TGH. MUHAMMAD DJUAINI MUCHTAR
A.
Kelahiran dan Silsillahnya
Almagfurullahu
TGH. Muhammad Djuaini Muchtar dilahirkan di Kampung Pancor Jero, Lombok Timur
pada tanggal 18 Agustus 1929 M. bertepatan dengan 11 Shafar 1348 H. Ayah beliau
bernama H. Muchtar bin H. Muhammad Qasim alias Jero Mihram. Sedangkan ibunya
bernama Hj. Husniyah binti H. Abdul Muhid. Kakek beliau Jero Mihram (H.
Muhammad Qasim) adalah seorang bangsawan terpandang dan sangat disegani pada
masa pemerintahan “Raja Anak Agung Karang Asem” berkuasa di Pulau Lombok. Jero
Mihram adalah Kepala Desa Pancor dan beliaulah yang pertama kali membangun
masjid Jami’ “At Taqwa Pancor” pada tahun 1885. kemudian direnovasi sesudah
satu abad oleh almagfurullah TGH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid tahun 1985.
Jero
Mihram juga terkenal sebagai seorang pengarang, dengann karyanya “Tembang
Monyeh” yang berisi syari’at, tarikat, dan hakikat. Tetapi diselipkkan temtamg
percintaan dan kesaktian seekor monyet yang nakal untuk menarik sampah dan
menghibur raja “Anak Agung” yang sedang mengadakan pesta besar. Jero Mihram
mempunyai beberapa orang istri dan banyak putra putri yang menjadi orang alim,
keturunannya juga terkenal cerdas-cerdas.Dan untuk diketahui, kakek buyut Jero
Mihram yang bernama Ama Demung adalah pendiri desa Pancor.
H.
Muhammad Qasim diberi gelar Jero Mihram karena menjadi kepala Desa Pancor pada
waktu itu dan setiap tahun pergi berhaji, menjadi muhrim bagi keluarganya
sampai beliau meninggal dunia diatas kapal laut, ketika kembali dari Mekkah
seusai mengerjakan ibadah haji, sehingga makam beliau terkenal di “Tengah
Samudra” atau “Segare Galuh”. Sedangkan silsilah dari neneknya “Le Silah” alias
Inaq Muhammad Tahir alias Papuk Manis binti Ali. Berasal dari Tanak Beak
Narmada. Beliau disebut “Papuk Manis” karena terkenal cantik jelita. Ali ayah
dari Papuk Manis ini jika ditelusuri silsilahnya merupakan keturunan Sultan
Alahudin. Berarti TGH. Muhammad Djuaini Muchtar masih memiliki hubungan darah
dengan Sultan Alahudin, yang merupakan pendiri kerajaan Islam Goa.
B.
Kehidupan Masa Kecil TGH. M. Djuaini Muchtar
H.
Muhammad Qasim (Jero Mihram) mempunyai 28 orang anak diantaranya adalah H.
Muchtar. H. Muhtar adalah hasil dari perkawinan beliau dengan Le Silah atau
Inaq Muhammad Tahir alias Papuk Manis. Walaupun ayahnya terkenal sebagai
penguasa dan kaya raya tetapi keluarga H. Muchtar amat sangat sederhana,
lebih-lebih setelah beliau menikah dengan Le Nuramin alias Hj. Husniyah. H.
Muchtar berpropesi sebagai tukang jahit pakaian dan sangat amanah terhadap para
pelanggannya, sampai-sampai kain perca (kain sisa) sebesar jaripun beliau
kembalikan. Ketika, H. Djuaini berumur 10 tahun, H. Muchtar meninggal dunia,
maka resmilah H. Muhammad Djuaini dan 6 orang saudara beliau menjadi yatim.
Untuk
menghidupi ke 6 orang putra-putrinya, Hj. Husniyah berjualan makanan dan nasi
bungkus. H. Djuainilah yang menjadi pedagang dan menjajakannya kepada
orang-orang yang lewat, karena saat itu rumah beliau berada di pinggir jalan.
