Implementasi Pendidikan Anak dalam Buku Tarbiyah al-Aulad Karangan Nasikh Ulwan

Pendahuluan

Dalam pembelajaran bahasa Arab mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai, mulai untuk tujuan studi Islam, bisnis, diplomatik, wisata, dan lain sebagainya. Dari sekian banyak tujuan tersebut, tujuan untuk studi Islam dianggap paling dominan, terutama lembaga-lembaga pendidikan Islam.[1] Universitas Islam Negeri Sunan Ampel yang memandang bahwa kemampuan berbahasa Arab merupakan syarat mutlaq yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa, khususnya pada mahasiswa jurusan Bahasa Arab baik sastra maupun pendidikan. Salah satu tujuan utama yang harus mampu dikuasai oleh pembelajar bahasa arab adalah mampu memahami isi bacaan teks bacaan berbahasa Arab.

Dalam pembelajaran bahasa pada umumnya memiliki beberapa tujuan yang harus mampu dicapai setelah berlangsungnya proses pembelajaran. Tidak terkecuali pada pembelajaran bahasa Arab baik ditingkat dasar, menengah, lanjutan bahkan Universitas pasti memiliki tujuan utama dalam proses pembelajaran. Salah satu tujuan utama yang harus mampu dikuasai oleh pembelajar bahasa arab adalah mampu memahami isi bacaan teks bacaan berbahasa Arab (fahmul maqru’).

Islam menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dalam kehidupan umat manusia. Banyak ayat Al-Qur’an yang mengharuskan umat Islam untuk mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Secara teoritis, Ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia tidak mungkin dimilikinya tanpa melalui proses pendidikan.  Hal ini karena manusia merupakan makhluk pedagogik yaitu makhluk yang dilahirkan membawa potensi yang dapat dididik dan mendidik.[2] Salah satu tujuan pendidikan adalah memaksimalkan potensi manusia, membantu manusia untuk berkembang mencapai tingkat kesempurnaan yang setinggi-tingginya. Adapun menurut Drs. H. Sama’un Bakry, M.Ag. tujuan pelaksanaan pendidikan Islam adalah terbentuknya manusia yang sempurna yaitu manusia yang beribadah kepada Allah, memiliki kesehatan jasmani, kuat secara mental, memiliki keterampilan yang dibutuhkan, akalnya cerdas dan pandai, serta kalbunya penuh iman kepada Allah SWT.[3] Hal ini sejalan dengan tujuan penciptaan manusia yaitu untuk beribadah kepada Allah Swt sebagaimana firman Allah dalam surat Al Dzariyat ayat 56;

وَمَا خَلَقْتُ الجِنَّ وَالإنْسَ إلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ 

(Dan Aku tidaklah menciptakan Jin dan manusia melainkan supaya untuk beribadah kepada-Ku.)[4]

Melihat pentingnya pendidikan anak, maka mutlak diperlukan dan dibutuhkan adanya suatu konsep pendidikan yang sempurna, lengkap dengan metodologinya. Tetapi apapun program pendidikan yang dijalankan, hasilnya sangat tergantung paling tidak pada dua hal, yaitu dasar falsafah dan metode yang digunakan.[5]

Melihat pentingnya pendidikan anak, sudah barang tentu dibutuhkan suatu tatanan dan konsep tentang pendidikan yang tidak saja luas cakupan materinya, tetapi juga secara metodologis (pendekatannya). Anak memerlukan metode yang tepat dan sesuai dengan kondisi anak. Dan diantara tokoh pemerhati pendidikan Islam yang berkaitan dengan pendidikan anak adalah Abdullah Nasikh Ulwan yang terdapat dalam buku “Tarbiyatul Aulad Fil Islam”.

Dalam hal ini maka peneliti ingin menganalisis sejauh mana kompetensi mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, khususnya pada mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab (PBA) yang sudah tentu akan  membutuhkan kemampuan fahmul maqru’ dalam proses pengajarannya nanti setelah terjun dalam masyarakat untuk mengemban tanggung jawab sebagai seorang pengajar.

 

Pemahaman Maqru’dari Kitab At-Turats “Tarbiyatul Aulad”

1.a) Pengertian Kompetensi

Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh seseorang dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.[6]

Definisi kompetensi menurut Amstrong & Murlis dalam Ramelan adalah sebagai karakteristik mendasar individu yang secara kausal berhubungan dengan efektivitas atau kinerja yang sangat baik. Menurut Wahjosumidjo kompetensi adalah merupakan kinerja tugas rutin yang integratif, yang menggabungkan resources (kemampuan,  pengetahuan, asset dan proses, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat) yang menghasilkan posisi yang lebih tinggi dan kompetitif. Sebagai konsekuensi dari defenisi kompeten atau kompetensi ini, atau yang lain maka pengertian kompetensi merujuk pada kemampuan orang untuk memenuhi persyaratan perannya saat ini atau masa mendatang.[7]

Kompetensi menurut Spencer Dan Spencer dalam Palan (2007) adalah sebagai karakteristik dasar yang dimiliki oleh seorang individu yang berhubungan secara kausal dalam memenuhi kriteria yang diperlukan dalam menduduki suatu jabatan. Kompetensi terdiri dari 5 tipe karakteristik, yaitu motif (kemauan konsisten sekaligus menjadi sebab dari tindakan), faktor bawaan (karakter dan respon yang konsisten), konsep diri (gambaran diri), pengetahuan (informasi dalam bidang tertentu) dan keterampilan (kemampuan untuk melaksanakan tugas).

Hal ini sejalan dengan pendapat Becker and Ulrich dalam Suparno (2005:24) bahwa competency refers to an individual’s knowledge, skill, ability or personality characteristics that directly influence job performance. Artinya, kompetensi mengandung aspek-aspek pengetahuan, ketrampilan (keahlian) dan kemampuan ataupun karakteristik kepribadian yang mempengaruhi kinerja.

Berbeda dengan Fogg (2004:90) yang membagi Kompetensi kompetensi menjadi 2 (dua) kategori yaitu kompetensi dasar dan yang membedakan kompetensi dasar (Threshold) dan kompetensi pembeda (differentiating) menurut kriteria yang digunakan untuk memprediksi kinerja suatu pekerjaan. Kompetensi dasar (Threshold competencies) adalah karakteristik utama, yang biasanya berupa pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan untuk membaca, sedangkan kompetensi differentiating adalah kompetensi yang membuat seseorang berbeda dari yang lain.[8]

Kompetensi berasal dari kata “competency” merupakan kata benda yang menurut Powell (1997:142) diartikan sebagai 1) kecakapan, kemampuan, kompetensi 2) wewenang. Kata sifat dari competence adalah competent yang berarti cakap, mampu, dan tangkas.Pengertian kompetensi ini pada prinsipnya sama dengan pengertian kompetensi menurut Stephen Robbin (2007:38) bahwa kompetensi adalah “kemampuan (ability) atau kapasitas seseorang untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan, dimana kemampuan ini ditentukan oleh 2 (dua) faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.

Pengertian kompetensi sebagai kecakapan atau kemampuan juga dikemukakan oleh Robert A. Roe (2001:73) sebagai berikut : Competence is defined as the ability to adequately perform a task, duty or role. Competence integrates knowledge, skills, personal values and attitudes. Competence builds on knowledge and skills and is acquired through work experience and learning by doing“ Kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan.[9]

Secara lebih rinci, Spencer dan Spencer dalam Palan (2007:84) mengemukakan bahwa kompetensi menunjukkan karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul (superior performer) di tempat kerja. Ada 5 (lima) karakteristik yang membentuk kompetensi yakni 1). Faktor pengetahuan meliputi masalah teknis, administratif, proses kemanusiaan, dan sistem. 2). Keterampilan; merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan. 3). Konsep diri dan nilai-nilai; merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri seseorang, seperti kepercayaan seseorang bahwa dia bisa berhasil dalam suatu situasi. 4). Karakteristik pribadi; merujuk pada karakteristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap situasi atau informasi, seperti pengendalian diri dan kemampuan untuk tetap tenang dibawah tekanan. 5). Motif; merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis atau dorongan-dorongan lain yang memicu tindakan.

Pernyataan di atas mengandung makna bahwa kompetensi adalah karakteristik seseorang yang berkaitan dengan kinerja efektif dan atau unggul dalam situasi pekerjaan tertentu. Kompetensi dikatakan sebagai karakteristik dasar (underlying characteristic) karena karakteristik individu merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada kepribadian seseorang yang dapat dipergunakan untuk memprediksi berbagai situasi pekerjaan tertentu. Kemudian dikatakan berkaitan antara perilaku dan kinerja karena kompetensi menyebabkan atau dapat memprediksi perilaku dan kinerja.[10]

Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2004, tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) menjelaskan tentang sertifikasi kompetensi kerja sebagai suatu proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistimatis dan objektif melalui uji kompetensi yang mengacu kepada standar kompetensi kerja nasional Indonesia dan atau Internasional.

Menurut Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negeri Nomor: 46A tahun 2003, tentang pengertian kompetensi adalah :kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif dan efisien.

Kompetensi dasar adalah kompetensi/ keterampilan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau menjalankan suatu jabatan. Kompetensi pembeda adalah karakteristik perilaku yang ditunjukkan oleh mereka yang berkinerja tinggi yang berbeda karakteristiknya dengan orang yang tidak efektif. Konsep kompeten bahkan menjadi lebih rumit lagi dengan adanya pendapat beberapa orang bahwa kompetensi adalah penguasaan perilaku, pengetahuan dan ketrampilan. Sementara itu beberapa orang lain berpendapat bahwa kompetensi adalah efektivitas penggunaan pengetahuan dan ketrampilan, bukan pengetahuan dan ketrampilan itu sendiri. Salah satu cara untuk keluar dari rimba bahasa ini adalah dengan mengingat bahwa gaji berkait dengan kompetensi harus tergantung pada metode pengukuran kompetensi.[11]

Untuk melakukan hal ini penting bagi kita untuk membedakan aspek kinerja input, proses, output, dan penting bagi kita untuk memahami bagaimana kompetensi diukur pada masing-masing aspek kinerja tersebut., diantaranya:

a.    Sebagai input, kompetensi bisa diukur sebagai kapasitas seseorang untuk menjalankan pekerjaannya. Kapasitas disini merujuk pada pengertian apa yang dibawa orang ke   dalam pekerjaannya dalam bentuk pengetahuan, ketrampilan dan atribut pribadi.

b.     Sebagai sebuah proses, kompetensi bisa diukur dalam bentuk perilaku yang dipersyaratkan dalam suatu jabatan agar bisa secara efektif mengubah input menjadi output.

c.    Sebagai sebuat output, kompetensi diukur melalui hasil perilaku orang dalam menggunakan pengetahuan, ketrampilan dan atribut pribadi terbaiknya. seseorang perlu memiliki sejumlah kapabilitas. Kapabilitas biasanya merupakan kombinasi dari dimensi sifat pribadi, ketrampilan dan pengetahuan.[12]

Menurut Thoha ada 5 tipe karakteristik dasar dari kompetensi yaitu :

a.    Motif (Motive) yaitu sesuatu yang secara terus menerus dipikirkan atau diinginkan oleh seseorang yang menyebabkan adanya tindakan. Motif ini menggerakan, mengerahkan dan memiliki prilaku terhadap tindakan tertentu atau tujuan dan perbedaan orang lain.

b.    Sifat (Trait) yaitu karakteristik fisik dan respon yang konsisten terhadap situasi dan informasi.

c.    Konsep pribadi (Self Concept) yaitu pelaku, nilai – nilai dan kesan pribadi seseorang.

d.    Pengetahuan (Knowledge) yaitu informasi mengenai seseorang yang memiliki bidang substansi tertentu.

e.    Keterampilan (Skill) yaitu kemampuan untuk melakukan tugas fisik dan mental tertentu.[13]

Dengan kata lain, kompetensi adalah penguasaan terhadap seperangkat pengetahuan, ketrampilan, nilai nilai dan sikap yang mengarah kepada kinerja dan direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan profesinya. Selanjutnya, menurut Wibowo kompetensi diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi oleh keterampilan dan pengetahuan kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut.

 Dengan demikian kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu sebagai suatu yang terpenting. Kompetensi sebagai karakteristik seseorang berhubungan dengan kinerja yang efektif dalam suatu pekerjaan atau situasi.[14]

 Dari pengertian kompetensi tersebut di atas, terlihat bahwa fokus kompetensi adalah untuk memanfaatkan pengetahuan dan ketrampilan kerja guna mencapai kinerja optimal. Dengan demikian kompetensi adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang berupa pengetahuan ketrampilan dan faktor-faktor internal individu lainnya untuk dapat mengerjakan sesuatu pekerjaan. Dengan kata lain, kompetensi adalah kemampuan melaksanakan tugas berdasarkan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki setiap individu.

Dari beberapa pendapat diatas tentang pengertian kompetensi penulis menyimpulkan bahwa kopetensi adalah keterampilan atau kemampuan seseorang dalam menyelesaikan sesuatu, entah itu berupa pekerjaan atau pendidikan.

 

1.b) Karakteristik Bahasa Arab

Secara etimologi, karakteristik berasal dari akar kata bahasa Inggris yaitu character yang berarti watak, sifat, ciri. Kata characteristic berarti sifat yang khas atau ciri khas sesuatu. Achmad Maulana mengartikan karakteristik dengan ciri khas, bentuk-bentuk watak dan tabiat individu, corak tingkah laku atau tanda khusus. Dalam istilah bahasa Arab, kata karakteristik dikenal dengan خصائص sebagai bentuk jamak dari خصوصيـة yang diartikan dengan kekhususan atau keistimewaan. Maka dapat dikatakan bahwa karakteristik bahasa Arab adalah bentuk watak dan ciri khas atau tanda-tanda khusus yang dimiliki bahasa Arab.[15]

 Pengetahuan tentang karakteristik bahasa Arab merupakan tuntutan yang harus dipahami oleh para pengajar bahasa Arab, karena pemahaman akan diskursus ini akan memudahkan mereka yang berkecimpung pada bidang pendidikan dan pengajaran bahasa Arab dalam melaksanakan kegiatan proses pembelajaran. Tetapi perlu diperhatikan bahwa karakteristik bahasa Arab tidaklah identik dengan kesulitannya, karena dengan memiliki pengetahuan serta pemahaman tentang karakteristiknya, setidaknya akan tersingkap kelebihan-kelebihan yang ada pada tubuh bahasa Arab, dan menjadi aspek kemudahan yang menjadi pintu untuk membuka jalan bagi mereka yang ingin mempelajari dan mendalaminya.[16]

Bahasa Arab memiliki karakteristik yang unik dan universal. Dikatakan unik karena bahasa Arab memiliki ciri khas yang membedakannya dengan bahasa lainnya, sedangkan universal berarti adanya kesamaan nilai antara bahasa Arab dengan bahasa lainnya. Karakteristik universalitas bahasa Arab antara lain dapat diuraikan sebagai berikut :[17]

a.    Bahasa Arab memiliki gaya bahasa yang beragam, yang meliputi:

ü  Ragam sosial atau sosiolek yaitu ragam bahasa yang menunjukan stratifikasi sosial ekonomi penuturnya.

ü  Ragam geografis, ragam bahasa yang menunjukan letak geografis penutur    antara satu daerah dengan daerah lain, sehingga melahirkan dialek yang beragam.

ü  Ragam idiolek yaitu ragam bahasa yang menunjukan integritas kepribadian setiap individu masyarakat (لهجة فردية).

b.    Bahasa Arab dapat diekspresikan secara lisan atau pun tulisan. Menurut     Bloomfield bahasa lisan merupakan hakekat adanya suatu bahasa. Realitas ini dapat dipahami karena adanya bentang sejarah peradaban manusia terlihat jelas mereka pada umumnya berbahasa lisan meskipun diantara mereka tidak dapat menulis dan tidak mengenal lambang tulisan. Bahasa lisan sebagai system verbal lebih banyak dipakai oleh manusia dalam berkomunikasi antara satu dengan lainnya antar anggota masyarakat di lingkungannya. Hal ini dimaksudkan agar penyampaian pesan lebih cepat dipahami maknanya oleh masyarakat sasaran.

c.    Bahasa Arab memiliki system, aturan dan perangkat yang khas, antara lain bahasa Arab itu :

Sistemik, bahasa yang memiliki system standard yang terdiri dari sejumlah sub-sub system (sub system tata bunyi, tata kata, kalimat, syntax, gramatikal, wacana dll.).

