Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah, dan Latar Belakang Masalah dalam Penelitian

Setiap penelitian pasti bertitik tolak dari suatu masalah. Tidak ada penelitian jika tidak ada masalah. Ketika ingin melakukan penelitian, pertama-tama yang harus dicari adalah apa masalahnya, bukan apa judulnya. Satu masalah bisa melahirkan banyak judul tetapi satu judul hanya berisi satu masalah.

Masalah adalah setiap kondisi atau keadaan yang mengancam, mengganggu, menghambat, menyulitkan dan menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Setiap orang selalu menghadapi masalah, baik masalah besar, masalah  kecil, masalah  yang kompleks, dan masalah pratis. Pemecahan masalah tersebut ada yang dapat dilakukan melalui penelitian, ada juga yang tidak.

Masalah penelitian tentunya harus dirumuskan sehingga timbul istilah rumusan masalah, yaitu suatu rumusan pertanyaan tentang suatu fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat. Namun sebelum melakukan sebuah rumusan masalah perluh adanya identifikasi masalah. Secara umum, suatu masalah didefinisikan sebagai keadaan atau kesenjangan antara kenyataan dan yang seharusnya (harapan), misalnya kita mengharapkan bahwa para peserta didik memperoleh nilai atau skor rata-rata 75 dalam suatu ulangan, ternyata skor rata-rata yang dicapai oleh para peserta didik sebesar 50. Hal ini berarti ada kesenjangan, rendahnya perolehan skor rata-rata tersebut dapat menjadi suatu masalah, karena untuk mencapai kelulusan mereka harus mendapatkan skor minimal, misalnya 65.

Mengidentifikasi masalah bukan hal yang mudah dan bahakan mungkin dapat dianggap sebagai sesuatu pekerjaan yang paling sulit dalam suatu proses penelitian. Mengidentifikasi masalah-masalah penelitian bukan sekadar mendaftar sejumlah masalah, tetapi kegiatan ini lebih daripada itu karena masalah yang telah dipilih hendaknya menmiliki signifikansi untuk dipecahkan. Berdasarkan identifikasi terhadap masalah-masalah, maka seseorang harus menemukan dan membatasi masalah tersebut baik masalah itu bersifat umum maupun bersifat khusus.

Dalam masalah penelitian terutama PTK, perlu adanya identifikasi masalah agar masalah yang dipilih sesuai dengan keadaan yang seharusnya diteliti, setelah mengidentifikasi perlu adanya rumusan masalah dan latar belakang masalah mengapa memilih kasus yang menjadi objek penelitian.

A. Identifikasi Masalah

Pada umumnya, masalah timbul karena adanya kesenjangan antara kenyataan dan yang seharusnya (harapan), misalnya kita mengharapkan bahwa para peserta didik memperoleh nilai atau skor rata-rata 75 dalam suatu ulangan, ternyata skor rata-rata yang dicapai oleh para peserta didik sebesar 50. Hal ini berarti ada kesenjangan, rendahnya perolehan skor rata-rata tersebut dapat menjadi suatu masalah, karena untuk mencapai kelulusan mereka harus mendapatkan skor minimal, misalnya 65[1]. Masalah juga dapat timbul dari isu-isu yang kemudian diidentifikasi, dalam arti apakah masalah tersebut memang penting untuk diteliti, apakah masalah tersebut aktual (sedang hangat dibicarakan) dan krusial (mendesak untuk diteliti).[2]

Identifikasi masalah merupakan kegiatan untuk mendeteksi, melacak, dan menjelaskan berbagai aspek permasalahan yang berkaitan dengan topic penelitian dan masalah yang akan diteliti.[3] Contoh identifikasi masalah masalah dari judul “Penerapan Pendekatan Partisipatif Dalam Peningkatan Prestasi Belajar Bahasa Inggris Siswa Kelas VIII SMP Negeri Panyawangan Bandung Tahun 2009”. Dari judul tersebut, sedikitnya dapat diidentifikasikan tujuh masalah sebagai berikut:

