Penerapan Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren (Study Kasus Pondok Pesantren Tebu Ireng)

A.    Pondok Pesantren

1.      Pengertian Pondok Pesantren

Kata “pondok”  dalam bahasa Indonesia mempunyai arti; kamar, gubuk, rumah kecil dengan menekankan kesederhanaan bangunannya. Pondok juga berasal dari bahasa Arab “funduq”  yang berarti ruang tidur, wisma, hotel sederahan, atau mengandung arti tempat tinggal yang terbuat dari bambu.

Menurut etimologi (arti bahasa), kata “pesantren”  brasal dari kata Santri denga awalan pe- dan –an yang berarti tempat tinggal para Santri. Sedangkan asal-usul kata santri ada berbagai pendapat sebagai berikut: Profesor Jahus berpendapat bahwa istilah Santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti “guru mengaji”. Sedangkan C. C. Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari kata “ shastri”  yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau sarjana ahli kitab agama Hindu. Ada juga yang berpendapat bahwa kata santri adalah pengambilalihan dari bahasa Sansekerta dengan perubahan  pengertian, yaitu perkataan Santri yang artinya melek huruf.[1] Menurut beberapa ahli, istilah pesantren pada mulanya lebih dikenal di pulau Jawa karena pengaruh istilah pendidikan Jawa Kuno, yaitu dikenal sistem pendidikan di perguruan dengan Kyai dan Santri hidup bersama, yaitu suatu hasil pencangkokkan kebudayaan sebelum islam.[2] Disisi lain, ada yang mengatakan bahwa perkataan Santri sesungguhnya berasal dari bahasa jawa, dari kata ”cantrik”,  yang berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru itu pergi menetap.[3]

Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam dengan seseorang atau beberapa Santri belajar pada pemimpin  Pesantren (Kyai), dibantu oleh beberapa guru (Ulama/Ustadz). Di dalamnya terdapat lima elemen dasar yang tidak terpisahkan, yaitu: pondok, masjid, pengajaran kitab-kitab kuning, Santri dan Kyai. Inilah yang disebut sebagai tradisi Pesantren. Gus Dur menyebutkan sebagai sub kultur Pesantren, yaitu kultir sosio-religius yangmerupakan hasil interaksi kehidupan pondok, masjid, Santri, ajaran Ulama terdahulu yang tertuang dalam kitab klasik dan kehidupan Kyai.[4]

Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, merupakakn sistem pendidikan Nasional asli, yang telah lama hidup dan tumbuh di tengah-tengah maysarakat Indonesia

2.      Elemen-elemen Pondok Pesantren

Suatu lembaga akan berubah nama menjadi Pesantren bila memiliki lima elemen berikut ini; pondok, masjid, Santri,  pengajaran kitab-kitab klasik dan Kyai.

a.       Pondok

Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam Tradisional, dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan seorang (atau lebih) guru (Kyai). Asrama tersebut berada dilingkungan komplek pesantren, dimana Kyai bertempat tinggal. Komplek Pesantren ini biasanya dikelilingi tembok untuk keluar masuknya Santri sesuai dengan peraturan yang berlaku.[5] Pada awal perkembangannya,  pondok bukanlah sebagai tempat tinggal / asrama Santri, tetapi untuk mengikuti pelajaran yang diberikan Kyai ataupun sebagai tempat latihan Santri agar hidup mandiri dalam masyarakat. Para Santri di bawah bimbingan Kyai bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tetapi dalam perkembangan berikutnya, tampaknya lebih menonjol fungsinya sebagai tempat pemondokan dengan adanya semacam sewa atau iuran untuk pemeliharaan pondok.[6]

Pondok merupakan tempat aktivitas pribadi santri mulai dari menyimpan kitab, tidur, dan aktifitas-aktifitas  dalam sehari-hari. Dengan demikian, pondok bagi santri seperti rumah sendiri dan mereka memiliki rasa kepemilikan cukup tinggi yang diwujudkan melalui roan (kerja bakti) yang membudaya dikalangan santri

Iklim keimuan pesantren begitu terlihat dengan keberadaan pondok sebagai  tempat tinggal. Seluruh aktifitas santri diatur melalui jadwal mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Santri diawasi oleh pengurus pondok sebagai  badal dari Kyai.

b.      Masjid

Masjid sebagai salah satu komponen pesantren memiliki multi fungsi yang menunjang aktifitas belajar di pesantren. Masjid selain difungsikan sebagai tempat jama’ah shalat lima waktu dan shalat jum’at juga difungsikan sebagai tempat pengajian kitab-kitab dan acara pengembangan santri seperti latihan khutbah jum’at, shalawat barzanji dan muhadarah.

Sebagaimana diungkapkan Dhofier, masjid sebagai mediastrategis pesantren untuk pengembangan wawasan keagamaan musyarakat sekitar pesantren. Hal iini dilakukan dengan cara melakukan pengajian secara berkala (biasanya selapan atau tida puluh lima hari sekali) dengan melibatkan maysarakat sebagai pesertanya.

c.       Santri

Dalam tradisi pesantren, santri digolongkan menjadi dua kelompok yaitu:

1.   Santri mukim: santri yang berasal dari tempat yang jauh dan menetap di lingkungan pesantren/pondok/asrama. Pada perkembangannya, di sebagian pesantren santri mukim dibedakan menjadi dua yaitu:

a)    Santri mandiri: santri yang seluruh biaya belajarnya di pesantren berasal dari diri sendiri, baik biaya syahriyah (iuran bulana), uang makan, peralatan belajar dan biaya lainnya sesuai kebijakan masing-masing

b)   Santri khadim: santri yang biaya belajarnya di pesantren ditanggung oleh pengasuh pesantren (Kyai). Hal ini biasanya di latarbelakangi oleh kondisi ekonomi orang tua santri yang kurang mampu. Mereka termotivasi dan berkeyakinan mendapatkan berkah dengan cara khidmah (melayani) kyai dan dzuriyahnya.

2.   Santri Kalong:yaitu santri-santriyang berasal tidak jauh dari pesantren/ dari desa-desa sekitar pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren. Mereka pulang pergi dari rumah masing-masing ke pesantren untuk mengikuti pelajarannya di pesantren setiap hari.

d.      Kyai

Kyai adalah komponen yang paling esensial dalam sebuah pesantren.  Hal ini dapat dipahami bahwakyai pada umumnya adalah pendiri, pengelola dan kadang-kadang sebagai penyandang dana sekaligus. Kyai sebagai figur yang memiliki legitimasi sangat kuat dalam menentukan kebijakan pesantren.

Menurut asal usulnya, istilah kyai dalam bahasa Jawa memiliki tiga makna yang berbeda:

1)      Sebagai gelar benda-benda keramat, seperti “ kyai Garuda Kencana” sebutan untuk kertas emas di keraton Yogyakarta

2)      Gelar kehormatan untuk orang tua pada umunya.

3)      Gelar yang deberikan masyarakat kepada ahli agama islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan pengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya.[7]

Istilah kyai  pada nomor tiga adalah istilah kyai yang dimaksud dalam penelitian ini. Perlu diketahui, sebutan kyai berlaku pada masyarakat Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di Jawa Barat (Sunda) disebut dengan ajengan. Di daerah Nusa Tenggara dan kalimantan disebut dengan tuan guru. Di daerah Sumatra Utara (Tanapuli) disebut syaihk. Di daerah Minangkabau disebut denga buya Sedangkan di aceh disebut dengan teungku.[8]

Pengertian kyai dewasa ini telah mengalami pergeseran makna. Gelar kyai tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang memimpin pesantren, tetapi juga diperuntukkan bagi ahli agama di luar peantren.

e.       Kitab Kuning

Disebut dengan kitab kuning (al-kutub al-sofro’a) karena kertas yang dipakai untuk menulis menggunakan kertas yang berwarna kuning. Sebutan lainnya adalah kitab islam klasik karena merupakan hasil karya para ulama abad pertengahan.

Ciri lain yang diergunakan di pesantren itu ialah beraksara Arab gundul (huruf Arab tanpa harakat atau shakal).keadannya yang gundul itu pada sisi lain merupaka bagian dari pembelajaran itu sendiri. Pembelajaan kitab-kitab gundul itu keberhasilannya antara lainditentukan oleh kamampuan membuka kegundulan itu dengan menemukan harakat-harakat yang benar dan mengucapnya secara fasih.

Sistematika penulisan kitab kuning begitu maju dengan urutan kerangka mulai dari tema yang besar laludilanjutkan menjadi tema yang lebih khusus. Secara berturut-turut isi dari kitab klasik itu dimulai dari kitabun, babun, faslun, far’un. Sering juga ditemukan kitab dengan kerangka Muqaddimah dan khatimah.[9]

Kitab-kitab klasik yang di ajarkan di pesantren pada masa lalu  terutama karangan-karangan  ulama yang menganut faham syafi’iyah merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren. Kitab-kitab yang diajarkan tersebut dapat digolongkan dalam 8 kelompok: 1. Nahwu dan sharaf 2. Fiqih 3. Ushul fiqih 4. Hadist 5. Tafsir 6. Tauhid 7. Tasawuf dan etika 8. Cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah. Kitab-kitab tersebut meliputi teks mulai yang terpendek hingga yang berjilid-jilid dan dibagi dalam tiga tingkatan yaitu kitab-kitab dasar, kitab-menengah dan kitab-kitab besar.[10]

3.      Sistem pendidikan dan pengajaran pondok pesantren

Sejarah perkembangan pesantren pertama kali memiliki model yang bersifat klasikal, yaitu menggunakan metode pengajaran sorogan, bandongan dan wetonan

a.       Sistem pendidikan dan pengajaran yang bersifat tradisional

·         Sorogan

Sorogan adalah cara mengajar per kepala (santri) dari kiai atau badalnya (biasanya santri-santri senior) [11] atau secara individual menghadap kyai.  Di pesantren besar, sorogan dilakukan oleh dua atau tiga orang santri saja, yang biasanya terdiri dari keluarga kyai atau santri-santri yang diharapkan kemudian menjadi orang alim.[12]

Cara dari sistem ini adalah kyai membacakan beberapa baris dari

kitab yang akan di kaji kemudian menerjemahkannya dalam bahasa jawa. Pada gilirannya, santri mengulangi dan menerjemahkan kata demi kata sepersis mungkin seperti yang dilakuan oleh kyai. Sistem

penerjemahan dibuat sedemikian rupa sehingga para santri diharapkan mengetahui baik arti maupun fungsi kata dalam suatu kalimat bahasa arab.[13]

·         Halaqah

Disebut halaqah karena para santri membentuk lingkaran, yaitu kyai mengajarkan kitab tertentu kepada sekelompok santri, di mana baik kyai maupun santri sama-sama memegang kitab. Kyai membacakan dan menerangkan isi kitab, kemudian santri mendengarkan dengan seksama. Pada tingkat weton lebih tinggi, sebelum mengikutinya, santri terkebihdahulu harus mempelajarinya, sehingga dengan demikian, santri tinggal mencocokkan pemahamannya dengan kyai. Di sini tidak ada ujian, namun dengan pengajaran secara halaqah ini dapat diketahui kemapuan santri[14]

·         Bandongan

Sistem pengajaran yang serangkaian dengan sistem sorogan dan weton adalah sistem bandongan, yang dilakukan saling kait mengkait dengan sebelumnya.[15] Dalam sisten ini sekelompok murid (antara 5 sampai 500) mendengarkan seorang guru membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas buku-buku islam dalam bahasa arab. Setiap murid memperhatikan bukunya sendiri-sendiri dan membuat catatan-catatan (baik arti/keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit.[16]

4.      Fungsi pondok pesantren

Dimensi fungsional pondok pesantren tidak lepas dari hakikat dasarnya, bahwa pondok pesantren tumbuh berawal dari masyarakat. Oleh karena itu,  perkembangan masyarakat sekitarnya tentang pemahaman keagamaan (Islam) lebih jauh mengarahkah kepada nilai-nilai normatif, edukatif, progresif. Dengan demikian, fungsi pondok pesantren tidak lepas dari segi normatif, edukatif, dan  progresif.[17]

a.       Sebagai lembaga pendidikan

Berawal dari bentuk pengajian sederhana, kemudian berkembang menjadi lembaga pendidikan secara reguler yang diikuti oleh masyarakat, dalam pengertian memberi pelajaran secara material dan immaterial. Secara material, titik tekannya adalah mapu menghantamkannya sesuai target, tanpa diharapkan pemahaman lebih lanjut tentang pemahaman sis. Sedangkan secara immaterial yaitu, titik tekannya pada suatu upaya perubahan sikap santri, agar menjadi pribadi yang tangguh dalam kehidupannya.[18]

b.      Sebagai lembaga dakwah

Disini pesantren berusaha menumbuhkan kesafaran beragama atau melaksanakan ajaran-ajaran agama secara konsekuen sebagai pemeluk agama islam.

c.       Sebagai lembaga sosial

Hal ini menunjukkan keterlibatan pesantren dalam menangani masalah-masalah sosial yang dihadapi masyarakat baik masalah duniawi maupun masalah ukhrowi.

B.     Pendidikan Karakter Bangsa

1.      Pengertian Pendidikan Karakter

Secara harfiah, karakter berarti kualitas mental atau moral, nama atau reputasinya. Dalam pandangan Doni Koesoema karakter diasosiasikan dengan temperamen yang memberinya sebuah definisi yang menekankan unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Karakter juga dipahami dari sudut pandang behavioral yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki oleh individu sejak lahir. Disini karakter dianggap sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang, yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungannya, misalnya pengaruh keluarga pada masa kecil dan bawaan seseorang sejak lahir. Menurut Tadkirotun Musfiroh karakter mengacu kepada serangkaian sikap (Attitude), Perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan ketrampilan (skillls). Makna karakter sendiri sebenarnya berasal dari Yunani yang berarti to mark (menandai) dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan tingkah laku.[19] Sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan berperilaku jelek dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek. Sebaliknya , orang yang berperilaku sesuai dengan kaidah moral dinamakan berkarakter mulia.