ü  Sistematis, artinya bahasa Arab juga memiliki aturan-aturan khusus, dimana masing-masing komponen sub system bahasa bekerja secara sinergis dan sesuai dengan fungsinya.

ü  Komplit, maksudnya bahasa itu memiliki semua perangkat yang dibutuhkan oleh masyarakat pemakai bahasa itu ketika digunakan untuk sebagai alat komunikasi dalam berinteraksi dan bersosialisasi antar mereka.

 

1.c) Penerapan Karakteristik Unik Bahasa Arab dalam Pengajaran Bahasa Arab bagi    Non Arab.

Pada bagian ini, penulis akan mengetengahkan beberapa ciri-ciri khusus bahasa Arab yang dianggap unik dan tidak dimiliki bahasa-bahasa lain di dunia, terutama bahasa Indonesia. Ciri-ciri khusus ini perlu diketahui oleh para pengajar bahasa agar memudahkannya dalam menyusun dan mengembangkan berbagai strategi pembelajaran bahasa, khususnya bagi non Arab. Ciri-ciri khusus tersebut dapat ditemui dalam aspek-aspek bahasa, sebagai berikut :[18]

a.    Aspek Bunyi

Bahasa pada hakekatnya adanya bunyi, yaitu berupa gelombang udara yang keluar dari paru-paru melalui pipa suara dan melintasi organ-organ speech atau alat bunyi. Proses terjadinya bahasa apapun di dunia ini adalah sama. Maka tidak asing apabila ada beberapa bunyi bahasa yang hampir dimiliki oleh beberapa bahasa di dunia seperti bunyi m, n, l, k, dan s.

Bahasa Arab, sebagai salah satu rumpun bahasa Semit, memiliki ciri-ciri khusus dalam aspek bunyi yang tidak dimiliki bahasa lain, terutama bila dibandingkan dengan bahasa Indonesia atau bahasa-bhasa daerah yang banyak digunakan di seluruh pelosok tanah air Indonesia. Ciri-ciri khusus itu adalah :[19]

·         Vokal panjang dianggap sebagai fonem (أُو ، ِي ، أَ )

·         Bunyi tenggorokan (أصوات الحلق), yaitu ح dan ع

·         Bunyi tebal ( أصوات مطبقة), yaitu ض , ص , ط dan ظ .

·         Tekanan bunyi dalam kata atau stress (النبر )

·         Bunyi bilabial dental (شفوى أسنـانى ), yaitu ف

         Dan untuk mengetahui dimana letak نبر dalam suatu kata, kita harus mengetahui jenis syllable atau suku kata dalam bahasa Arab.

Untuk menentukan letak نبر dalam suatu kata, para ahli berbeda pendapat. Sebagai contoh, menurut Ibrahim Anis, letak نبر (stress) dalam suatu kata bahasa Arab dapat dilihat dari macam atau jenis suku kata atau syllable paling akhir dari kata itu. Bila suku kata akhir itu berupa jenis keempat atau kelima ( cvvc atau cvcc ) maka disitulah letak nabr-nya. Contoh kata نستــعين dan مستــقر , nabr-nya ada pada suku kata عين dan قـرّ .[20]

 Apabila suku kata terakhir dari jenis keempat atau kelima, lihat suku kata sebelum akhir. Bila ia berupa jenis syllable kedua atau ketiga (cvv atau cvc), maka disitu letak nabr-nya. Contoh pada kata يستحيل dan استغـفر letak nabr-nya pada suku kata حي dan تغ .

Dan apabila suku kata sebelum akhir bukan dari jenis kedua atau ketiga, artinya jenis pertama, maka lihat kembali suku kata ketiga dari akhir, seperti pada kata جلس dan اجتمع .

Menurut Brockelmann (linguist Jerman), نبر (stress) dalam kata bahasa Arab bias diketahui dengan cara menelusuri jenis suku kata dari akhir suatu kata sampai awal. Kapan kita menemui suku kata atau مقطع panjang yaitu jenis kedua, ketiga, keempat atau kelima dalam kata itu, maka disitulah nabr-nya. Dan bila tidak ditemui مقطع panjang pada kata tersebut, berarti nabr-nya ada pada suku kata pertama dari depan dalam kata tersebut. Contoh :

·         يقاتل nabr-nya pada قا

·         يجتـمع nabr-nya pada يَجـ

·         جمع nabr-nya pada جـَ

          Jadi perlu diingat bahwa nabr atau stress itu ada dalam bahasa Arab,  meskipun bukan merupakan fonem yang membedakan arti.[21]

b.    Aspek Kosakata

Ciri khas kedua yang dimiliki bahasa Arab adalah pola pembentukan kata yang sangat fleksibel, baik melalui derivasi (تصريف استـقاقى ) maupun dengan cara infleksi (تصريف إعرابـى ). Dengan melalui dua cara pembentukan kata ini, bahasa Arab menjadi sangat kaya sekali dengan kosakata. Misalnya dari akar kata علم , bila dikembangkan dengan cara اشتقاقى , maka akan menjadi :

·         عَلِم  يَعلَم dan seterusnya (تصريف اصطلاحى ) = 10 kata

·          يعلِّم عَلّم dan seterusnya = 10 kata

·         أعلم  يعلم dan seterusnya = 10 kata

·         تعلم  يتعلم dan seterusnya = 10 kata

·         تعالم  يتعالم dan seterusnya = 10 kata

·         يستعلم استعلم dan seterusnya = 10 kata

           Dari masing-masing kata ini dapat lagi kembangkan dengan cara تصريف إعرابـى sehingga akan lebih memperkaya bahasa Arab. Dari kata علم saja akan menjadi ratusan kata. Bahkan menurut suatu penelitian, unsur bunyi yang ada pada suatu kata, meskipun urutan letaknya dalam kata tersebut berbeda akan mengandung arti dasar yang sama.

c.    Aspek Kalimat

Ø  I’râb

Bahasa Arab adalah bahasa yang memiliki sistem i’râb terlengkap yang mungkin tidak dimiliki oleh bahasa lain. I’râb adalah perubahan bunyi akhir kata, baik berupa harakat atau pun berupa huruf sesuai dengan jabatan atau kedudukan kata dalam suatu kalimat. I’râb berfungsi untuk membedakan antara jabatan suatu kata dengan kata yang lain yang sekaligus dapat merubah pengertian kalimat tersebut.

Contoh :

· هذا قاتلٌ أخى

· هذا قاتلُ أخى

         Dua kalimat itu sangat berbeda sekali artinya, hanya karena perbedaan bunyi akhir kataqâtil (قاتل ). Yang pertama dibaca tanwin dan yang kedua tidak dibaca tanwin (di-idlâfat-kan). Maka kalimat pertama berarti orang ini yang membunuh saudaraku, sedang kalimat kedua artinya orang ini adalah pembunuh saudaraku. Contoh lain adalah :

·  ما أحسنَ خالداً artinya alangkah baiknya si Khalid.

·  ما أحسنُ خالدٍ artinya apa yang baik pada si Khalid ?

·  ما أحسنَ خالدٌ artinya apa yang diperbuat baik oleh si Khalid ?

Ø  Jumlah Fi’liyyah dan Jumlah Ismiyyah

Komponen kalimat dalam bahasa apapun pada dasarnya sama, yaitu subyek, predikat dan obyek. Namun, yang berbeda antara satu bahasa dengan bahasa lainnya adalah struktur atau susunan (تركيب) kalimat itu. Pola kalimat sederhana dalam bahasa Arab adalah :

·         اسم + اسم

·    فعل + اسم

Sementara dalam bahasa Indonesia pola kalimatnya adalah :

·         KB + KB( kata benda)

·         KB + KK( kata kerja)

        Pola فعل + اسم dalam bahasa Arab sudah dianggap dua kalimat. Dari perbandingan itu, tampak bahwa pola فعل + اسم hanya dimiliki bahasa Arab. Meskipun kadang ada ungkapan bahasa dalam percakapan sehari-hari pola yang sama dengan ini ditemui dalam bahasa Indonesia seperti turun hujan, tetapi ungkapan itu biasanya didahului oleh keterangan waktu umpamanya tadi malam turun hujan.

Ø  Muthâbaqah (Concord)

Ciri yang sangat menonjol dalam susunan kalimat bahasa arab adalah diharuskannya muthabaqah atau persesuaian antara beberapa bentuk kalimat. Misalnya harus ada muthabaqah antara mubtada’ dan khobar dalam hal ‘adad( mufrod,tasniyah,jama’) dan dalam hal jenisnya( mudzakkar,muannats). Contohnya adalah lafadz:

*زيد قائم

* قائمانالزيدان

* الزيدون قائمون

d.    Aspek Huruf

Ciri yang nampak dominan pada huruf-huruf bahasa Arab adalah :

·         Bahasa Arab memiliki ragam huruf dalam penempatan susunan kata, yaitu ada huruf yang terpisah, ada bentuk huruf di awal kata, di tengah dan di akhir kata.

·         Setiap satu huruf hanya melambangkan satu bunyi.

·         Cara penulisan berbeda dengan penulisan huruf Latin, yakni dari arah kanan ke kiri.

Disamping itu, ada beberapa huruf yang tidak dibunyikan seperti pada kata-kata:  أولئك الزكوة – أنا – dan sebaliknya, ada beberapa bunyi yang tidak dilambangkan dalam bentuk huruf seperti: هذا – ذلك

Pemaparan beberapa karakteristik unik bahasa Arab di atas setidaknya dapat dijadikan acuan dalam pengajaran bahasa Arab untuk non Arab, sehingga memudahkan para pengajar dalam melaksanakan proses kegiatan pembelajaran bahasa Arab.

Secara kodrati, manusia pertama kali mengenal bahasa melalui pendengaran, setelah itu berbicara, membaca, kemudian menulis. Demikian pula halnya dengan pengajaran bahasa Arab, hendaknya harus dimulai dengan melatih anak untuk selalu mendengar bahasa Arab.

Langkah pertama ini dapat dilakukan dengan memasukan anak ke dalam

lingkungan bahasa Arab (البيئة اللغوية) atau ke dalam laboratotium bahasa. Guru dapat juga menciptakan ruang kelas dengan selalu aktif menggunakan bahasa Arab sebagai pengantarnya, hal ini akan menarik perhatian siswa untuk berbicara seperti gurunya dengan menyimak atau disebut dengan listening.

Tahap selanjutnya adalah bercakap-cakap atau speaking. Langkah kedua ini harus didukung oleh perbendaharaan kosakata yang dimiliki siswa. Guru jangan menyuruh siswa untuk menghafalkan kamus, tetapi guru bisa mengajarkan kata-kata yang dipakai sehari-hari sehingga dapat dipraktekkan anak didik baik di sekolah maupun di luar sekolah. Dalam pembelajaran bahasa Arab, cara ini disebut dengan muhâdatsah.

Langkah selanjutnya adalah membaca (reading). Pada tahap ini siswa mulai diperkenalkan denganbacaan atau wacana bahasa Arab yang telah menggunakan gramatika yang benar. Penerjemahan kata atau wacana seminimal mungkin dilakukan oleh guru guna mendorong siswa untuk memahami teks tanpa membutuhkan penerjemahan secara utuh.

Setelah siswa memperoleh kemahiran membaca, maka tahap berikutnya yaitu menulis (writing) yang dalam bahasa Arab disebut insya’. Dengan berbekal hasil membaca berbagai wacana aatau bacaan yang baik, maka siswa perlahan-lahan dapat mengungkapkan pikirannya dalam sebuah tulisan. Dengan begitu maka empat kemahiran bahasa telah diperoleh siswa yaitumenyimak, berbicara, membaca dan menulis. Kemahiran bahasa ini kelak akan dapat dijadikan sarana dalam mempelajari, mengkaji dan mengembangkan ilmu-ilmu yang lainnya pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan masyarakat luas.[22].

 

1.d) Pemikiran Abdullah Nasikh Ulwan tentang Pendidikan dalam Kitab Tarbiyatul Aulad 

a.    Pengertian Kitab At-Turats

Islam memang lahir di tengah-tengah umat yang dikenal dengan ummat ummiyyah(ummat buta huruf). Bahkan Nabi Muhammad SAW yang merupakan penyampai risalah Islam juga dengan tegas disebut oleh Al Qur’an sebagai Nabi yang Ummi. Maka ketika malaikat Jibril pertama kali datang menemui Muhammad untuk meminta beliau membaca, beliau menjawab, “Aku tak bisa membaca”.

Di tengah ummat yang tak pandai membaca, kepada seorang laki-laki yang juga tak pandai membaca, wahyu yang pertama kali turun justru adalah perintah untuk membaca. Dan kemudian sejarah melihat secara berangsur-angsur, ayat per ayat, surat per surat, wahyu itu dengan tuntas turun semuanya ke bumi. Dan himpunan semua wahyu yang turun ke bumi itu kemudian dikenal oleh kawan maupun lawan sebagai Al Qur’an. Secara harfiah, nama kitab suci tersebut bisa kita maknai sebagai ‘bacaan’.[23]

Penyebaran luas ‘bacaan’ tersebut dan juga ajaran-ajaran yang terdapat di dalamnya tidak lain adalah merupakan jasa tak terlupa dari perjuangan cerdas para ulama dan juga pengorbanan ikhlas para syuhada. Sebab, sebagaimana dikatakan oleh seorang pecinta dan pejuang Islam.

Keindahan peradaban Islam yang kita saksikan sepanjang belasan abad, adalah lukisan agung perpaduan dua warna; hitam tinta para ulama dan merah darah para syuhada.

Salah satu hal yang seharusnya menjadi karakteristik umat Islam adalah aktivitas membaca. Bagaimana tidak, Al Qur’an yang secara harfiah tadi kita maknai sebagai ‘bacaan’ adalah sebuah kitab suci yang diawali dengan wahyu pertama berupa perintah membaca. Iqra’. Hal inilah yang disadari betul oleh para ulama kita dahulu. Sehingga Islam yang tampak saat itu, adalah Islam sebagai Ummat Qariah (umat pembaca). Aktivitas membaca yang mendarah daging itu akhirnya melahirkan aktivitas baru; menulis. Maka sudah sejak dini sekali Al Qur’an dan juga hadits, selain selalu dibaca, dihafalkan namun juga ditulis dalam bebatuan, pelepah kurma.[24]

Tradisi menulis yang dimasa-masa awal Islam belum terlalu kental, tiba-tiba berubah menjadi tradisi yang begitu melekat. Sehingga sejak masa pasca tabi’in, mulailah tumbuh benih-benih tulisan yang kemudian semakin membesar, berkembang dan akhirnya membentuk sebuah peradaban. Diantara semua jenis tulisan, barangkali karya-karya fiqih merupakan warna yang paling dominan. Karena itulah tidak mengherankan jika salah seorang pemikir muslim pernah mengatakan, “Andaikan saja peradaban Islam bisa diungkapkan dengan salah satu produknya, maka kita akan menamakannya sebagai “Peradaban Fiqih” sebagaimana Yunani diidentikkan dengan “Peradaban Filsafat”.

Dan karena begitu besarnya bangunan fiqih tersebut, sampai-sampai kita seakan tidak akan mampu untuk mengenal semuanya. Apalagi mau membaca semuanya. Itu belum lagi ditambah dengan banyaknya karya-karya fiqih yang hilang karena peristiwa penyerangan kaum Tatar ke wilayah Baghdad dulu.[25]

b.    Mengenal Ragam Penulisan dalam Kitab At-Turats

 Salah satu bentuk penghormatan terhadap turats fiqih yang perlu kita bangun adalah dengan berusaha untuk mengenal dan kemudian mempelajari secara ilmiah warisan-warisan intelektual kaum fuqaha itu dalam halaqah, pengajian dan ta’lim. 

Sebelum melakukan kajian lebih jauh, alangkah lebih baiknya jika kita mengenal terlebih dahulu istilah-istilah turats fiqih yang sering dipakai oleh para fuqaha dalam karya-karya fiqih mereka yaitu:[26]

Ø  Matan

Dalam kajian hadits, setiap pembahasan tidak akan keluar dari kajian seputar sanad ataupun kajian tentang matan. Namun pengertian matan disini berbeda. Agak susah menemukan definisi matan dalam khazanah turats Islam, termasuk di dalamnya turats fiqih. Meski begitu, sebenarnya pemahaman kita tentang matan, bisa saja dibangun tanpa harus mengetahui definisinya yang baku. Salah satu definisi yang penulis temukan adalah apa yang dikemukakan oleh Dr. Abdullah ibn ‘Uwaiqil As Sullami dalam salah satu makalahnya.