1.    Rendahnya prestasi belajar bahasa Inggris.

2.    Rendahnya motivasi siswa.

3.    Pembelajaran bahasa Inggris belum komunikatif.

4.    Belum ditemukan strategi pembelajaran yang efektif.

5.    Belum ada kolaborasi antara guru dan peserta didik.

6.    Pendekatan yang digunakan masih konvensional.

7.    Pendayagunaan sumber belajar belum optimal.[4]

Mengidentifikasi masalah bukan hal yang mudah dan bahakan mungkin dapat dianggap sebagai sesuatu pekerjaan yang paling sulit dalam suatu proses penelitian. Mengidentifikasi masalah-masalah penelitian bukan sekadar mendaftar sejumlah masalah, tetapi kegiatan ini lebih daripada itu karena masalah yang telah dipilih hendaknya menmiliki signifikansi untuk dipecahkan. Berdasarkan identifikasi terhadap masalah-masalah, maka seseorang harus menemukan dan membatasi masalah tersebut baik masalah itu bersifat umum maupun bersifat khusus.[5]

Suatu masalah yang dipilih harus memiliki kriteria, adapun kriteria memilih masalah menurut Tuckman harus memiliki ciri-ciri khusus (karakteristik) sebagai berikut:

1.    Masalah menanyakan hubungan antara dua atau lebih variabel.

2.    Masalah dinyatakan atau dirumuskan secara jelas dan tidak ambigius.

3.    Masalah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.

4.    Masalah itu dapat diuji melalui metode empiris, artinya adanya kemungkinan pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan.

5.    Masalah tidak menyangkut moral dan etika.[6]

Menurut Fraenkel dan Wallen, masalah yang baik utnuk dijadikan bahan penelitian harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1.    Fesible yaitu harus dapat dicari jawabannya dengan sumber yang jelas, dan tidak banyak menghabiskan dana, tenaga, serta waktu.

2.    Ekplisit yaitu semua orang memberikan persepsi yang sama terhadap masalah itu atau semua orang menganggap bahawa itu adalah masalah.

3.    Etis yaitu tidak berkenaan dengan hal-hal yang bersifat etika, moral, dan nilai-nilai keyakinan dan agama.[7]

Masalah atau permasalahan yang ada di lingkungan sehari-hari cukup banyak, untuk itu diharapkan bagi peneliti mampu mengidentifikasi, memilih, merumuskan dan kemudian menentukan tipologi penelitiannya secara tepat. Beberapa sumber masalah dapat diperoleh dari:

1.    Literature yang meliputi: buku, buku teks, monography, laporan statistic, dan yang berupa non buku seperti: jurnal, skripsi, tesis, dan detertasi.

2.    Berbagai pertemuan ilmiah, seperti: seminar, diskusi, lokakarya, dan sarasehan.

3.    Pengalaman pribadi, dan pengamatan yang bersifat longitidunal.

4.    Perasaan intuitif.[8]

Dalam pelaksanaannya, PTK diawali dengan mendiagnosis masalah, yaitu kesadaran sebagai guru akan permasalahan yang dirasakan atau dianggap mengganggu dan menghalangi pencapaian tujuan pendidikan sehingga ditengarai telah berdampak kurang baik terhadap proses atau hasil belajar siswa, dan implementasi program sekolah.

Masalah-masalah di kelas yang perlu dicermati guru dapat berkaitan dengan masalah pengelolaan kelas, proses belajar mengajar, penggunaan sumber-sumber belajar, serta masalah personal dan keprofesioanalan guru.

Konflik timbul antara guru dan siswa karena peran yang berbeda menimbulkan kebutuhan yang berbeda dan karena individu memiliki tujuan dan minat yang berbeda. Dalam situasi kelas yang ramai, persinggungan akan terjadi, dan para individu bisa mendapati diri mereka aneh satu dengan yang lain. Jika konflik muncul, guru membutuhkan sebuah cara untuk mengelolanya secara konstruktif sehingga pengajaran dan pemelajaran dapat berlanjut dalam iklim ruang kelas yang mendukung.