Pendidikan karakter menurut Ratna Megawati yaitu “ sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungan”.[20] Selanjutnya menurut Suyanto karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi cirikhas individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.[21]

Berbeda dengan Hermawan Kertajaya yang menyatakan, bahwa karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut bersifat asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu terebut, dan merupakan mesin yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, belajar dan merespon sesuatu.[22]

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkunan maupun bangsa, sehingga terwujud insan kamil.[23]

2.      Nilai-nilai dalam pendidikan karakter

Pendapat djahiri yang mengatakan bahwa nilai adalah suatu jenis kepercayaan seseorang, tentang bagaimana seseorang sepatutnya, atau tidak sepatutnya dalam melakukan sesuatu, atau tentang apa yang berharga untuk dicapai.[24] Selanjutnya Ari Ginanjar Agustian yang terkenal dengan konsepnya “Emotional Spiritual Question (ESQ)” mengajukan pemikirannya, Bahwa setiap karakter positif sesungguhnya akan merujuk pada sifat-sifat Allah yang terdapa dalam asma al-husna ( nama-nama Allah yang baik) yang berjumlah 99. Asma al-husna ini harus menjadi sumber inspirasi perumusan karakter siapapun, karena dalam asma al-husna terkandung sifat-sifat Allah yang baik.[25] Berbeda dengan yang diungkapkan oleh Lickona, yang menekankan tiga komponen karakter yang baik, yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral felling ( perasaan tentang moral), dan moral action (perbuatan moral), sehingga dengan komponen tersebut, seseorang diharapkan mampu memahami, merasakan dan mengerjakan nilai-nilai kebajikan.[26] Nilai-nilai dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa diidentifikasi dari sumber ini.

·         Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu,, kehidupan individu, masyarakat, bangsa selalu didasari pada ajaran agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka pnilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaedah yang berasal dari agama.

·         Pancasila: Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan aygn disebut pancasila. Pancasila terdapat pada pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai ayng terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadiwarga negara yang baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan , dan menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupannya sebagai warge negara

·         Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan maysarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.

·         Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan diberbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut, teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut ini.[27]

No

Nilai Karakter

Pengertian

1

Religius

Sikap dan perilaku patuh dalam melaksanakan agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2

Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3

Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4

Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5

Kerja Keras

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

6

Kreatif

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7

Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8

Demokratis

Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9

Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

10

Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

11

Cinta Tanah Air

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

12

Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

13

Bersahabat/Komunikatif

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

14

Cinta Damai

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

16

Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17

Peduli Sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18

Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

 

Setelah diketahui nilai-nilai pendidikan karakter tersebut, tampak bahwa pendidikan karakter di Indonesia ingin membangun individu yang  berdaya guna secara integratif. Hal ini dapat terlihat dalam nilai-nilai yang di usung, yakni nilai yang berhubungan dengan dimensi ketuhanan, diri sendiri dan juga masyarakat pada umunya atau orang lain.

C.     Tujuan Pendidikan Karakter Bangsa

Pendidikan karakter pada umumnya bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral bertoleran, bergotong-royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semua dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan pancasila.[28]

Melalui pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas, tidak hanya otaknya namun juga cerdas secara emosi. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan. Dengan kecerdasan emosi, seseorang akan dapat berhasil dalam enghadapi segala cam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono merumuskan lima tujuan pendidikan karakter, yaitu:[29]

a.       Membentuk manusia Indonesia yang bermoral.

b.      Membentuk manusian Indonesia yang cerdas dan rasional.

c.       Membentik manusia Indonesia yang inovatif dan suka bekerja keras.

d.      Membentuk manusia Indonesia yang optimis dan percaya diri.

e.       Membentuk manusia Indonesia yang berjiwa patriot

Hal ini sesuai dengan rumusan tujuan pendidikan nasional yang terdapat pada UUSPN No.20 tahun 2003 Bab 2 Pasal 3:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi anak didik agar menjadi manusia yang berimandan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negarayang demokratis serta bertanggung jawab.[30]

Selain itu, pendidikan karakter bertujuan untuk menanamkan nilai dalam diri siswa dan sebagai pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu. Untuk tujuan jangka panjangnya adalah mendasarkan diri pada tanggapan aktif kontekstual individu atas impuls natural sosial yang diterimanya, yang pada gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses pembentukan diri secara terus-menerus (on going formation).[31] Sedangkan dari segi pendidikan , pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang.[32]

 

PENYAJIAN DATA

A.    Sejarah Pondok Pesantren Tebu Ireng

Tebuireng sebagai salah satu dusun di wilayah Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang mempunyai nilai historis yang besar. Dusun yang terletak 10 KM arah selatan kabupaten Jombang ini tidak bisa dipisahkan dengan K.H.M. Hasyim Asy’ari, di dusun inilah pada tahun 1899 M. Kyai Hasyim membangun pesantren yang kemudian lebih dikenal dengan  Pesantren Tebuireng. Sebagai salah satu pesantren terbesar di Jombang, Pesantren Tebuireng telah banyak memberikan konstribusi dan sumbangsih kepada masyarakat luas baik dalam bidang pendidikan, pengabdian serta perjuangan.

Pesantren Tebuireng yang saat ini di bawah naungan Yayasan Hasyim Asy’ari mengembangkan beberapa unit pendidikan formal dan nonformal, yaitu: SDIT Ir. Soedigno, Madrasah Tsanawiyah Salafiyah Syafi’iyyah, SMP A. Wahid Hasyim, Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyyah, SMA A. Wahid Hasyim, SMA Trensain (Pesantren Sains), Madrasah Mu’allimin Hasyim Asy’ari dan Ma’had ‘Aly Hasyim Asy’ari. Keberadaan unit-unit pendidikan di tengah-tengah kehidupan masyarakat memberikan arti tersendiri, yaitu sebagai manifestasi nilai-nilai pengabdian dan perhatian kepada masyarakat.  Dan dalam bentuk informal pesantren Tebuireng membuka jasa layanan masyarakat berupa pusat kesehatan pesantren (Puskestren), perekonomian (koperasi dan kantin) serta Lembaga Sosial Pesantren Tebuireng (LSPT). Kepercayaan dan perhatian masyarakat luas terhadap keberadaan Pesantren Tebuireng adalah dasar kemajuan dan perkembangan Tebuireng di masa depan, dengan tetap mengembangkan visi dan misi pendidikan yang mandiri serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pesantren Tebuireng didirikan oleh Kyai Hasyim Asy’ari pada tahun 1899 M. Beliau dilahirkan pada hari Selasa Kliwon tanggal 24 Dzul Qa’dah 1287 H. bertepatan dengan 14 Pebruari 1871 M. Kelahiran beliau berlangsung di rumah kakeknya, Kyai Utsman, di lingkungan Pondok Pesantren Gedang Jombang.

Hasyim kecil tumbuh dibawah asuhan ayah dan ibu dan kakeknya di Gedang. Dan seperti lazimnya anak kyai pada saat itu, Hasyim tak puas hanya belajar kepada ayahnya, pada usia 15 tahun ia pergi ke Pondok Pesantren Wonokoyo Pasuruan lalu pindah ke Pondok Pesantren Langitan Tuban dan ke Pondok Pesantren Tenggilis Surabaya. Mendengar bahwa di Madura ada seorang kyai yang masyhur, maka setelah menyelesaikan belajarnya di Pesantren Tenggilis ia berangkat ke Madura untuk belajar pada Kyai Muhammad Kholil. Dan masih banyak lagi tempat Hasyim menimba ilmu pengetahuan agama, hingga ahirnya beliau diambil menantu oleh salah satu gurunya yaitu Kyai Ya’qub, pada usia 21 tahun Hasyim dinikahkan dengan putrinya yang bernama Nafisah pada tahun 1892.

Tak lama kemudian, bersama mertua dan istrinya yang sedang hamil pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji sambil menuntut ilmu. Namun musibah seakan menguji ketabahannya, karena tidak lama istrinya tiba-tiba jatuh sakit dan meninggal. kesedihan itu semakin bertumpuk, lantaran empat puluh hari kemudian buah hatinya, Abdullah, wafat mengikuti ibunya.

Selama di Mekkah, Hasyim muda berguru kepada banyak ulama’ besar. Antara lain kepada Syekh Syuaib bin Abdurrahman, Syekh Muhammad Mahfuzh at-Turmusi dan Syekh Muhammad Minangkabau dan masih banyak lagi ulama’  besar lainnya. Sejak pulang dari pengembaraannya menuntut ilmu di berbagai pondok pesantren terkemuka dan bahkan ke tanah suci Mekkah, beliau terobsesi untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh. Peninggalan beliau yang tidak akan pernah dilupakan orang adalah Pesantren Tebuireng. Tebuireng merupakan nama dari sebuah dusun kecil yang masuk wilayah Cukir Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang Propinsi Jawa Timur. Letaknya delapan kilometer  di selatan kota Jombang, tepat berada di tepi jalan raya jurusan Jombang – Kediri.

Menurut cerita masyarakat setempat, nama Tebuireng berasal dari “kebo ireng” (kerbau hitam). Konon, ketika itu ada seorang penduduk yang memiliki kerbau berkulit kuning (bule atau albino). Suatu hari, kerbau tersebut menghilang. Setelah dicari kian kemari, menjelang senja baru ditemukan dalam keadaan hampir mati karena terperosok di rawa-rawa yang banyak dihuni lintah. Sekujur tubuhnya penuh lintah, sehingga kulit kerbau yang semula kuning berubah hitam. Peristiwa mengejutklan ini menyebabkan pemilik kerbau berteriak “kebo ireng …! kebo ireng …!. Sejak itu, dusun tempat ditemukannya kerbau itu dikenal dengan nama “Kebo Ireng”.

Namun ada versi lain yang menuturkan bahwa nama Tebuireng bukan berasal dari kebo ireng seperti cerita di atas, tetapi diambil dari seorang punggawa kerajaan Majapahit yang masuk Islam dan kemudian tinggal di sekitar dusun tersebut. Namun pada perkembangan selanjutnya, ketika dusun itu mulai ramai, nama Kebo Ireng berubah menjadi Tebuireng. Tidak diketahui dengan pasti apakah karena itu ada kaitannya dengan munculnya pabrik gula di selatan dusun tersebut yang telah banyak mendorong masyarakat untuk menanam tebu sebagai bahan baku gula, yang mungkin tebu yang ditanam berwarna hitam, maka pada akhirnya dusun tersebut berubah menjadi Tebuireng.

Dusun Tebuireng dulu dikenal sebagai sarang perjudian, perampokan, pencurian, pelacuran dan semua perilaku negatif  lainnya. Namun sejak kedatangan Hadratus Syaikh Kyai Hasyim Asy’ari bersama beberapa santri yang beliau bawa dari pesantren kakeknya (Gedang) pada tahun 1899 M. secara bertahap pola kehidupan masyarakat dusun tersebut mulai berubah semakin baik, semua perilaku negatif masyarakat di Tebuireng terkikis habis dalam masa yang relatif singkat. Dan santri yang mulanya hanya beberapa orang dalam beberapa bulan saja jumlahnya meningkat menjadi 28 orang.

 Awal mula kegiatan dakwah Hadratus Syaikh Kyai Hasyim Asy’ari dipusatkan di sebuah bangunan kecil yang terdiri dari dua buah ruangan kecil dari anyam-anyaman bambu (Jawa; gedek), bekas sebuah warung pelacuran yang luasnya kurang lebih 6 x 8 meter, yang beliau beli dari seorang dalang terkenal. Satu ruang depan untuk kegiatan pengajian, sementara yang belakang sebagai tempat tinggal Kyai Hasyim Asy’ari bersama istri tercinta Ibu Nyai Khodijah.

Tentu saja dakwah Kyai Hasyim Asy’ari tidak begitu saja memperoleh sambutan baik dari penduduk setempat. Tantangan demi tantangan yang tidak ringan dari penduduk setempat datang silih berganti, para santri hampir setiap malam selalu mendapat tekanan fisik berupa senjata celurit dan pedang. Kalau tidak waspada, bisa saja diantara santri terluka karena bacokan. Bahkan untuk tidur para santri harus bergerombol menjauh dari dinding bangunan pondok yang hanya terbuat dari bambu itu agar terhindar dari jangkauan tangan kejam para penjahat.

Dan gangguan yang sampai dua setengah tahun lebih itu masih terus saja berlanjut, hingga Kyai Hasyim Asy’ari memutuskan untuk mengirim utusan ke Cirebon guna mencari bantuan berbagai macam ilmu kanuragan kepada 5 kyai yakni; Kyai Saleh Benda, Kyai Abdullah Pangurangan, Kyai Syamsuri Wanatara, Kyai Abdul Jamil Buntet dan Kyai Saleh Benda Kerep.

Dari kelima kyai itulah Kyai Hasyim Asy’ari belajar silat  selama kurang lebih 8 bulan. Dan sejak itulah semakin mantap keberanian Kyai Hasim Asy’ari untuk melakukan ronda sendirian pada malam hari menjaga keamanan dan ketenteraman para santri. Dengan perjuangan gigih tak kenal menyerah Kyai Hasyim Asy’ari akhirnya berhasil membasmi kejahatan dan kemaksiatan yang telah demikian kentalnya di Tebuireng. Keberadaan Pesantren Tebuireng semakin mendapat perhatian dari masyarakat luas.[33] 

B.     Visi dan Misi Pondok Pesantren Tebu Ireng

Visi : Pesantren Terkemuka Penghasil Insan Pemimpin Berakhlak

Misi :

1.      Melaksanakan tata keadministrasian berbasis teknologi

2.      Melaksanakan tata kepegawaian berbasis teknologi

3.      Melaksanakan pembelajaran IMTAQ yang berkualitas di sekolah dan pondok

4.      Melaksanakan pengkajian yang berkualitas kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim dan Ta’lim al-Muta’allim sebagai dasar akhlak al-karimah

5.      Melaksanakan pembelajaran IPTEK yang berkualitas

6.      Melaksanakan pembelajaran sosial dan budaya yang berkualitas

7.      Menciptakan suasana yang mendukung upaya menumbuhkan daya saing yang sehat

8.      Terwujud tata layanan publik yang baik

C.    Sistem Pendidikan Dan Pengajaran Ponpes Tebu Ireng

Sebagai pesantren tradisional, Pesantren Tebuireng pada awal kelahirannya telah mampu menunjukkan perannya yang sangat berarti bagi negeri ini, yang sedang berjuang melawan penjajah Belanda dan Jepang. Maka dengan pengaruhnya yang besar dalam masyarakat, Pesantren Tebuireng mendorong segenap lapisan masyarakat –khususnya umat Islam– untuk berjuang melawan penjajah serta mengantar dan memberi semangat bangsa ini berperang mengusir penjajah dan senantiasa mununjukkan sikap anti pati terhadap Belanda. Bahkan pernah muncul fatwa dari Pesantren Tebuireng, tentang haramnya memakai dasi bagi umat Islam, karena hal demikian –menurut Kyai Hasyim Asy’ari– dianggap menyamai penjajah. Fatwa ini tujuannya tidak lain adalah untuk membangun kesan pada masyarakat tentang betapa pentingnya sikap menentang dan membentuk sikap anti pati terhadap penjajah, agar kemerdekaan segera diraih bangsa ini.