المتن : مصطلح يطلق عند أهل العلم على مبادئ فن من فنون جمعت في رسائل صغيرة خالية من الاستطراد والتفصيل والشواهد والأمثلة إلا في حدود الضرورة.


“Matan adalah istilah yang dikenal oleh para ulama untuk dasar-dasar sebuah disiplin ilmu yang dikumpulkan pada risalah kecil tanpa mengandung uraian panjang, penjelasan terperinci, dalil dan contoh kecuali sebatas keperluan”[27]

Dari definisi diatas, bisa kita simpulkan bahwa penulisan matan bertujuan untuk menghindari uraian yang melebar, agar apa yang tertulis dalam matan tersebut bisa dengan mudah dipahami, dihafalkan dan langsung dijadikan sebagai panduan beramal dan beribadah. Karena itulah matan terbaik dan paling diterima dalam turats fiqih adalah matan yang paling singkat namun padat.

 Bahkan untuk lebih mempermudah lagi dalam proses menghafal, para fuqaha selain menulis matan dalam bentuk natsar (prosa), mereka juga menulis matan dalam bentuknadzam (semacam puisi). Yaitu sebuah matan yang tertulis dalam bentuk bait-bait syair. Dalam dunia syair, matan mandzum (berbentuk nadzam) biasa dikenal dengan syair ta’limi. Dan biasanya nadzam ini menggunakan bahr (pola nada) rajaz, sehingga matan nadzam ini kemudian populer dengan sebutan Urjuzah

Pada masa-masa awal penulisan fiqih, para fuqaha tidak terlalu akrab dengan istilah matan. Mereka biasanya menggunakan istilah; mukhtashar, yang secara substansi tidak berbeda sama sekali dengan matan. Namun dalam perkembangannya, istilah mukhtashar kemudian perlu dibedakan dengan istilah matan. Mukhtashar lebih dipahami sebagai ringkasan dari sebuah kitab lain, sedangkan matan adalah kitab asli (belum diberi syarah atau hasyiyah) yang bentuknya bisa saja mukhtashar (ringkas) ataupun muthawwal (panjang).”

Ø  Syarah

الشرح : توضيح ما غمض من المتون وتفصيل ما أُجمل منها، وهو يتراوح بين الطول والقصر والسهولة والعسر، وفيه الوجيز والوسيط والبسيط.


“Penjelasan atas kerumitan yang terdapat di dalam matan, memperinci permasalahan dalam matan yang masing global dan umum. Penjelasan tersebut biasanya ada yang tertulis panjang atau pendek, mudah ataupun berat, ada yang amat singkat, sedang-sedang saja, dan ada yang sedikit singkat”
    Contoh-contoh kitab syarah adalah; Al Hawi Al Kabir karya Imam Al Mawardi yang mensyarah Mukhtashar Al Muzani,  Al Mughni karya Ibn Qudamah yang mensyarah kitab Mukhtashar Al KhiraqiMawahib Al Jalil karya Al Hatab Ar Ru’aini yang mensyarahMukhtashar Al Khalil.

Ø  Hasiyah

الحاشية : إيضاحات مطولة دعت إليها ظاهرة انتشار المتون والشروح، وقد قصد منها حل ما يستغلق من الشرح وتيسير ما يصعب فيه واستدراك ما يفوته والتنبيه على الخطأ، والإضافة النافعة وزيادة الأمثلة والشواهد.

“Penjelasan panjang yang ditulis karena adanya fenomena tersebarnya matan dan syarah, ditulis dengan tujuan untuk menguraikan syarah yang masih rumit, memudahkan syarah yang susah, melengkapi kandungan syarah yang terlewat, mengingatkan atas sebuah kekeliruan dalam syarah, memperkaya tambahan yang berfaidah dan memperbanyak contoh-contoh serta dalil-dalil”[28]

Contoh-contoh hasyiyah adalah Futuhat Al Wahhab yang merupakan hasyiyah atas kitab Fath Al Wahhab karya Syaikhul Islam Zakariya Al Anshari. Hasyiyah yang ditulis oleh Sulaiman ibn ‘Umar Al Azhari ini lebih populer dengan nama Hasyiyah Al Jamal. Ada juga Hasyiyah Al Qolyubi dan hasyiyah Amirah. Dua hasyiyah yang sering tercetak bersama ini, adalah hasyiyah atas kitab Syarah Minhaj At Thalibin yang ditulis oleh Jalaluddin Al Mahalli.

Ø  Taqrir

التقرير : فهو بمثابة هوامش كان يسجلها العلماء والمصنفون على أطراف نسخهم مما يعن لهم من الخواطر والأفكار على نقطة معينة أو نقاط متعددة، وذلك أثناء قيامهم بالتدريس من الشروح والحواشي.

“Semacam catatan pinggir yang ditulis oleh para ulama penulis kitab pada tepian kitab-kitab mereka, berupa ide-ide dan gagasan yang terlintas atas sebuah poin tertentu atau beberapa poin beragam, ide dan gagasan pikiran itu terlewat di saat mengajar dengan syarah-syarah dan hasyiyah”[29]

Warisan para fuqaha yang berupa taqrir tidak sebanyak warisan mereka yang berupa matan, syarah ataupun hasyiyah. Salah satu contoh kitab taqrir adalah taqrirat yang ditulis oleh Abdul Qadir Ar Rafi’i. Beliau menuliskan taqrir ini atas hasyiyah ibn Abdin dalam fiqih hanafi. Taqrir ini beliau tulis saat mengajarkan hasyiyah ibn Abdin (Radd Al Muhtar) hampir separuh umurnya. Taqrir ini kemudian atas izin beliau dikumpulkan oleh muridnya Muhammad Ar Rasyid Ar Rafi’i. Setelah dibaca ulang beberapa kali, akhirnya terbitlah taqrir atas hasyiyah ibn Abdin ini dengan nama ‘At Tahrir Al Mukhtar’. Namun taqrir ini kemudian lebih dikenal dengan nama Taqrirat Ar Rafi’i ‘Ala Hasyiya ibn‘abdin.[30]

Ø  Kitab, fasl dan bab

Selain memahami istilah-istilah jenis penulisan turats fiqih diatas, perlu dipahami pula sistematika pembahasan yang dimiliki oleh masing-masing penulis kitab fiqih. Mungkin beberapa pembaca ada yang merasa sedikit janggal ketika mendapati sebuah kitab fiqih di dalamnya terdapat puluhan kitab. Hal ini dapat dimaklumi karena dua kata kitab dalam kalimat tersebut memang memiliki makna yang berbeda. Secara mudah, kitab dalam frase ‘kitab Al Majmu’ bisa dimaknai sebagai; buku Al Majmu’. Yang mana ‘kitab’ tersebut ‘mengumpulkan’ didalamnya kitab-kitab, bab-bab, masalah-masalah fiqih secara umum dan menyeluruh dalam semua temanya.[31]

Sedangkan kitab dalam frase ‘kitab At Thaharah’ bisa dimaknai sebagai kelompok pembahasan yang hanya mengumpulkan masalah thaharah saja. Di dalam Kitab Taharah terdapat kelompok-kelompok pembahasan yang lebih kecil bernamaBab Al Wudhu, Bab Al Ghusl (mandi), Bab Tayammum. Yang lebih kecil lagi dari kelompok tersebut adalah fashl. Di dalam Bab Wudhu misalnya, terdapat Fashl rukun-rukun wudhu, fashl sunnah-sunnah wudhu, dan lain-lain.

Jelasnya adalah bahwa sebuah kitab fiqih -baik yang madzhabi (satu madzhab) maupunmuqaran (perbandingan lintas madzhab)- akan memuat di dalamnya pembahasan-pembahasan fiqih yang terdistribusi dalam sebuah sistematika penulisan tertentu. Sistematika yang paling umum adalah Kitab, Bab dan Fashl. Kitab, sebagai kelompok pembahasan terbesar, akan memuat beberapa bab, dan masing-masing bab memuat beberapa fashl.

 Salah satu kitab fiqih yang memiliki sistematika apik adalah Bidayah Al Mujtahid. Kitab fiqih muqaran ini ditulis oleh seorang faqih bermadzhab maliki dengan urutan kelompok pembahasan; Kitab (sebagai kelompok pembahasan terbesar), Jumlah, Bab, Fashl, Qism dan mas’alah. Distribusi seperti ini dilakukan jika tema pembahasannya memang besar dan lengkap. Jika tidak, maka beberapa kelompok pembahasan akan ditiadakan. 

Mengenal istilah-istilah Kitab, Bab, Fashl atau matan, syarah, hasyiyah dan taqrir seperti yang diangkat dalam tulisan ini akan mempermudah pembaca kitab at turats dalam memahami methodologi para ulama’terdahulu dalam menulis dan menyusun sebuah kitab at turats.[32]

 

Pemikiran Nashih Ulwan Tentang Pendidikan Dalam Kitab Tarbiyatul Aulad

2.a) Biografi Dr. Abdullah Nashih Ulwan

Abdullah Nashih Ulwan adalah seorang tokoh muslim, ia dilahirkan di kota Halab Suriah pada tahun 1928 tepatnya didaerah qodhi askar. Beliau mempunyai nama lengkap Al-Ustadz Syaikh Abdullah Nashih Ulwan. Abdullah Nashih Ulwan putra Syekh Ulwan yang pada umur 15 beliau sudah menghafal al-Qur'an dan menguasai ilmu Bahasa Arab dengan baik. Beliau sangat cemerlang dalam pelajaran dan selalu menjadi tumpuan rujukan teman-temannya di madrasah. Beliau adalah orang yang pertama kali memperkenalkan mata pelajaran Tarbiyah Islamiyah sebagai pelajaran dasar di sekolah. Dan pada perkembangan selanjutnya, pelajaran Tarbiyah Islamiyah ini menjadi mata pelajaran wajib yang harus diambil murid-murid di sekolah menengah di seluruh Suriyah. Beliau aktif sebagai da’i di sekolahsekolah dan masjid-masjid di daerah Halab. Abdullah Nashih Ulwan merupakan pemerhati masalah pendidikan terutama pendidikan anak dan dakwah Islam. Jenjang pendidikan yang dilaluinya yakni setelah beliau menyelesaikan Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, beliau melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkatan Atas di Halab juga pada tahun 1949. Jurusan Ilmu Syari’ah dan Pengetahuan Alam. Kemudian melajutkan di Al-Azhar University (Mesir) mengambil Fakultas Ushuluddin, yang selesai pada tahun 1952 diselesaikan selama 4 tahun, dengan gelar sarjana. Dan melanjutkan S-2 pada perguruan tinggi lulus pada tahun 1954 dan menerima ijazah spesialis bidang pendidikan, Pada tahun yang sama (1954) ia belum sempat meraih gelar doktor pada perguruan tinggi tersebut, karena diusir dari negeri Mesir karena ia seorang aktivis dalam organisasi ikhwanul musliminyang dikenal ajarannya radikal, yaitu tahun 1954, Ulwan aktif menjadi seorang da’i. Pada tahun 1979 Abdullah Nashih Ulwan meninggalkan Suriah menuju ke Jordan, di sana beliau tetap menjalankan dakwahnya dan pada tahun 1980 beliau meninggalkan Jordan ke Jeddah Arab Saudi setelah mendapatkan tawaran sebagai dosen di Fakultas Pengajaran Islam di Universitas Abdul Aziz dan beliau menjadi dosen di sana. Beliau berhasil memperoleh ijazah Doktor di Universitas Al-Sand Pakistan pada tahun 1982 dengan desertasi “Fiqh Dakwah wa Daiyah”. Setelah pulang menghadiri pengkumpulan di Pakistan beliau merasa sakit di bagian dada, lalu dokter mengatakan bahwa ia mengalami penyakit di bagian hati dan paru-paru, lalu beliau dirawat di rumah sakit. Abdullah Nashih Ulwan meninggal pada tanggal 29 Agustus 1987 M bertempatan dengan tanggal 5 Muharram 1408 H pada hari Sabtu jam 09.30 pagi di rumah sakit Universitas Malik Abdul Aziz Jeddah Arab Saudi dalam usia 59 tahun. Jenazahnya di bawa ke Masjidil Haram untuk dishalati dan dikebumikan di Makkah.[33]

 

2.b) Karya-Karya Dr. Abdullah Nashih Ulwan

Sebagai seorang ulama dan cendikiawan muslim, beliau telah banyak menulis buku, termasuk penulis yang produktif, untuk masalah-masalah dakwah, syari’ah dan bidang tarbiyah. Sebagai spesialisasinya ia dikenal sebagai seorang penulis yang selalu memperbanyak fakta-fakta Islami, baik 2 Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islam, terj. Saifullah Kamali dan Hery Noer Ali, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, Semarang: asy-Syifa’, Jilid II, t.th., hlm. 542 3 Ibid. 19 yang terdapat dalam Al-Qur’an, as-Sunnah, dan atsar-atsar para salaf yang saleh terutama dalam bukunya yang berjudul “Tarbiyatul Aulad fil Islam”. Hal ini sesuai dengan pendapat Syeh Wahbi Sulaiman al-Ghawaji al-Albani yang berkata bahwa dia adalah seorang beriman yang pandai dan hidup.4 Abdullah Nashih Ulwan telah menulis beberapa karya ilmiah yang dapat dikaji dan dipelajari oleh para generasi muda Islam dan umat Islam pada umumnya. Kebanyakan karya tulisnya berkisar pada masalah dakwah dan pendidikan.[34]

Diantara karya-karya beliau adalah: [35]

ü  Karya yang berkisar pada masalah dakwah dan pendidikan.

·         Al-Takafulul al-Ijtima’i fil Islam التكافل الإجتماعي في الإسلام

·         Ta’addudu al- Zaujah fil Islam تعدد الزوجات في الإسلام

·         Sholahuddin al-Ayyubi صلاح الدين الأيوبي  

·         Hatta Ya’ Lama al-Syabab حتى يعلم الشباب  

·         Tarbiyatul Aulad fil Islam.

ü  Karya yang menyangkut kajian Islam (Studi Islam)

·         Ila Kulli Abin Ghayyur Yu’min Billah الى كل أب غير يؤمن باالله

·         Fadha’ilul al-Shiyam wa Ahkamuhu فضائل الصيام واحكامه  

·         Hukmu al-Ta’min fil Islam حكم التأمن في الإسلام  

·         Ahkamul al-Zakat (Empat Madzhab) احكام الزكاة (على ضوء المذاهب الاربعة)

·         Syubhat wa-Rudud شبهات والردود

·         Aqabatu’zzawaj wa-Thuruqu Mu’alajtiha ’Ala Dhau’i Islam عقابات الزواج وطروق معالجتها على ضوء الاسلام  

·         Masuliyatul al-Tarbiyah al-Jinsiyah مسؤولية التربية الجنسية

·         Illa Warasatil al-Anbiya’  الى وراثة الأنبياء 

·         Hukum Islam fi Wasa’ Ilil I’Lam حكم الاسلام فى وسائل الإعلام  

·          Tawinu’sy Syahkhsiyah Alinsaniyah fi Nazari’i Islam تكو ين الشخشية الإنسانية في نظر الإسلام (محاضرة)

·         Adabul Khitbah wa’z Zifaf Wahuququ’z Zaujaini اداب الخطبة والزفاف وحقوق الزوجين  

·         Ma’alimu’l Hadzarah al-Islamiyah wa Atsaruha fi’n Nahdhah Al-Aurubiyyah معالم الحظرة الإسلامية واثارها في النهضية العربية  

·         Nizhamu’r Rizqi Fi’l Islam نظام الرزق في الإسلام   

·         Hurriyatu’ I I’tiqad Fi’sy Syari’ah AlIslamiyah حرية الاعتقاد في الشريعة الإسلامية  

·         Al-Islam Syari’atuz Zaman Wa ‘Imakan الإسلام سريعة الزمان والمكان

·         Al-Qoumiyyah fi Mizani Islam.5 القومية في مزان الإسلام

       Selain karya-karya tersebut di atas juga akan menerbitkan karya yang berjudul Qishotul Hidah. Buku tersebut menyikap kelompok Islam yang tendentif terdiri dari dua jilid.