Dari sekian banyak kemungkinan masalah yang ditemukan, guru perlu mendiagnosis masalah apa atau masalah mana yang perlu diprioritaskan pemecahannya dalam penelitian yang akan dilakukan.

Salah satu sarana yang efektif untuk mencapainya ialah proses pemecahan masalah yang di dalamnya guru bekerja dengan siswa untuk mengembangkan sebuah rencana atau mengurangi dan menghilangkan masalah.

Tahapan dalam proses pemecahan masalah meliputi:[9]

1.      Mengidentifikasi masalah

2.      Membahas solusi alternatif

3.      Mendapatkan komitmen untuk mencoba salah satu dari solusi ini

Tergantung pada keadaan, pemecahan masalah mungkin meliputi usaha untuk mengidentifikasi sebab dari masalah ini dan mungkin menjelaskan akibat dari mengikuti atau tidak mengikuti rencana tersebut.

Penetapan masalah hendaknya dilakukan setelah menganalisis seluruh pilihan masalah, minat, dan keinginan guru untuk memecahakan salah satu atau beberapa diantaranya. Penetapan masalah ini ditandai dengan penentuan permasalahan yang akan diteliti dan perumusan fokus masalahnya.

Rumusan fokus masalah yang mungkin ditetapkan guru dapat berupa sebagai berikut:

1.     Bagaimana membelajarkan siswa materi tertentu agar siswa mau dan mampu belajar?

2.     Bagaimana memilih strategi pembelajaran yang paling tepat untuk membelajarkan materi tertentu?

3.     Bagaimana melaksanakan pembelajaran kooperatif?

4.     Bagaiman meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk belajar?

5.     Media belajar apa yang dapat mempercepat keterampilan anak pada materi pembelajaran tertentu? Dan lain-lain.

Terkait dengan pemfokusan masalah ini, Striger (2004) memberikan arahan sebagai berikut:[10]

1.     Isu atau topik yang ingin diteliti

Deskripsikan apa isu atau peristiwa yang menimbulkan permasalahan

2.     Masalah penelitian

Nyatakan isu sebagai sebagai suatu masalah

3.     Rumusan masalah

Tuliskan masalah dalam bentuk pertanyaan

4.     Tujuan penelitian

Deskripsikan apa yang diharapkan dapat diperoleh dengan meneliti masalah ini

Contoh:

-            Isu:  Siswa kurang aktif di kelas, cenderung tidak pernah mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran. Guru sering memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya, tapi hampir tidak ada siswa yang bertanya.

-            Masalah: Siswa perlu digalakkan untuk aktif dalam kelas, aktif secara utuh.

-            Fokus masalah: bagaimana meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas?

-            Rumusan masalah: masalah apa yang terjadi di dalam kelas, bagaimana upaya

mengatasinya, apa tindakan yang dianggap tepat untuk itu, di kelas, dan sekolah mana hal itu terjadi?

-            Tujuan Penelitian: meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas.

 

Dalam mengidentifikasi masalah dapat dimulai diskusi dengan menyatakan tujuan dari pertemuan tersebut dan meminta siswa untuk mengespresikan sudut pandangnya. Mendapatkan pandangan siswa memberikan informasi yang yang bermanfaat dan dapat mengukur tingkat kerja sama dan pemahaman siswa mengenai situasi tersebut.

Salah satu pembukaan alternatif adalah menjelaskan masalah itu dan meminta reaksi dari siswa. Alternatif ini terutama diperlukan ketika menangani anak-anak yang lebih muda usianya, dengan siswa yang memiliki keterampilan verbal yang terbatas, dan dengan siswa yang suka menghindar dan mengelak kecuali siswa yang mudah bekerja sama.

