Perbedaan Ideom dan Tabu

Bahasa adalah alat komunikasi manusia dalam melakukan interaksi dengan sesamanya dan lingkungan sosialnya. Dalam berkomunikasi, manusia pada umumnya berinteraksi untuk membina kerjasama antar sesama dalam rangka membentuk, mengembangkan, dan mewariskan budaya dalam arti yang luas. Dalam beberapa hal, sering manusia berselisih atau berbeda pendapat antara satu dengan yang lainnya. Dari situasi dan kondisi ini manusia sebagai pemakai bahasa sering memanfaatkan bahasa atau berbagaikata-kata yang kurang dimengerti oleh lawan bicaranya, karena kata yang digunakan terdiri dari gabungan kata yang berbeda makna tetapi gabungan tadi satu maksud atau sering disebut Idiom atau kata-kata yang tidak sepatutnya diucapkan yang biasa dikenal dengan tabu. [1]Kata-kata kasar, jorok, makian, sindiran halus dan sejenisnya sengaja atau tidak sengaja terlontar dari lidah seseorang untuk mengekpresikan segala bentuk ketidaksenangan, kebencian, atau ketidakpuasan terhadap situasi yang tengah dihadapinya.

Dalam kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan yang berbudaya perlu diperhatikan bagaimana seseorang mengungkapkan kata-kata dalam berbahasa yang baik khususnya mengenai penggunaan kata-kata yang bermakna kultural untuk diekpresikan dalam bahasa. Ekspresi bahasa yang ungkapkan dalam bentuk kata-kata harus tetap dalam koridor norma-norma sosial dan agama yang dapat diterima oleh masyarakat luas. Ada beberapa kata-kata tertentu yang harus dihindari, baik untuk diucapkan maupun diekspresikan karena hal itu dipandang tabu dan dilarang untuk disebarluaskan.

Tulisan ini disusun untuk membahas masalah tang terkait dengan komunikasi, lebih tepatnya “idiom dan kata-kata yang dianggap tabu” yang sekiranya pantas, sopan, dan bisa dimengerti oleh lawan bicaranya, baik berupa perilaku atau ucapan, eufemisme, dan makian.

A.  Pengertian Idiom

Idiom adalah salah satu jenis ungkapan yang terdapat dalam semua bahasa tetapi yang sangat khas untuk setiap bahasa. Dalam bahasa arab idiom bisa digunakan dengan kata تعبير اصطلاحى [2]atau عبارة اصطلاحية[3] yaitu عبارة ذات معنى لا يمكن أن يستمد من مجرد فهم معاني كلماتها منقصلة “ idiom adalah ungkapan yang mempunyai makna yang mana tidak mungkin difahami secara kata-pertkata”.

Adapun menurut Beekmaan dan Callow menjelaskan idiom yaitu ungkapan untuk dua kata atau lebih yang tidak dapat dimengerti secara harfiah dan secara semantis berfungsi sebagai satu kesatuan.[4] Secara garis besar idiom adalah kumpulan dua kata atau lebih yang menjadi satu kesatuan atau ungkapan yang tidak bisa difahami secara harfiyah karena mempunyai makna yang berbeda dari kata-kata yang membentuknya, sehingga harus difahami secara konteks dan diterjemahkan dengan mencarikan padanannya dalam bahasa sasaran. Idiom dalam bahasa Arab bisa berupa gabungan kata dengan preposisi, gabungan kata dengan kata, dan peribahasa atau ungkapan.

B.  Macam – Macam Idiom

macam-macam idiom berdasarkan konstruksi yang membentuknya menurut Kridalaksana adalah[5]:

1.      Gabungan kata dengan preposisi

Konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain. Pengertian ini mengacu pada gabungan kata dengan preposisi seperti kata: أَخَذَ  yang bermakna mengambil, ketika kata ini bergabung dengan preposisi بـ  yang bermakna dengan, akan menjadi أَخَذَبـِ  bukan bermakna “mengambil dengan” tetapi bermakna “melakukan”. Di sini harus dilihat bahwa tidak bisa langsung diterjemahkan satu persatu kemudian makna kata tersebut digabungkan, tetapi gabungan kata dengan preposisi tersebut menjadi satu kesatuan yang bermakna lain dari makna kata jika berdiri sendiri, karena ketika digabungkan akan mempunyai makna yang baru.