Kehidupan keluarga beliau penuh dengan
ketakwaan, kesederhanaan dan kesabaran, Hj. Husniyah adalah seorang ibu yang
salehah dan penuh kasih sayang terhadap putra-putrinya. Disamping membantu ibu
beliau berjualan, H. Djuaini juga membantu ibunya merawat dua orang adiknya,
sehingga bahu kiri beliau lebih rendah dari pada bahu kanan, karena terlalu
sering menggendong adik-adik beliau setelah berjualan dan sepulang sekolah.
H.
Muhammad Djuaini terlahir 7 (tujuh ) bersaudara, yaitu :
1. H. Najmudin (lain ibu)
2. Hj. Hamliyah/Hj. Husniyah
3. H. Haerudin Muchtar
4. H. Muhammad Djuaini Muchtar
5. Hj. Hululiyah
6. H. Asmuni
7.
Hj. Hudriyah (Hj. Nurhasanah)
C.
Pendidikan
1.
Pendidikan Keluarga
H.
Muhammad Djuani sangat beruntung, karena mempunyai ibu yang solehah dan sangat
sabar dan penyayang. Ibunda belliaulah yang meletakkan dasar pendidikan agama
pada beliau, (beliau sering mengenang dan bercerita pada jama’ah pengajiannya)
bahwa ketika beliau masih kecil dan tidur dengan Ibu beliau, beliau tidak
diizinkan memejamkan mata sebelum disimak hapalan beliau oleh sang ibunda.
Seperti, sifat 20, Al Fatihah, ayat kursi, bacaan-bacaan shalat dan lain-lain.
Begitulah cara Hj. Husniyah menanamkan pendidikan agama pada putra-putri
beliau.
Hal
ini sesuai dengan mahfuzhat yang mengatakan; “Ibu adalah sekolah yang pertama”.
Hj.
Husniyah sangat menyayangi H. Djuaini, setelah tua beliaupun ikut ke Tanak Beak
Narmada, hingga beliau meninggal dunia pada hari rabu tanggal 19 Januari 1972
dan dimakamkan di kubur Gebong, tempat yang sama dengan makam TGH. Djuaini
sekarang.
2.
Sekolah Rakyat (SR)
Genap
berumur 7 tahun H. Muhammad Djuaini
menyerahkan beliau untuk menuntut ilmu oleh ayah beliau H. Muchtar di SR
(Sekolah Rakyat) selama 3 tahun, dan tamat pada tahun 1939.
3.
Madrasah NWDI (Madrasah Ibtidaiyah)
Madrasah
NWDI diresmikan oleh TGH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid pada tanggal 22
Agustus 1937 (15 Jumadil Akhir 1356 H) setelah mendapat pengakuan resmi dari
pemerintah Hindia Belanda dengan izin yang diterbitkan oleh Kontoliu Oest
Lombok pada tanggal 17 Agustus 1936. Peroses belajar mengajar di NWDI ini
dibagi menjadi 2 (dua) tingkat, yaitu ;
Tingkat
Tahdliriyah. Lama belajarnya 3 tahun. Pelajaran pada tingkat Tahdliriyah ini
merupakan pelajaran pendahuluan. Materi pelajarannya berupa : Al Qur’an,
Ibadah, Tauhid, Sirah, Bahasa Arab dan Muhadatsah. Yang diterima menjadi murid
disini adalah mereka yang masih buta huruf latin atau sudah tamat SR tetapi
belum bisa membaca Al Qur’an.
Tingkat
Ibtidaiyah. Lama belajarnya 4 (empat) tahun sebagai lanjutan dari tingkah
Tahdliriyah. Yang diterima di tingkat
Ibtidaiyah adalah mereka yang sudah tamat di tingkat Tahdliriyah atau sudah
belajar Nahwu, Sharaf, Fiqih sekedarnya diluar madrasah. Masa pelajarannya 100%
Agama, seperti di Madrasah Solatiyah Mekkah.
Setelah
tamat SR, H. Djuaini dimasukkan ke Madrasah NWDI oleh ayah beliau H. Muchtar.