Glasser (1975), menyarankan meminta siswa untuk mengevaluasi apakah perilaku mereka membantu atau menyakiti mereka atau memiliki efek yang baik atau buruk. Logikanya adalah bahwa seorang siswa yang memahami dan mengakui bahwa sebuah perilaku memiliki akibat yang negatif lebih mungkin turut serta dalam pencarian solusi dalam berkomitmen pada solusi tersebut. Tapi seorang siswa yang menolak tanggung jawab atau tidak melihat adanya efek yang membahayakan, maka akan jarang melakukan komitmen yang penting untuk berubah.

 

B. Formulasi Masalah/ Rumusan Masalah

Masalah penelitian tentunya harus dirumuskan sehingga timbul istilah rumusan masalah. Rumusan masalah adalah suatu rumusan pertanyaan tentang suatu fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat.. rumusan masalah penelitian dapat dibedakan dalam dua sifat, yaitu a) rumusan masalah deskritif, apabila tidak dihubungkan antarfenomena, dan b) rumusan masalah deksplanatoris, apabila rumusannya menunjukkan adanya hubungan atau pengaruh antara dua atau lebih fenomena.[11]

Rumusan masalah mempunyai fungsi, yaitu:

1.  Mendorong adanya suatu kegiatan penelitian atau pentingnya kegiatan penelitian.

2.  Sebagai titik tolak, acuan atau focus dari suatu penelitian.

3.  Menentukan jenis data yang perlu dikumpulkan oleh peneliti.

4.  Mempermudah peneliti dalam menentukan populasi dan sampel penelitian.[12]

Perumusan masalah dalam PTK merupakan upaya untuk mengungkapkan berbagai hal berkaitan dengan masalah yang akan dijawab atau dipecahkan setelah tindakan dilakukan. Perumusan masalah harus jelas, padat, dan tidak bertele-tele serta berrisi implikasi yang menunjukkan adanya data untuk memecahkan masalah. Dalam perumusan masalah, hendaknya peneliti menghindari rumusan masalah yang terlalu umum atau terlalu sempit, bersifat lokal atau terlalu argumentatif.[13]

Contoh perumusan masalah PTK:

5.     Apakah penerapan pendekatan partsipatif dapat meningkatkan prestasi belajar bahasa inggris siswa kelas VIII SMP Negeri penyawagan Bandung?.

6.     Apakah pendekatan kontekstual learning dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dalam pembelaaran Biologi di kelas XI SMA Negeri Panyawangan Bandung?.

7.     Apakah metode diskusi dapat meningkatkan kemampuan bertanya dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas IV SD Negeri Panyawangan Bandung?.

Pada umumnya setiap pertanyaan yang ingin ditemukan jawabannya dapat dikembangkan menjadi rumusan masalah. Namun, tidak semua pertanyaan tersebut dapat dikembangkan menjadi suatu rumusan masalah. Hal ini sangat tergantung dengan metodelogi dan metode untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut. Kadang kala ada pertanyaan yang untuk menemukan jawabannya diperlukan metode dan prosedur yang sangat rumit sehingga tidak memungkinkan untuk tidak dilakukan penyelidikan atasnya. Selain itu juga kadang kala menemukan bahan atau material yang diperlukan ntuk menemukan jawaban tersebut juga sulit, sehingga menghambat utnuk dilakukan penyelidikan. Pada kasus seperti ini tentu saja pertanyaan tersebut sebaiknya tidak perlu dikembangkan menjadi suatu rumusan masalah. Jadi sebernarnya pertanyaan-pertanyaan yang berpotensi untuk dapat dijadikan penelitian sangat mudah ditemui di sekeliling kehidupan manusia, namun untuk menjadikannya sebagai rumusan yang bermanfaat dalam penyelidikan bukanlah suatu pekerjaan yang mudah.[14]

Rumusan permasalahan yang baik, harus dapat mencakup dan menunjukkan semua variabel maupun hubungan variabel satu dengan variabel yang lain yang hendak diteliti. Mengenai bentuk pernyataan permasalahan yang dirumuskan, ada bebrapa macam pendapat penting yang dapat dilihat seperti berikut:

1.  Rumusan masalah penelitia harus jelas dan tidak menduakan arti, sebagai contoh “the problem to be investigated in the study is the effect of positive reinforcement on the quality of English compotsitions. (masalah ini diselidiki dalam studi mengenai dampak penguatan ositif atas kualitas komposisi bahasa Inggris)”.