2.      Gabungan kata dengan kata kontruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya. Pengertian ini mengacu pada gabungan kata dengan kata lain seperti kata ثَقِيْلٌ  yang bermakna “berat” ketika bergabung dengan الدم  yang bermakna “darah” lalu menjadi ثَقِيْلُ الدَّم, bukan berarti bermakna “berat darahnya” tetapi bermakna “tidak disukai orangnya”.[6]

3.      Peribahasa

Ungkapan yang bisa diterjemahkan dengan penerjemahan para frase atau pengungkapan bebas mutlak dapat juga digunakan ungkapan bahasa sasaran yang selaras.[7] Seperti menterjemahkan peribahasa metafora, bahasa adat atau yang lainnya. Dengan demikian penerjemahan peribahasa atau ungkapan tak perlu diterjemahkan secara harfiah, karena mungkin ungkapan tersebut tidak lazim pada bahasa sasaran, tetapi bisa dicarikan padanannya dalam bahasa sasaran atau cukup maksudnya saja. Misalnya: العَيْن بَصِيرَة واليَد قَصِيرَة  terjemahan harfiah: “Mata melihat sedangkan tangan pendek”. Dapat disepadankan dengan “maksud hati memeluk gunung apa daya tangan tak sampai. Penerjemahan ungkapan ini harus juga diselaraskan dengan ungkapan yang lazim digunakan dalam bahasa sasaran. Contoh lain:  لاَتُصَعِّر خَدّكَ لِلنَّاس  terjemahan harfiah: “Janganlah kamu palingkan pipimu dari manusia”. Ungkapan “memalingkan pipi” dalam bahasa Indonesia tidak lazim, maka ungkapan yang biasa dipakai adalah “memalingkan muka”.

Sedangkan menurut A Chaer, idiom dalam bahasa Indonesia terbagi atas:[8]

1.      Idiom penuh, merupakan  idiom yang semua unsur-unsurnya sudah membaur menjadi satu kesatuan, sehingga maknanya  terkandung dari kesatuan tersebut, contoh, panjang tangan yang memiliki arti orang yang suka mencuri,

2.      Idiom sebagian, dalam idiom ini salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikal. Contoh, buku hitam yang memiliki arti buku catatan mengenai orang telah melakukan tindak kriminal, dari idom ini kata buku masih memiliki makna leksikalnnya.

3.      Idiom yang maknanya tidak bisa diramalkan (Peribahasa), dalam menyelami makna idiom ini, tidak bisa dilakukan secara leksikal maupu gramatikal. Contoh, bektok tikoro di dalam bahasa Sunda yang berarti susah dalam rezeki, makna dari peribahasa tersebut bisa diketahui dengan melakukan asosiasi. Makna peribahasa ini memiliki asosiasi bahwa tenggorokan yang membengkok tentu sulit untuk melakukan kegiatan makan dan minum meskipun banyak serta sulit menikmatinya. 

C.  Pengertian Tabu

Menurut Matthews kata tabu adalah kata-kata yang diketahui oleh penutur, tetapi dihindari dalam sebagian atau semua bentuk atau konteks dalam sebuah tuturan karena alasan agama, kepantasan, kesantunan, dan sebagainya.