 

2.c) Latar Belakang Pendidikan Dr. Abdullah Nashih Ulwan

Abdullah Nashih Ulwan telah belajar di bebarapa sekolah diantaranya:

a.    Sekolah Dasar dan sekolah lanjutan pertama di Halab selesai tahun 1964.

b.    Sekolah Lanjutan Tingkat Atas jurusan Ilmu Syari’ah dan Pengetahuan di Halab selesai tahun 1949.

c.    Universitas al-Azar di Mesir mengambil fakultas Ushuluddin dapat terselesaikan pada tahun 1952.

d.    Di al-Azhar, Abdullah Nashih Ulwan melanjutkan S-2 dan lulus pada tahun 1954 dan menerima Ijazah Spesialis Pendidikan setara dengan Master of Arts (M.A).[36]

Dr. Abdullah Nasih Ulwan mendapat pendidikan peringkat rendah (ibtidaei) di Bandar Halib. Setelah berusia 15 tahun, Syeikh Said Ulwan menghantar beliau ke Madrasah Agama untuk mempelajari ilmu agama dengan cara yang lebih luas. Ketika itu, beliau sudah menghafal al Quran dan sudah mampu menguasai ilmu bahasa arab dengan baik. Semasa di madrasah, beliau menerima asuhan dari guru-guru yang mursyid. Beliau sangat mengkagumi Syeikh Raghib al Tabhakh, seorang ulama hadis di Bandar Halb. Beliau sangat cemerlang dalam pelajaran dan sentiasa menjadi tumpuan rujukan rakan-rakan di madrasah, beliau juga seorang yang aktif dalam persatuan dengan berkebolehan berpidato dan mengetuai skuad penerbitan yang bertanggungjawab menerbitkan sebaran ilmiah kepada masyarakat sekitar.

Beliau dikenali sebagai seorang yang sangat berani pada kebenaran serta mempunyai kemahiran dalam pergaulan dan dakwah. Semasa usia remaja beliau sudah terkesan dengan bacaan tulisan ulama-ulama sanjungan di waktu itu seperti Dr. Syeikh Mustafa al Sibaei.

Pada tahun 1949 beliau memperolehi sijil menengah agama yang melayakkan beliau melanjutkan pelajaran di salah sebuah pusat pengajian di Mesir dalam bidang Syariah Islamiah.

Dr. Abdullah Nasih Ulwan memasuki Universiti al Azhar pada tahun berikutnya dan memperolehi ijazah pertama dalam Fakulti Usuluddin pada tahun 1952, seterusnya beliau memperolehi takhassus pendidikan dan tarbiah pada tahun 1954. Semasa berada di Mesir beliau banyak menghadiri Majlis perbincangan ulama-ulama dan mendekati gerakan Islam.

Dr. Abdullah Nasih Ulwan memperolehi Ijazah Kedortoran dari Universiti al Sand Pakistan pada tahun 1982 dengan tesis yang bertajuk “feqh Dakwah wa al Da’iah”.[37]

2.d) Pengalaman Abdullah Nasikh Ulwan

Abdullah Nashih Ulwan dalam hal ini berpengalaman sebagai tenaga pengajar untuk materi pendidikan Islam di sekolah-sekolah lanjutan atas di Halab yaitu pada tahun 1954 dan dia aktif menjadi seorang da’i. Dr. Abdullah Nasih Ulwan memulakan khidmat sepenuh masa sebagai pendakwah setelah pulang dari al Azhar. Beliau telah dilantik sebagai guru sebuah Kolej di Bandar Halb. Beliaulah orang yang pertama memperkenalkan mata pelajaran Tarbiah Islamiah sebagai matapelajaran asas dalam sukatan pembelajaran di Kolej berkenaan. Seterusnya matapelajaran Tarbiah Islamiah ini menjadi matapelajaran teras yang wajib diambil oleh penuntut-penuntut menengah di seluruh Syria.

Beliau telah meletakkan matlamat perguruan sebagai senjata tarbiah yang sangat berkesan dalam mendidik generasi negara akan datang. Prinsip yang digunapakai ialah guru sebagai ibubapa kepada pelajar, mendidik mereka seperti mendidik anak-anak sendiri. Beliau telah meletakkan matlamat yang sangat tinggi dalam pendidikan, iaitu membawa dan membimbing pelajar ke arah mencintai Islam dan beramal dengannya serta sanggup melakukan apa sahaja untuk memenangkan Islam.

Semasa menjadi guru di kolej berkenaan, Dr. Abdullah Nasih Ulwan telah menerima pelbagai jemputan menyampaikan kuliah dan syarahan di merata tempat, di samping menjadi pensyarah jemputan di beberapa buah Universiti di Syria. Tidak pernah mengenal penat dan letih untuk menyebarkan risalah Allah. Sepenuh masanya diberikan untuk dakwah Islamiah. Masjid-masjid di daerah Halb sentiasa melimpah dengan orang ramai yang datang untuk mendengar kuliahnya, di mana sahaja beliau pergi menyampaikan ceramah dan kuliah pasti dibanjiri ribuan manusia. Masyarakat yang dahagakan ilmu pengetahun dan tarbiah Islamiah akan menjadikan beliau sebagai tempat rujukan.

Dr. Abdullah Nasih Ulwan turut berjuang menghapuskan fahaman jahiliyyah dalam pemikiran masyarakat dengan suluhan cahaya hidayah rabbani. Beliau telah menggunakan Masjid Umar bin Abd Aziz sebagai markaz tarbiah generasi pemuda di Syria. Kuliah yang disampaikan di masjid ini ialah Feqh, Tafsir dan Sirah. Di samping memberi kuliah pengajian, Dr. Abdullah Nasih Ulwan telah mendidik pemuda-pemuda dengan kemahiran pidato dan penulisan serta kemahiran uslub berdakwah. Hasil daripada tarbiah ini, lahirlah ratusan generasi muda yang berakhlak mulia dan menjadi agen penggerak dakwah Islamiah di Syria.

Walaupun sibuk dengan tugas menyampaikan risalah Islam di merata tempat, Dr. Abdullah Nasih Ulwan juga sangat dikenali di kalangan masyarakat tempatan sebagai seorang yang berbudi luhur. Menjalinkan hubungan baik sesama anggota masyarakat dan sentiasa menjalankan khidmat masyarakat apabila diperlukan.

Beliau juga mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ulama-ulama Syria serta menganggotai Majlis Ulama Syria. Beliau sangat dihormati di kalangan mereka.

Siapa saja yang menelusuri denai dakwah Islamiah pasti akan diuji oleh Allah, ujian untuk membuktikan kebenaran dakwah yang di bawa serta menambahkan keyakinan dan pergantungan yang utuh hanya kepada Allah. Allahlah yang berhak memberi nusrah kepada sesiapa yang dikehendaki.

Dr. Abdullah Nasih Ulwan juga menerima ujian ini, sehingga memaksa beliau meninggalkan Syiria pada tahun 1979 menuju ke Jordan. Semasa di Jordan beliau terus menjalankan peranan sebagai da’i yaitu menyampaikan kuliah dan syarahan di merata tempat, menerima undangan di masjid-masjid, perayaan hari kebesaran Islam dan ceramah umum.

Beliau meninggalkan Jordan pada tahun 1980 setelah mendapat tawaran sebagai pensyarah di Fakulti Pengajian Islam Universiti Malik Abd Aziz, Jeddah, Saudi. Beliau menjadi pensyarah di Universiti berkenaan sehinggalah beliau bertemu dengan Allah (wafat).[38]

 

2.e) Setting Sosial Abdullah Nashih Ulwan

Mendasarkan segala ide dan pemikirannya pada al-Qur'an dan hadits Rasulullah, kemudian memberikan ilustrasi penjelasannya pada apa yang diperbuat Rasulullah, para sahabatnya dan para salaf yang shahih. Sebagai seorang penganut Sunni dan aktifitas dalam organisasi Ikhwanul Muslimin, hampir-hampir dia tidak mengambil referensi para pemikir Barat kecuali dalam keadaan tertentu, pemikiran tersebut dipengaruhi oleh pemikiran jama’ah Ikhwanul muslimin, dimana ia sebagai aktivis dalam organisasi tersebut.

Pada waktu itu berkembang aliran Alawi yang ada di Suriah. Aliran tersebut pada sistem keagamaan dan kepercayaan, pesta dan adat istiadat telah dipengaruhi oleh agama Kristen, hal ini disebabkan karena Suriah pernah dijajah oleh nergara-negara Barat, dimana pemeluk agama Kristen telah hidup berabad-abad di Suriah. Namun demikian, Abdullah Nashih Ulwan tidak terpengaruh oleh aliran tersebut, justru pemikirannya banyak dipengaruhi oleh pemikiran ihwanul muslimin, yang dapat dari Mesir. Ia hidup pada masa Suriyah berada pada di bawah kekuasaan asing sampai tahun 1947. Lalu pada masa pemerintahan di bawah rezim Sunni dan pemerintahan kaum Alawi setelah tahun 1966.  Ia adalah seorang yang berani dalam menyatakan kebenaran, tidak takut atau gentar kepada siapapun dalam menyatakan kebenaran sekalipun pada pemerintah.

Semasa di Suriah, ia telah menegur beberapa sistem yang diamalkan oleh pemerintah pada masa itu yang telah terkontaminasi oleh ajaran Barat yang pernah menjajahnya, dan dia juga selalu menyeru agar kembali kepada sistem Islam, sehingga memaksanya meninggalkan Suria menuju ke Jordan. Abdullah Nashih Ulwan terkenal di kalangan masyarakatnya sebagai seorang yang berbudi luhur, menjalin hubungan baik antar sesama masyarakat dan selalu menjalankan hikmat masyarakat apabila ia berpegang teguh, karena ia dibesarkan dalam keluarga yang berpegang teguh pada agama dan mementingkan akhlak Islam dalam pergaulan dan hubungan antar sesama. Ayahnya, Syekh Said Ulwan terkenal sebagai orang ulama dan tabib yang disegani. Selain berdakwah ke seluruh pelosok kota Halab, ia juga menjadi tumpuan untuk mengobati berbagai penyakit dengan ramuan akar kayu yang dibuat sendiri. Ketika merawat orang sakit lidahnya selalu membaca al-Qur'an dan menyubut nama Allah. Ia selalu berdo’a semoga keturunannya ada yang menjadi ulama “Murabbi”. Allah memperkenankan do’a dengan lahirnya Abdullah Nashih Ulwan sebagai ulama Murabbi (pendidik).[39]

 

2.f) Pendekatan Metode Pendidikan Islam

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan sebagai “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”.[40]

Makna pendidikan dapat dilihat dalam pengertian secara khusus dan pengertian secara luas. Dalam arti khusus, Langeveld mengemukakan bahwa pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Sementara pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat.[41]

Ahmad D. Marimba mendefenisikan pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[42]

Sedangkan menurut Syed Muhammad Naqib Al-‘Attas, dalam bukunya yang berjudul, “Islam dan Sekularisme” menyebutkan bahwa pendidikan adalah menyerapkan dan menanamkan adab pada manusia ia adalah ta’dȋb. Lebih lanjut, Al-‘Attas menuliskan dalam buku tersebut:.....Saya menggunakan konsep (ma’nâadab di sini dalam pengertiannya yang paling awal dari istilah itu, sebelum munculnya inovasi yang dibuat oleh para jenius kesusastraan. Pengertian adab pada asalnya adalah undangan kepada suatu jamuan.

 Konsep jamuan ini membawa makna bahwa tuan rumah adalah seorang yang mulia dan terhormat, dan ramai orang yang hadir; para hadirin adalah mereka yang dalam penilaian tuan rumah patut mendapat penghormatan atas undangan itu. Oleh karena itu mereka adalah orang budiman dan terhormat yang diharapkan berperilaku sesuai dengan kedudukan mereka, dalam percakapan, tingkah laku, dan etiket. Dalam pengertian yang sama bahwa kenikmatan makanan yang lezat dalam suatu jamuan itu makin bertambah dengan kehadiran orang-orang yang terhormat serta ramah, dan bahwa hidangan tersebut disantap dengan tata cara, perilaku, dan etiket yang penuh dengan kesopanan. Demikian pula halnya ilmu harus disanjung dan dinikmati serta didekati dengan cara yang sama sesuai dengan ketinggian yang dimilikinya. Dan inilah sebabnya kita mengatakan bahwa analogi ilmu adalah hidangan dan kehidupan bagi jiwa itu.

 Jalaluddin Rahmat dan Zainal Abidin Ahmad membagi pendekatan pendidikan islam dalam enam kategori, yaitu :[43]

a.    Pendekatan tilawah (pengajaran)

Pendekatan tilawah ini meliputi membaca ayat-ayat Allah yang bertujuan memandang fenomena alam sebagai ayat-Nya,mempunyai keyakinan bahwa semua ciptaan Allah memiliki keteraturan yang bersumber dari Rabb al-‘alamiin, serta memandang bahwa segala yang ada tidak di ciptakan-Nya secara sia-sia belaka. Bentuk tilawah mempunyai indikasi tafakkur (berfikir) dan tadzakkur (berdzikir), sedangkan aplikasinya adalah pembentukan kelompok ilmiah, bimbingan ahli, kompetisi ilmiah dengan landasan akhlak islam, dan kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya, misalnya penelitian, pengkajian, seminar, dan sebagainnya.

b.    Pendekatan tazkiyah

Pendekatan ini meliputi menyucikan diri dari upaya amar ma’ruf dan nahi mungkar. Pendekatan ini bertujuan untuk memlihara kebersihan diri dari lingkungannya, memelihara dan mengembalikan akhlak yang baik, menolak dan menjauhi akhlak tercela, berperan serta dalam memelihara kesucian lingkungannya.

c.     Pendekatan ta’lim al-kitab

Mengajarkan Al-Kitab dengan menjelaskan hukum halal dan haram. Pendekatan ini bertujuan untuk membaca, memahami dan merenungkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai keterangannya. Pendekatan ini bukan hanya memahami fakta, tetapi juga makna di balik fakta, sehingga dapat menafsirkan informasi secara kreatif dan produktif. Indikatornya pembelajaran membaca Al-Qur’an, diskusi tentang Al-Qur’an di bawah bimbingan para ahli, memonitor pengkajian islam, kelompok diskusi, kegiatan membaca literature islam dan lomba kreatifitas islam.

d.    Pendekatan ta’lim al-hikmah

Pendekatan ini hampir sama dengan pendekatan ta’lim al-kitab, haya saja bobot dan proporsinya serta frekuensinya di perluas dan di perbesar. Insikator pendekatan ini adalah mengadakan perenungan (reflective thingking), reinovasi dan interpretasi terhadap pendekatan ta’lim al kitab. Aplikasi pendekatan ta’lim al-hikamah ini dapat berupa studi banding antar lembaga pendidikan, antar lembaga pengkajian, antar lembaga penelitian dan sebagainya sehingga terbentuk suatu konsensus umum yang dapat di pedomani oleh masyarakat islam secara universal dan sebagai pembenahan atas tidak relevannya pendekatan ta’lim al-kitab.

e.    Yu’allim-kum ma lam takunu ta’lamun

Suatu pendekatan yang mengajarkan suatu hal yang memangbenar-benar asing dan belum di ketahui, sehingga pendekatan ini membawa peserta didik pada suatu alam pemikiran yang benar-benar luar biasa. Pendekatan ini hanya mungkin dapat di nikmati oleh nabi dan rasul saja, seperti adanya malaikat, sedangkan manusia hanya bias menikmati sabagiankecil saja. Indicator pendekatan ini adalah penemuan teknologi canggih yang dapt membawa manusia pada penjelajhan luar angkasa, sedangkan aplikasinya adalah mengemabangkan produk teknologi yang dapat mempermudah dan membantu kehdupan manusia sehari-hari.

f.     Pendekatan ishlah

Pelepasan beban dan belenggu-belenggu yang bertujuan memiliki kepekaan terhadap penderitan orang lain, sanggup menganalisis kepincangan-kepincangan yang lemah, memiliki komitmen memihak bagi kaum yang tertindas dan berupaya menembatani perbedaan paham. Di samping itu, pelepasan beban dan belenggu ini bertujuan memelihara ukhuwah islamiyah dengan aplikasinya kunjungan ke kelompok dhu’afa, kampanye amal saleh, kebiasaan bersedekah, dan proyek-proyek social, serta mengembangkan badan amil zakat infak dan sedekah (BAZIS).