2.  Permasalahan peneliti sebaiknya dinyatakan dalam pertanyaan-pertanyaan, sebagai contohnya “apa akibat dari perbedaan jenis penghargaan atas prestasi?”.[15]

3.  Perumusan masalah penelitian dapat bervariasi, tergantung pada kesenangan peneliti.

4.  Perlu adanya kehati-hatian, jeli, dalam mengevaluasi rumusan masalah penelitian.

5.  Permasalahan haruslah secara tepat dinyatakan agar memungkinkan peneliti untuk memilih fakta yang diperlukan dalam penyelesaian masalah penelitian.

6.  Permasalahan itu mesti dapat dijawab dengan jelas berapapun jumlah jawaban yang diberikan harus memenuhi persyaratan.

7.  Setiap jawaban dari permasalahan penelitian harus dapat diuji dan dibuktikan oleh orang lain.[16]

Wechsler mengemukakan prosedur sistematik yang dapat dijadikan pedoman dalam merumuskan masalah sebagai berikut:

Tahap pertama, masalah yang dirumuskan harus masalah yang sesuai dengan kebutuhan. Jika suatu dirumuskan menjadi masalah dan dilakukan penelitian, hasil penelitian yang berupa solusi untuk masalah tersebut dapat memenuhi suatu kebutuhan, terutama kebutuhan kelompok tertentu, misalnya masalah kegagalan panen di kabupaten Mojokerto akibat musim kemarau yang panjang. Setelah dilakukan penelitian, ternyata di Mojokerto dapat ditanam padi huma, sehingga petani mendapatkan solusi dengan beralih menanam padi disaat musim kemarau tiba.

Tahap kedua, setelah merumuskan masalah yang dapat menemuhi kebutuhan, jika  masalah tersebut terlalu luas, lakukan penyempitan atau penspesifikan masalah. Biasanya penspesifikan masalah disesuaikan dengan dana dan waktu penelitian yang tersedia, misalnya jika masalah kegagalan panen di Mojokerto itu menimpa pada semua palawija, penelitian dapat dipersempit pada salah satu jenis palawija.

Tahap ketiga, masalah yang sudah dipersempit diperiksa kembali lebih teliti dalam hubungannya dengan pengetahuan dan penelitian yang pernah dilakukan, termasuk variabel-variabel yang akan diteliti. Jika belum pernah dilakukan penelitian dan belum ditemukan variabel, harus dilakukan penelitian eksploratorik (study pendahuluan) terlebih dahulu untuk mempertajam rumusan variabel.[17]

Perumusan masalah dalam penelitian adalah bagian yang paling menentukan dalam pelaksanaan penelitian dan jga akan menentukan kualitas hasil penelitian itu sendiri. Ada beberapa langkah dalam merumuskan masalah penelitian. Jika seseorang belum mengetahui idea tau topic penelitian yang spesifik, maka sebaiknya mengikuti langkah berikut ini:

1.     Mengidentifikasi subyek area luas yang menarik

Sebelum memulai merumuskan suatu masalah seorang peneliti sebaiknya selalu menanyakan pada dirinya sendiri apa yang benar-benar menarik bagi dirinya secara propesional.

2.     Membagi subyek area luas menadi sub area

Jika seseorang telah menetapkan subyek aea tersebut, yang seringkali mempunyai banyak aspek, maka seorang peneliti harus membaginya menjadi beberapa sub area terlebih dahulu. Hal ini penting supaya peneliti dapat lebih  memfokuskan permasalahan yang hendak diteliti dan tidak terjebak dalam penelitian yang terlalu luas yang bisa memakan banyak biaya dan waktu serta hasil yang tidak optimal.

