak
terpenuhinya persyaratan tentang keaslian/keabsahan dokumen pembiayaan;
b. Tidak
dipenuhinya persyartan-persyaratan izin-izin usaha yang diperlukan;
c. Surat-surat
pendirian badan usaha yang dimiliki atau sudah dijalankan sebelum meminta pembiayaan
sebagai suntikan modal ternyata tidak sah bahkan palsu
4. Aspek
agunan
a. Kekeliruan
dalam menilai agunan (tidak didasarkan pada harga atau nilai yang wajar;
b. Tidak
ada jaminan tambahan atau agunan yang diserahkan tidak mencukupi;
c. Agunan
yang diserahkan mempunyai kelemahan untuk diikat secara yuridis sempurna;
d. Kesulitan
dalam penutupan asuransi atas barang agunan yang harus diasuransikan.[34]
c. Dari
pihak eksternal
1. Krisis
ekonomi atau terjadinya perubahan makro ekonomi.
2. Adanya
perubahan regulasi oleh pemerintah maupun instansi terkait yang berwenang
lainnya yang diberlakukan untuk nasabah dan bank.
3. Bencana
alam dan/atau gangguan keamanan (kerusuhan) yang menimpa nasabah.
4. Nasabah
tiba-tiba sakit keras sehingga tidak dapat menjalankan usaha.
5. Nasabah
meninggal dunia padahal tidak memiliki ahli waris, atau memiliki ahli waris
namun tidak mampu membayar hutanghutangnya.[35]
4. Produk Griya IB
Hasanah
BNI
Griya iB Hasanah adalah fasilitas pembiayaan
konsumtif yang diberikan kepada anggota masyarakat untuk membeli, membangun,
merenovasi rumah (termasuk ruko, rusun, rukan, apartemen dan sejenisnya), dan
membeli tanah kavling serta rumah indent, yang besarnya disesuaikan dengan
kebutuhan pembiayaan dan kemampuan membayar kembali masing-masing calon
nasabah.
Keunggulan :
Proses lebih cepat dengan persyaratan
yang mudah sesuai dengan prinsip syariah. Maksimum Pembiayaan sd Rp. 25 Milyar.
Jangka waktu pembiayaan sampai dengan 15 tahun kecuali untuk pembelian kavling
maksimal 10 tahun atau disesuaikan dengan kemampuan pembayaran. Jangka waktu sd
20 tahun untuk nasabah fixed-income. Uang muka ringan yang dikaitkan dengan
penggunaan pembiayaan. Harga jual tetap tidak berubah sampai lunas. Pembayaran
angsuran melalui debet rekening secara otomatis atau dapat dilakukan di seluruh
Kantor Cabang BNI Syariah maupun BNI Konvensional.
H.
Metodelogi Penelitian
1. Lokasi
Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan di PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Mataram yang beralamat di
Jl. Pejanggik Nomer 23 Cakranegara Mataram.
2. Data
yang Dikumpulkan
Sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan
maka data yang dihimpun dalam penelitian ini yaitu: gambaran umum PT Bank BNI
Syariah Kantor Cabang Mataram, implementasi pembiayaan kepemilikan rumah pada
produk PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Mataram, penyelamatan pembiayaan
bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank BNI Syariah Kantor cabang Mataram dengan
restrukturisasi. Di samping itu, data penelitian diperoleh dari situs resmi PT
Bank BNI Syariah, situs resmi Bank Indonesia, dan referensi-referensi yang
terkait dengan penelitian.
3. Jenis
dan Sumber Data
Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif,
yakni penelitian yang tidak menggunakan angka dalam mengumpulkan data dan dalam
memberikan penafsiran terhadap hasilnya.[36] Dalam
penelitian kualitatif data dikumpulkan oleh peneliti sendiri secara pribadi
dengan memasuki lapangan.