Seiring dengan perjalanan waktu Pesantren Tebuireng tumbuh demikian pesatnya, santri yang berdatangan menimba ilmu semakin banyak dan beragam, masing-masing membawa misi dan latar belakang yang beragam pula. Kenyataan demikian mendorong Pesantren Tebuireng memenuhi beberapa keinginan yang hendak diraih para santrinya, sehingga siap berpacu dengan perkembangan zaman.

Untuk kepentingan tersebut, Pesantren Tebuireng beberapa kali telah melakukan perubahan kebijaksanaan yang berkaitan dengan pendidikan. Sebagaimana pesantren-pesantren pada zaman itu, sistem pengajaran yang digunakan adalah metode sorogan (santri membaca sendiri materi pelajaran kitab kuning di hadapan guru), metode weton atau bandongan ataupun halaqah (kyai membaca kitab dan santri memberi makna). Semua bentuk pengajaran tidak dibedakan dalam jenjang kelas. Kenaikan tingkat pendidikan dinyatakan dengan bergantinya kitab yang khatam (selesai) dikaji dan diikuti santri. Materi pelajarannya pun khusus berkisar tentang pengetahuan agama Islam, ilmu syari’at dan bahasa Arab. Dan inilah sesungguhnya misi utama berdirinya pesantren.

Perubahan sistem pendidikan di pesantren ini pertama kali diadakan Kyai Hasyim Asy’ari pada tahun 1919 M. yakni dengan penerapan sistem madrasi (klasikal) dengan mendirikan Madrasah Salafiyah Syafi’iyah. Sistem pengajaran disajikan secara berjenjang dalam dua tingkat, yakni Shifir Awal dan Shifir Tsani.

Hingga pada tahun 1929 M. kembali dirintis pembaharuan, yakni dengan dimasukkannya pelajaran umum ke dalam struktur kurikulum pengajaran. Satu bentuk yang belum pernah ditempuh oleh pesantren manapun pada waktu itu. Dalam perjalanannya penyelenggaraan madrasah ini berjalan lancar. Namun demikian bukan tidak ada tantangan, karena sempat muncul reaksi dari para wali santri –bahkan– para ulama’ dari pesantren lain. Hal demikian dapat dimaklumi mengingat pelajaran umum saat itu dianggap sebagai kemunkaran, budaya Belanda dan semacamnya. Hingga banyak wali santri yang memindahkan putranya ke pondok lain. Namun madrasah ini berjalan terus, karena disadari bahwa ini pada saatnya nanti ilmu umum akan sangat diperlukan bagi para lulusan pesantren.

 

D.    Pengajian Al-Qur’an Dan Kitab Salaf Pondok Pesantren Tebu Ireng

1.      Pengajian Al-Qur’an

Pengajian Al-Qur’an yang dilaksanakan di  Pondok Pesantren Tebuireng menggunakan model bi an-nadzor (dengan membaca langsung), sementara program tahfidz dilaksanakan di Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an. Pengajian Al-Qur’an yang diselenggarakan oleh Majelis Ilmi Pengurus Pondok Pesantren Tebuireng menggunakan klasifikasi kelas berdasarkan kemampuan yang dimilki oleh santri. Pengklasifikasian ini dimaksudkan untuk memberikan bimbingan dan pengajaran yang sesuai dengan kemampuan. Ada empat kelompok pengajian Al-Qur’an, yaitu kelompok A,B,C, dan D.

a.       Kelompok A

Kelompok ini adalah mereka yang telah menguasai dasar-dasar fashahah, lancar membaca, tetapi belum memiliki kemampuan baca secara benar. Kelompok ini belum menguasai ketentuan khusus seperti; Musykilat al-Ayat, al-Waqf wa al-Ibtida’  dan Gharaib al-Ayat. Kelompok ini dibina secara klasikal dengan alokasi waktu satu jam dalam setiap hari.

·         Materi Bimbingan

-       Materi bacaan : Al-Qur’an Juz 21 s/d 30.

-       Materi binaan meliputi ; al-Waqfu wa al-Ibtida’, Musykilat al-Ayat.

·         Materi Hafalan : Al-Qur’an juz 30, Yaasin, al- Waqi’ah dan Tahlil

b.      Kelompok B

Kelompok ini adalah mereka yang telah menguasai dasar-dasar fashahah, lancar membaca, tetapi belum mampu melafalkan huruf-huruf sebagaimana ketentuan Makharij al-Huruf, Kelompok ini dibina secara klasikal dengan alokasi waktu satu jam dalam setiap hari.

·         Materi Bimbingan

-          Materi bacaan; Al-Qur’an Juz 1 s/d 20

-          Materi binaan meliputi; Makharij al-Huruf, al-Mad wal al Qashr, Ahkam al Ra’  Wal Lam, dan Ahkam Al -Mad.

·         Materi Hafalan ; surat at Qori’ah s/d al Buruuj

c.       Kelompok C

Kelompok ini adalah mereka yang belum mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan lancar serta belum memiliki dasar-dasar fashahah. Kelompok ini dalam pembinaannya lebih ditekankan pada aspek qira’at, sebagai kelompok pemula, kelompok ini butuh intensitas dan dinamisasi bimbingan. Kelompok ini dibina secara klasikal dengan alokasi waktu satu jam dalam setiap hari.

·         Materi Bimbingan

-     Materi Bacaan; Iqro’ dan Al-Qur’an juz 30.

-     Materi Binaan meliputi; Makharij al-Huruf Al Mad  Wa al-Qashr, Mim dan Nun Syiddah.

·         Materi Hafalan ; Al-Qur’an surat al Naas s/d Takaatsur.

d.      Kelompok D

Kelompok ini adalah mereka yang belum mengenal huruf atau sudah mengenal tetapi belum mampu merangkaikan dalam satu kalimat. Kelompok D merupakan kelompok dasar yang secara intensif diberikan bimbingan tentang dasar-dasar belajar dan membaca Al-Qur’an serta pengenalan huruf serta ketentuan makhraj. Kelompok ini dibina secara klasikal dengan alokasi waktu satu jam dalam setiap hari.

·         Materi Bimbingan

-   Materi Bacaan Qiroati

-   Materi binaan meliputi ; Makharij al-Huruf

e.       Metode Bimbingan

Pada prinsipnya masing-masing kelompok dalam pembinaan mendapat bimbingan yang sama, yaitu;

·         Guru terlebih dahulu memberikan contoh bacaan.

·         Guru langsung mendengar bacaan santri.

Metode ini ditambah dengan kebijaksanaan guru yang bersangkutan dengan melihat kemampuan peserta pengajian. Apabila tidak memungkinkan untuk menggunakan metode yang ada, maka harus disesuaikan.

2.      Pengajian Kitab salaf

a.     Pengertian Salaf

Dalam sejarah penulisan kitab, term salaf seringkali dibandingkan dengan term khalaf, yang pengertiannya didasarkan pada patokan periode sebelum dan sesudah abad III Hijriyyah, namun bukan berarti kitab salaf adalah kitab yang ditulis sebelum abad III Hijriyyah, karena kitab salaf yang dipahami di pondok pesantren adalah merupakan kitab yang mempunyai karakteristik :

1.      Menggunakan bahasa pengantar bahasa Arab baik natsar (prosa) maupun nadzam (syair) tanpa disertai tanda baca.

2.      Kitab salaf pada umumnya karya ulama’ terdahulu (mulai masa pembukuan pemikiran Islam sampai abad pertengahan) karya setelahnya banyak mengembangkan karya para pendahulunya dengan model penulisan mukhtashar, syarah dan hasyiyyah, walaupun muncul karya-karya orisinal lain, namun memiliki keterikatan pola pemikiran dengan pendahulunya (mujtahid muntashib).

3.      Isi kitab berkisar pada ilmu agama (yang meliputi fiqh, tauhid, tasawwuf), ilmu bahasa (seperti nahwu, shorof, balaghah) dan tarikh. Kitab-kitab yang berbicara tentang science (ilmu) dan filsafat seringkali luput pengkajiannya di pondok pesantren.

4.      Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif linguistik (pendekatan bahasa) dan perbandingan. Walaupun ada pendekatan sosio historis (pendekatan sejarah), namun kurang menonjol dibicarakan di pesantren.

3.      Urgensi Pengajian Kitab Salaf

Secara garis besar di Indonesia utamanya di Jawa, terdapat dua model pengajian agama, model Yaman dan model Mesir. Pesantren mengambil model Yaman, yaitu mengkaji kitab-kitab yang ditulis para ulama’ sebelum kemudian mengacu pada sumber aslinya.

Pesantren sebagai lembaga tafaqquh fiddin antara lain berorientasi pada pengajaran dan pengembangan ilmu-ilmu agama. Kitab salaf dalam tradisi pesantren diakui sebagai sumber informasi dari ajaran ilmu yang ditulis oleh ulama’ yang memiliki kredibilitas (kemampuan) dan dapat terjaga orisinalitasnya) kebanyakan ditulis dalam bahasa Arab.

Kriteria dalam memahaminya membutuhkan perangkat bahasa dan lain-lain yang terkait, santri bukan hanya mempelajari terjemahan-terjemahan, tetapi merujuk pada kitab aslinya. Di sinilah urgensinya para santri mempelajari kitab salaf dan ilmu-ilmu alat yang terkait.

4.      Sistem Pengajian Kitab Salaf di Pondok Pesantren Tebuireng

Di pesantren pada awalnya diterapkan dua sistem atau satu dari dua sistem pengajian, yaitu sorogan dan bandongan (weton), namun pada akhirnya berkembang metode klasikal dan takhassus.

·         Sistem Sorogan

Santri secara individu atau kelompok datang menghadap kyai atau ustdaz dengan membawa kitab tertentu. Pada sistem ini santri bersikap aktif membaca secara individu, memberi makna dan menjelaskan. Sedangkan guru menyimak dangan memberi teguran , bimbingan dan sesekali memberikan keterangan tambahan. Ada dua tahap dalam sistem sorogan ini, yaitu ;

-          Tahap Pemula, yaitu kyai atau ustadz membaca terlebih dahulu, baru santri mengulang bacaan tersebut dalam waktu yang berbeda

-          Tahap Lanjutan, yaitu santri langsung membaca kitab, dan kyai atau ustadz langsung menyimak bacaan santri.

Sistem sorogan ini cukup efektif dan dapat mengacu belajar santri, keunggulan metode ini, perkembangan kemampuan santri dapat diamati dan dipacu, dan santri tanpa diawasi akan belajar dengan sungguh-sungguh, kelemahannya adalah kalau dihadapkan pada jumlah komunitas santri yang banyak.

·         Sistem Weton

Pada sistem weton , kyai membaca dan menjelaskan, peserta pengajian menyimak dan memberi makna dan jarang sekali terjadi dialog, kelebihan sistem ini peserta tidak terbatas pada jumlah, usia dan kemampuan. Pengajian kilatan bulan Ramadhan yang diselenggarakan di pesantren sangat efektif menggunakan sistem ini.

Di luar sistem tersebut, khususnya Pesantren Tebuireng belakangan dikembangkan sistem klasikal dengan harapan dapat mengatasi kelemahan dua sistem di atas. Sistem ini mengikuti pola berjenjang (berdasarkan kelas) sebagaimana madrasah. Dikembangkan pula musyawarah untuk mempertajam pemahaman santri baik dalam upaya pengembangan maupun tahap pendalaman materi.

·         Takhashshush

Program ini sebenarnya adalah model pengembangan dari metode sorogan, akan tetapi peserta (santri)-nya sangat dibatasi. Santri yang boleh mengikuti kelas ini hanyalah mereka yang telah lulus seleksi. Demikian juga para ustadz yang membimbing adalah para kyai dan ustadz senior. Metode ini diharapkan dapat mencetak santri yang tafaqquh fi al-din (mendalam dalam ilmu agama), penerus para ulama’. Metode inilah yang sekarang sedang dikembangkan dan mendapat perhatian serius dari Pesantren Tebuireng.

5.      Proses Pengajaran Kitab Salaf di Pondok Pesantren Tebu Ireng

Pada tahapan ini pengajian menggunakan metode utawi, iki, iku dengan memberikan pemahaman perkata atau perkalimat, lengkap dengan penunjukan status (kedudukan) kalimat dan pemaknaannya. Dalam hal ini kajian ditekankan pada pendekatan linguistik (bahasa) dan merupakan aplikasi (penerapan) secara langsung dari kaidah nahwiyyah dan sharfiyyah. Pada tahap ini dapat disampaikan secara bandongan maupun secara sorogan. Tujuan yang ingin dicapai :

-       Mengkomunikasikan makna tulis secara tertulis.

-       Merumuskan pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam teks.

-       Keterangan tambahan kyai lebih merupakan catatan pingir.