3.     Memilih sub area yang paling menarik

Jika peneliti telah membagi subyek area menjadi beberapa sub area, maka yang paling penting adalah memilih salah satu atau beberapa sub area yang paling menarik untuk dirumuskan menjadi suatu masalah penelitian. Sangat tidak baik dianjurkan  pada peneliti utnuk memilih semua aspek atau sub area sebagai rumusan masalah, sebab tentu saja hal ini  menjadi tidak berguna mambagi subyek area yang luas menjadi beberapa sub area.

4.     Mengungkapkan beberapa pertanyaan penelitian

Pada tahapan ini, seorang peneliti sebaiknya bertanya pada dirinya sendiri  tentang apa yang seberanya hendak dicari pemecahan atau jawaban dari beberapa sub area tersebut. Dari satu atau beberapa sub area yang telah dipilih, seseorang dapat mengungkapkan beberapa pertanyaaan yang ingin ditemukan jawabannya.

5.     Merumuskan suatu tujuan (objektif)

Seorang peneliti harus mempunyai tujuan atau obyektif yang jelas dan nyata dari proses penelitian yang hendak dilakukan. Obyektif ditumbuhkan dari pertanyaan-pertanyaan yang diungkapkan dalam rumusan masalah. Pertanyaan yang obyektif biasanya dapat menjadikan tujuan yang ingin dicapai.

6.     Menilai obyektif

Langkah selanjutnya, seorang peneliti harus menguji obyektif atau tujuannya guna memastikan bahwa obyektif tersebut dapat dicapai melalui metode dan prosedur penelitian.

7.     Periksa ulang (s what? Test)

Setelah  langkah dilalui, maka sebaiknya peneliti kembala ke tahap awal untuk memeriksa ualang dan mempertimbangkan lagi rumusan masalah yang telah disusun.[18]

Rumusan masalah merupakan suatu hal yang penting dalam penelitian. Rumusan masalah berperan seperti halnya pondasi sebuah bangunan. Jenis, model, dan desain bangunan sangat bergantung pada model pondasi bangunan tersebut. Jika pondasi bangunan sangat kuat dan didesai sangat baik, maka seseorang dapat berharap bahwa bangunan tersebut juga sangat kuat. Rumusan masalah penelitian berperan sebagai pondasi suatu penelitian itu sendiri, jik maslah penelitian dirumuskan dengan baik, maka seorang peneliti dpat berharap bahawa studi atau penelitian yang dilakukan juga akan berlangsung dengan baik.[19]

 

C. Latar Belakang Masalah

Latar belakang masalah adalah suatu kajian yang berisi uraian tentang keresahan, kepenasaranan, dan hal-hal yang mendorong melakukan penelitian.[20] Dalam menulis sebuah latar belakang masalah setidaknya ada tujuh hal yang perlu dijelaskan, yaitu:

1.     Mengapa masalah tersebut perlu diteliti.

2.     Pentingnya masalah dan mendesak untuk dipecahkan, serta dapat dilaksanakan sesuai waktu yang tersedia, biaya dan daya dukung lain yang dapat memperlancar penelitian.

3.     Kesenjangan antara fakta yang terjadi dalam pembelajran dan harapan yang perlu dipecahkan secara tepat.

4.     Realitas pembelajaran, didukung data factual lengkap dengan diagnosisnya.

5.     Keresahan dan kegelisahan peneliti, serta permasalahan yang akan muncul seandainya masalah tersebut tidak diteliti.

6.     Tindakan yang akan dikenakan pada subjek, dan mengapa tindakan tersebut diberikan.

7.     Teori atau konsep yang menopang tindakan dan gagasan pemecahan masalah.

Contoh paparan latar belakang masalah.