Peneliti
sendirilah yang menjadi instrumen utama yang terjun ke lapangan serta berusaha
sendiri mengumpulkan informasi melalui pengamatan atau wawancara. Penelitian
mengamati kenyataan dan mengajukan pertanyaan dalam wawancara hingga berkembang
secara wajar berdasarkan ucapan dan buah pikiran yang dicetuskan oleh orang
yang diwawancarai.[37] Maksud
dalam penelitian ini penulis memaparkan data hasil penelitian di lapangan yakni
tentang dampak restrukturisasi terhadap pembiayaan bermasalah pada produk Griya
IB Hasanah di Bank BNI Syari’ah cabang Mataram.
Adapun sumber-sumber dalam penelitian
ini didapat dari dua sumber yaitu sumber primer dan sumber sekunder.
a. Sumber
Data Primer
Sumber
data primer adalah sumber data penelitian yang diperoleh
secara langsung dari sumber asli. Dalam penelitian ini peneliti langsung meminta informasi atau keterangan dari pimpinan bidang processing dan bagian salles PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Mataram tentang pembiayaan bermasalah pada produk Griya iB Hasanah.
secara langsung dari sumber asli. Dalam penelitian ini peneliti langsung meminta informasi atau keterangan dari pimpinan bidang processing dan bagian salles PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Mataram tentang pembiayaan bermasalah pada produk Griya iB Hasanah.
b. Sumber
Data Sekunder
Sumber
data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara
tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder penelitian ini meliputi:
3.
Referensi-referensi
yang terkait dengan penelitian.
4. Subjek
Penelitian
Subjek
penelitian ini adalah sebagian karyawan PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Mataram yang menangani produk Griya iB Hasanah dan penyelamatan pembiayaan
bermasalah yaitu operational manager, bagian recovery and remedial, dan
bagian consumer sales.
5. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data ialah teknik
pengumpulan data yang secara riil (nyata) yang digunakan dalam suatu
penelitian. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah:
a) Observasi
Teknik
ini digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara mengadakan pengamatan
langsung pada objek yang diteliti. Untuk melihat bagaimana dampak
restruktirisasi terhadap pembiyaan bermasalah pada produk Griya IB Hasanah di Bank BNI Syariah kantor Cabang Mataram.
b) Wawancara
(interview)
Wawancara
(interview) adalah tanya-jawab atau pertemuan dengan seseorang untuk
suatu pembicaraan. Metode wawancara ini berarti proses memperoleh suatu fakta
atau data dengan melakukan komunikasi langsung (Tanya jawab secara lisan)
dengan responden penelitian, baik secara temu wicara atau menggunakan teknologi
komunikasi (jarak jauh).[38]
Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara secara langsung dengan pimpinan
bidang operasional, penyelia dan asisten bagian consumer sales, dan
penyelia dan asisten bagian processing, penyelia dan asisten bagian recovery
and remedial PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Mataram tentang dampak
restrukturisasi terhadap pembiayaan bermasalah pada produk Griya iB Hasanah di
PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Mataram.
c) Dokumentasi
Metode
dokumentasi yaitu mancari dan mendapatkan data-data primer dengan melalui
data-data dari prasasti-prasasti, naskah-naskah kearsipan (baik dalam bentuk
barang cetakan maupun rekaman), data gambar/foto/blue print dan lain
sebagainya.[39]
Dari dokumen yang ada, peneliti akan memperoleh data tentang profil perusahaan
yang berisi gambaran umum PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Mataram, visi misi,
struktur organisasi, dan job description. Selain itu, peneliti juga memanfaatkan
sumber-sumber berupa data dan catatan yang mempunyai relevansi dengan dampak restrukturisasi
terhadap pembiayaan bermasalah pada
produk Griya iB Hasanah.