 

E.     Kegiatan Ekstra Pondok Pesantren Tebu Ireng

Selain pendalaman kitab salaf/kuning dan Al-Qur’an, maka untuk meningkatkan kreatifitas santri Pondok Pesantren Tebuireng maka Pengurus Pondokmengadakan kegiatan-kegiatan ekstra, antara lain:

1.      Pengembangan program Bahasa Arab dan Bahasa Inggris

2.      Organisai Daerah (ORDA)

3.      Organisasi Komplek (ORKOM)

4.      Pelatihan Leadership dan Keorganisasian

5.      Pembinaan Olah Raga

6.      Pelatihan Khitobah/Pidato

7.      Gambus/al-Banjari/Marawis

8.      Bela diri

9.      Pelatihan Jurnalistik

10.  Pembinaan Qiro’atul Qur’an

11.  Penataran Pembina Al-Qur’an

12.  Forum diskusi dan Bahtsul Masail

13.  Pelatihan Kesehatan Lingkungan

14.  Pengolahan sampah

15.  Majelis dzikir dan shalawat

16.  Lain-lain.

 

F.     Asrama Santri Pondok Pesantren Tebu Ireng

Pesantren Tebuireng terus berupaya untuk meningkatkan kualitas santrinya, salah satu penunjangnya adalah sarana berupa wisma santri yang layak, dan nyaman untuk belajar, setiap kamar diisi antara 20 - 30 santri tergantung kapasitas kamar. Setelah dibangunnya wisma putri di belakang Masjid Ulil Albab, saat ini Tebuireng telah membangun dan merenovasi wisma santri serta perluasan masjid sebagai sarana penunjang utama. Setiap santri dipisahkan berdasarkan jenjang sekolahnya masing-masing. Untuk mengoptimalkan pembinaan, disetiap kamar terdapat satu Pembina kamar yang mengawasi dan membimbing santri di kamarnya.

G.    Peraturan Santri Pondok Pesantren Tebu Ireng

L A R A N G A N

                                                                                      

Pasal 1

1.         Semua santri dilarang bersekolah di luar lingkungan Yayasan Hasyim Asy’ari.

2.         Semua santri dilarang bertempat tinggal di luar Pondok Pesantren Tebuireng.

3.         Semua santri dilarang merokok.

4.         Semua santri dilarang berkelahi, minum-minuman keras, narkoba dan mencuri.

5.         Semua santri dilarang membawa senjata tajam.

6.         Semua santri dilarang mengadakan pergaulan bebas dengan lawan jenis yang bukan mahramnya.

7.         Semua santri dilarang mendatangi tempat-tempat maksiat.

8.         Semua santri dilarang memanjat pagar.

Pasal 2

1.      Semua santri dilarang keluar/pulang tanpa seizin pengurus pondok.

2.      Semua santri dilarang membawa HP.

3.      Semua santri dilarang keluar pondok selama jam malam berlangsung

4.      Semua santri dilarang menyalahgunakan aliran listrik.

5.      Semua santri dilarang mendatangi tempat hiburan (Play Station, lokalisasi, acara hiburan dan sebagainya)

Pasal 3

1.      Semua santri dilarang mengganggu ketenangan orang lain, baik di dalam kamar maupun di luar kamar.

2.      Semua santri dilarang menggunakan kamar mandi khusus (tamu/guru).

3.      Semua santri dilarang tidur setelah jama’ah shalat Subuh.

4.      Semua santri dilarang duduk di jembatan atau di pinggir jalan muka Pondok.

5.      Semua santri dilarang naik sepeda di halaman pondok.

6.      Semua santri dilarang menerima tamu wanita di wisma maupun di kamar.

7.      Semua santri dilarang memakai kalung, gelang, anting-anting, bertato, berpakaian tidak sopan, mewarnai rambut dan berambut gondrong yang melebihi batas.

8.      Semua santri dilarang bermain bola selain hari Selasa sore dan Jum’at.

9.      Semua santri dilarang membunyikan radio, tape recorder, MP4 dan sejenisnya pada waktu jama’ah shalat, jam belajar dan jam istirahat malam berlangsung.

10.  Semua santri dilarang membawa barang yang berisi pornografi dan pornoaksi.

11.  Semua santri dilarang membawa dan atau membaca buku yang tidak sesuai dengan nilai pendidikan pesantren.

Pasal 4

1.      Semua santri dilarang membentuk perkumpulan/organisasi tanpa mendapat izin Pengurus Pondok.

2.      Organisasi Daerah dan organisasi lainnya dilarang mengadakan jam’iyah putra-putri pada malam hari.

BAB IV

SANKSI

Pasal 1

 

1.         Sanksi Berat :

a.         Diserahkan kepada yang berwajib

b.        Dipulangkan

c.         Dipanggil orang tua

 

2.         Sanksi Sedang :

a.         Digundul

b.        Ro’an (kerja bakti)

c.         Wajib Lapor (Setelah shalat lima waktu)

d.        Menghafal surat-surat Al-Qur’an atau do’a-do’a tertentu

e.         Pengabdian

3.   Sanksi Ringan :

a.  Membaca Al-Qur’an dan Tahlil

b.  Peringatan

 

H.    Organisasi Penyelenggara Pondok Pesantren Tebu Ireng

1.         Struktur Organisasi Yayasan Hasyim Asy’ari

Yayasan Hasyim Asy’ari merupakan induk organisasi yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Pesantren Tebuireng dan unit-unit pendidikan yang ada. Tanggung jawab penyelenggaraan pondok pesantren tidak terbatas pada formalisasi bentuk fisik, akan tetapi secara menyeluruh dari bidang-bidang yang dibutuhkan oleh pesantren.

Seperti halnya yayasan pada umumnya, Yayasan Hasyim Asy’ari memiliki badan hukum yang bersifat formal. Yayasan ini dijalankan secara kepengurusan yang dikendalikan oleh pimpinan yayasan dan karyawan lainnya yang membidangi pada bidang tertentu.

a)      Sumber Dana Yayasan

Dalam menjalankan penyelenggaraan pendidikan formal, Yayasan Hasyim Asy’ari melakukan   upaya penggalian secara mandiri, tidak tergantung pada pihak lain baik swasta maupun pemerintah. Anggaran rumah tangga yayasan digerakan dengan sumber dana yang diambil dari sumbangan pendidikan siswa dan dari aset yayasan (tanah waqaf dan bidang usaha)

b)     Hubungan Yayasan dengan Masyarakat.

Pesantren Tebuireng dengan segala aktifitasnya tidak dapat terpisahkan dengan masyarakat sekitar, karena letak geografis pesantren terletak di tengah-tengah perkampungan yang secara tidak langsung berinteraksi dengan sosial kemasyarakatan.

Keberadaan yayasan di tengah-tengah masyarakat ini tidak hanya dilihat dari satu sudut pandang. Keberadaannya harus dilihat dari sisi sosial, yaitu pengabdian kepada masyarakat dalam bidang religi dan keagamaan.

I.       Pengurus Pondok Pesantren Tebu Ireng

Pesantren Tebuireng dipimpin oleh seorang pengasuh dan dibantu oleh beberapa wakil pengasuh, pengasuh inilah yang bertanggung jawab penuh terhadap segala aktifitas di pesantren. Pengasuh yang lazimnya dipanggil “kyai” ini dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh banyak bagian. Bagian-bagian itu terstruktur dalam sebuah organisasi. Salah satu penunjang untuk mencapai tujuan pendidikan di dalam Pondok Pesantren Tebuireng adalah dibentuknya pengurus pondok yang mempunyai tugas yang cukup berat, karena menangani seluruh aktifitas kegiatan semua santri yang ada dalam pondok selama 24 jam. Secara praktis pola penyelenggaraan pembinaan santri dilakukan secara kolektif dan dibentuk kepengurusan secara organisatoris dan struktural. Kepengurusan organisasi ini terbagi dalam bidang-bidang tertentu, yang meliputi bidang Kesekretariatan dan Administrasi, Bidang Majelis ‘Ilmi, Pembina Santri, Pengembangan Diri, dan  Bidang Keamanan dan Ketertiban, Protokoler serta Kesehatan.

Dalam menjalankan tugas pembinaan terhadap sekian santri tentunya bukan hal yang ringan, oleh karena  itu Pengurus dalam pola pengawasan dan pembinaannya melibatkan santri senior yang diperbantukan sebagai Pembina santri pada masing-masing asrama. Masing-masing wali dalam tugasnya mengawasi dan bertanggung jawab atas kurang lebih 20-30 santri yang ada dalam daftar pembinaan, hubungan Pembina santri dengan santri dalam wisma adalah sebagai pembina yang membantu tugas-tugas Pengurus Harian dan Majelis Ilmi serta Keamanan dalam hal absensi dan pembinaan santri. Pemberlakuan absensi tiap malam dalam pola pengawasan dan pembinaan santri sangat efektif, karena dengan absensi dapat diketahui keberadaan santri dalam waktu yang relatif singkat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ANALISIS DATA

Peranan pesantren dalam membentuk karakter bangsa sangatlah penting karena di dalam pesantren seseorang mendapat pendidikan agama yang luar biasa pentingnya. Selain itu di pesantren diajarkan berakhlaq yang baik sesuai yang dituntunkan oleh Rosululloh SAW. Karakter pesantren yang demikian itu menjadikan pesantren dapat dipandang sebagai lembaga untuk pembangunan karakter. Pesantren memiliki fungsi ganda dalam pembentukan sebuah karakter yaitu:

a)         sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang berfungsi untuk menyebarluaskan dan mengembangkan ilmu-ilmu keagamaan islam.

b)        pesantren sebagai lembaga pengkaderan yang berhasil mencetak kader umat dan kader bangsa.

Pesantren memiliki pola pendidikan yang berbeda dengan pola pendidikan pada umumnya. Di pesantren terdapat pengawasan yang ketat terhadap akhlaq para santri. Pendidikan yang diajarkan di dalamnya tidak hanya menitik beratkan pada aspek kognitif saja, melainkan aspek psikomotorik dan afektif diajarkan di pesantren. Mengingat zaman sekarang merupakan zaman modern, seseorang sangat mudah sekali terjerumus ke dalam hal yang negatif oleh karena pesantren sangat berperan untuk mengendalikan hal yang negatif itu terjadi. Disinilah pesantren mengambil peran untuk menanggulangi persoalan-persoalan tersebut khususya memperbaiki karakter bangsa.

Untuk mengetahui identitas peranan pesantren Tebu Ireng dalam membentuk karakter bangsa, maka diperlukan gambaran yang bersifat ideal yang dimiliki individu sebagai orang yang menduduki suatu posisi sosial. Identitas peran ini diungkapkan secara terbuka dalam melaksanakan peran dan membantu menentukan pentingnya suatu identitas peran tertentu dalam konsep diri seseorang secara keseluruhan.

sebelum lebih jauh membahas tentang peranan pesantren Tebu Ireng dalam membentuk karakter bangsa dalam penelitian ini maka diperlukan beberapa individu yang nantinya dijadikan sebagai sumber data, dimana dalam penelitian ini yang menjadi infoman adalah para ustadz dan para santri Tebu Ireng Jombang.

A.           Karakteristik Responden dan Hasil Penelitian

1.        Ust. Syamsul Arifin

Ustadz Syamsul Arifin merupakan salah satu dewan asatidz di PonPes Tebu Ireng Jombang. Beliau bertugas menjadi dewan kesekretariatan. Alamat asli adalah Aceh berhubung beliau menjadi bagian pengurus pondok maka alamat saat ini adalah Tebu Ireng Jombang. Beliau menjabat sebagai sekretaris pondok selama dua tahun semenjak tahun 2012. Pertanyaan yang diajukan kepada ustadz Syam berupa pertanyaan yang berkaitan dengan peran pesantren Tebu Ireng Jombang dalam membentuk karakter bangsa.

Pesantren sebagai salah satu sub sistem pendidikan Nasional yang mempunyai keunggulan dan karakteristik khusus dalam mengaplikasikan pendidikan karakter bagi anak didiknya. Pesantren menjadi lembaga pendidikan yang mengajarkan karakter sehingga menuntun manusia di masa depannya menjadi bangsa yang berkarakter. Ustadz Syam megatakan bahwasanya :

“ Pesantren Tebu Ireng merupakan institusi islam yang di dalamnya mengajarkan ilmu agama dan pendidikan karakter. Proses pembelajaran yang disampaikan sangat bagus dan relevan untuk membentuk karakter bangsa di zaman sekarang ini. Proses pembetukan karakter tidak hanya dilakukan saat proses pembelajaran berlangsung di dalam kelas saja. Namun, setiap waktu selama di pesantren mulai bangun tidur sampai tidur kembali santri dididik, diarahkan dan ditanamkan kepadanya pendidikan karakter. Di pesantren Tebu Ireng terdapat sebuah asrama yang mana menjadi tempat mukim santri. Proses penanaman yang dilakukan oleh para asatidz ketika di asrama melalui pembinaan.”

Pesantren memiliki berbagai metode yang digunakan untuk membentuk karakter. Dalam pembentukan karakter pesantren mengandalkan penciptaan lingkungan islami dan pembiasaan melalui berbagai kegiatan seperti mengaji, sholat jamaah dan kajian-kajian kerohanian.  

Adapun metode yang digunakan dalam menanamkan karakter sebagaimana yang dikatakan ustadz Syamsul:

“ Metode yang digunakan untuk menanamkan karakter pada setiap santri adalah dengan pembinaan. Pembinaan karakter tersebut menggunakan buku monitoring yang dimiliki oleh setiap santri. Buku monitoring berguna untuk melatih kejujuran santri atas apa yang dia lakukan di pesantren apakah sudah melakukan tanggung jawabnya sebagai seorang santri atau masih ada beberapa kewajiban yang masih ditinggalkan.”