Beberapa lama kemudian ayah beliau meninggal dunia. H. Muhammad Djuaini Muchtar
sampai dua kali keluar masuk Madrasah NWDI,
hal ini disebabkan karena keadaan ekonomi ibu beliau sesudah meninggal
dunia Ayah beliau dan faktor lain dalam keluarga besar keturunan Jero Mihram. Untuk yang ketiga kali beliau masuk di Madrasah
NWDI sampai tamat pada tahun 1948. dan setelah tamat di Madrasah Ibtidaiyah
NWDI Pancor, beliau langsung diminta mengajar oleh TGH. Zainudin Abdul Majid.
4.
Madrasah Tsanawiyah NW Pancor
Sambil
menagajar di Madrasah Ibtidaiyah NWDI Pancor, TGH. Muhammad Djuaini Muchtar
juga belajar di Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Wathan Pancor dan tamat pada
tahun 1950. Setelah beliau tamat, beliau langsung dikirim oleh TGH. Muhammad
Zainudin Abd Majid untuk membuka madrasah di Narmada.
5.
Madrasah Menengah Atas (M.M.A)
Tidak
hanya mengajar di Madrasah, TGH. M. Djuaini juga masih terus melanjutkan
pendidikan beliau di Madrasah Menengah Atas, meskipun masuknya tidak rutin
setiap hari. Dan berhasil lulus pada ujian ekstraning pada tahun 1964.
6.
Pendidikan Guru Agama (PGA 6 tahun)
Setelah
diangkat resmi menjadi Pegawai Negeri
TGH. M. Djuaini diitugaskan mengajar di 4 (empat) SD di Kecamatan
Narmada, yaitu; SDN Tibupiling, SDN Batukumbung, SDN 1 Narmada dan SDN 2
Narmada dengan jam mengajar sebanyak 52 jam.
Sambil
mengajar pada keempat SD tersebut, beliau juga ikut ujian ekstraning (ujian
persamaan) Pendidikan Guru Agama 6 tahun, dan lulus pada tahun 1970.
D.
Keluarga
Istri
pertama : Hj. Zahratul Munawarah, Dikaruniai 14 orang anak, yaitu;
1. (alm) Sya’dudin
2. (alm) Muhibbah
3. (alm) Fahriyah
4. (alm) M. Jurjani
5. (alm) Khairi Muchtar
6. (alm) Hudan
7. Hj. Lutfiatun, S. Pd.I
8. TGH. Hasanain Djuaini, Lc. M.H
9. Hj. Muhsinatin, S. Ag
10. TGH. Khairi Habibullah, S. Ag
11. Hj. Ihsaniati Rahmani, S. Pd i
12. TGH. Kholilurrahman, M. Ag
13. (alm) Jalalul Majdi
14.
Hj. Fatimatuzzahrah, S. Pd.I
TGH.
M. Djuaini Muchtar menikah dengan Hj. Zahratul Munawarah pada tanggal 7 Oktober
1949 di Pancor Lombok Timur, pada saat itu beliau berusia 20 tahun dan istri
beliau berusia 16 tahun. Setahun setelah menikah, TGH. M. Djuaini
diperintahkkan oleh TGH. M. Zainudin Abdu Majid untuk membuka madrasah di
Narmada, yang pada saat itu sedang merajalelanya ajaran Waktu Telu. Dan
perintah ini adalah perintah pertama bagi abituren NW untuk membangun madrasah,
yang sebelumnya madrasah NW hanya ada di Pancor.
Karena
melaksanakan perintah guru beliau, TGH. M. Djuaini pindah ke Narmada dan
meninggalkan istri beliau Hj. Zahratul Munawarah di Pancor yang masih
melanjutkan sekolahnya. Selama berada di Narmada dan istri beliau di Pancor,
TGH. M. Djuaini Muchtar mengunjungi istri beliau seminggu sekali, yaitu pada
hari Jum’at dan kembali lagi ke Narmada pada pagi hari Sabtu menggunakan sepeda
yang dipinjam dari H. Abdul Azhiem, Kepala Desa Tanak Beak waktu itu.
Hj.