6. Teknik
pengolahan data
a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali data-data tentang dampak restrukturisasi
terhadap pembiayaan bermasalah pada produk
Griya iB Hasanah yang diperoleh dari segi kelengkapan, kejelasan makna,
keserasian, dan keselarasan antara yang satu dengan yang lainnya, relevansi dan
keseragaman baik satuan maupun kelompok.
b. Organizing, yaitu menyusun dan mensistematiskan data tentang penyelamatan
pembiayaan kepemilikan rumah yang diperoleh dalam kerangka uraian yang telah
direncankan.
c. Analizing, yaitu tahapan analisis data tentang penyelamatan pembiayaan bermasalah
pada produk Griya iB Hasanah dalam proses penyederhanaan ke dalam bentuk yang
lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.
7. Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis data yang
diperoleh, penulis menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif merupakan
analisis yang lebih banyak menggambarkan fakta sebagaimana adanya. Alat statistik
yang banyak digunakan antara lain: tabel tunggal, tabel silang, distribusi
frekuensi, dan lain-lain.[40]
Sedangkan analisis adalah jalan atau cara yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
ilmiah dengan mengadakan pemerincian terhadap objek yang diteliti dengan jalan
memilih-milih antara suatu pengertian dan pengertian lain sekedar untuk
memperoleh kejelasan mengenai objek tersebut.[41]
Penelitian ini disajikan dalam bentuk deskriptif yang membahas tentang dampak
restrukturisasi terhadap pembiayaan
bermasalah pada produk Griya iB Hasanah di PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Mataram. Langkah-langkah menganalisis data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a.
Memeriksa
data yang telah terkumpul dari hasil wawancara dan dokumentasi objek penelitian,
apakah data tersebut sudah lengkap sehingga siap untuk diproses lebih lanjut.
b.
Mengola
data yang sudah terkumpul sesuai permasalahan yang ada, memilih,
menyederhanakan data dan membuat rangkuman inti dari data yang telah
diklasifikasi.
c.
Penyajian
data berupa teori-teori yang sesuai dengan permasalahan yang ada, yaitu setelah
data dianalisis dan diinterpretasi, selanjutnya disajikan dalam bentuk uraian.
d.
Penafsiran
kembali secara deskriptif.
I.
Sistematika
Penulisan
Penelitian ini
merupakan lapangan,dalam penulisannya mengacu kepada pedoman penulisan skripsi
UIN Mataram. Penulisan skripsi ini menggunakan bahasa Indonesia yang baik, baik
mengenai struktur penulisan kalimat maupun kata dan juga menggunakan ejaan
bahasa Indonesia yang disempurnakan dan sesuai dengan kamus besar bahasa
Indonesia
Bab I
Pendahuluan, Peneliti mengungkapkan latar belakang masalah sehingga memunculkan
keinginan untuk mengkaji permasalahan yang menjadi tema dasar penelitian ini,
termasuk termasuk juga dalam bab ini diantaranya focus kajian, tujuan dan
manfaat penelitian, telaah pustaka, dan kerangka teori yang menjadi acuan teori
dari penelitian lapangan ini. Kemudian dalam bab ini terdapat serangkaian
teknis atau metode penelitian yang peneliti gunakan dalam melakukan penelitian
dan termasuk didalamnya adalah lokasi penelitian, kehadiran peneliti, subjek
peneliti, sumber dan jenis data, teknik pengumpulan data, teknik analisa data, dan
reliabilitas data serta sistematika penulisan.
Selanjutnya dalam bab II, yang berisi
paparan data dari penelitian yang ditemukan dilapangan. Dalam hal ini peneliti
mencoba menggambarkan secara singkat tentang gambaran lokasi penelitian dan
temuan-temuan dalam melakukan penelitian serta tanggapan dari beberapa
responden tentang pembahasan dari penelitian ini.
Pada bab III, berisikan tentang
pembahasan dari penelitian ini yang termasuk didalamnya adalah proses dari
analisa peneliti dalam melakukan penelitian dilapangan berdasarkan dari
temuan-temuan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya.