Dalam membentuk karakter pesantren memiliki jiwa dan falsafah. Pesantren menanamkan karakter pada santri meliputi lima hal sebagaimana yang dikatakan ustadz Syamsul :

“ Pendidikan karakter yang ditanamkan pada santri meliputi :

a) Iklas

b) Jujur

c) Tanggung jawab

d) Kerja keras

e) Toleransi

Akan tetapi ketika menanamkan karakter tersebut pada santri terdapat     beberapa kendala yang dihadapi. Kendala yang dihadapi adalah santri memiliki latar belakang yang berbeda dan didikan orang tua sejak dari keluarga. Dunia luar juga mempengaruhi santri, karena masih berada pada fase perkembangan. Faktor eksternal juga mempengaruhi kawasan pesantren dengan sekolah formal terpisahkan dari pesantren. Jadi pengawasan kurang terpantau. Hari libur mempengaruhi masyarakat yang berwirausaha. “

Akan tetapi setiap problematika yang terjadi pasti ada solusi untuk mengatasinya. Adapun untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi pesantren Tebu Ireng dalam pembentukan karakter santri, para ustadz mengadakan pemantauan untuk mengatasi kendala tersebut dengan cara:

a). Buku monitoring

b) Absensi kamar

c) Mengisi kegiatan santri dengan hal-hal yang bermanfaat, seperti kegiatan pengembangan diri dalam kemasyarakatan.

Untuk mengkonsistenkan progam pembentukan karakter tersebut para ustadz mengadakan koordinasi para pengurus setiap pagi. Lima karakter yang ditanamkan pada santri tersebut dilakukan dengan pemberian teladan dan pengajaran kitab  tentang adab para santri.”

Interpretasi data:

Pembentukan karakter yang ditanamkan di ponpes Tebu Ireng meliputi lima hal yaitu: a) Ikhlas, b) Jujur, c) Tanggung Jawab, d) Kerja Keras e) Toleransi. Untuk mengupayakan penanaman karakter tersebut para pengampu ponpes Tebu Ireng melakukan beberaba metode. Diantaranya adalah pembiasaan, pemberian teladan dan mengadakan kajian terhadap kitab adabul muta’alim.

2.     Ust. Iskandar

Ustadz Iskandar adalah wakil pondok pesantren Tebu Ireng. Baliau menjabat menjadi wakil pondok selama dua tahun semenjak tahun 2012.

Pesantren telah banyak melahirkan para tokoh yang unggul dalam ilmu agama dan unggul dalam inteleknya. Dengan bekal yang telah diajarkan oleh pesantren para tokoh lulusan pesantren mampu mengisi negara ini dengan menjadi bangsa yang berkarakter. Hal ini disampaikan oleh ustadz iskandar :

“ Peran pesantren Tebu Ireng  telah melahirkan banyak tokoh yang eksis dalam nasional dan internasional. Para pendahulu sudah membuat kerangka pendidikan karakter. Sehingga mereka bisa mengaplikasikan kepada negara dan bangsa. Dalam menjalankan peranannya sebagai lembaga yang menanamkan karakter pesantren Tebu Ireng memiliki lima prinsip dasar yaitu ikhlas, jujur, tanggung jawab, kerja keras dan tasamuh. Dari kelima tersebut menjadi dasar pondok pesantren Tebu Ireng dalam membentuk karakter santri. Tasamuh diaplikasikan dengan menolong kaum yang minoritas baik muslim maupun nonmuslim. Penanaman karakter tidak henti-hentinya. Termasuk kebersihan menjadi salah satu hal yang sangat diperhatikan oleh para santri.”

Etika belajar di Pesantren Tebu Ireng sangat diperhatikan sekali. Karena dengan begitu akan menanamkan karakter pada santri dengan mempunyai bekal ilmu yang sudah didapatkan.

a.       Etika Mencari Ilmu (Thalabul Ilmi)

* $tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts ÇÊËËÈ

“Tidak sepatutnya bagi orang-orang mu’min itu pergi semuanya. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan pada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (At-Taubah ; 122)

Surat At-taubah ayat 122 sebagai dasar menuntut ilmu di pesantren. Sedikitnya ada empat poin yang dapat dikomentari dari ayat tersebut :

1.      Adanya anjuran menuntut ilmu (nafar) ke sebuah pendidikan bagi sebagian penduduk daerah (thoifah) menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim secara terus menerus dan kondisi masing-masing. Tetapi ayat ini menganjurkan agar di antara kelompok masyarakat ada yang pergi keluar daerah untuk menuntut ilmu secara khusus.

2.      Tafaqquh fiddin. Mendalami ilmu agama, ilmu yang menyangkut keagamaan secara langsung, seperti aqidah dan syari’ah menjadi tafsiran terdekat ayat ini, maka menuntutnya menjadi prioritas utama. Jika pengertian ad-din dikembangkan, maka mengkaji segala ilmu yang penting bermanfaat bagi agama Islam, seperti ekonomi, kemiliteran, teknik dan lain-lain tentu dianjurkan juga dalam agama. Rasulullah SAW. pernah menyerahkan teknik bertani kurma kepada petani handal di daerah Madinah, ilmu militer kepada Kholid bin Walid dsb. Kata tafaqquh dalam ayat ini mengandung arti bahwa pencari ilmu tidak boleh santai, ia harus sungguh-sungguh mengingat kata tafaqquh adalah mendalam dalam disiplin ilmu. Kedalaman ilmu harus dengan jalan yang serius, tidak bisa sesenaknya. Yang mencari sungguh-sungguh akan diperhatikan Allah Swt. Dan yang tidak sungguh-sunguh akan dibiarkan  olah Allah Swt.

3.      Indzar artinya menginformasikan keilmuannya kepada masyarakat. Kata Indzar mengandung pengertian menakuti artinya penyampai ajaran agama (santri/kyai) harus berwibawa, terpandang hormat dan disegani di mata masyarakat agar penyampaiannya berbobot dan diperhatikan. Orang yang tidak berwibawa akan terasa kurang didengar ceramahnya. Cara berwibawa secara umum tersirat dalam dua hal yakni, ilmu dan taqwa.

4.      Hadzar, masyarakat sasaran dakwah merasa mendapat penuh ajaran dari santri hingga tercipta suasana hadzar yaitu penuh perhatian dan takut tertimpa adzab (kualat) kalau tidak mentaati fatwa santri. Sengaja Allah menggunakan kata Yahdzarun bukan lainnya seperti ya’qilun, yatadzakkarun dll. Sebab nilai kata lain belum tentu menjamin kesadaran dan bakti beramal dalam kekhususan itu artinya sedapat mungkin informasi seorang santri harus bisa menjadi pegangan hidup bagi masyarakat dan ikhwalnya sebagai uswah hasanah keteladanan yang baik, jika ia seorang kyai, maka disegani dalam agamanya, jika seorang insinyur disegani dalam teknik dan taqwanya, jika seorang jenderal disegani dalam ilmu militer dan ketakwaannya.

 

b.      Dua Cara Memperoleh Ilmu

-          Bil-kasbi, yaitu mencari ilmu yang didapat dengan usaha keras sebagaimana layaknya pencari ilmu biasa. Ia belajar menuntut ilmu dengan tekun belajar dari bimbingan yang benar. Cara ini yang paling umum dilakukan orang.

-          Bil-kasyfi, yaitu mencari ilmu dengan cara mendekatkan diri kepada Allah Swt. secara total, maka dengan kedekatannya kepada Allah, Allah akan memberi apa yang ia minta, ini adalah cara orang-orang khusus.

 

Kita dapat memadukan dua cara ini dengan jalan :

Kita sungguh-sungguh belajar dengan baik sesuai dengan petunjuk para guru dan kyai. Kitab Ta’lim al-Muta’allim memberi tuntunan secara rinci dan efektif. Tuntunan pokoknya antara lain :

·         Menghormati ilmu.

Ilmu yang kita cari merupakan sesuatu yang paling mahal dan indah. Kita harus mengenalnya lebih dekat karena butuh padanya. Ketika menerima pelajaran, harus ikhlas dan senang pada pelajaran itu, mendengarkan keterangan ustadz secara seksama, lalu mencatat secara baik dan benar dengan tulisan yang jelas, lengkap dan bagus. Pulang sekolah atau habis ngaji sebaiknya pelajaran baru itu dibaca sekali saja untuk mengingatnya. Jika ada yang kurang dipahami, cukup diberi tanda, tidak perlu dipecahkan seketika itu juga. Setelah membaca baru makan atau istirahat. Pada malam harinya harus terjadwal belajarnya dengan mempelajari semampunya, jika terdapat kesulitan maka tanyalah kepada yang lebih tahu atau buatlah catatan dan tanyakan kepada guru besok harinya.

 

·         Menghormati Guru.

Guru adalah pembimbing yang mengantarkan anda menjadi manusia berguna bagi agama, nusa, bangsa, dan manfaat bagi anda sendiri. Karena kemuliaan dan keilmuannya sehingga kita patut menghormatinya. Imam Malik bin Anas ra. pernah  berhenti memberi pelajaran. Beliau turun dari kursi kebesarannya dan menghormat kepada anak kecil. Para santri bertanya; “Bukankah ia anak orang Yahudi ya Syaikh ?”. “Benar” jawab Imam Malik. “Ketahuilah bahwa saya pernah berguru kepada ayahnya tentang anjing dan segala perilakunya ketika saya akan menghukumi kenajisan anjing, sebagaimana yang disinggung hadits Rasul”. Begitu tingginya Imam Malik menghormati gurunya hingga anaknya, kita wajib menghormati guru, kyai, beserta keluarganya secara wajar, jangan duduk di kursi yang biasa diduduki guru waktu mengajar. Jangan mengetuk pintu gurumu ketika beliau sedang berisitirahat, kecuali ada hal yang sangat penting atau telah mendapat restu sebelumnya. Jangan mengajak gurau meski beliau tidak lagi mengajar, hormatilah guru ngaji Al-Qur’an ketika engkau masih kecil, silahkan anda berdiskusi dan bertanya tentang ilmu tetapi tetaplah dengan kesopanan.

 

·         Menghormati Sarana.

Segala yang menjadi lancarnya menuntut ilmu harus dihormati. Kitab misalnya, cara menaruh buku di almari kamar harus benar. Rak paling atas ditempati kitab atau buku pelajaran. Rak kedua tempat pakaian dan seterusnya. Jika buku itu ditumpuk, bagian atas harus mushaf Al-Qur’an lalu hadits, tafsir dan seterusnya. Ketika anda mengaji dan memberi makna, jangan sekali-kali menaruh tinta di atas kitab. Jangan membawa kitab dengan dijinjing seperti tas plastik, bawalah dengan cara yang baik seperti didekap di dada dengan tangan kanan, jangan duduk di bangku yang di lacinya ada kitab. Kitab yang bermakna itu sangat mahal sekali. Di situlah dokumen ilmu anda tersimpan. Selain buku dan kitab, adalah segala perabot belajar milik pondok yang jelas-jelas barang waqaf, kita wajib menjaganya, santri yang merusak wajib menggantinya.

 

·         Sungguh-sungguh bertaqwa

Imam Muhammad Idris bin Syafi’i pernah kesulitan menghafal pelajaran, padahal beliau sangat cerdas, kemudian beliau lapor kepada gurunya, yakni Imam Waqi’, beliau berkata “Wahai anakku, tinggalkanlah maksiat !”. Maksiat banyak macamnya, seluruhnya menghambat ilmu Allah, usahakanlah barang yang anda makan dan yang anda pakai membayar administrasi sekolah atau pondok betul-betul dari yang halal dan yang bagus. Ketika membayar niatlah bershodaqoh atau infaq kepada pondok, jangan niat membayar, agar pahalanya melimpah, ibarat bensin mobil yang tidak murni atau campuran menghambat akan jalan. Jika kondisi anda memungkinkan maka puasalah pada hari Senin dan Kamis, atau pada tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan Qomariyyah. Usahakan agar cepat tidur malam kira-kira pukul 21.00 – 22.00 WIB.  Pada  jam 02.30 WIB bangunlah kemudian berwudlu, shalat dua rakaat saja secara khusyu’, berdo’a kepada Allah mohon ilmu yang bermanfaat. Kalau mungkin bacalah Al-Qur’an pelan-pelan, cukup tiga lampir. Silahkan tidur lagi, dan ketika subuh anda harus berjamaah. Jamaah adalah shalat para nabi, sahabat, tabi’in, para wali dan orang-orang hebat di sisi Allah.

c.       Faidah

Kenalilah nama kitab yang anda pelajari, nama pengarang, nama kyai atau guru anda secara sempurna.

·         Pergi mengaji atau sekolah dalam keadaan suci dari hadats (wudlu).

·         Memulai belajar dengan membaca Al-Fatihah, lebih-lebih untuk pengarang kitab.

·         Selesai belajar harus berdo’a. Do’a menitipkan ilmu yang telah diperoleh, kepada Allah dan mohon dikembalikan ketika ilmu itu dibutuhkan. Bacalah do’a berikut setelah anda belajar :

اللَّهُمَّ إِنِّي اسْتَوْدَعْتُكَ مَا قَرَأْتُهُ فَارْدُدْهُ إِلَيَّ عِنْدَ حَاجَتِيْ إِلَيْه

“Ya Allah, Sesungguhnya saya titipkan kepadamu ilmu yang telah saya pelajari, dan kembalikanlah ia kepadaku ketika saya membutuhkannya”

Pendidikan karakter yang ditanamkan di pondok pesantren Tebu Ireng mencakup lima hal. Karakter tersebut menjadi acuan pesantren untuk mendidik santri agar menjadi bangsa yang berkarakter. Adapun lima karakter yang ditanamkan di ponpes Tebu Ireng adalah : a) ikhlas, b) jujur, c) tanggung jawab, d) kerja keras, e) toleransi/tasamuh. Demi terwujudnya santri yang berkarakter, ada berbagai metode yang diterapkan oleh pesantren Tebu Ireng. Metode yang sering dipakai adalah metode hukuman dan monitoring. Dengan adanya dua penerapan metode ini ponpes Tebu Ireng berhasil mencetak para santri yang berkarakter. Di bawah ini merupakan tata peraturan yang berkaitan dengan metode yang digunakan PonPes Tebu Ireng dalam membentuk karakter.