Latar belakang masalah

Pengajaran yang efektif menekankan pentingnya belajar sebagai suatu proses  personal, dimana setiap peserta didik membangun pengetahuan dan pangalaman personalnya. Pengetahuan dan pengalaman personal  dibangun oleh  peserta didik melalui ineraksi dengan lingkungan. Hal  ini dipertegas oleh Brooks dan Brooks yang mengungkapkan bahwa pada dasarnya peserta didik sendirilah yang mengkonstruksi  makna tentang hal yang dipelajarinya. Peserta didik mengkonstruksi pengalaman barunya berdasarkan pengalaman barunya berdasarkan pengalaman yang telah dimilikinya.  Pernyataan ini sejalan dengan pandangan para konstruktivis yang memandang belajar sebagai suatu proses pengelolaan diri. Fosnot, lebih jauh mengemukakan bahwa belajar yang kontruktif mengarah pada suatu pendekatan pengajaran yang memberikan kepada peserta didik kesempatan secara luas untuk menemukan pengalaman konkret dan bermakna baik secara kontekstual  maupun secara konstruktif, menemukan masalah, mengkontruksi car-cara, pengertian-pengertian, strategi-strategi yang dapat dipakai untuk  membangun pengetahuan dan pengalamannya.

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan peneliti di lapangan ditemukan bahwa  prestasi belajar  peserta didik hasil evaluasi belajar tahap akhri nasional SD tahun 1998/1999, khususnya mata pelajaran IPS, menduduki peringkat keempat setelah mata pelajaran PMP, Bahasa Indonesia, dan IPA. Informasi yang diperoleh dari  para guru di lapangan menunjukkan bahwa muatan isi mata pelajaran IPS lebih banyak menekankan pada aspek menghafal konsep yang ada dalam buku teks, misalnya menghafal tentang nama tempat., nama gunung, ibu kota, dan tanggal peristiwa atau kejadian.  Ini berarti, buku teks mata pelajaran IPS masih belum memberikan arahan untuk mengajak peserta didik memahami konsep-konsep yang dipelajari. Pemahaman terhadap konsep-konsep dapat dicapai apabila peserta memperoleh gambaran  tentang contoh dan noncontoh dan contoh-contoh yang  jelas.

Untuk mengatassi kendala tersebut diatas, perlu dilakukan penelitian untuk  mengkaji bagaimanakah strategi pengajaran konsep malalui penggunaan contoh dan noncontoh, contoh,  serta buku teks dalam mata pelajaran IPS. Penelitian-penelitian yang dilaksanakan akan menguji keunggulan strategi pengajaran konsep mana yang memiliki pengaruh signiikan terhadap prestasi hasil belajar konsep peserta didik. Secara singkat, penelitian ini menguji hipotesis-hipotesis yang berkenaan dengan strategi pengajaran konsep melalui penggunaan conth dan noncontoh, contoh, dan strategi pengajaran konsep melalui buku teks.[21]

(sumber: Setyasari,P -2003- pengaruh strategi pengajaran konsep melalui contoh dan noncontoh, contoh, dan buku teks terhadap hasil belajar IPS siswa SD kelas V Malang:PPs.)

Simpulan

1.  Identifikasi masalah merupakan kegiatan untuk mendeteksi, melacak, dan menjelaskan berbagai aspek permasalahan yang berkaitan dengan topic penelitian dan masalah yang akan diteliti.Suatu masalah yang dipilih harus memiliki kriteria, adapun kriteria memilih masalah menurut Tuckman harus memiliki ciri-ciri khusus (karakteristik) sebagai berikut: a) Masalah menanyakan hubungan antara dua atau lebih variabel, b) Masalah dinyatakan atau dirumuskan secara jelas dan tidak ambigius, c) Masalah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan, d) Masalah itu dapat diuji melalui metode empiris, artinya adanya kemungkinan pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan, e) Masalah tidak menyangkut moral dan etika.

2.  Rumusan masalah adalah suatu rumusan pertanyaan tentang suatu fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat.. rumusan masalah penelitian dapat dibedakan dalam dua sifat, yaitu a) rumusan masalah deskritif, apabila tidak dihubungkan antarfenomena, dan b) rumusan masalah deksplanatoris, apabila rumusannya menunjukkan adanya hubungan atau pengaruh antara dua atau lebih fenomena.