Bab IV, merupakan bab terakhir yang
berisi penutup,memuat kesimpulan dan saran-saran dalam penelitian ini.
Abd Atang Hakim, Fiqih
Perbankan Syariah: Transformasi Fiqih Muamalah kedalam Peraturan
Perundang-undangan, Bandung, PT. Refika Aditama, 2011.
Ali Zainuddin , Hukum Perbankan Syariah, Jakarta, Sinar
Grafika, 2008
Amilis Kina, Mekanisme Penanganan Pembiayaan
Murabahah Bermasalah (Studi pada BMT Syariah Pare), (Skripsi pada
Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, UIN
Maulana Malik Ibrahim, 2008).
Arifin Zainul, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta,
Alfabet, 2003
Arikunto Suharsimi , Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktik, Jakarta, PT: Rineka Cipta, 2006
Bank Indonesia, “Statistik Perbankan Syariah April 2013” dalam
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/65F99ECC-39A3-4BBF-9F5A-
719AD7FBEBEE/29291/SPSApr2014.pdf
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/65F99ECC-39A3-4BBF-9F5A-
719AD7FBEBEE/29291/SPSApr2014.pdf
BNI Syariah, Buku Panduan Pemasaran, 2011
Burhanuddin S, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah,
Yogyakarta, Graha
Ilmu, 2010
Ilmu, 2010
Djamil
Faturrahman , Penyelesaian Pembiayan Bermasalah di Bank Syariah,
Jakarta,Sinar Grafika, 2012
Faisal Muhammad, Pelaksanaan Perlindungan Hukum
terhadap Bank dalam Pembiayaan Murabahah
Bermasalah (Studi di Bank Syariah Mandiri Cabang Kediri), (Skripsi pada
Jurusan Hukum Perdata, Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, 2009)
H.
Karnaen A. Perwataatmadja, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta,
Dana Bhakti Wakaf, 1992
Ismail,
Perbankan Syariah, Jakarta, Kencana, 2011
Karim
Adiwarman , Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2006
Grafindo Persada, 2006
Muhammad,
Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta, UPP AMPYKPN, 2002
Musjatari
Dewi Nurul , Penyelesaian Sengketa dalam Praktik Perbankan Syariah,
Yogyakarta, Pratama Publishing, 2012
Yogyakarta, Pratama Publishing, 2012
PT
Bank BNI Syariah, Buku Pedoman Perusahaan Pembiayaan Kecil Buku I BNI
Syariah
Syariah
Prastowo
Andi, Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif,
Yogyakarta, Diva Press, 2010
Yogyakarta, Diva Press, 2010
Sadeed
Abdullah , Bank Islam dan Bunga: Studi Kritis Larangan Riba dan
Interpretasi Kontemporer, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2003
Interpretasi Kontemporer, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2003
Sutedi
Adrian , Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, Bogor:
Ghalia Indonesia, 2009
Ghalia Indonesia, 2009
Sudarto,
Metode Penelitian Filsafat, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1996
Supardi,
Metodologi Penelitian Ekonomi & Bisnis, Yogyakarta, UII Press, 2005
Syafi’i
Antonio Muhammad, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta, Gema
Insani, 2001
Insani, 2001
Veithzal
Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi,
Jakarta, PT Bumi Aksara, 2010
[1] Herry
Sutanto dan Khaerul Umam, Manajmen
Pemasaran Bank Syari’ah , (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013, hlm. 120-121
[2]
Rachmadi Usman, Produk dan Akad Perbankan Syariah di Indonesia: Implementasi
dan Aspek Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2009), hlm 387.
[3]
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMPYKPN, 2002), hlm
13.
[4]
Rachmadi Usman, Produk dan Akad Perbankan Syariah: Implementasi
dan Aspek Hukum, (Bandung,
PT Citra Aditya Bakti, 2009) hlm 171.
[5]
Muhammmad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta:
Gema Insani, 2001),hlm.160.