Dalam menanamkan karakter tentu memiliki landasan yang digunakan sebagai dasar untuk mengarahkan menuju karakter yang membangun. Landasan dalam pembentukan karakter tentu berlandaskan pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Ustadz Iskandar mengatakan bahwa :

“Dalam menerapkan pendidikan karakter pesantren Tebu Ireng memiliki konsep dan aktual yang diterapkan. Peranan pesantren PP Tebu Ireng mengaktualisasikan pendidikan karakter pada Depag dan Diknas dengan pola pesantren. Disisi lain pesantren mendatangkan guru yang berkompeten agar kelangsungan dalam pembentukan karakter bisa berjalan dengan lancar.”

Setiap Dewan asatidz memiliki konsep dan metode yang berbeda-beda dalam menanamkan karakter santri, namun pada intinya sama. Ustadz Iskandar menerapkan metode yang berbeda dengan ustadz yang lainnya:

“Metode yang digunakan dalam menanamkan karakter santri adalah dari konsep menuju aktualisasi. Semua karakter berlandaskan pada apa yang ada dalam hadits. Setiap Perbuatan yang menuju pada pembangunan karakter harus diaplikasikan kepada para santri. Selain itu untuk mengembangkan karakter tersebut para ustadz dan termasuk para pengampu harus memberikan penularan karakter.

Metode dakwah juga menjadi sarana untuk menanamkan karakter. Adapun dakwah dilakukan dengan berbagai cara :

a)        Bil hal (peneladanan oleh para ustadz dan para pengurus)

b)        Bil qoul (ada motivator dari dzurriyah yang sudah beramal di masyarakat)”

Usaha yang dilakukan para ustadz dalam pembentukan karakter tidak hanya terhenti sesaat saja. Namun ada kebijakan yang dilakukan agar Progam tersebut bisa berjalan dengan berkelanjutan sehingga bisa menghasilkan lulusan yang semakin baik dan unggul. Ketika menghadapi masalah pesantren memiliki cara tertentu untuk mengatasinya yakni dengan memberi pembekalan pada setiap pembina. Dan manakala santri tidak bisa dikendalikan kenakalannya, pesantren memiliki cara yaitu menerapkan takzir (hukuman).

Pesantren memiliki peran dalam pembangunan masyarakat. Ustadz Iskandar mengatakan :

“Selama ini para santri telah memberikan kontribusi kepada masyarakat. Kontribusi tersebut adalah pengabdian terhadap masyarakat. Pengabdian tersebut dilakukan di bulan Romadlon. Pengabdian ini dikenal dengan istilah safar romadlon.”

 

Interpretasi Data

Peran pesantren dalam menerapkan penanaman karakter berlandaskan pada konsep Al-Qur’an dan Al-Hadits. Penanaman dari konsep tersebut kemudian diaplikasikan kepada setiap santri dengan proses penularan dan pembiasan. Selama ini pesantren telah memberikan banyak kontribusi kepada masyarakat. Salah satunya adalah pengabdian dakwah yang dilakukan pada bulan Romadlon yang dikenal dengan istilah safar Romadlon.

3.       Ustadz Rofiq

Ustadz Ahmad Ainur Rofiq. Menjabat sebagai ketua pondok pesantren Tebuireng sejak tahun 1998 hingga sekarang. Karir  beliau didunia pesantren ini, dimulai pada tahun 1984 yakni  ketika beliau pertama kali masuk pesantren. dilahirkan dan dibesarkan dilingkup keluarga yang kental dengan nilai-nilai Alqur’an membuat pilihan beliau tertuju untuk nyantri dipondok Tebuireng Jombang. Mengawali study di Sekolah persiapan (pada saat itu setara dengan MI kelas 6 akan masuk MTs) 1 tahun sekolah persiapan beliau langsung naik ke kelas 3 Tsanawiyah (MTs), hingga akhirnya kuliah di UI/IKH (sekarang UNHASY) lulus S1 pada tahun 2004 kemudian langsung mengambil study S2 dan wisuda tahun 2008.

Mengusut jawaban-jawaban terkait kehidupan beliau selama dipesantren,penulis pun bertanya tentang apa saja nilai-nilai yang telah ditanamkan oleh pesantren kepada seluruh santrinya?. Beliau menjawab bahwa ada 5 pilar dasar atau 5 karakter yang dicetuskan pendiri yakni Almaghfurlah Romo KH. Hasyim Asy’ari sebagai acuan dalam pembangunan karakter.

a.    Ikhlas

Ikhlas terhadap tanggung jawab apa yang diberikan kepada seorang santri,pengurus,ataupun pengasuh dalam menjalankan tugasnya. Ikhlas adalah modal pertama yang harus dimiliki semua orang dalam semua lapisan untuk membangun dasar kesuksesan dunia dan akhirat. Selama seseorang ikhlas dalam menjalankan tugasnya maka ia akan ringan menjalani hidup, tidak ada ibadah yang akan dianggap sebagai beban, tidak akan ada kesedihan yang terlalu berlarut apabila seseorang kehilangan sesuatu dan tidak akan ada kebahagiaan yang terlalu berlebihan ketika seseorang menerima sesuatu. Ikhlas kemudian menjadi pilar landasan penanaman karakter yang digunakan pesantren Tebuireng jombang.

b.    Jujur

Keikhlasan yang telah ditanamkan tanpa adanya sifat kejujuran akan menjadi sia-sia belaka. Sangat pentingnya sifat jujur ini hingga ada sebuah slogan bahwa ‘Kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimanapun kita berada’. Konsep kejujuran pada zaman modern ini terkadang ditanamkan secara asal-asalan oleh orang-orang pendusta. Mereka  mengatakan ‘jujur mongko ajur’  (jujur akan menjadi petaka), mindset seperti inilah yang kemudian akan merusak moral bangsa. Tiadanya kejujuran menjadikan seseorang berlaku dzalim terhadap sesama manusia, berlaku dzalim pula terhadap dirinya sendiri. Perilaku tidak jujur selamanya tidak akan menjadi kebahagiaan dalam hidup, malah ia akan menjadi petaka itu sendiri. Maka istilah ‘Jujur mongko ajur’ harus diganti dengan istilah ‘Jujur mongko subur,atau jujur mongko makmur’.

c.     Amanah

Berbanding lurus dengan sifat jujur, amanah sama pentingnya untuk diterapkan dan disisipkan kedalam penanaman  karakter seluruh masyarakat lapisan pondok. Amanah tidak cukup hanya dengan menyampaikan atau melaksanakan tanggung jawab dengan ma’ruf namun ia juga harus dilaksanakan sejak awal sampai tuntas. Amanah yang dilakukan setengah-setengah berarti belum bisa dikatakan seseorang itu amanah. Nilai amanah berarti dilakukannya sebuah tanggung jawab yang diberikan kepada sesorang agar dilakukan sampai tujuan awal tercapai hingga tuntas. Amanah menjadi seorang santri berarti melakukan tugas sebagai santri dengan baik, belajar, tawadhu’(sendiko dawuh) terhadap guru,tidak melanggar peraturan, tidak membolos, menjalankan kewajiban-kewajiban sebagai seorang santri dll. Begitu juga Amanah menjadi seorang pengurus pondok yang diamanahi untuk mengurus santri-santri. Semuanya harus dilakukan dengan baik dan tuntas sesuai visi dan misi yang hendak dicapai.

d.        Kerja keras

‘man jadda wa jada’ semboyan yang umum didengar dan berarti dalam ketika kita memaknainya ‘barangsiapa bersungguh-sungguh maka ia akan mendapatkan’ mendapatkan apapun yang seseorang inginkan. Misalkan dalam hal cinta, seseorang yang bersungguh sungguh mencintai seseorang lalu ia ingin mendapatkan cinta orang tersebut maka ia dengan usaha keras, bagaimanapun caranya akan melakukan hal agar orang yang dicintai itu mencintainya, bahkan jika harus pergi kedukun diapun akan melakukan hal itu.

Bersungguh-sungguh atau kerja keras sangat penting ditanamkan dalam pribadi dan pola pikir santri supaya mereka dalam hal menuntut ilmu akan benar-benar mendapatkan ilmu itu. Dengan kerja keras membangun peradaban pondok baik santri maupun pengurus dan pengasuh maka akan memunculkan sinkronisasi yang teratur dalam kehidupan bermasyarakat baik dilingkup  pesantren maupun lingkup masyarakat umum, sehingga dengan adanya pilar yang ke empat ini karakter-karakter insan mulia akan semakin nyata terbentuk.

 

e.     Tasamuh/toleransi

Pilar yang kelima yakni tasamuh, pelengkap dari empat pilar yang ada. Tasamuh atau toleransi adalah sikap nyata yang harus ditanamkan kepada santri dan diterapkan oleh seluruh masyarakat pesantren khususnya. Hidup bertoleransi berarti kita harus mampu untuk hidup bersama, selama tidak ada perkelahian. Baik itu dengan sesama muslim maupun non muslim, toleransi sangat penting untuk dijalankan. Kehidupan akan terasa damai dan tentram selama nilai-nilai tasamuh ini ada dan melekat pada pribadi seseorang. Seorang muslim akan merasa tenang beribadah jika tetangganya non muslim bersikap toleransi, begitu juga sebaliknya. Dimanapun baik itu dilingkungan pesantren, dan masyarakat sikap tasamuh akan melatih seseorang untuk sabar dan bertenggang rasa terhadap orang  lain, jika orang lain mendapat kebahagiaan kita ikut bahagia jika orang lain susah kita juga ikut susah. Pastinya bukan toleransi dalam akidah juga diperlukan karena bagaimanapun terkait akidah tidak ada toleransi  (baca surah Al kaafiruun ayat 1-6).

Dari kelima pilar yang dipegang teguh oleh pesantren, tidak sedikit kendala-kendala yang dihadapi oleh beliau selaku kepala pondok dalam menangani dan mengurus santri-santri, apalagi mayoritas santri berasal dari latar belakang keluarga, pendidikan yang berbeda-beda. Sehingga faktor seperti ini sesungguhnya adalah bibit buruk yang ikut andil merusak citra karakter-karakter mulia yang mencoba ditanamkan oleh pesantren. maka untuk menangani hal ini perlu adanya contoh-contoh perilaku yang mulia dari para pengurus untuk berda’wah lewat sikap dan contoh langsung kepada semua santri.

5.      Ustadz Yunus

Informan termasuk salah seorang pengurus Pondok Pesantren Tebuireng Jombang bagian Majlis Ilmy. Wawancara kali ini merupakan yang pertama dengan informan dan dilaksanakan di kantor pengurus majlis ilmy. Pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan menyangkut aktivitas kegiatan dan pembelajaran santri yang dilaksanakan secara rutin, kurikulum pembelajaran, dan pembelajaran karakter.

Dari hasil wawancara tersebut terungkap bahwa kurikulum yang disajikan Pondok Pesantren Tebuireng Jombang merupakan rancangan dari pondok sendiri dengan tingkatan sesui pada jenjang study. Adapun materi diniyah diintegrasikan ke sekolah pondok dengan fulldays school, oleh karena itu disekolah lebih banyak menekankan masalah keagamaan.

Adapun mengenai kegiatan mengaji dilakukan 2 kali yakni setelah shalat subuh dan setelah isya`.  Aktivitas yang dilakukan secara rutin. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Ustadz Yunus, yaitu: “dalam pengajian subuh pada jam 5.30, system yang digunakan adalah bandongan dan sorogan, jika sudah selesai mengkaji Al-Qur`an dilanjut dengan kitab Hadits dan Tafsitr. Dan pada jam 19.30 malam para santri mengkaji kitab sesuai dengan tingkatan masing-masing santri. Hal ini bertujuan untuk menanamkan kemampuan dalam membaca kitab dengan standarisasi “kitab Fathul Qorib.”

Adapun pendidikan karakter yang ditanamkan pada santri salah satunya adalah membangunkan santri ketika jam 03.00, dalam hal ini mendidik santri untuk memiliki sikap disiplin. Santri dianjurkan untuk menghormati kepada yang lebih tua dan menghargai yang lebih mudah, hal ini diupayakan memiliki sifat sopan santun.

 

B.            Analisa Pembahasan

Sesuai analisis dari observasi dan interview, Pondok Pesantren Tebuireng memiliki 5 nilai-nilai karakter untuk membangun kepribadian santrinya yaitu: a) ikhlas b) jujur c) tanggung jawab d) kerja keras e) tasamuh/ toleransi.[34] Kelima cakupan ini merupakan implementasi dari akhlak baik (mahmudah), yaitu segala tingkah laku yang terpuji. Oleh karena itu, diharapkan santri mampu dan dapat menularkan perbuatan-perbuatan lahiriah yang berpengaruh baik pada masyarakat sekitar mereka. Sebagai seorang santri Pondok Pesantren Tebuireng harus menunjukkan tingkah laku baik, tidak bermalas-malasan (disiplin), tidak menunggu, sigap dalam mengambil keputusan. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT Q.S Al-Jumu`ah:10

#sŒÎ*sù ÏMuŠÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãÏ±tFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$#

(#rãä.øŒ$#ur ©!$# #ZŽÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ

Artinya: “Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Q.S Al-Jumu`ah:10).

a)      Ikhlas

Kata ikhlas -dalam tinjauan etimonologi- banyak sekali terdapat dalam al-Qur`an, di antaranya:

·         Khaalish, yaitu bersih dan tidak dicampuri noda apapun. Seperti dalam firman Allah, “Ingatlah, hanya kepunyaaan Allah-lah agama yang bersih.” (QS. Az-Zumar [39]: 3)

·         Khalashuu, yaitu memproteksi diri. Seperti dalam firman Allah, “Maka tatkala mereka berputus asa dari (putusan) Yusuf, mereka menyendiri sambil berunding dengan berbisik-bisik.” (QS. Yûsuf [12]: 80)

·         Khaalishah, yaitu khusus untukmu, sebagaimana dalam firman Allah, “Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.” (QS. Shâd [38]: 46)

·         Mukhlishan, yaitu orang yang ikhlas memperjuangkan agamanya hanya untuk Allah semata, dan tidak ada cela sedikit pun. Kadangkala kata mukhlishan dipadukan dengan kata mukhlishin. Seperti dalam firman Allah, “Katakanlah, ‘Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku.’” (QS. Az-Zumar [39]: 14); “Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.’” (QS. Az-Zumar [39]: 11)

·         Mukhlashan, kadangkala kata ini dipadukan dengan kata mukhalashin. Seperti dalam firman Allah, “Sesungguhnya dia adalah orang yang dipilih dan seorang rasul dan nabi.” (QS. Maryam [19]: 51)

Sedangkan secara kontekstual, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukannya dengan yang lainnya.[35] Pengertian lainnya dari DR. Husaini A.Majid Hasyim menyebutkan bahwa ikhlas adalah seluruh ketaatan yang semata-mata ditujukan karena Allah, yakni ketaatan seorang mukmin yang dinamakan Taqarrub itu tertuju kepada Allah, bukan dibuat-buat untuk manusia, untuk mendapatkan pujian dari manusia atau untuk supaya disayangi manusia atau maksud apa saja selain taqarrub kepada Allah.[36] Selain itu, DR. Ahmad Faried menyimpulkan pengertian ikhlas adalah memurnikan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dari berbagai tendensi pribadi.[37]

Ikhlas merupakan amalan hati yang paling utama dan paling tinggi dan paling pokok, Ikhlas merupakan hakikat dan kunci dakwah para rasul sejak dahulu kala. Ikhlas merupakan istilah tauhid , orang- orang yang ikhlas adalah mereka yang mengesankan Allah dan merupakan hamba Nya yang terpilih.  Fungsi Ikhlas dalam amal perbuatan sama dengan kedudukan ruh pada jasad kasarnya, oleh karena itu mustahil suatu amal dan ibadah dapat diterima yang dilakukan  tanpa keikhlasan sebab kedudukannya sama dengan orang yang melakukan amal dan ibadah tersebut bagai tubuh yang tidak bernyawa.