Zahratul Munawarah terkenal sangat cantik, pintar dan shalihah. Banyak sekali
pemuda yang ingin menyunting beliau. Tetapi Ayah beliau sangat menginginkan
beliau untuk menikah dengan TGH. M. Djuani Muchtar. Kemudian, karena banyaknya
pemuda yang ingin menyunting beliau, diundilah nama-nama pemuda itu. tapi
hingga tiga kali diundi, yang keluar tetaplah nama TGH. M. Djuaini Muchtar.
Maka, menikahlah Hj. Zahratul Munawarah yang memiliki nama kecil Jahrah dengan
TGH. M. Djuaini Muchtar.
Istri
Kedua : Hj. Nurimin Masrurah, S. Pd I. Dikaruniai seorang putra bernama
Hafizhurrohman Djuaini. Hj. Nurimin Masrurah adalah anak dari H. Muhammad
Nurfahmi Kelana Sintung Lombok Tengah. Hj. Nurimin ini juga salah seorang murid
beliau yang menjadi guru dan pengasuh pada masa-masa awal berdirinya Pondok
Pesantren Nurul Haramain NW Putri Narmada. Beliau menikah tanggal 24 Maret 2000
setahun setelah istri pertama beliau meninggal dunia.
E.
Perjuangan TGH. M. Djuaini Muchtar
TGH.
M. Djuaini Muchtar bersama TGH. Afifudin Adnan diperintah oleh TGH. M. Zainudin
Abdul Majid untuk membuka madrasah di Narmada pada tahun 1950. Sambil berdakwah
melalui pengajian-pengajian ke pelosok-pelosok dusun untuk mengislamkan para
penganut waktu telu dan memberikan ilmu pengetahuan agama kepada masyarakat
umumnya dengan berjalan kaki, TGH. M. Djuaini mendirikan madrasah Ibtidaiyah
Nurul Huda NW Narmada pada tahun 1951. Dan madrasah inilah sebagai cikal bakal
lahirnya madrasah-madrasah yang ada di wilayah Narmada khususnya dan Lombok Barat
serta Lombok tengah pada umumnya. Karena alumni-alumni dari Madrasah Ibtidaiyah
Nurul Huda inilah yang membantu beliau merintis berdirinya beberapa madrasah.
Selama
59 tahun beliau berjuang dan berdakwah, beliau berhasil merintis dan mendirikan
beberapa madrasah dan lembaga social. Beberapa Panti Asuahan yang dirintis oleh
TGH. M. Djuaini Muchtar ;
1. Panti Asuhan NW Mataram
2. Panti Asuhan A -Ikhlas NW Narmada
3. Panti Asuhan An-Nur NW Tanak Beak
4.
Panti Asuhan An-Nur Putri NW Tanak Beak
Pada
edisi ini yang akan dikupas agak mendetail adalah perjuangan TGH. M. Djuaini
Muchtar pada lingkup Yayasan Perguruan Pondok Pesantren NW Narmada. Yayasan
Perguruan Pondok Pesantren NW Narmada beliau dirikan pada tahun 1986 dengan
akte notaries no 45 tannggal 9 Januari 1986 dengan tujuan untuk memelihara dan
mengelola aset-aset seluruh madrasah, sekolah dan Panti Asuhan NW yang bernaung
dibawah Yayasan ini, tidak terkecuali Nurul Haramain.
Nurul
Haramain memiliki arti Cahaya dua tanah Haram. Adapun dua tanah haram itu adalah
Mekkah dan Madinah. Nama Nurul Haramain sendiri dicetuskan oleh TGH. M. Djuani
Muchtar atas usul dari putra beliau TGH. Hasanai Djuaini Lc. M.H. Sedangkan
sebab pondok pesantren ini dinamakan Nurul Haramain ada dua, yaitu sebagai
kenang-kenangan keberangkatan TGH. M. Djuaini Muchtar dan istri pertama beliau
Hj. Zahratul Munawarah berhaji ke Mekkah Al Mukarramah yang ke dua kali dan
karena TGH. M. Djuaini Muchtar memiliki nama yang sama dengan nama salah
seorang ulama besar bernama Al-Djuaini yang memiliki seorang putra bernama Al
Haramain, jadi TGH. M. Djuaini Muchtar menganggap pondok pesantren ini sebagai
anak beliau. Alasan pemberian nama yang kedua ini juga karena pertanyaan dan
atas persetujuan TGH. M. Zainudin Abd Majid.