[6]
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008),
hlm.151.
[7]. Rachmadi Usman, Produk dan Akad Perbankan
Syariah: Implementasi dan Aspek Hukum, (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2009) hlm 171.
[8] Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006) , hlm
98.
[9]
BNI Syariah, Buku Panduan Pemasaran, 2011
[10]
Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih
dan Keuangan, ( Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2006) ,hlm 255.
[11]
Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayan Bermasalah di Bank Syariah,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm 66.
[12]
Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih
dan Keuangan, ( Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2006), hlm 255.
[13]
Amilis Kina, Mekanisme Penanganan Pembiayaan Murabahah Bermasalah (Studi
pada BMT Syariah Pare), (Skripsi pada Jurusan Manajemen, Fakultas
Ekonomi, UIN Maulana Malik Ibrahim, 2008).
[14]
Faisal Muhammad, Pelaksanaan Perlindungan Hukum terhadap Bank dalam
Pembiayaan Murabahah Bermasalah (Studi di Bank Syariah Mandiri Cabang
Kediri), (Skripsi pada Jurusan Hukum Perdata, Fakultas Hukum, Universitas
Brawijaya, 2009).
[15]
Emi Nurhayati, Pelaksanaan Pengawasan
Murabahah sebagai Upaya Meminimalkan Pembiayaan Bermasalah pada BMT
Syariah Pare-Kediri, (Skripsi pada Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, UIN
Maulana Malik Ibrahim, 2010).
[16]
Siti Nurjannah, Pandangan Hukum Islam terhadap
Pembiayaan Bermasalah Produk BNI Griya Syari’ah pada BNI Syari’ah Cabang Tegal,
(Skripsi pada Jurusan Muamalah, Fakultas Syari’ah, IAIN Walisongo, 2009).
[17]
Peraturan Bank Indonesia, Nomor 13/9/PBI/2011, Pasal 1.
[18]
Faturrahman Djamil, Penyelesaian
Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 84.
[19]
Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 111.
[20]
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2002), hlm. 77.
[22]
Rachmadi Usman, Produk dan Akad Perbankan Syariah: Implementasi
dan Aspek Hukum, (Bandung,
PT Citra Aditya Bakti, 2009), hlm 172.
[23]
Ibid., hlm 389.
[24]
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm 107-108.
[25]
Atang Abd. Hakim, Fiqih Perbankan Syariah: Transformasi Fiqih Muamalah ke
dalam Peraturan Perundang-undangan, (Bandung: PT. Refika Aditama,
2011), hlm 220-221.
[26]
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep,
dan Aplikasi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), hlm 686.
[27] Muhammmad Syafi’i Antonio, Bank Syariah:
Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm, 160.
[28]
Ibid., hlm 167.
[29] Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayan
Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta:Sinar Grafika, 2012), hlm 66.
[30]Bank
Indonesia, Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/10/DPbS, dalam http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/8AFFBB33-6FC6-4AA5-B68E
5F802F911618/22736/lampiran_se_131012.pdf (7 Mei 2013)
[31]
Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayan
Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta:Sinar Grafika, 2012), hlm 66-67
[32]Bank
Indonesia, Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/10/DPbS, dalam http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/8AFFBB33-6FC6-4AA5-B68E
5F802F911618/22736/lampiran se 131012.pdf (7 Mei 2013)
[33]
Dewi Nurul Musjtari, Penyelesaian Sengketa dalam Praktik Perbankan Syariah,
(Yogyakarta: Pratama Publishing, 2012), 117-118
[34] Ibid.,
119-120
[36]
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2006), hlm 12.
[37]
Andi Prastowo, Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif,
(Yogyakarta: Diva Press, 2010), hlm 14.
[40]
Etta Mamang Sangadji dan Sopiah, Metodologi
Penelitian: Pendekatan Praktis dalam Penelitian, (Yogyakarta: Andi
Offset, 2010), hlm 210.