Orang yang ikhlas adalah seseorang yang tidak peduli meskipun semua penghargaan atas dirinya hilang demi meraih kebaikan hubungan qolbunya dengan Allah, dan orang tersebut tidak ingin apa yang ia lakukan dipamerkan walaupun sebesar biji Zahra pun.

Sebagaimana Firman Allah SWT Q.S Az-Zumar:14

È@è% ©!$# ßç7ôãr& $TÁÎ=øƒèC ¼ã&©! ÓÍ_ƒÏŠ ÇÊÍÈ

Artinya: Katakanlah: "Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku".

Dan dalam Q.S  Al- An’am : 162-163

ö@è% ¨bÎ) ÎAŸx|¹ Å5Ý¡èSur y$uøtxCur ÎA$yJtBur ¬! Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ Ÿw y7ƒÎŽŸ° ¼çms9 ( y7Ï9ºxÎ/ur ßNöÏBé& O$tRr&ur ãA¨rr& tûüÏHÍ>ó¡çRùQ$# ÇÊÏÌÈ

Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".

Dalam pandangan inilah, Pondok Pesantren Tebuireng memberikan nilai moral kepada para santrinya sehingga perilaku santri dapat menjadi akhlak yang baik karena keikhlasan mereka dalam melakukan ibadah dan kegiatan pondok seperti pengajian, halaqah, pembelajara, dan kegiatan lainnya.

Adapun bentuk yang diharapkan Pondok Pesantren Teburireng terhadap keikhlasan santri adalah sebagai berikut: Pertama, sebagai seorang santri Tebuireng diharapkan dalam melakukan suatu amalan tidak melihat amalan sebagai amalan semata-mata yaitu tidak mencari balasan daripada amalan dan tidak puas terhadap amalan. Kedua, sebagai seorang santri Tebuireng diharapkan mampu menjaga amalan dengan sentiasa dan tetap menjaga kesaksian serta memelihara cahaya taufiq yang dipancarkan oleh Allah SWT. Ketiga, sebagai seorang santri Tebuireng diharapkan dapat memurnikan amalan dengan melakukan amalan berasaskan ilmu serta tunduk kepada kehendak Allah.

Melalui implementasi dari ikhlas, santri juga diharapkan selalu memiliki sikap, yaitu: a) selalu berbuat baik walaupun manusia membenci kebaikan yang dia perbuat. Sebagaimana diisyaratkan dalam firman-Nya: ”Maka sembahlah Allah dengan seikhlas-ikhlasnya beribadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya.” b) mendasari setiap amal shalihnya dengan taqwa dan iman kepada Allah SWT. c) sikapnya berbuat baik tidak ingin dilihat atau dipuji manusia, ia bersembunyi di balik amal shalihnya.

b)     Jujur

Jujur merupakan terjemahan dari kata shidiq yang artinya benar, dapat dipercaya. Dengan kata lain, jujur  adalah perkataan dan perbuatan sesuai dengan kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat-sifat terpuji (mahmudah). Jujur juga disebut dengan benar, memberikan sesuatu yang benar atau sesuai dengan kenyataan.[38] Adapun Jujur dalam arti sebagai karakter bangsa merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

Syari’at Islam mengajarkan kepada umatnya untuk berbuat jujur dalam segala keadaan. Allah SWT telah berfirman dalam QS. An- Nisaa’ : 135 yang berbunyi:

* $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. tûüÏBº§qs% ÅÝó¡É)ø9$$Î/ uä!#ypkà­ ¬! öqs9ur #n?tã öNä3Å¡àÿRr& Írr& ÈûøïyÏ9ºuqø9$# tûüÎ/tø%F{$#ur 4 bÎ) ïÆä3tƒ $ÏYxî ÷rr& #ZŽÉ)sù ª!$$sù 4n<÷rr& $yJÍkÍ5 ( Ÿxsù (#qãèÎ7­Fs? #uqolù;$# br& (#qä9Ï÷ès? 4 bÎ)ur (#ÿ¼âqù=s? ÷rr& (#qàÊ̍÷èè? ¨bÎ*sù ©!$# tb%x. $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? #ZŽÎ6yz ÇÊÌÎÈ

Artinya : “ Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar-balikan ( kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” ( QS. An- Nisaa’ : 135 ).

Dan Rosulullah SAW pada banyak hadits menegaskan akan hal ini, diantaranya pada hadits berikut :

عن عبدالله بن مسعود قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : عليكم بالصدق فان الصدق يهدى الى البر وان البر يهدى الى الجنة وما يزال الرجل يصدق ويتحرى الصدق حتى يكتب عند الله صديقا. واياكم والكذب فان الكذب يهدى الى الفجور وان الفجور يهدى الى النار وما يزال الرجل يكذب حتى يكتب عند الله كذابا. ( متفق عليه )

Artinya : Dari sahabat Abdillah bin Mas’ud r.a, ia menuturkan, Rasulullah SAW telah bersabda : “ Hendaknya kalian senantiasa berbuat jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan membimbing kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan aka membimbing kepada syurga, dan senantiasa seseorang itu berbuat kejuuran dan senantiasa berusaha berbuat jujur, hingga akhirnya ditulis disisi Allah SWT sebagai orang yang (Shiddiq) jujur. Dan berhati-hatilah kalian dari perbuatan dusta, karena sesungguhnya kedustaan akan membimbing kepada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan akan membimbing kepada Neraka. Dan senantiasa seseorang berbuat dusta dan berupaya untuk berdusta hingga akhirnya di tulis di sisi Allah SWT sebagai pendusta.” (Muttafaqun ‘alaihi ).

Kejujuran merupakan sifat terpuji dan kunci sukses dalam kehidupan sehari-hari. Banyak contoh yang menunjukkan bahwa orang jujur selalu disenangi oleh orang lain. Bahkan orang yang jujur dengan mudah dapat meningkatkan martabatnya. Salah satu contoh misalnya sikap Nabi Muhammad SAW sebelum menjadi nabi, ketika Beliau diserahi tugas oleh Siti Khodijah untuk menjalahkan usaha dagang. Karena kejujuran Beliau dalam berdagang, maka usaha tersebut berhasil dengan meraih keuntungan yang besar. Di samping itu nama Beliau sebagai seorang yang jujur semakin terkenal di mana-mana.

Kejujuran dapat mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan kepada surga. Seseorang yang biasa berlaku jujur maka ia disebut shiddiq (orang yang senantiasa jujur). Jujur memiliki peranan penting dalam kehidupan seseorang baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Kejujuran merupakan kunci sukses dalam segala hal termasuk dalam bekerja. Orang yang jujur akan mendapatkan amanah baik berupa harta, hak-hak dan juga rahasia-rahasia. Kalau kemudian melakukan kesalahan atau kekeliruan, kejujurannya -dengan izin Allah- akan dapat menyelamatkannya.

Dalam kajian tersebut, Pondok Pesantren Tebuireng menanamkan rasa kejujuran yang bertujuan menjadikan santrinya lebih mengimplementasikan rasa amanah dan tanggung jawab atas perkataan dan perbuatan mereka. Sebagai contoh yang ditanamkan pengurus untuk memupuk kejujuran seperti yang pernah terjadi ketika santri Aliyah saat ujian dan hal tersebut terdengar kepada pengasuh, untuk meningkatkan nilai kejujuran maka pengurus menyuruh santri yang menyontek untuk mengulang kembali. Dengan inilah diharapkan seorang santri bisa belajar agar bisa jujur, baik dikalangan Pondok Pesantren (teman dan masyarakat sekitar Pondok), lingkungan keluarga, maupunn lingkungan masyarakat dan bangsa.[39]

Sebagai seorang santri Pondok Pesantren Tebuireng diharapkan juga memiliki bentuk kejujuran, yaitu:

Pertama, Kejujuran lisan (shidqu al lisan). Kejujuran lisan yaitu memberitakan sesuatu sesuai dengan realita yang terjadi, kecuali untuk kemaslahatan yang dibenarkan oleh syari’at seperti dalam kondisi perang, mendamaikan dua orang yang bersengketa atau menyenangkan istri, dan semisalnya. Rasulullah saw. Bersabda yang artinya: “Jaminlah kepadaku enam perkara dari diri kalian, niscaya aku menjamin bagi kalian surga: jujurlah jika berbicara, penuhilah jika kalian berjanji, tunaikan jika kalian dipercaya, jagalah kemaluan kalian, tundukkanlah pandangan kalian, dan tahanlah tangan kalian”. (HR Hakim). Kejujuran lisan ini sangat penting dan harus dimiliki serorang santri, kareana dengan kejujuran lisan seorang santri bisa panutan orang karena dengan kejujran seperti ini ketika santri menjadi terkenal maka setiap apa yang diucapkannya akan didengar oleh orang lain tanpa memiliki keraguan.

Kedua, Kejujuran niat dan kemauan (shidqu an niyyah wa al iradah). Yang dimaksud dengan kejujuran niat dan kemauan adalah motivasi bagi setiap gerak dan langkah seseorang dalam semua kondisi adalah dalam rangka menunaikan hukum Allah Ta’ala dan ingin mencapai ridhaNya. Dalam hal ini Rasul saw. Bersabda yang berarti:  Barang siapa menginginkan syahid dengan penuh kejujuran maka dia akan dikaruninya, meski tidak mendapatkannya”. (HR Muslim). Kejujuran ini dapat menjadikan seorang santri mampu memiliki rasa jiwa dan semangat yang tinggi dalam melakukan suatu perbuatan.

Ketiga, Kejujuran tekad dan amal Perbuatan. Jujur dalam tekad dan amal berarti melaksanakan suatu pekerjaan sesuai dengan yang diridhai oleh Allah SWT dan melaksanakannya secara kontinyu. Allah Swt. Berfirman dalam QS. Al Ahzab: 23

z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# ×A%y`Í (#qè%y|¹ $tB (#rßyg»tã ©!$# Ïmøn=tã ( Nßg÷YÏJsù `¨B 4Ó|Ós% ¼çmt6øtwU Nåk÷]ÏBur `¨B ãÏàtF^tƒ ( $tBur (#qä9£t/ WxƒÏö7s? ÇËÌÈ

Artinya: “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang Telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya).” (QS. Al Ahzab: 23).

 

c)      Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah menerima segala sesuatu dari sebuah perbuatan yang salah, baik itu disengaja maupun tidak disengaja. tanggung jawab tersebut berupa perwujudan kesadaran akan kewajiban menerina dan menyelesaikan semua masalah yang telah di lakukan. Tanggung jawab juga merupakan suatu pengabdian dan pengorbanan. Maksudnya Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan, cinta kasih sayang, norma, atau satu ikatan dari semua itu dilakukan dengan ikhlas. Misalnya dalam peraturan Pondok Pesantren Tebuireng salah satu peraturannya bahwa santri dlarang membawah HP, dari pertauran ini maka santri berkewajiban menjaga atas pertaruan tersebut agar tidak  dilanggar. Hal inilah merupkan wujud kesetiaan dan tertanam rasa tanggung jawab sebagai santri.

Setiap orang memiliki tanggung jawab atas semua perbuatan yang dilakukan. Ia harus tahu tentang nilai dirinya, baik tentang apa yang telah diperbuatnya maupun tentang balasan yang akan diterimanya pada hari akhir. Oleh karena tanggung jawab itu maka setiap orang wajib mendidik dirinya sendiri, membimbing dan menuntunnya kejalan kebaikan melalui pendidikan islam. Sejauh mana ia menjalankan kebaikan, sejauh itu pula nilai dirinya. Apabila ia membawa dirinya kejalan kejahatan maka ia akan dimintai pertanggungjawaban.

Seperti tertuang dalam Q.S At-Thur: 21

4 @ä. ¤ÍöD$# $oÿÏ3 |=|¡x. ×ûüÏdu ÇËÊÈ  

Artinya: “setiap manusia bertanggung-jawab atas apa yang diperbuatnya.” (Q.S At-Thur: 21)

Dan dalam Q.S Al-Qiyamah:14

È@t/ ß`»|¡RM}$# 4n?tã ¾ÏmÅ¡øÿtR ×ouŽÅÁt/ ÇÊÍÈ

Artinya: “bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri” (Q.S Al-Qiyamah:14)

Tanggung jawab adalah kesadaran seseorang akan tingkah laku atau  perbuatan yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab juga  berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban. Seorang santri mempunyai kewajiban yaitu belajar. Bila belajar, maka hal itu berarti ia telah memenuhi kewajibannya. Seseorang mau bertanggung jawab karena ada kesadaran atau keinsafan atau pengertian atas segala perbuatan dan akibatnya dan atas kepentingan pihak lain. Timbulnya tanggung jawab karena seseorang  itu hidup bermasyarakat dan hidup dalam lingkungan alam.