Adapun secara umum kaat tabu adalah kata-kata yang diketahui, tetapi dalam konteks tertentu dihindari dalam ranah publik karena alasan agama, kepantasan, kesantunan, dan sebagainya. Mengganti kata yang seharusnya dengan kata-kata dan beberapa kelompok kata yang memiliki kemiripan makna. Penggantian itu bertujuan untuk menghaluskan makna. Penghalusan makna ini sering disebut dengan istilah eufemisme. Menurut Richards, dan Platt,  eufemisme adalah penggunaan kata yang dirasakan jadi kurang menyerang atau lebih menyenangkan daripada kata lain.[9]

Dengan kata lain, kata tabu merupakan kata yang mempunyai konotasi negative yang diketahui dalam kelompok bangsa tertentu tetapi tak patut diucapkan dikalangan umum dan kata tersebut diganti dengan kata lain yang semakna dengannya tapi lebih halus untuk di dengar.

D.  Jenis – Jenis Kata Tabu

Berdasarkan motivasi psikologis, kata-kata tabu muncul minimal karena tiga hal, yakni adanya sesuatu yang menakutkan (taboo of fear), sesuatu yang membuat perasaan tidak enak (taboo of delicacy), dan sesuatu yang tidak santun dan tidak pantas (taboo of propriety).

1.    Taboo of Fear (الخوف و الفزع )

Segala sesuatu yang mendatangkan kekuatan yang menakutkan dan dipercaya dapat membahayakan kehidupan termasuk dalam kategori tabu jenis ini. Demikian juga halnya dengan pengungkapan secara langsung nama-nama Tuhan dan makhluk halus tergolong taboo of fear. Sebagai contoh orang Yahudi dilarang menyebut nama Tuhan mereka secara langsung. Untuk itu mereka menggunakan kata lain yang sejajar maknanya dengan kata ‘master‘ dalam bahasa Inggris. Di Inggris dan Prancis secara berturut-turut digunakan kata the Lord dan Seigneur sebagai pengganti kata Tuhan. Nama-nama setan dalam bahasa Prancis pun telah diganti dengan eufemismenya, termasuk juga ungkapan l’Autre ‘the other one’.Di Indonesia, masyarakat Pantai Selatan pulau Jawa memandang tabu terhadap siapa saja yang melancong atau berekreasi di pantai tersebut dengan mengenakan pakaian yang berwarna merah. Pertabuan ini disebabkan karena mereka percaya bahwa makhluk ghaib Penguasa Laut Selatan yakni Nyi Roro Kidul, yang dikenal dengan Ratu Pantai Selatan tidak suka/marah dengan pengunjung yang mengenakan baju merah dan tentunya dipercaya akan ada dampak buruk yang akan diterima oleh si pelanggarnya. Contoh kasus semacam ini tentu banyak dijumpai khususnya di Indonesia sebagai negara yang multi etnik, agama, adat-istiadat dan kebudayaan.

2.    Taboo of Delicacy (التلطف والتأدب  )

Usaha manusia untuk menghindari penunjukan langsung kepada hal-hal yang tidak mengenakkan, seperti berbagai jenis penyakit dan kematian tergolong pada jenis tabu yang kedua ini. Nama-nama penyakit tertentu secara etimologis sebenarnya merupakan bentuk eufemisme yang kemudian kehilangan nuansa eufemistisnya dan saat ini berhubungan erat dengan kata-kata yang ditabukan. Pengungkapan jenis penyakit yang mendatangkan malu dan aib seseorang tentunya akan tidak mengenakkan untuk didengar, seperti ayan, kudis, borok, kanker. Olehnya itu sebaiknya nama-nama penyakit itu diganti dengan bentuk eufemistik seperti epilepsi, scabies, abses dan CA untuk mengganti kata kanker. Beberapa nama penyakit yang merupakan cacat bawaan seperti buta, tuli, bisu, dan gila secara berturut-turut dapat diganti dengan kata tunanetra, tunarungu, tunawicara, dan tunagrahita. Mereka yang menderita cacat tersebut akan tidak mengenakkan atau tidak santun bila dikatakan para penderita cacat, tetapi hendaknya diganti dengan para penyandang cacat.

