Menyelami makna Q.S Ali Imran Ayat 104
Sebagai Gerakan Perubahan
K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sebuah
persyarikan gerakan dakwah dengan nama “Muhammadiyah” mempunyai makna yang amat
positif dan mendalam bagi setiap muslim di Indonesia. Secara etimologis Muhammadiyah
berasal dari kata “Muhammad” ditambah dengan “yah”. Kata ‘Muhammad” diambil
dari nama Rasulullah Muhammad SAW dan kata “yah” disini bermakna “ya nisbiyyah”
yang berarti “yang kepada sesuatu atau dinisbahkan untuk diikuti”. Dengan
demikian Muhammadiyah bermakna pengikut-pengikut Muhammad Rasulullah SAW.
Dari pengertian tersebut maka pada
hakikatnya setiap orang Islam pasti “Muhammadiyah” karena ia harus mengikuti
jejak dan langkah Muhammad SAW. Secara terminologis menurut K.H.Ahmad Dahlan,
Muhammadiyah merupakan persyarikatan dan gerakan dakwah yang bersumber pada
Al-Quran dan Al-Hadits. Berdasarkan pengetahuan dan wawasan keislaman yang
dimiliki, K.H. Ahmad Dahlan memandang bahwa ajaran Islam sangat mendorong
umatnya untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Usaha untuk mewujudkan
keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan yang hakiki di dunia dan akhirat
tidak dapat dilakukan secara perorangan melainkan harus dilakukan bersama dalam
bentuk “jamaah”. Al Quran menjelaskan hal tersebut dalam Surat Ali Imran ayat
104
وَلۡتَكُن
مِّنكُمۡ أُمَّةٞ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ
وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ١٠٤
artinya
“Adakanlah diantara kamu segolongan umat yang menyeru manusia kepada Islam, memerintahkan
kebaikan, dan mencegah kemunkaran, karena mereka itulah orang-orang yang
berbahagia”
Dalam kajian ayat tersebut dalam
pandangan tokoh Muhmmadiyah bahwa ayat tersebut telah memberikan semangat juang
dalam dakwah muhamadiyah, sebagaimana salah satu Tokoh Muhammadiyah menafsirkan
ayat tersebut, salah satunya menurut pandangan Dr Anhar Ansori (Pengasuh
Pon.Pes UAD) menjelaskan bahwa ayat 104 dari surat Ali Imran itu merupakan ayat
perubahan yang menggerakkan Muhammadiyah untuk melakukan pencerahan (tanwir)
dan pembebasan (tahrir). Ayat itu berbunyi: waltakun minkum ummatun
yad’uuna ilaa alkhairi waya’muruuna bialma’ruufi wayanhawna ‘ani almunkari
waulaa-ika humu almuflihuuna.
Dalam Pandangan beliau, kata al-khair dalam
ayat itu memiliki tafsir sebagai sikap mengikuti petunjuk al-Quran dan Sunnah
Nabi. Itulah yang menjadi pegangan Muhammadiyah. Adapun Ijma’, Qiyas dan
lainnya dipahami oleh Muhammadiyah sebagai metode, bukan sebagai sumber hukum
utama sebagaimana al-Quran dan Hadis.
Sementara kata al-makruf,
menurut beliau memiliki arti sebagai hasil cipta, karya dan karsa manusia yang
membawa kemaslahatan, yang tidak ada dalam al-Quran. Oleh karena itu, kata beliau,
sesuatu yang tidak ada dalam Quran dan Hadis belum tentu bid’ah, bisa jadi
itu adalah al-makruf. Al-Makruf itu didapat dari
membaca alam semesta, sebagaimana diisyaratkan dalam wahyu pertama Nabi
Muhammad, iqra’ bismi rabbika allazi khalaq.
Kalimat waulaa-ika humu
al-muflihuuna, menurut beliau juga dipahami sebagai mereka sekelompok orang
yang melakukan perubahan. Sekelompok orang itu mengindikasikan pentingnya suatu
wadah untuk melakukan perubahan, yaitu organisasi, seperti Muhammadiyah.
Jalan perubahan itu kemudian dibahasakan
dengan dakwah, sehingga dalam ayat disebut kata yad’una ila. Kata
itu dalam bahasa Arab berwujud fi’il mudhari. Bermakna bahwa dakwah
dan perubahan harus diwujudkan secara terus-menerus dan berkelanjutan hingga
hari kiamat. Itulah mengapa organisasi otonom bagi Muhammadiyah itu penting.
Sebagai pelanjut dan pelangsung dakwah pencerahan yang tidak boleh berhenti.
Dalam kaitannya tafsiran tersebut salah
satunya sebagai gerakan dakwah, Muhammadiyah memandang bahwa Islam adalah agama
dakwah yang mewajibkan umatnya untuk selalu mendakwahkan ajaran Islam. Sekecil
apapun dan sepahit apapun setiap muslim wajib menyampaikan kebenaran seperti
hadits Rasulullah yang artinya “ Sampaikanlah ajaran dariku (Muhammad) walaupun
satu ayat”.
Muhammadiyah memiliki modal sosial yang
cukup besar sebagai gerakan Islam yang termasuk besar di negeri ini. Organisasi
lain boleh lebih besar dari segi kuantitas anggotanya, namun dari segi kualitas
dalam amal usaha, sumber daya manusia, infrastruktur dan sistem organisasi,
serta kepercayaan publik sesungguhnya Muhammadiyah terbilang unggul.
Sebagai organisasi Islam modern
Muhammadiyah termasuk terbesar di dunia Islam. Kondisi ini harus disyukuri
sebagai nikmat dan karunia Allah yang sangat berharga, karena itu potensi yang
besar tersebut tidak boleh dibiarkan laksana genangan danau yang diam, apalagi
seperti ”gajah bengkak” yang sulit bergerak.
Gerakan Muhammadiyah memiliki nilai-nilai
ideal yang meliputi misi, landasan ideal, dan tujuan gerakan. Misi Muhammadiyah
meliputi:
1. penegakkan tauhid yang murni;
2. peyebarluasan Islam yang bersumber pada
Al-Quran dan As-Sunnah.
3. mewujudkan amal Islami dalam kehidupan
pribadi, keluarga, dan masyarakat.