Pondok
Pesantren Nurul Haramain NW Putra beliau dirikan pada tahun 1991 sedangkan
Nurul Haramain Putri pada tahu 1995.
Adapun
pewakif tanah untuk Nurul Haramain NW Putra adalah TGH. M. Djuaini Muchtar
seluas 65 are, sedangkan sisanya dibeli dengan sumbangan dari masyarakat dan
hasil pengelolaan pondok.
Dan
pewakif tanah untuk Nurul Haramain NW Putri Narmada adalah;
1. TGH. M. Djuaini Muchtar
2. H. Muhammad Rusdi
3. H. Muhammad Nuralip
4.
H. Langgeng Justuriadi
Tujuan
utama didirakannya Pondok Pesantren Nurul Haramain adalah; untuk menambah porsi
pelajaran anak dalam mengkaji dan memperdalam ilmu agama, karena 24 jam bisa
dikontrol dan dibimbing langsung oleh para guru. Sistim pengelolaan dan
pembelajaran di Pondok Pesantren Nurul Haramain ini adalah perpaduan dari
system pendidikan yang diambil dari Pondok Pesantren Modern Gontor, Pondok
Pesantren NW Pancor, Kurikulum Depag dan Kurikulum dari Depdikbud.
Selayaknya
burung yang terbang, kian lama kian tinggi begitu pula dengan Haramain, kian
waktu kian banyak pula hal-hal yang diraih. Dengan berbagai perjuangan dan
usaha, terwujudlah Haramain seperti apa yang kita lihat sekarang.
F. Akhir Hayat TGH. M. Djuaini Muchtar
Sejak
tahun 2002 kondisi kesehatan TGH. M. Djuaini Muchtar sudah sangat menurun.
Beliau keluar masuk rumah sakit sampai kaki kiri beliau diamputasi pada bulan
Maret tahun 2004. tetapi semangat juang beliau tidak pernah kendor, dengan
menggunakan kursi roda, tetap memberikan pengajian-pengajian, dengan jadwal
sebagai berikut;
Setiap pagi Senin-Kamis dan sabtu memberikan pengajian Khalaqah kepada para
santri Pondok Pesantren Darul Hikmah NW Tanak Beak di rumah beliau.
Setiap
pagi Jum’at dan Ahad memberikan pengajian umum kepada masyarakat.
Setiap
sore Selasa dan Kamis memberikan pengajian Khalaqah kepada santri Pondok Pesantren
Nurul Haramain NW Putra Narmada
Setiap
sore Rabu dan Sabtu memberikan pengajian Khalaqah kepada santriwati Pondok
Pesantren Nurul Haramain NW Putri Narmada.
Setiap
malam Senin memberikan pengajian khusus untuk jama’ah ibu-ibu di rumah beliau.
Setiap
malam Ahad, Selasa, Rabu dan Kamis memberikan pelajaran tajwid kepada santri
TPQ Darul Hikmah yang beliau asuh di rumah.
Bahkan
seringkali, beliau pulang dari rumah sakit pada sore hari besok paginya
memberikan pengajian. Setelah keluar masuk Rumah Sakit bahkan sampai sepuluh
kali menjalani operasi dengan komplikasi berbagai macam penyakit akhirnya
beliau menghembuskan nafas terakhir pada hari ahad, 15 Februari 2009 pukul
13.15 WITA di Rumah Sakit Islam Siti Hajar Mataram.
Sebelum
menghembuskan nafas terakhir, beliau berwasiat kepada istri dan putra putri
beliau untuk meneruskan perjuangan beliau dan berdo’a untuk kelangsungan dan
kemajuan Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Narmada yang sangat beliau sayangi.