 

2.g) Pemikiran Nasikh Ulwan tentang Pendidikan

a.    Kontribusi Pemikiran Nashih Ulwan dalam Pendidikan Islam

Semenjak ditetapkan sebagai tenaga pengajar untuk materi pendidikan Islam di sekolah-sekolah lanjutan atas di Halab, yaitu tahun 1954, Ulwan juga aktif menjadi seorang da’i. Ulwan termasuk penulis yang produktif, untuk masalah-masalah dakwah, syariah, dan bidang tarbiyah sebagai spesialisnya. Ia dikenal sebagai seorang penulis yang selalu memperbanyak fakta-fakta Islami, baik yang terdapat dalam al-Qur’an, as-Sunnah, dan atsar-atsar para salaf yang saleh terutama dalam bukunya yang berjudul“Tarbiyatul Aulad Fil-Islam.” Hal ini sesuai dengan pendapat Syaikh Wahbi Sulaiman al-Ghawaji al-Albani yang berkata : bahwa dia adalah seorang beriman yang pandai dan hidup.[44]

b.    Metode Pendidikan Moral Anak dalam Keluarga menurut Abdullah Nashih Ulwan.[45]

Untuk memperoleh hasil yang baik dalam pelaksanaan pendidikan (moral) maka harus memenuhi beberapa faktor-faktornya. Salah satu faktornya adalah metode. Metode merupakan sarana untuk menyampaikan isi atau materi pendidikan tersebut, agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan hasil yang baik.Seorang muslim sepatutunya mencontoh teladan yang telah diberikan Rasul SAW, dalam memuliakan putra putrinya. Beliau dalam mendidik anak-anaknya melalui ajaran wahyu Ilahi yaitu dengan penuh kasih sayang terhadap anak-anaknya. Dengan pemberian kasih sayang tersebut, diharapkan dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan  anak. Sebab anak merupakan aset masa depan. Sebagai orang tua dapat meneladani ajaran-ajaran Rasul SAW tersebut, melalui para pemikir dan pemerhati pendidikan (anak) dalam Islam. Salah satu pemerhati pendidikan (anak) dalam Islam yang memberikan gambaran yang benar sesuai dengan ajaran Islam adalah Ulwan. Ia memberikan pandangannya dalam mendidik anak dalam keluarga melalui metode-metode yang harus diterapkan dalam pendidikan anak termasuk dalam hal pendidikan moral.

Apabila metode-metode tersebut diterapkan, niscaya apa yang menjadi harapan bersama sebagai muslimin yaitu tumbuhnya para generasi Islam yang tangguh dan sebagai penebar kebenaran, dapat direalisasikan.Untuk mmemperoleh hasil yang baik dalam pelaksanaan pendidikan (moral) maka harus memenuhi beberapa faktor-faktornya. Salah satu faktornya adalah metode. Metode merupakan sarana untuk menyampaikan isi atau materi pendidikan tersebut, agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan hasil yang baik.

Diantara metode-metode pendidikan moral anak dalam keluarga menurut Abdullah Nasih Ulwan  adalah :[46]

·         Pendidikan dengan keteladanan.

·         Pendidikan dengan adat kebiasaan.

·         Pendidikan dengan nasihat.

·         Pendidikan dengan memberikan perhatian.

·         Pendidikan dengan memberikan hukuman.

Menurut pemikiran Ulwan, apabila metode-metode tersebut diterapkan dalam pendidikan anak khususnya dalam keluarga, maka secara bertahap mereka para orang tua mempersiapkan anak-anaknya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi kehidupan dan pasukan-pasukan yang kuat untuk kepentingan Islam (sebagai penegak ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan).

Diantara metode pendidikan moral anak dalam keluarga yang ditawarkan oleh Abdullah Nashih Ulwan adalah : [47]

ü  Pendidikan dengan keteladanan

Menurut al-Ghazali anak adalah amanat bagi orang tuanya. Hatinya yang suci merupakan permata tak ternilai harganya, masih murni dan belum terbentuk.Orang tuanya merupakan arsitek atau pengukir  kepribadian anaknya. Sebelum  mendidik orang lain, sebaiknya orang tua harus mendidik pada dirinya terlebih dahulu. Sebab anak merupakan peniru ulung. Segala informasi yang masuk pada diri anak, baik melalui penglihatan dan pendengaran dari orang di sekitarnya, termasuk orang tua akan membentuk karakter anak tersebut. Apalagi anak yang berumur sekitar 3-6 tahun, ia senantiasa melakukan imitasi terhadap orang yang ia kagumi (ayah dan ibunya). Rasa imitasi dari anak yang begitu besar, sebaiknya membuat orang tua harus ekstra hati-hati dalam bertingkah laku, apalagi didepan anak-anaknya. Sekali orang tua ketahuan berbuat salah dihadapan anak, jangan berharap anak akan menurut apa yang diperintahkan. Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi orang tua pemegang amanat, untuk memberikan teladan yang baik kepada putra putrinya dalam kehidupan berkeluarga. Keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak. Orang tua terutama ibu merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak dalam membentuk pribadinya.

Ibu mempengaruhi anak melalui sifatnya yang menghangatkan, menumbuhkan rasa diterima, dan menanamkan rasa aman pada diri anak. Sedangkan ayah mempengaruhi anaknya melalui sifatnya yang mengembangkan kepribadian, menanamkan disiplin, memberikan arah dan dorongan serta bimbingan agar anak tambah berani dalam menghadapi kehidupan.

Teladan yang baik dari orang tua kepada anak (sekitar umur 6 tahun) akan berpengaruh besar kepada perkembangan anak di masa mendatang. Sebab kebaikan di waktu kanak-kanak awal menjadi dasar untuk pengembangan di masa dewasa kelak. Untuk itu lingkungan keluarga harus sebanyak mungkin memberikan keteladanan bagi anak. Dengan keteladanan akan memudahkan anak untuk menirunya. Sebab keteladanan lebih cepat mempengaruhi tingkah laku anak. Apa yang dilihatnya akan ia tirukan dan lama kelamaan akan menjadi tradisi bagi anak. Hal ini sesuai firman Allah SWT QS. al-Ahzab ( 33) : 21.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولُ اللهِ أسْوَ ةٌ  حَسَنَةٌ لِـمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلاخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَـثِيْرًا (الاحزاب: ۲۱)

 

Artinya   :  “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(QS. Al-Ahzab : 21)

Dalam hal keteladanan ini, lebih jauh Abdullah Nashih Ulwan menafsirkan dalam beberapa bentuk, yaitu :[48]

·         Keteladanan dalam ibadah.

·         Keteladanan bermurah hati.

·         Keteladanan kerendahan hati.

·         Keteladanan kesantunan.

·         Keteladanan keberanian.

·         Keteladanan memegang akidah

Karena obyeknya anak (kanak-kanak) tentunya bagi orang tua dalam memberikan teladan harus sesuai dengan perkembangannya sehingga anak mudah mencerna apa yang disampaikan oleh bapak ibunya. Sebagai contoh agar anak membiasakan diri dengan ucapan “salam”, maka senantiasa orang tua harus memberikan ajaran tersebut setiap hari yaitu hendak pergi dan pulang ke rumah (keteladanan kerendahan hati). Yang penting bagi orang tua tampil dihadapan anak sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, niscaya semua itu akan ditirunya.

ü  Pendidikan dengan adat kebiasaan.

Setiap manusia yang dilahirkan membawa potensi, salah satunya berupa potensi beragama. Potensi beragama ini dapat terbentuk pada diri anak (manusia) melalui 2 faktor yaitu faktor pendidikan Islam yang utama dan faktor pendidikan lingkungan yang baik. Faktor pendidikan Islam yang bertanggung jawab penuh adalah bapak ibunya. Ia merupakan pembentuk karakter anak. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW yang diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Hurairah:

عن ابى هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلَّا يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِأَوَيُنَصِّرَانِهِأَوْيُمَجِّسَـانِهِ (رواه مســلم)

 

Artinya   :  “Dari Abi hurairah ra. telah bersabda Rasulullah SAW. tidak ada anak yang dilahirkan, kecuali dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya sebagai orang yahudi, nasrani, atau majusi”. (HR. Muslim).

Setelah anak diberikan masalah pengajaran agama sebagai sarana teoritis dari orang tuanya, maka faktor lingkungan harus menunjang terhadap pengajaran tersebut, yakni orang tua senantiasa memberikan aplikasi pembiasaan ajaran agama dalam lingkungan keluarganya. Sebab pembiasaan merupakan upaya praktis dan pembentukan (pembinaan) dan persiapan.

Pada umur kanak-kanak kecenderungannya adalah meniru apa yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya, baik saudara famili terdekatnya ataupun bapak ibunya. Oleh karena itu patut menjadi perhatian semua pihak, terutama orang tuanya selaku figur yang terbaik di mata anaknya. Jika orang tua menginginkan putra putrinya tumbuh dengan menyandang kebiasaan-kebiasaan yang baik dan akhlak terpuji serta kepribadian yang sesuai ajaran Islam, maka orang tua harus mendidiknya sedini mungkin dengan moral yang baik. Karena tiada yang lebih utama dari pemberian orang tua kecuali budi pekerti yang baik. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW yang diriwayatkan al-Tirmidzi dari Ayyub bin Musa.

حدثنا ايوب ابن موسى عن ابى عن جده أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال: مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدَا مِنْ نحل أَفْضَلَ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ (رواه الترمذى)

 

Artinya :    “Diceritakan dari Ayyub bin Musa dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasulullah saw bersabda : Tidak ada pemberian yang lebih utama dari seorang ayah kepada anaknya kecuali budi pekerti yang baik”. (H.R At-Tirmidzi).

Apabila anak dalam lahan yang baik (keluarganya) memperoleh bimbingan, arahan, dan adanya saling menyayangi antar anggota keluarga, niscaya lambat laun anak akan terpengaruh informasi yang ia lihat dan ia dengar dari semua perilaku orang– orang disekitarnya. Dan pengawasan dari orang tua sangat diperlukan sebagai kontrol atas kekeliruan dari perilaku anak yang tak sesuai dengan ajaran Islam.

ü  Pendidikan dengan Nasihat

Pemberi nasihat seharusnya orang yang berwibawa di mata anak. Dan pemberi nasihat dalam keluarga tentunya orang tuanya sendiri selaku pendidik bagi anak. Anak akan mendengarkan nasihat tersebut, apabila pemberi nasihat juga bisa memberi keteladanan. Sebab nasihat saja tidak cukup bila tidak diikuti dengan keteladanan yang baik.Anak tidak akan melaksanakan nasihat tersebut apabila didapatinya pemberi nasihat tersebut juga tidak melaksanakannya. Anak tidak butuh segi teoritis saja, tapi segi praktislah yang akan mampu memberikan pengaruh bagi diri anak.Nasihat yang berpengaruh, membuka jalannya ke dalam jiwa secara langsung melalui perasaan. Setiap manusia (anak) selalu membutuhkan nasihat, sebab dalam jiwa terdapat pembawaan itu biasanya tidak tetap, dan oleh karena itu kata-kata atau nasihat harus diulang–ulang.Nasihat akan berhasil atau mempengaruhi jiwa anak, tatkala orangtua mampu memberikan keadaan yang baik. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah ( 2) : 44 .

اَتَأْمُرُونَ الـنَّاسَ بِالْبِرِّ وَتـَنْسَوْنَ اَنـْفُسَـكُمْ وَاَنـْتـُمْ تـَتْلُوْنَ الْكِـتَابَ قلى أفَلاَ تـَعْقِلُوْنَ (البقرة :٤٤)

 

Artinya   :  “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kabaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca al-Kitab (Taurat) ? maka tidakkah kamu berpikir ? (Q.S al-Baqarah : 44).

Agar harapan orang tua terpenuhi yakni anak mengikuti apa– apa yang telah diperintahkan dan yang telah diajarkannya, tentunya disamping memberikan nasihat yang baik juga ditunjang dengan teladan yang baik pula. Karena pembawaan anak mudah terpengaruh oleh kata–kata yang didengarnya dan juga tingkah aku yang sering dilihatnya dalam kehidupan sehari–hari dari pagi hari sampai sore hari.Nasihat juga harus diberikan sesering mungkin kepada anak–anak masa sekolah dasar, sebab anak sudah bersosial dengan teman sebayanya. Agar apa–apa yang telah diberikan dalam keluarganya tidak mudah luntur atau tepengaruh dengan lingkungan barunya.

Menurut Ulwan, dalam Penyajian atau memberikan nasihat itu ada pembagiannya, yaitu :

·         Menyeru untuk memberikan kepuasan dengan kelembutan atau penolakan. Sebagai contohnya adalah seruan Lukman kepada anak–anaknya, agar tidak mempersekutukan Allah SWT. Q.S. Lukman (31) :13.

وأذ قال لقمن لابـنه وهو يعظه يـبنـي لاتشرك بالله قلى إن الشرك لظلم عظيم (لقمن:۱۳)

 

Artinya   : “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya : “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah  benar–benar kezaliman yang besar.” (Q.S Luqman : 13).

·         Metode cerita dengan disertai tamsil ibarat dan nasihat.

Metode ini mempunyai pengaruh terhadap jiwa dan akal. Biasanya anak itu menyenangi tentang cerita-cerita. Untuk itu orang tua sebisa mungkin untuk memberikan masalah cerita yang berkaitan dengan keteladanan yang baik yang dapat menyentuh perasaannya.

Sebagaimana firman-Nya dalam QS. al-A`raf (7) : 176.

·         …فالقصص القصص لـعلهم يـتفكرون (الاعراف:۱٧٦)

 

Artinya: “… Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir”.(Q.S al-Araf : 176).

·         Pengarahan melalui wasia

Orang tua yang bertanggung jawab tentunya akan berusaha menjaga amanat-Nya dengan memberikan yang terbaik buat anak demi masa depannya dan demi keselamatannya.

ü  Pendidikan dengan Perhatian

Sebagai orangtua berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan–kebutuhan anaknya, baik kebutuhan jasmani ataupun kebutuhan yang berbentuk rohani. Diantara kebutuhan anak yang bersifat rohani adalah anak ingin diperhatikan dalam perkembangan dan pertumbuhannya.Pendidikan dengan perhatian adalah mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan akidah dan moral, persiapan spiritual dan sosial, disamping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan daya hasil ilmiahnya.Orang tua yang bijaksana tentunya mengetahui perkembangan-perkembangan anaknya. Ibu adalah pembentuk pribadi putra putrinya lebih besar prosentasenya dibanding seorang ayah. Tiap hari waktu Ibu banyak bersama dengan anak, sehingga wajar bila kecenderungan anak lebih dekat dengan para ibunya. Untuk itu ibu diharapkan mampu berkiprah dalam mempersiapkan pertumbuhan dan perkembangan putra-putrinya.Apabila orang tua mampu bersikap penuh kasih sayang dengan memberikan perhatian yang cukup, niscaya anak-anak akan menerima pendidikan dari orang tuanya dengan penuh perhatian juga. Namun pangkal dari seluruh perhatian yang utama adalah perhatian dalam akidah.

ü  Pendidikan dengan memberikan hukuman

Hukuman diberikan, apabila metode-metode yang lain sudah tidak dapat merubah tingkah laku anak, atau dengan kata lain cara hukuman merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh pendidik, apabila ada perilaku anak yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sebab hukuman merupakan tindakan tegas untuk mengembalikan persoalan di tempat yang benar.Hukuman sesungguhnya tidaklah mutlak diberikan. Karena ada orang dengan teladan dan nasehat saja sudah cukup, tidak memerlukan hukuman. Tetapi pribadi manusia tidak sama seluruhnya.Sebenarnya tidak ada pendidik yang tidak sayang kepada siswanya. Demikian juga tidak ada orang tua yang merasa senang melihat penderitaan anaknya. Dengan memberikan hukuman, orang tua sebenarnya merasa kasihan terhadap anaknya yang tidak mau melaksanakan ajaran Islam. Karena salah satu fungsi dari hukuman adalah mendidik.Sebelum anak mengerti peraturan, ia dapat belajar bahwa tindakan tertentu benar apabila tidak menerima hukuman dan tindakan lainnya salah apabila mendapatkan suatu hukuman.

Dalam memberikan hukuman ini diharapkan orang tua melihat ruang waktu dan tempatnya. Diantara metode memberikan hukuman kepada anak adalah:

·         Menghukum anak dengan lemah lembut dan kasih sayang.

·         Menjaga tabiat anak yang salah.

·         Hukuman diberikan sebagai upaya perbaikan terhadap diri anak, dengan tahapan yang paling akhir dari metode-metode yang lain.

Memberi hukuman pada anak, seharusnya para orang tua sebisa mungkin menahan emosi untuk tidak memberi hukuman berbentuk badaniah.