3.  Latar belakang masalah adalah suatu kajian yang berisi uraian tentang keresahan, kepenasaranan, dan hal-hal yang mendorong melakukan penelitian.[22] Dalam menulis sebuah latar belakang masalah setidaknya ada tujuh hal yang perlu dijelaskan, yaitu: a) Mengapa masalah tersebut perlu diteliti, b) Pentingnya masalah dan mendesak untuk dipecahkan, serta dapat dilaksanakan sesuai waktu yang tersedia, biaya dan daya dukung lain yang dapat memperlancar penelitian, c) Kesenjangan antara fakta yang terjadi dalam pembelajran dan harapan yang perlu dipecahkan secara tepat, d) Realitas pembelajaran, didukung data factual lengkap dengan diagnosisnya, e) Keresahan dan kegelisahan peneliti, serta permasalahan yang akan muncul seandainya masalah tersebut tidak diteliti, f) Tindakan yang akan dikenakan pada subjek, dan mengapa tindakan tersebut diberikan, g) Teori atau konsep yang menopang tindakan dan gagasan pemecahan masalah.

 

 

Daftar Pustaka

Arifin, Zainal. 2012. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru. Bandung: Rosda Karya.

Carolyn M. Evertson dan Edmund T. Emmer. 2011. Manajemen Kelas Untuk Guru Sekolah Dasar Edisi Kedelapan. Jakarta: Kencana.

Djunaidi Ghony, M. 2009. Metodelogi Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif. Malang: UIN-Malang Press.

Emulyasa.2010. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosda Karya

Hikmat, Mahi M.. 2011.  Metode Penelitian: Dalam Perspektif ilmu Komunikasi dan Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kerlinger. 1986. Foundations Of Behavioral Research. New York: Renehart and Winston.

Muslich, Masnur. 2013. Melaksanakan PTK Itu Mudah. Jakarta: Bumi Aksara.

Setyasari, Punaji. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana.

Sukardi. 2005. Metodelogi penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodelogi Penelitian: Sebuah Pengenalan dan Penuntun Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu.

 



[1] Punaji Setyasari, Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan, (Jakarta: Kencana, 2010), hal.53

[2] Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: Rosda Karya, 2012), hal.56

[3] Emulyasa, Praktik Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: Rosda Karya, 2010), hal.61

[4] Ibid, hal.62

[5] Punaji Setyasari, Op.Cit, hal.53

[6] Ibid,.

[7] Mahi M. Hikmat, Metode Penelitian: Dalam Perspektif ilmu Komunikasi dan Sastra, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hal.22

[8] M. Djunaidi Ghony, Metodelogi Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, (Malang: UIN-Malang Press, 2009), hal.51

[9]  Carolyn M. Evertson dan Edmund T. Emmer, Manajemen Kelas Untuk Guru Sekolah Dasar Edisi Kedelapan, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 212

[10]  Masnur Muslich, Melaksanakan PTK Itu Mudah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hal. 19

[11] Zainal Arifin, Op.Cit, hal.180

[12] Ibid,

[13] Emulyasa, Op.Cit, hal.62

[14] Restu Kartiko Widi, Asas Metodelogi Penelitian: Sebuah Pengenalan dan Penuntun Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal.140

[15] Sukardi, Metodelogi penelitian Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hal.29

[16] M. Djunaidi Ghony, Op.Cit, hal.53

[17] Mahi M. Hikmat, Op.Cit, hal.24

[18] Restu Kartiko Widi, Op.Cit, hal.148-152

[19] Kerlinger, Foundations Of Behavioral Research, (New York: Renehart and Winston, 1986), hal.57

[20] Emulyasa, Op.Cit, hal.61

[21] Punaji Setyasari, Op.Cit,  hal.64-65

[22] Emulyasa, Op.Cit, hal.61

Related Posts