3.    Taboo of Propriety (الخجل و الإحتشام )

Tabu jenis ini berkaitan dengan bagian-bagian tubuh tertentu dan fungsinya, serta beberapa kata makian yang semuanya tidak pantas atau tidak santun untuk diungkapkan. Dalam bahasa Indonesia, kata pelacur misalnya, kata seperti ini kurang nyaman didengar telinga. Maka dari itu kata pelacur bisa dieufemismekan menjadi kata tuna wisma. Dimana kata tunawisma lebih santun dari kata pelacur.[10]

Berikut ini adalah contoh kata-kata yang mengalami perubahan ke kata yang lebih sopan. Dalam Bahasa Arab

Seperti :

حبلى          menjadi   حامل

بيت الخلاء  menjadi  الحمام

عجوز        menjadi متقد في السن

الجماع       menjadi المباشرة

المرحاض   menjadi دورة مياه

 

 

 

Simpulan

1.      Idiom adalah salah satu jenis ungkapan yang terdapat dalam semua bahasa tetapi yang sangat khas untuk setiap bahasa. Dalam bahasa arab idiom bisa digunakan dengan kata تعبير اصطلاحى atau عبارة اصطلاحية yaitu عبارة ذات معنى لا يمكن أن يستمد من مجرد فهم معاني كلماتها منقصلة “ idiom adalah ungkapan yang mempunyai makna yang mana tidak mungkin difahami secara kata-pertkata”

2.      Macam-macam idiom berdasarkan konstruksi yang membentuknya menurut Kridalaksana adalah gabungan kata dengan preposisi, gabungan kata dengan kata kontruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya, dan pribahasa. Sedangkan menurut A chaer idiom dapat terbagi atas idiom penuh, idiom sebagian, dan idiom yang maknanya tidak dapat diramalkan (pribahsa).

3.      kata tabu merupakan kata yang mempunyai konotasi negative yang diketahui dalam kelompok bangsa tertentu tetapi tak patut diucapkan dikalangan umum dan kata tersebut diganti dengan kata lain yang semakna dengannya tapi lebih halus untuk di dengar.

4.      Berdasarkan motivasi psikologis, kata-kata tabu muncul minimal karena tiga hal, yakni adanya sesuatu yang menakutkan (taboo of fear), sesuatu yang membuat perasaan tidak enak (taboo of delicacy), dan sesuatu yang tidak santun dan tidak pantas (taboo of propriety).

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Baalbaki R. 1995.   Al-Mawarid Qomus Arabic-English. Dar El-IlmiL: Berut.

Ba'albaki, Munir. 2002.  AL-Mawrid.  Bairut: Dar El-Ilm Lil-Malayin.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Larson, Mildred L . 1989. Penerjemahan Berdasarkan Makna. Jakarta: Arcan.

Zaenudin M, Nurbayan Y. 2007.  Pengantar Ilmu Balaghah. Bandung: Refika Aditama.

Zuhdi Muhdlor , Ahmad. 1996.   Kamus Al-Ashr. Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum.

Freada, http://tangisanmalam-frieda.blogspot.com/2011/05/kata-kata-tabu-n-idiom.html (diakses pada tanggal 17 Mei 2014)

 

 



[2] Ahmad Zuhdi Muhdlor,  Kamus Al-Ashr, (Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum, 1996), hal.55

[3] Munir Ba'albaki, AL-Mawrid, ( Bairut: Dar El-Ilm Lil-Malayin, 2002), hal.105

[4] Mildred L Larson, Penerjemahan Berdasarkan Makna, (Jakarta: Arcan, 1989), hal.120

[5] Baalbaki R,  Al-Mawarid Qomus Arabic-English, (Dar El-IlmiL: Berut, 1995), hal.107

[6] Zaenudin M dan Nurbayan Y, Pengantar Ilmu Balaghah, (Bandung: Refika Aditama, 2007), hal.56-63

[7] Mildred L Larson, Op.Cit, (Jakarta: Arcan, 1989), hal.121

[8] A Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal.296

Related Posts

There is no other posts in this category.