Kalau hukuman yang berbentuk psikologis sudah mampu merubah sikap anak, tentunya tidak dibutuhkan lagi hukuman yang menyakitkan anak tersebut. Menurut Nashih Ulwan, hukuman bentuknya ada dua, yakni hukuman psikologis dan hukuman biologis. Bentuk hukuman yang bersifat psikologis adalah:

·         Menunjukkan kesalahan dengan pengarahan.

·         Menunjukkan kesalahan dengan memberikan isyarat.

·         Menunjukkan kesalahan dengan kecaman.

Hukuman bentuk psikologis ini diberikan kepada anak dibawah umur 10 tahun. Apabila hukuman psikologis tidak mampu merubah perilaku anak, maka hukuman biologislah yang dijatuhkan tatkala anak sampai umur 10 tahun tidak ada perubahan pada sikapnya. Hal ini dilakukan supaya anak jera dan tidak meneruskan perilakunya yang buruk. Sesuai sabda Rasul SAW yang diriwayatkan Abu Daud dari Mukmal bin Hisyam.

حدثنا مأمل بن هشام قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم مروا اولادكم بالصلاة وهم ابـناء سبع سـنـين واضربوهم عليها وهم أبناء عشر وفرقوا بـيـنهم فى الـمضاجع(رواه ابوداود)

 

Artinya   :  “Suruhlah anak kalian mengerjakan shalat, sedang mereka berumur tujuh tahun, dan pukulilah mereka itu karena shalat ini, sedang mereka berumut sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidu mereka”. (HR. Abu Daud).

 

2.h) Kontribusi dan  Signifikasi Nashih Ulwan dalam kaitannya dengan Pendidikan

 Dr. Abdullah Nashih Ulwan selalu merujuk pada Al-Qur’an dan Hadits dalam menguraikan metode pendidikan. Begitu juga dalam hal pendidikan akhlak. Menurut Dr. Abdullah Nashih Ulwan, Islam sangat memperhatikan pendidikan anak-anak dari aspek akhlak dan memberikan petunjuk yang sangat berharga dalam membentuk anak dan mengajarkan akhlak yang tinggi. 

Berdasarkan analisa atas beberapa hadits tentang pendidikan akhlak, Dr. Abdullah Nashih Ulwan menyimpulkan bahwa yang paling bertanggung jawab terhadap pendidikan akhlak anak-anak adalah orang tua.

“Para pendidik, terutama ayah dan ibu mempunyai tanggung jawab sangat besar dalam mendidik anak-anak dengan kebaikan dan dasar-dasar moral (akhlak).” 

Pemikiran Dr. Abdullah nashih Ulwan ini sejalan dengan Jamaal Abdur Rahman. Menurut Beliau, para ulama’ mengatakan bahwa seorang anak adalah amanat bagi kedua orang tuanya. Berdasarkan Al-qur’an dan Hadits, Jamaal Abdur Rahman menyimpulkan bahwa mendidik dan mengajar anak merupakan tugas yang harus dilakukan oleh setiap orang tua.

DR. Abdullah Nashih Ulwan mendefinisikan tentang pengembangan kepribadian anak yaitu bahwa beliau menjelaskan berbagai tanggung jawab yang dipikulkan Islam di atas pundak para pendidik termasuk ayah, ibu, para pengajar atau guru dan masyarakat adalah pendidikan fisik atau jasmani, hal ini dimaksudkan agar anak-anak tumbuh dewasa dengan kondisi fisik yang kuat, sehat, bergairah, dan bersemangat. Tanggung jawab pendidikan rasio atau akal yaitu membentuk (pola) pikir anak dengan segala sesuatu yang bermanfaat, seperti ilmu-ilmu agama, berkebudayaan dan peradaban. Tanggung jawab pendidikan kejiwaan atau rohani bagi anak dimaksudkan untuk mendidik anak semenjak mulai mengerti supaya bersikap berani terbuka, mandiri suka menolong, bisa mengendalikan amarah dan senang kepada seluruh bentuk keutamaan jiwa dan moral secara mutlak. Ketiga tanggung jawab ini saling berkaitan erat dalam proses pembentukan dan pengembangan kepribadian anak secara integral dan sempurna, agar menjadi manusia yang konsisten dan melaksanakan kewajiban, risalah dan tanggung jawab.

 Dr. Abdullah Nashih Ulwan menganjurkan para pendidik dan orang tua memusatkan perhatian pada pengajaran anak-anak tentang kebaikan dan upaya membiasakannya sejak ia mulai memahami realita kehidupan.

Ada beberapa hal penting yang harus diketahui oleh para pendidik dalam hal mengajarkan kebaikan kepada anak-anak dan membiasakan mereka berbudi luhur. Hal-hal penting tersebut adalah:

a.       Mengikuti metode pemberian dorongan dengan kata-kata yang baik, memberi hadiah.

b.      Memakai metode pengenalan untuk disenangi (targhib) dan pengenalan untuk dibenci (tarhib).

c.       Jika dipandang membawa maslahat, dapat memberikan hukuman untuk meluruskan anak.

Metode pendidikan dengan nasihat merupakan metode yang penting sebab nasihat dapat membukakan mata anak-anak pada hakekat sesuatu. Nasihat juga dapat mendorong anak untuk berakhlak mulia. Nasihat juga dapat digunakan untuk membekali anak dengan prinsip-prinsip Islam. Nasihat yang tulus, jika memasuki jiwa yang bening, hati yang terbuka, akal yang bijak dan berpikir, maka nasihat tersebut akan mendapat tanggapan secepatnya dan meningkatkan bekas yang dalam.

Adapun metode penyampaian nasihat dapat kita pelajari dalam Al-Quran dan sunnah Nabi. Metode Al-Quran dan Rasulullah dalam memberikan nasihat dan pendidikan mempunyai ciri tersendiri. Di antara ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:

a.    Menggunakan seruan untuk memberikan kepuasan dengan kelembutan atau penolakan.

b.    Menggunakan metode cerita dengan disertai tamsil ibarat dan nasihat.

c.    Menggunakan wasiat dan nasihat untuk memberi pengarahan.

     Pengarahan dapat dilakukan dengan berbagai teknik:

·         Menggunakan kata penguat (taukid)

·         Menggunakan kata tanya yang berarti kecaman

·         Memberikan argumentasi logika

·         Menggunakan nilai-nilai Islam yang universal

·         Menggunakan kaidah-kaidah yurisprudensi

·         Menggunakan metode dialog

·         Menggunakan sumpah kepada Allah

·         Menggunakan humor untuk menghilangkan kejemuan

·         Menggunakan nasihat yang berwibawa

·         Memberikan perumpamaan

·         Memberikan peragaan tangan

·         Memberikan peragaan gambar

·         Memberikan peragaan praktis (praktek)

·         Mempergunakan kesempatan bagi siapa saja yang hendak diberi petunjuk dan nasihat agar lebih membekas.

·         Memilih suatu permasalahan yang lebih penting

·         Menampakkan sesuatu yang haram

Pendidikan dengan memberi perhatian adalah mencurahkan perhatian dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dan selalu bertanya tentang kesehatan jasmani dan pengetahuan ilmiahnya.

Memberikan perhatian merupakan unsur utama dari pendidikan anak, sehingga jika anak lalai, segera diperingatkan. Jika anak melencengkan, segera diluruskan. Jika anak melihat kemungkaran, segera dicegah agar tidak mendekatinya. Jika anak berbuat kebaikan, segera mendapat motivasi dan ucapan terima kasih.  Metode Islam dalam memberikan hukum kepada anak adalah sebagai berikut:

·         Lemah lembut dan kasih sayang

·         Memperingatkan atau menghukum dengan teknik yang sesuai dengan tabiat anak

·         Dalam memperbaiki kesalahan anak, hendaknya dilakukan secara bertahap, dari yang paling ringan hingga yang paling keras.

Adapun metode Rasulullah Saw. dalam memperbaiki penyimpangan anak adalah sebagai berikut:

·         Menunjukkan kesalahan dengan pengarahan

·         Menunjukkan kesalahan dengan keramahtamahan

·         Menunjukkan kesalahan dengan memberi isyarat

·         Menunjukkan kesalahan dengan kecaman

·         Menunjukkan kesalahan dengan memutuskan hubungan (meninggalkannya)

·         Menunjukkan kesalahan dengan memukul

·         Menunjukkan kesalahan dengan memberi hukuman yang menjerakan.

Pada bagian lain, Dr. Abdullah Nashih Ulwan menguraikan secara lebih ringkas tentang cara dan dasar-dasar pendidikan akhlak. Cara-cara dan dasar-dasar pendidikan akhlak tersebut adalah:

·         Menghindari peniruan dan taklid buta

·         Tidak terlalu larut dalam kesenangan dan kemewahan

·         Tidak memutar musik dan lagu-lagu porno

·         Tidak bersikap dan bergaya menyerupai wanita

·         Tidak bepergian, pamer diri, bergaul bebas, dan menyaksikan hal-hal yang haram.

Klasifikasi metode pendidikan Islam oleh Dr. Abdullah Nashih Ulwan merupakan klasifikasi yang lebih lengkap dan lebih sistematis apabila dibandingkan dengan pemikiran Syekh Khalid maupun Jamaal Abdur Rahman. Syekh Khalid bin Abdurrahman Al-‘Akk menguraikan metode pendidikan Islam meliputi; mengikuti Al-Qur’an dan Sunah, teladan yang baik, nasihat yang baik, dan motivasi. Sedangkan Jamaal Abdur Rahman tidak melakukan klasifikasi metode pendidikan secara sistematis.

Adapun menurut Hamdani Ihsan dan A. Fu’ad Ihsan sebagaiman dikutip Drs. H. Samaun Bakry, M.Ag. mengklasifikasikan metode pendidikan Islam berdasarkan prinsip-prinsip psikologis. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: memberikan suasana kegembiraan, memberikan layanan dan santunan dengan lemah lembut, memberikan model perilaku yang baik, mendorong anak untuk praktek secara aktif, dan memberikan bimbingan dan penyuluhan.[49] Kitab “Tarbiyatul Aulad Fil Islam” memiliki karakteristik tersendiri. Keunikan karakteristik itu terletak pada uraiannya yang menggambarkan totalitas dan keutamaan Islam. Islam sebagai agama yang tertinggi dan tidak ada yang melebihi ketinggiannya adalah menjadi obsesi Ulwan dalam setiap analisa dan argumentasinya, sehingga tidak ada satu bagian pun dalam kitab tersebut yang uraiannya tidak didasarkan atas dasar-dasar dan kaidah-kaidah nash.

Sedangkan materi pendidikan dalam pandangan Abdullah Nasih Ulwan dan Zakiyah Drajat dikaitkan dengan berbagai tenggung jawab orang tua atu pendidik terhadap anak. Secara rinci materi yang sama antara kedua tokoh ini meliputi: pendidikan keimanan, moral, Intelektual, dan sosial. Hal ini dapat dilihat dari ungkapan Abdullah Nasih Ulwan dan Zakiah Derajat berikut:

Pendidikan dengan keimanan menurut Abdullah Nasih Ulwan adalah mengikat anak-anak dengan dasar iman, rukun Islam dan dengan dasar-dasar iman, rukun Islam dan dasar-dasar syariah sejak anak mulai mengerti dan memahami sesuatu. Dan cara penerapan pendidikan keimanan dalam pandangan Ulwan meliputi: “ Pertama, membuka kehidupan anak dengan kalimat La Ilaha Illa Allah, Kedua, engenalkan hukum-hukum halal dan haram kepada anak agar anak setelah besar telah mengetahui perintah-perintah allah dan mampu melaksanakan, bahkan menjahui larangan-Nya, Ketiga, menyuruh anak untuk beibadah pada usia tujuh tahun agar setelah besar cenderung mentaati Allah dan bersandar kepada-Nya, Keempat, mendidik anak untuk mencintai Rasul, ahl bait dan membaca Al-Qur’an.[50]

Zakiah Drajat juga sangat setuju jika seorang anak kecil dibiasakan ikut serta dalam ibadah sholat bersama orang tuanya. Sebab dengan  terbiasa melihat orang tuanya sholat, maka anak akan ikut-iktan menirukan gerakan shalat dan membiasakan sholat dalam kehidupannya.

 Jadi demikian pendidikan keimanan yang dimaksud Ulwan dan Zakiah adalah sebagai upaya pembentukan kekuatan akidah seorang anak agar menjadi satu keyakinan dan pegangan dal kehidupannya kelak. Keimanan bukan hanya cukup myakini dan mengucapkan, namun harus mampu diaplikasikan dalam seluruh kehidupannya. Artinya, keimanan adalah pondasi dari seluruh segi kehidupan manusia. Untuk itu, pendidikan keimanan adalah hal yang krusial dikenalkan semenjak dini kepada anak agar menjadi pedoman sekaligus barometer yang mampu mengarahkan dan membimbing anak dalm hal sikap, ucapan dan perilaku nya dalam lapangan kehidupan yang luas.

Dan yang kedua yaitu Pendidikan akhlak. Adapun upaya pendidikan akhlak dalam pandangan Ulwan adalah meliputi: Pertama, mendidik seorang anak semenjak kecil didik untuk berlaku benar, dapat dipercaya istiqamah, mementingkan orang lain, mengharagai orang besar. Menghormati tamu, berbuat baik kepada tetangga, dan mencintai orang lain, Kedua, membersihkan lidah anak  dari kata-kata yang buruk dan cela serta dari segala perkataan yang menimbulkan dekadensi moral dan buruknya pendidikan, Ketiga membiasakan anak-anak dengan perasaan – perasaan manusiawi yang mulia, seperti berbuat baik kepada anak yatim, kaum fakir dan mengasishi para janda dan kaum  miskin.[51]

Berkaitan dengan pendidikan akhlak Ulwan menekankan pentingnya menjauh anak dari gejala suka dusta, mencuri, mencela dan mencemooh, serta kenakalan dan penyimpangan yang dewasa ini telah menjamur dalam kehidupan masyarakat . Keempat gejala tersebut merupakan gambaran kehidupan masyarakat dewasa ini.

Adapun pendapat Zakiah Drajat tentang pendidikan akhlak adalah kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan bawaan, dan kebiasaan yang menyatu membentuk suatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Dari kelakuan itu lahirlah perasaan moral yang terdapat di dalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna.

Dan zakiah menambahkan bahwa Akhlak adalah implementasi dari iman dalam segala bentuk perilaku. Di antara contoh akhlak yang diajarkan pendidik kepada anaknya adalah:

·         Akhlak anak terhadap ibu dan bapak.

·         Akhlak terhadap orang lain adalah adab, sopan asntun dalam bergaul, tidak sombong, dan tidak angkuh, serta berjalan sederhana dan bersuara lembut.

·         Akhlak dalam penampilan diri.[52]

Materi yang sama lainnya dari kedua tokoh ini adalah pendidikan sosial. Abdullah Nasih Ulwan mendefinisikan pendidikan sosial adalah mendidik anak agar terbiasa menjalankan adab sosial yang baik dan dasar-dasar psikis yang mulia dan bersumber pada akidah islamiyah yang abadi dan perasaan keimanan yang mendalam, agar di dalam masyarakat nanti bisa tampil dengan pergaulan dan adab yang baik, keseimbangan akal yang matang dan tindakan yang bijaksana.

 Adapun pendidikan sosial yang dimaksud Abdullah Nasih Ulwan meliputi:

 Pertama, menanamkan dasar-dasar psikis yang mulia pada anak, seperti takwa, persaudaraan, kasih saying, mengutamakan orang lain, memberi maaf, dan berjiwa berani.

Kedua, menyampaikan pada anak tentang hak-hak orang lain, baik hak terhadap kedua orang tua, saudara-saudara, guru, teman, dan orang besar atau orang yang lebih tua.

Ketiga, menyampaikan pada anak tetang tata kesopan sosial, seperti adab makan dan minum, memberi salam, meminta izin, berbicara, menjenguk orang sakit, ta’ziyah, bersin dan menguap.

Keempat, mengajarkan kepada anak tentang kewajiban memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran.

 Sedangkan menurut Zakiah Drajat adalah kecenderungan menusia untuk bergaul dapat diamati semenjak kecil. Anak-anak mulai bergaul dalam lingkungan keluarga, kemudian teman pergaulan, terutama anak yang telah mencapi usia sekolah akan senang bergaul dengan teman sebaya, bahkan kadang-kadang berteman dengan teman-teman yang lebih dewasa maupun orang tua. Oleh karena itu, agar anak dalam pergaulan dan kehidupannya mempunyai sifat-sifat yang mulia dan etika pergaulan yang baik, maka anak diberikan pengetahuan tentang etika sosial, sehingga ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan bahkan membatasi peragulannya. Misalnya: anak diajarkan menghormati dan patuh kepada orang tua dan orang dewasa lainnya, merendahkan diri dan lemah lembut dalam bertutur kata dan bersikap, dan lain-lain.

