Hadist Sebagai Sumber Hukum Islam ke-2
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.
Islam
sebagai agama yang sempurna ajarannya diperuntukan bagi seluruh manusia di muka
bumi. Sebagai agama, Islam mempunyai sumber ajaran. Sumber ajaran Islam adalah
asal atau tempat ajaran Islam itu diambil sebagai sumber mengindikasikan makna
bahwa ajaran Islam berasal dari suatu yang dapat digali dan dipergunakan untuk
kepentingan operasionalisasi ajaran Islam dan pengembangannya sesuai dengan
kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh umat Islam. Setiap prilaku dan
tindakan umat Islam baik secara individu maupun kelompok harus dilakukan
berdasarkan sumber tersebut. Oleh karena itu, sumber ajaran Islam berfungsi
pula sebagai dasar pokok ajaran Islam. Sebagai dasar, maka sumber itu menjadi
landasan semua prilaku dan tindakan umat Islam sekaligus sebagai referensi
tempat orientasi dan konsulitasi dan tolak ukurnya.
Sebagian
besar umat Islam sepakat menetapkan sumber ajaran Islam itu adalah al-Qur’an,
Al-Sunnah (Hadits) dan Ijtihad. Sunnah (Hadits) yang mempunyai pengertian
menurut ulama Hadits sebagai segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad
s.a.w., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, budi pekerti, perjalanan
hidup, baik sebelum menjadi Rasul maupun sesudahnya, inilah yang menjadikan
kedudukan Sunnah (Hadits) menjadi dasar dalam ajaran Islam yang kedua setelah
Al-Qur’an.
Kedudukan
Sunnah (Hadits) dalam sumber ajaran Islam sangat strategis, bagi kehidupan dan
penghidupan umat. Yang mana Sunnah (Hadits) berfungsi sebagai penjabar (bayan)
dari ayat-ayat al-Qur’an. Baik itu, sebagai bayan Al-Ta’kid, bayan Al-Tafsir dan
bayan Al-Tashri’.
Muhammad
Mustafa Azami mengemukakan bahwa:
“Sejak zaman dulu umat
Islam sepakat menerima Hadits dan menjadikannya sebagai sumber hukum Islam yang
wajib di patuhi. Pada masa lalu juga sudah terdapat sejumlah orang atau kelompok
yang menolak Hadits, tetapi hal itu lenyap pada akhir abad ketiga hijriyah.
Penolakan terhadap Hadits ini muncul lagi pada abad ketiga belas hijriyah
sebagai akibat dari penjajahan barat”
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hadits Sebagai Sumber
Hukum Islam Kedua
Kedudukan
Sunnah dalam Islam sebagai sumber hukum. Para ulama juga telah konsensus dasar
hukum Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Dari segi urutan tingkatan dasar Islam
ini Sunnah menjadi dasar hukum Islam (Tashri’iyyah) kedua setelah Al-Qur’an.
Hal ini dapat dimaklumi karena beberapa alasan sebagai berikut:
1. Fungsi
Hadits Sebagai Penjelas Terhadap Al-Qur’an
Sunnah berfungsi
sebagai penjelas atau tambahan terhadap al-Qur’an. Tentunya pihak penjelas
diberikan peringkat kedua setelah pihak yang dijelaskan. Teks al-Qur’an sebagai
pokok asal, sedang Sunnah sebagai penjelas (tafsir) yang dibangun karenanya.
Dengan demikian segala uraian dalam Sunnah berasal dari al-Qur’an. Al-Qur’an
mengandung segala permasalahan secara paripurna dan lengkap, baik menyangkut masalah
duniawi maupun ukhrawi, tidak ada suatu masalah yang tertinggal. Sebagaimana
firman Allah s.w.t., dalam Surat al-An‘am ayat 38:
شَيْءٍ
مِنْ الْكِتَابِ فِي فَرَّطْنَا مَا
“Tidak ada sesuatu yang
kami tinggalkan dalam al-Kitab”
Keterangan
al-Qur’an sangat sempurna tidak meninggalkan sesuatu, tetapi penjelasannya
secara global maka perlu dijelaskan rinci dengan Sunnah.
2. Mayoritas
Sunnah Relatif Kebenarannya
Seluruh
umat Islam juga telah berkonsensus bahwa al-Qur’an seluruhnya diriwayatkan
secara mutawatir (para periwayat
secara kolektif dalam segala tingkatan). Maka ia memberi faedah absolut
kebenarannya dari Nabi, kemudian diantaranya ada yang memberi petunjuk makna
secara tegas dan pasti (qat‘i ad-dilalah)
dan secara relatif petunjuknya (zanni
ad-dilalah).
B.
Dalil-dalil Kehujjahan
Hadits
Ada beberapa dalil yang menunjukkan atas
kehujahan sunnah dijadikan sumber hukum Islam, yaitu sebagai berikut:
1. Dalil
al-Qur’an
-
Konsekuensi iman kepada
Allah adalah taat kepada-Nya, sebagaimana firman Allah s.w.t. surat Ali-Imran
(3:179) :
عَظِيمٌ
أَجْرٌ فَلَكُمْ وَتَتَّقُوا تُؤْمِنُوا وَإِنْ سُلِهِ وَرُ بِاللَّهِ فَآَمِنُوا
“Karena
itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan
bertakwa, maka bagimu pahala yang besar”
Beriman kepada
Rasul berarti taat kepada apa yang disampaikan kepada umatnya baik al-Qur’an
maupun Hadith yang dibawanya.
-
Perintah beriman kepada
Rasul dibarengkan dengan beriman kepada Allah s.w.t., sebagaimana firman-Nya:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا آَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي
نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ
“Wahai
orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah
turunkan sebelumnya”
-
Kewajiban taat kepada
Rasul karena menyambut perintah Allah s.w.t. sebagaimana firman Allah:
وَمَا
أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ
“Dan
kami tidak mengutus seseorang Rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah”
-
Perintah taat kepada
Rasul secara khusus, sebagaimana firman Allah s.w.t.
وَمَا
آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa
yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah”
-
Dari beberapa ayat
tersebut dapat kita simpulkan bahwasannya perintah untuk taat kepada Allah dan
mengikuti Rasul s.a.w., itu sangat penting sebagai wujud dari iman kita kepada
Allah s.w.t. ini menunjukkan bahwasannya kedudukan Sunnah mempunyai posisi yang
penting sebagai dasar hukum atau hujjah dalam Islam.
2. Dalil
Hadits
3. Ijma’
para Ulama
C.
Dalil