Sedangkan menurut tokoh lain Musthafa Al-Ghulayaini adalah ulama kelahiran Beirut Lebanon tahun 1886. Saat remaja, beliau menuntut ilmu di Mesir dan berguru pada Syaikh Muhammad Abduh di Al Azhar University serta mendalami ilmu-ilmu syariah, bahasa, dan sastra. Beliau dikenal sebagai ulama sekaligus wartawan pada majalah Nibras, banyak tulisan-tulisan beliau yang telah dibukukan diantaranya jami’ ad-durus al-lughah al-‘arabiyyah(magnum opus), nazharat fi al lughah wa al adabal islam ruh al nasyi’inal ilmu a din dan diwan al ghulayaini. Idhatun Nasyi’in adalah satu diantara kumpulan tulisan-tulisan beliau yang mengulas adab dan pendidikan bagi pemuda. Beliau wafat di Beirut pada tanggal 17 februari 1944 pada usia 58 tahun.

Menurut Musthofa al-Ghulayaini, dalam kitab Idhatun Nasyi’in,

اَلتَّرْبِيَةُ هِيَ غَرْسُ الْاَخْلَاقِ الْفَضِيْلَةِ فِى نُفُوْسِ النَّاشِئِيْنَ وَسَقْيُهَا بِمَاءِ الْإِرْشَادِ وَالنَّصِيْحَةِ حَتىَّ تُصْبِحَ مَلَكَةً مِنْ مَلَكَاتِ النَّفْسِ ثُمَّ تَكُوْنُ ثَمَرَاتُهَا الْفَضِيْلَةَ وَالْخَيْرَ وَحُبَّ الْعِلْمِ لِنَفْعِ الْوَطَنِ.[53]

Artinya:

Pendidikan adalah menanamkan perilaku yang utama di dalam kepribadian anak didik dan menyiraminya dengan butir-butir petunjuk dan bimbingan, sehingga melekat menjadi suatu kepribadian yang kemudian mampu membuahkan keutamaan dan kebaikan serta senang berbuat yang bermanfaat bagi nusa dan bangsa.

Pendidikan adalah menanam pekerti yang utama pada diri pemuda, menyiraminya dengan kebenaran dan nasehat yang terpatri kuat dalam hati pemuda yang mana hasilnya adalah keutamaan dan kebaikan, cinta dan mau berbuat sesuatu untuk tanah airnya. Pendidikan adalah sesuatu yang besar dan agung, anak- kata Imam Ghazali- adalah amanat bagi orang tuanya. Mereka berhati suci, murni layaknya permata yang bersih tanpa tulisan, tanda maupun gambar. Jika mereka diajar dan dibiasakan beramal kebaikan yang membuat tinggi pekertinya maka mereka akan hidup pada asas dasar kebaikan yang membawa kebaikan dunia akhirat. Orangtua, termasuk guru dan pembimbingnya pun akan mendapat bagian dari hasil didikannya itu. Sebaliknya, jika mereka dibiasakan tiada berakhlak maka akan rusaklah mereka dan dosanya ikut dipikul orangtuanya. Dalam jangka dan efek yang lebih luas akan tiadanya akhlak pemuda akan membawa dampak buruk untuk umat, lingkungan, dan negaranya. Melihat yang demikian itu, betapa penting pengenalan dan pendidikan akhlak (baca:karakter) pemuda kader bangsa dan negara.[54]

Dan inilah 11 konsep pendidikan karakter yang dituliskan Syaikh Musthafa al Ghalayaini dalam kitab Idhatun Nasyi’in:[55]

1.      Percaya diriDalam konsep ini, beliau menukil kisah-kisah ulama dan umat terdahulu yang dimuliakan dan saat mendengar kisah mereka akan banyak kepala tertunduk karena mereka berani berbuat sesuatu yang lebih disertai niat yang agung. Menurut Musthafa, Allah SWT menciptakan bumi seisinya untuk dieksploitasi manusia, untuk kebaikan manusia. Hal itu tak akan maksimal tanpa curahan kekuatan dan kepercayaan tinggi.Mendidik rasa percaya diri anak dan berani tampil merupakan sebuah keniscayaan. Dengan percaya diri akan memiliki keberanian bertindak dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Bila ada satu anak terbiasa dengan rasa percaya diri dan dalam lingkungan pendidikan berisi anak-anak yang berani tampil untuk mengasah mental dan skill-nya, dan banyak lembaga-lembaga pendidikan mengamalkannya maka kehidupan masyarakat di masa depan akan cemerlang.

2.      Sabar manusia berakal adalah manusia yang mampu menghadapi persoalan seberat tanpa hawa nafsu, tanpa mengeluh, dan tanpa kebingungan. Sifat dari jiwa yang berakal adalah tenang, hati-hati, waspada, dan tidak terburu-buru. Dengan jiwa seperti ini maka semua masalah akan terselesaikan tanpa menimbulkan masalah baru yang lain.Berhubungan dengan sifat ini, anak diajarkan untuk berproses dan menikmatinya, bukan menciptakan generasi instan yang mau semuanya serba cepat dan kilat. Anak-anak diajak menikmati proses belajar, berkegiatan di sekolah bersama guru dan teman-temannya, menyadarkan bahwa sekolah itu bukanlah beban yang berat melainkan kegiatan edukatif yang menyenangkan meski tidak harus dengan selalu bermain. Bila anak terbiasa tenang dan dapat menikmati sebuah proses pembelajaran maka dia akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang lebih tahan stress dan siap menerima tongkat estafet kepemimpinan umat.[56]

3.      Ikhlasruh dari amal adalah ikhlas. Badan tanpa ruh adalah jasad mati demikian pula amal bila tanpa dasar keikhlasan, jangan diharapkan akan kemanfaatannya meskipun amal itu banyak. Seseorang yang beramal dengan ikhlas untuk umat dan tanah airnya maka hati orang lain akan condong padanya, akan melindungi dan mengagungkannya. Bila terjadi demikian, manusia akan rela membantu dan melestarikan sifat ikhlas itu. Apakah berarti bahwa sifat ikhlas itu menular? Saya katakan ya, karena dengan keikhlasan akan menambah semangat demi tujuan yang lebih besar. Berapa banyak kita lihat gerakan apapun begitu cepat ambruk dan hancur tanpa keikhlasan orang-orang didalamnya, itu adalah contoh nyata.Seorang guru harus mencontohkan, bukan cuma mengajarkan, keikhlasan didalam perbuatannya karena sekecil apapun perbuatan guru akan terekam dan ditiru oleh murid. Bila kebaikan yang ditampilkan berdasar keikhlasan maka murid akan memotret dan mencontoh kebaikan yang ikhlas itu karena pendidikan adalah mencontohkan.[57]

4.      Nilai keberanian berani adalah pertengahan antara sembrono dan ketakutan. Seorang yang pemberani bisa memperkirakan kapan dia harus maju dan kapan dia harus mundur untuk mengatur siasat. Bila ditanya manakah yang lebih buruk antara sembrono dan sifat takut bagi umat maka jawabannya adalah dalam kesembronoan terkadang orang mendapatkan apa yang dia kehendaki sedang tidak ada manfaat apapun dalam sifat takut. Namun keselamatan tetaplah pada sifat berani yang melatih anak untuk bertanggungjawab.Yang diajarkan disini adalah keberanian dengan perhitungan, bukan berani babi. Anak diajarkan untuk memiliki naluri seorang entrepreneur yang berani namun tetap memperhitungkan segala sesuatu sebelum bertindak demi cita-citanya.

5.      Maslahah mursalah mengutamakan kepentingan umat yang lebih besar dari kepentingan diri sendiri atau kelompok dan golongannya itulah maslahah mursalah. Tiap manusia memiliki ego yang masing-masing dari ego tersebut harus dipenuhi dan dituruti kemauannya. Karena itu terkadang terjadi benturan-benturan kepentingan antara ego dan kepentingan orang banyak yang memiliki kemanfaatan lebih luas dan lebih banyak.Pendidikan mengalahkan ego dan berkorban demi orang banyak adalah poin dari konsep maslahah mursalah ini yang wajib diajarkan pada anak-anak. Pendidikan ini bertujuan untuk mengendalikan rasa manja anak dan melatih tata hidup bersama bersama anak-anak lainnya. Demi kepentingan yang lebih besar maka ego diabaikan, itulah karakter yang harus bisa tertanam dalam jiwa anak.[58]

6.      Nilai kemuliaan bila orang diminta bercerita tentang dirinya maka dia akan bercerita dan mengklaim bahwa dirinya adalah orang yang mulia/ terhormat. Banyak orang mengaku mulia meski dia memiliki kelakuan, hati, niat dan kebiasaan yang buruk. Kenapa demikian? Hal itu karena perbedaan dalam mengartikan arti kemuliaan itu sendiri.Kebanyakan manusia mengartikan kemuliaan dengan banyak harta, pangkat, berkedudukan diatas kelompok lain sehingga bisa berlagak kuasa. Mereka menyangka bahwa banyaknya orang lain yang mengelu-elukannya, orang-orang miskin yang tunduk padanya adalah sebuah kemuliaan. Apakah mereka sadar bahwa jaman akan berganti, roda akan berputar dan betapa nasib akan mempermainkan kehidupan dengan seenaknya. Saat mereka jadi miskin, papa, tak berpangkat, saat tanda tangan tak lagi berlaku, taring tak lagi runcing akankah mereka berani berlagak menyombongkan harta dan pangkatnya? Sebagian lain mengartikan kemuliaan adalah memiliki badan yang kuat perkasa meski otaknya tumpul. Ada yangmengartikan mulia adalah sehat saat yang lain sakit, masih hidup kala yang lain mati, dalam posisi aman/terjamin saat yang lain terjepit, terhormat dan mulia saat umat tertindas, dan terpandang saat umat terhina. Kekayaan, kekuasaan, kemegahan diri sendiri apakah itu kemuliaan? Bukan, andai mereka dapat berfikir jernih.

Kemuliaan hakiki adalah kemuliaan yang dirasakan bersama umat, hidup sejahtera bersama umat, terhina saat umat dihinakan, merasa mati saat kematian umat. Sifat-sifat mulia dan agung ini hanya dapat dimiliki manusia yang terhormat, berani, suci hati dan pikiran, berilmu dan orang yang rajin menuntut ilmu. Bukan seorang dictator, egois, mencerai beraikan umat melalui isu-isu SARA, politisasi hukum, dan sebagainya. Orang yang mulia adalah orang yang melayani tanah air dengan ikhlas dan rela berkorban demi tegaknya tanah air.

Menganggap diri mulia saat umat/ bangsa terhina adalah pengkhianatan terhadap nilai-nilai patriotik, sifat yang mulai memudar pada diri pemuda masa kini. Matinya umat adalah kematianku, mulianya umat adalah kemuliaanku perlu diejawantahkan dalam karya nyata dan bukan hanya slogan semata.

7.      Nilai ReligiusitasReligiusitas yang benar bisa menerangi negara dan mengamalkannya bisa memberi petunjuk umat manusia. Negara bisa tegak berdiri karena religiusitas yang benar. Agama dan negara saling menguatkan, bila tanpa satu diantara dua itu maka akan hancur keduanya. Induk nilai religiusitas adalah kebenaran dan hakikat. Keberuntungan atau kerusakan manusia tergantung pada terpatrinya nilai ini. Sayang, agama hari ini layaknya bayangan tanpa ruh dan membuat manusia alergi. Hal ini dimanfaatkan para penghasut agar mereka lari dari agama dan mengikuti pemikiran mereka. Mereka pandai menarik simpati umat untuk mengagungkan mereka dan mendapat bagian dari harta umat meski mereka orang bodoh yang berakhlak buruk dan jauh dari hakikat kebenaran. Mereka adalah penipu, para penyembah berhala, dan pengumbar hawa nafsu. Umat yang tidak tahu bahwa mereka dibodohi hanya mengikuti para penghasut ini tanpa dasar, bertentangan dengan syara’, melakukan kebohongan, memperuncing perbedaan yang mengancam persatuan.Musthafa juga mengingatkan agar kita menjauhi 2 jenis laki-laki:

a)     Laki-laki yang menyangka bahwa agama Allah adalah agama yang meninggalkan kenikmatan dunia dan meyakini bahwa berpaling dari dunia adalah lebih utama.

b)     Laki-laki yang mengajak keburukan dengan bersumpah atas namanya, mengkafirkan, menbid’ah-bid’ahkan ibadah dan menuduh fasik pada selainnya dan golongannya, supaya umat menyangka bahwa laki-laki ini yang paling benar dalam beragama. Mereka-mereka inilah golongan perusak agama yang sesungguhnya.\r\n\r\nBila anak didik bisa diberi pengetahuan tentang ini sejak dini alangkah cerah masa depan bangsa dan umat ini. Memperkuat aspek keagamaan untuk memperkuat kekayaan spiritual anak-anak akan ajaran agamanya hanya bisa diajarkan sekolah yang bercirikan agama.

8.      Konsep madani masyarakat madani yang benar adalah masyarakat yang sehat jasmani dan akalnya, muka yang murah senyum yang menjadikannya selamat dunia akhirat. Keutamaan akhlak dan pekerti, mengutamakan kepentingan umum, giat beramal dan mengamalkan apa yang dimilikinya untuk Negara, giat belajar untuk memperbaiki diri dan pekerti.[59]

9.      Cinta tanah air cinta tanah air yang sebenarnya adalah mencintai kebaikan tanah air, mengabdi pada tanah airnya, seorang yang cinta tanah air rela mati demi kebebasan tanah airnya dan rela menderita demi kejayaan tanah airnya. Cinta tanah air juga merupakan sebagian dari iman, hal ini terjadi bila seseorang rela menafkahkan sebagian harta bendanya untuk kebaikan dan kemaslahatan umum, sibuk menghidupi sekolah-sekolah yang mana disitu diajarkan nilai dan esensi cinta tanah air yang karena pendidikan di sekolah-sekolah itu akan tumbuhlah bibit-bibit keutamaan dan amal saleh. Bila nilai-nilai kecintaan pada tanah air ini diajarkan pada anak-anak sejak dini maka nilai-nilai ini akan dia bawa sampai dia dewasa. Dari generasi seperti ini harapan kehidupan umat akan kesejahteraan akan semakin cepat terwujud dan serangan musuh-musuh negara akan berkurang. Pendidikan yang benar adalah esensi kehidupan dan ilmu adalah urat nadinya. Tiada mungkin tercapai kemuliaan hidup tanpa ilmu dan pendidikan. Pendidikan sebagai penolak adu domba dan siasat busuk musuh, ilmu menunjukkan ke jalan kebenaran. Betapa penting pendidikan kebangsaan ini agar negara benar-benar memperoleh kemerdekaan dibidang  pendidikan dan bebas dari keinginan bangsa asing yang ingin menguasai bakat-bakat anak bangsanya.\r\n\r\nSetiap kesimpulan pastilah ada permulaan; permulaan kemerdekaan sebuah bangsa adalah mendidik anak-anak mudanya menjadi seorang patriot dan berdarah nasionalisme yang tinggi. Jika jiwa anak-anak bangsa kosong dari nilai ini maka dianggap gagallah pendidikannya. Pentingnya pendidikan nasionalisme bukanlah hal baru dari sistem pendidikan sebuah bangsa, hal ini didorong dari keinginan luhur untuk mempertahankan wilayah dan kehormatan dari serangan bangsa asing.

10.  Nilai kemerdekaan/ kebebasan merdeka adalah seseorang yang murni pendidikannya, suci hati, senantiasa berbuat keutamaan, jauh dari perbuatan hina, lepas dari belenggu penjajahan dan selalu tahu akan kewajibannya. Kemerdekaan adalah pemberian dari Sang Khalik untuk makhlukNya, karenanya kemerdekaan merupakan nikmat yang bersifat rabbaniyah. Kemerdekaan bukanlah kebebasan menggunakan modal kekuatan, kekuasaan dan paksaan untuk menindas yang lemah. Orang merdeka bukanlah bukanlah orang yang berbuat kerusakan di bumi, menggunakan kekerasan, menodai kehormatan manusia lainnya, dan orang yang membahayakan dirinya sendiri dan lingkungannya.Manusia merdeka adalah manusia yang beramal dengan daya yang dimilikinya demi kemakmuran dan persatuan umat, bukan orang yang bebas memperturutkan nafsu angkara murkanya.

11.  Nilai kedermawanan dermawan adalah pertengahan antara israf (menyia-nyiakan harta secara berlebihan dan tanpa manfaat) dan bakhil. Dalam israf terdapat unsur merusak kemanfaatan harta dan didalam bakhil terdapat unsur menganiaya diri sendiri dengan kesulitan. Israf bisa diartikansebagai foya-foya, harta yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kebaikan dan dimanfaatkan untuk beribadah digunakan untuk hal yang tidak bermanfaat secara syar’i.Sedang orang bakhil cenderung menahan keinginanya sendiri demi mempertahankan hartanya, dan biasanya tidak disukai oleh orang di lingkungan tempat tinggalnya. Maka dipilihlah jalan tengah antara israf dan bakhil/ pelit yaitu sifat dermawan. Dermawan adalah sifat yang dipilihkan Allah SWT untuk manusia sebagaimana firmannya :“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal”(al isra’:29). Sesungguhnya dalam masyarakat terdapat 3 golongan:

a)    Orang yang menyangka bahwa dengan bakhil mereka akan kekal di dunia karena hartanya tidak berkurang. Padahal Allah SWT sudah mengingatkan dalam firmannya: Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya(al humazah:1-3)

b)    Orang yang kikir pada dirinya sendiri dan juga pada orang lain.

c)    Orang yang kikir pada orang lain namun murah hati pada dirinya sendiri, orang-orang ini lebih senang bicara tentang dirinya sendiri dan meremehkan orang lain. Dari seluruh konsep yang diterangkan Syaikh Musthafa al Ghalayin, semua mengacu pada kepentingan negara dan kebahagiaan dunia akhirat. Hal ini disebabkan setting zaman saat beliau hidup pada abad 20 yang notabene banyak negara-negara di Asia sedang memperjuangkan kemerdekaannya dari belenggu penjajahan, termasuk negara kita. Acuan beliau akan kebahagiaan dan kemakmuran dunia akhirat disebabkan karena faktor keulamaan beliau karena sebagaimana dikatakan beliau bahwa hasil pendidikan adalah perubahan pekerti dan bakti pada ibu pertiwi.

Contoh teks yang diajarkan dalam pelajaran BMK di UINSA PBA untuk meningkatkan pemahaman fahmul maqru’ terhadap At-Turats Tarbiyatul Aulad, antara lain:

A.   Teks 1

التربية بالملاحظة

المقصود بالتربية بالملاحظة ملاحقة الولد وملازمته في التكوين العقيدي والاخلاقي، ومراقبته وملاحظته في الاعداد النفسي والاجتساعي، والسؤال المستسر عن وضعه وحاله في تربيته الجسمية وتحصيله العلمي...

ولاشك أن هذه التربية تعد من أقوى الأسس في إيجاد الانسان المتوازن المتكامل الذي يؤدي كل ذي حق حقه في الحياة. والذي تدفعه الى أن ينهض بسؤولياته. ويضطلع بواجباته على أكمل وجه وأنبل معنى. والذي تجعل منه مسلسا حقيقيا يكون الحجر الأساس لبناء القاعدة الاسلامية الصلبة التي بها يتحقق عز الاسلام، وبالاعتساد عليها تقوم الدولة الاسلامية قوية عتيدة : تضاهي الأمم بحضارتها ومكانتها وكيانها..

والاسلام بمبادئه الشاملة. وأنظسته الخالدة .. حض الآباء والأمهات والمربين جسيعا الى أن يهتسوا بلازمة أولادهم. ومراقبة أفلاذ أكبادهم .. في كل ناحية من نواحي الحياة. وفي كل جانب من جوانب التربية الشاملة ..

وإليك – أخي المربي – أهم هذه النصوص في هذه الملازمة والملاحظة.

-       قال تعالى : $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ (التحريم : ٦)

وكيف يقي المرابي أهله وأولاده نارا إذا هو لم يأمرهم وينهاهم، ولم يراقبهم وبلاحظهم ..؟

قال علي رضي الله عنه في قوله تعالى : (( قوا أنفسكم ..)) أدبوهم وعلوهم : وقال عمر رضي الله عنه : (( تنهو نهم عما نهاكم الله عنه، وتأمرونهم بما أمر كم الله به، فيكون بذلك وقاية بينهن وبين النار )).

-       وقال عز من قائل : öãBù&ur y7n=÷dr& Ío4qn=¢Á9$$Î/ ÷ŽÉ9sÜô¹$#ur $pköŽn=tæ (  ÇÊÌËÈ (طه : ۱٣٢)

وهل يكون الأمر بالصلاة إلا في حالة التقصير والاهمال في حق الله تعالى

-       وقال سبحانه : وعلى المولودله رزقهن وكسوتهن بالمعروف (البقرة)

وكيف يقوم الأب برزق الاهل والأولاد وكسوتهم إذا لم يراقب أحوالهم من الناحية الجسمية والصحية؟

 

والأحاديث التي تحض على الملازمة والملاحظة أكثر من أن تحصى :

-       من هذه الاحاديث ما رواه البخاري ومسلم عن ابن عمر رضي الله عنهما (( ... والرجل راع في أهله ومسؤول عن رعيته، والمرأة راعية في بيت زوجها ومسؤولة عن رعيتها .. )).

-       ومن هذه الاحاديث ما رواه أبو داود والترمذي عن أبي مسبرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (( علموا الصبي الصلاة لسبع سنين، واضربوه عليها ابن عشر سنين )).

-       ومن هذه الاحاديث ما رواه الترمذي عنه عليه الصلاة والسلام : (( لأن يؤدب الرجل ولده خير من أن يتصدق بصاع )).

-       ومن هذه الاحاديث ما رواه الطبراني عن علي كرم الله وجهه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ((أدبوا أولادكم على ثلاث خصال : حب نبيكم. وحب آل بيته. وتلاوة القرآن ...)).

ومن هذه الاحاديث ما رواه البخاري في الأدب المفرد عن أبي سليمان مالك بن الحويرث قال : أتينا النبي صلى الله عليه وسلم ونحن شببة متقاربون، فأقمنا عنده عشرين ليلة، فظن أنا اشتهينا أهلينا، فسألنا عمن تركنا في أهلينا فأخبرناه، وكان رفيقا رحيما، فقال : (( ارجعوا الى أهليكم فعلموهم ومروهم )). وصلوا كما رأيتموني أصلي، فإذا حضرت الصلاة فليؤذن أحدكم. وليؤمكم اكبركم )).

B.   Teks 2

  الفصل الأول

۱) مسؤولية التربية الإيمانية

المقصود بالتربية الإيمانية ربط الولد منذ تعقله بأصول الإيمان ، و تعويده منذ تفهمه أركان الاسلام ، و تعليمه من حين تمييزه مبادىء الشريعة الغراء ..

 و نعني بأصول الامان :

كل ما ثبت عن طريق الخبر الصادق من الحقائق الايمانية ، والأمور الغيبية كالا يمان بالملائكة ، والايمان بالكتاب السماوية ، والايمان بالرسل جميعا ... والايمان بسؤال ملكين ، و عذاب القبر ، و البعث ، و الحساب ، و الجنة ، و النار ... وسائر المغيبات .

 

 

و نعني بأركان الاسلام :

كل العبادات البدنية والمالية ، و هي : الصلاة ، و الصوم ، و الزكاة ، و الحج من استطاع اليه سبيلا .

و نعني بمبادىء الشرعية :

كل ما يتصل بالمنهج الرباني ، و تعاليم الاسلام من عقيدة ، و عبادة ، وأخلاق ، و تشرع ، و أنظمة ، و احكام ...

فعلى المربي أن ينشئ الولد  منذ نشأته على هذه المفاهيم من التربية الإيمانية ، و على هذه الأسس من التعاليم الاسلامية .. حتى يرتبط بالاسلام عقيدة و عبادة ، و يتصل به منهاجا و نظاما ، فلا يعرف بعد هذا التوجية و التربيه سوى القرآن اماما ، و سوى الرسول صلوات الله و سلامه عليه قائدا و قدوة ...

و هذا الشمول  لمفاهيم التربية الايمانية مستمد من وصايا الرسول صلى الله عليه و سلم وارشاداته في تلقين الولد أصول الإيمان ، و أركان الاسلام ، و أحكام الشريعة ...

واليكم أهم ارشاداته ووصاياه عليه الصلاة و السلام :

۱) أمره بالفتح على الولد بكلمة لاإله إلا الله :

لما روى الحاكم عن ابن عباس رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه و سلم أنه قال : >> افتحوا على صبيانكم أول كلمة بلا اله الا الله <<

والسر في هذا :

لتكون كلمة التوحيد ، و شعار الدخول في لالاسلام أول ما يقرع سمع الطفل ، و أول ما يفصح بها لسانه ، و أول ما يتعقلها من الكلمات و الألفاظ .

و سبق أن ذكرنا في فصل >> أحكام المولود << استجاب التأذين في أذن المولوداليمنى ، و الإقامة باليسرى ، ولا يخفى ما في هذا العمل من أثر في تلقين  الولد أصل العقيدة و مبدأ التوحيد و الإيمان.

٢) تعريفه  أول ما يعقل أحكام الحلال و الحرام :

لما أخرج ابن جرير ، وابن المنذر من حديث ابن عباس رضي الله عنهما أنه قال : >> اعسلوا بطاعة الله واتقوا معاصي الله . ومروا أولادكم بامتثال الاوامر ، واجتناب النواهي ، فذلك وقاية لهم و لكم من النار <<

والسر في هذا :

حتى يفتح الولد عينية منذ نشأته على أوامر الله ، فيروّض على امتثلها ، و على اجتناب نواهية ، فيدرب على الابتعاد عنها .. و حين يتفهم الولد منذ تعقلهأحكام الحلال و الحرام ، و يرتبط منذ صغره بأحكام الشريعة فإنه لا يعرف سوى الاسلام تشريعا و منهاجا ..

۱) أمره بالعبادات وهو في سن السابعة :

لما روى الحاكم و أبو داود عن ابن عمرو بن العاص رضي الله عنهما عن رسول الله صل الله علية و سلّم أنه قال : (( مروا أولادكم بالصلاة و هم أبناء سبع سنين ، واضربو هم عليها و هم أبناء عشر ، و فرقوا بينهم في المضاجع )) ، و يقاس على الصلاة الترويض  على بعض أيام الصوم اذا كان الولد يطيقة ، وتعويده الحج اذا كان الاب يستطيعه .

والسر في هذا :

حتى يتعلم الوحد أحكام هذه العبادات منذ نشأته ، و يتعاد أداء ها والقيام بها منذ نعومة أظفالره ، و حتى يتربى كذلك على طاعة الله ، و القيام بحقه ، والشكر له ، والالتجاء اليه ، والثقة به ، والاعتماد عليه ، و التسليم لجنابة فيما ينوب و يروع .. و حتى يجد في هذه العبادات أيضا الطهر لروحه ، و الصحة لجسمه ، و التهذيب لخلقة ، و الإصلاح لأقواله و أفعاله !!.



[1] Sama’un Bakry, Menggagas Konsep Ilmu Penddikan Islam (Bandung: Pustaka Bani Qurasy, 2005), 1

[2] Zakiah Daradjat, dkk. Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm.16

[3] Sama’un Bakry....... 39

[4] Departemen Agama RI. Alqur’an dan Terjemahnya  (Semarang: CV. Asy-Syifa’, 2001). 523.

[5] Jalaluddin Rakhmat, Catatan Kang Jalal (Visi Media, Politikdan Pendidikan), (Bandung: Rosdakarya, 1998), 351.

[6] Abdullah Nasikh Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam  (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), hlm 7.

[7] Al-Khafidz Abi Abdillah Muh bin Yazid Sunan Ibnu Majah (Beirut: Dar-Al-Fikr), hlm 391.

[8] Abdullah Nasikh Ulwan, Pendidikan Anak..., hlm 10.

[9] Ibid, hlm 12.

[10] Al-Khafidz Abi Abdillah Muh bin Yazid Sunan Ibnu Majah, hlm 395.

[11] Ibid, hlm 398.

[12] Adnan Hasan Shalih Bharits, Mendidik Anak Laki-Laki (Jakarta: Gema Insani, 2007), hlm 66.

[13] Haya binti Mubarok Al-Barik, Eksiklopedi Wanita Muslimah (Jakarta: Darul Falah, 2006), hlm 248.

[14] Dharma Kesuma, dkk., Pendidikan Karakter (Kajian Teori dan Praktik Sekolah), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya: 2012), hlm 15.

[15] Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan Karaktr di Sekolah: Konsep dan Praktek Implementasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm 2.

[16] Sutarjo Adi Susilo, Pembelajaran Nilai Karakter: Kotruktivisme dan VCT sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hlm 7.

[17] Ibid, hlm 13.

[18] Baharuddin, dkk., Teori Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm 143.

[19] Adnan Hsan Shalih Bharits, Mendidik Anak..., hlm 68.

[20] Dharma Kesuma, dkk., Pendidikan Karakter..., hlm 25.

[21] Ibid, hlm 35.

[22] Ibn Maskawaih Tahzib Al-Akhlaq, Menuju Kesempurnaan Akhlaq (Bandung: Mizan, 1994), hlm 56.

[23] Ibid, hlm 58.

[24] Muhammad Fauzil Adhim, Positive Parenting: Cara-Cara Islami Mengembangkan Karakter Positif Pada Anak Anda (Bandung: Mizana, 2006), hlm 272.

[25] Ibn Maskawaih Tahzib Al-Akhlaq, Menuju Kesempurnaan...,  hlm 56.

 

[26] Ibid, hlm 58.

[27] Baharuddin, dkk., Teori Belajar...,  hlm 150.

[28] Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan...,  hlm 15.

[29] Muhammad Fauzil Adhim, Positive Parenting..., hlm 280.

[30] Abah Hambali dan Bambang, Pendidikan Karakter Berbasis al-Qur’an (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), hlm 99.

[31] Ibid, hlm 104.

[32] Zaim El-Mubarok, Membumikan Pendidikan Nilai (Bandung: CV. Alfabet, 2008), hlm 110-111.

[33] Abah Hambali dan Bambang, Pendidikan Karakter..., hlm 125.

[34] Ibid, hlm 128.

[35] Zaim El-Mubarok, Membumikan Pendidikan..., hlm 120.

 

[36] Mukhlas Samani, Konsep dan Model Pendidikan Karakter (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), hlm 9.

[37] Ibid, hlm 15.

[38] Muhammad Fauzil Adhim, Positive Parenting..., hlm 295.

 

[39] Dony Koesoema A., Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global (Jakarta: PT. Grafindo, 2007), hlm 112.

[40] Sofware KBBI V.1.0

[41] Uyoh Sadulloh, 2009: 54-55

[42] 1989: 19, dalam skripsi Syahrul, 2011: 14.

 

[43] Dony Koesoema A., Pendidikan Karakter..., hlm 120.

[44] Mukhlas Samani, Konsep dan Model..., hlm 20.

[45] Hamid Darmaji, Belajar Pendidikan Karakter dari Thomas Lickona, Blogspot.com, 2012.

[46] Novan Ardy Wiyani, Manajemen Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasinya di Sekolah (Ypgyakarta: Pdagogja, 2012), hlm 72.

[47] Ibid, hlm 75.

[48] Novan Ardy Wiyani, Manajemen Pendidikan..., hlm 80.

[49] Sama’un Bakry, M.Ag.Menggagas Konsep Ilmu Penddikan Islam,(Bandung: Pustaka Bani

Qurasy, 2005), hlm.84-87

[50] Abdullah Nasih Ulwan, Hatta Ya’lam al-Syahab, cet ke-13, hal 113-115

[51] Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad, jilid 1, hal.180

[52] Zakiah Drajat, Pendidikan Islam dalam keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV Ruhama, 1995), Cet II, hal 55-58

[53] Musthofa al-Ghulayani, Idhah al-Nasihin, (Pekalongan: Rajamurah, 1953), hlm. 189.

[54] Rahmat Djatnika, Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia), (Jakarta : Balai Pustaka, 1994), hlm. 26.

[55] Musthofa al-Ghulayani………., hlm 201

[56] Rahmat Djatnika, Sistem Ethika..., hlm 27.

[57] Musthofa al-Ghulayani………., hlm 204.

[58] Rahmat Djatnika, Sistem Ethika..., hlm 27.

[59] Ibid, hlm 108.

Related Posts