Tanggung jawab sudah menjadi bagian kehidupan manusia, bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab. Apabila ia tidak mau bertanggung jawab, maka ada pihak lain yang memaksa tanggung jawab itu. Dengan demikian tanggung jawab itu dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi yang berbuat dan dari sisi yang kepentingan pihak lain. Dari sisi si pembuat ia harus menyadari akibat perbuatannya itu dengan demikian ia sendiri pula yang harus memulihkan ke dalam keadaan baik. Dari sisi pihak lain apabila si pembuat tidak mau bertanggung jawab, pihak lain yang akan memulihkan baik dengan caraindividual maupun dengan cara kemasyarakat.

Sebagai seorang santri memiliki tanggung jawab untuk belajar dan pengurus atau pengasuh berkawajiban memberikan sarana sebagai bekal atas tanggung jawab sebagai santri. Dalam kajian Pondok Pesantren Tebuireng memiliki beberapa kategori dalam mendidik santrinya, hal ini sebagaimana yang tertuang dalam kitab Tarbiyatul Aulad Indal Islam, yaitu:

1.      pertama, pendidikan keimanan, antara lain dengan menanamkan tauhid kepda Allah dan kecintaan kepada Rosululloh saw, mengajari hukum hukum halal dan haram, membiasakan untuk beribadah, dan mendorong untuk suka membaca alquran.

2.      Kedua, pendidikan akhlak. Antara lain dengan menanamkan dan membiasakan kepada santri sifat-sifat terpuji serta menghindarkannya dari sifat sifat tercela.

3.      Ketiga, pendidikan jasmani, antara lain dengan memperhatikan gizi anak, melatihnya berolah raga, mengajarkan cara cara hidup sehat.

4.      Keempat, pendidikan intelektual, antara lain dengan mengajarkannya ilmu pengetahuan kepada santri, jadi selain ilmu agama, ilmu pengetahuan juga harus diberikan kepada santri sebagai bekal perjalanan hidup ketika terjun dimasyarakat.

5.      Kelima, pendidikan psikhis, antara lain dengan menghilangkan gejala gejala penakut, rendah diri, malu –malu, dan bersikap adil. Hal ini dilakukan dengan memberikannya kegiatan seperti muhadharah dan diskusi bersama.

6.      Keenam, pendidikan sosial, antara lain dengan menanamjan penghargaan dan etiket (sopan santun) terhadap orang lain: orangtua, tetangga, guru, dan santri lain.

Dari keenam pendidikan tersebut diharpkan santri bisa memiliki rasa tanggung jawab dan belajar untuk bertanggung jawab. Adapun tanggung jawab yang harus tertanam dalam diri seorang santri khususnya, yaitu mendidik untuk tanggung jawab atas dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan Allah SWT yang telah menciptakan langit dan bumi.

 

a)      Tanggung jawab terhadap diri sendiri

Tanggung jawab terhadap diri sendiri menentukan kesadaran setiap santri untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi. Dengan demikian bisa memecahkan masalah-masalah kemanusiaan mengenai dirinya sendiri menurur sifat dasarnya manusia adalah mahluk bermoral, tetapi manusia juga pribadi. Karena merupakan seorang pribadi, maka manusia mempunyai pendapat sendiri, perasaan sendiri, beranganangan sendiri. Sebagai perwujudan dari pendapat, perasaan dan angan-angan itu manusia berbuat dan bertindak. Dalam  hal ini manusia tidak luput dari kesalahan, kekeliruan, baik yang sengaja maupun yang tidak.

 

b)      Tanggung jawab terhadap keluarga

Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari suami, ister, ayah, ibu, anak, dan juga orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarga.Tanggung jawab ini menyangkut nama baik keluarga. Tetapi tanggung jawab juga merupakan  kesejahteraan, keselamatan dan kehidupan.

 

c)      Tanggung jawab terhadap masyarakat

Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk sosial. Karena membutuhkan manusia lain maka ia harus berkomunikasi dengan manusia lain. Sehingga dengan demikian manusia disini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai tanggung jawab seperti anggota masyarakat yang lain agar dapat melangsungkan hidupnya dalam masyrakat tersebut. Wajarlah apabila segala tingkah laku dan perbuatannya harus  dipertanggung jawabkan kepada  masyarakat.

 

d)      Tanggung jawab kepada Bangsa atau negara

Suatu kenyataan lagi, bahwa setiap manusia, setiap individu adalah warga negara suatu negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku  manusia tidak dapat berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan itu salah, maka ia  harus bertanggung jawab kepada negara

 

e)      Tanggung jawab terhadap Tuhan (Allah SWT)

Manusia mempunyai tanggung jawab  langsung terhadap Allah. Kita sebagai umat islam harus patuh terhadap hokum Allah, karena tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukum-hukum Allah yang dituangkan dalam Al-Quran. Sebab dengan mengabaikan perintah-perintah Allah berarti mereka meninggalkan tanggung jawab yang seharusnya dilakukan manusia terhadap Allah sebagai penciptanya, bahkan untuk memenuhi tanggung jawab, manusia perlu pengorbanan.

 

d)     Kerja Keras

Kerja keras artinya melakukan suatu usaha atau pekerjaan secara terus menerus tanpa mengenal lelah. Kerja keras juga dapat diartikan suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan serius sampai tercapai suatu tujuan. Bekerja adalah segala aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani), dan di dalam mencapai tujuan tersebut dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah SWT.[40]

Bekreja dikatakan sebagai aktivitas dinamis mempunyai makna bahwa seluruh kegiatan yang dilakukan seorang muslim harus penuh dengan tantangan (challenging), tidak monoton, dan selalu berupaya mencari terobosan baru (innovative) dan tidak pernah merasa puas dalam berbuat kebaikan.

Menurut Al-Faruqiy, manusia memang dicptakan untuk bekerja. Kerjanya adalah ibadahnya. Tidak ada kesuksesan, kebaikan, manfaat atau perubahan dan keadaan buruk menjadi baik kecuali dengan kerja menurut bidang masing=masing. Terhadap mereka yang enggan bekerja A=Faruqi menyatakan, mereka atidak mungkin menjadi muslim yang baik.

Agama islam mengajarkan umatnya agar selalu bekerja keras dalam menjalankan kehidupannya di muka bumi ini. Segala sesuatu yang dilakukan tidak dengan kerja keras, hasilnya tidak akan sempurna. Sebaliknya, seberat apa pun suatu pekerjaan jika dilakukan dengan sungguh-sungguh, niscaya hasilnya akan dapat diraih dengan baik. Dalam firman Allah SWT Q.S Al-Kahfi: 7 menjelaskan:

$¯RÎ) $oYù=yèy_ $tB n?tã ÇÚöF{$# ZpoYƒÎ $ol°; óOèduqè=ö7oYÏ9 öNåkšr& ß`|¡ômr& WxyJtã ÇÐÈ

Artinya: “Sesungguhnya kami Telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (Q.S Al-Kahfi: 7)

Dan firman Allah SWT dalam Q.S At-Taubah: 105

 

È@è%ur (#qè=yJôã$# uŽz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå ¼ã&è!qßuur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur ( šcrŠuŽäIyur 4n<Î) ÉOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»pk¤9$#ur /ä3ã¥Îm7t^ãsù $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ

Artinya: Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan" (Q.S At-Taubah :105).

Dalam paparan ini, santri Pondok Pesantren Tebuireng pada dasarnya sudah di didik untuk bekerja keras, mulai dari jam 03.00 pagi sampai jam 22.00 malam santri melakukan kegiatannya dengan penuh. Hal inilah salah satu cara untuk mendidik santri untuk bekerja keras dengan melakukan kegitan agar santri bisa belajar bagaimana cara hidup di masyarakat kelak. Selain itu, santri juga mampu berusaha secara lahir dan berikhtiar atas usahanya tersebut. Santri juga menjadi sadar akan kebutuhan hidupnya yang harus dipenuhi, agar hidup menjadi bahagia.

Sebagai santri, harus mampu mengimplementasikan bentuk perilaku kerja keras, agar dapat meneladaninya dalam kehidupan sehari-hari. Diantara bentuk perilaku kerja keras sebagai berikut:

1.      Melakukan setiap pekerjaan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati dan dengan niat ibadah karena Allah SWT.

2.      Tidak mudah patah semangat dalam melakukan setiap pekerjaan, seberat dan sesulit apa pun pekerjaan yang dihadapi.

3.       Melakukan pekerjaan tidak tergesa-gesa, sebab pekerjaan yang dilakukan dengan tergesa-gesa tidak akan mendatangkan hasil yang baik.

4.       Tidak meremehkan setiap pekerjaan yang hanya akan mendatangkan sikap malas dan jenuh dalam bekerja, melainkan sebaliknya semua pekerjaan dipandang serius sehingga harus dilakukan dengan sungguh-sungguh.

5.      Mencintai pekerjaan yang sedang dilakukannya sehingga bekerja dengan sepenuh hati.

Urgensi kerja keras sangat erat kaitanya dengan sistem pendidikan dan budaya. Maka kerja keras muslim akan mempunyai arti apabila sejak dini sistem pandidikan dan budaya yang ada dilingkungan diisi dan dikembangkan berdasarkan nilai islami. Bekerja dengan keras dan giat merupakan keharusan bagi manusia. Kerja keras memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan yang berorientasi kepada dunia dan juga akhirat.

 

1)      Tugas manusia

Manusia mempunya dua tujuan pokok di dunia, beribadah dan menjadi khalifah. Hakikatnya kedua hal ini merupakan dua tujuan yang tidak terpisahkan. Hanya dalam pengertian umum ibadah diartikan cendrung lebih menekankan pada bentuk pengamalan hubungan dengan Allah. Sedangkan pelaksanaan tugas khalifah merujuk kepada bentuk amaliyah dengan sesama manusia dan alam. Kaitanya dengan bekerja keras, penegakan hablumminallah dan hablumminannas dan tugas khalifah di muka bumi, semuanya mensyaratkan adanya usaha dan kerja keras serta sungguh-sungguh.

Sebagai santri Pondok Pesantren Tebuireng, dengan adanya tugas keseahariannya menjadikan santri belajar akan tugas manusia yang sebenarnya yaitu ibadah dan kholifah. Dengan demikian agar santri yang sudah lulus dari pondok bisa mengaplikasikan atas ilmu yang ada dan ketika dijadikan sebagai pimpinan mereka siap untuk melaksanakannya.

 

2)     Ilmu dan Harta

Ilmu dan harta merupakan dua sarana yang amat penting bagi manusia guna mensukseskan tugas dan kewajibanya, baik berkenaan dengan hablumminallah maupun hablumminannas termasuk sebagai hamba sekaligus khalifah di bumi. Adanya sarana lain yaitu nafs, jiwa atau diri, yakni sesuatu yang berguna dalam diri orang bersangkutan seperti tenaga, fisik, kesehatan dan ilmu menujukkan secara jelas bahwa disamping harta masih banyak profesi lain pada manusia yang dapat dijadikan pendukung atau alat perjuangan.

 

3)    Kerja dan Tanggung Jawab

Kerja merupakan kunci keberhasilan bagi upaya keberhasilan bagi upaya pelaksanaan tanggung jawab terhadap diri sendiri maupun keluarga dan masyarakat. Keharusan bekerja keras merupakan keharusan tugas yang istimewa. Maka hanya dengan bekearja keras dan sunguh-sungguh manusia dapat memenuhi berbagai tangungjawabnya. Baik yang bersifat vertikal kepada Allah, maupun yang bersifat horisontal kepada diri sendiri, keluarga dan masyarakat.

 

e)    Toleransi

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Toleransi yang berasal dari kata “toleran” itu sendiri berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya.Toleransi juga berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan. Dalam bahasa Arab, toleransi biasa disebut “ikhtimal, tasamuh” yang artinya sikap membiarkan, lapang dada (samuha-yasmuhu-samhan, wasimaahan, wasamaahatan) artinya: murah hati, suka berderma. Jadi, toleransi (tasamuh) beragama adalah menghargai dengan sabar, menghormati keyakinan atau kepercayaan seseorang atau kelompok lain. Dalam firman Allah SWT QS.Ali Imran: 19 menjelaskan:

¨bÎ) šúïÏe$!$# yYÏã «!$# ÞO»n=óM}$# 3 $tBur y#n=tF÷z$# šúïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# žwÎ) .`ÏB Ï÷èt/ $tB ãNèduä!%y` ÞOù=Ïèø9$# $Jøót/ óOßgoY÷t/ 3 `tBur öàÿõ3tƒ ÏM»tƒ$t«Î/ «!$#  cÎ*sù ©!$# ßìƒÎŽ|  É>$|¡Ïtø:$# ÇÊÒÈ

Artinya: “ Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (QS.Ali Imran: 19)

Kesalahan memahami arti toleransi dapat mengakibatkan talbisul haqbil bathil (mencampuradukan antara hak dan bathil) yakni suatu sikap yang sangat terlarang dilakukan seorang muslim, seperti halnya nikah antar agama yang dijadikan alasan adalah toleransi padahal itu merupakan sikap sinkretisme yang dilarang oleh Islam. Sinkretisme adalah membenarkan semua agama. 

Secara doktrinal, toleransi sepenuhnya diharuskan oleh Islam. Islam secara definisi adalah “damai”, “selamat” dan “menyerahkan diri”. Definisi Islam yang demikian sering dirumuskan dengan istilah “Islam agama rahmatal lil’ālamîn” (agama yang mengayomi seluruh alam). Ini berarti bahwa Islam bukan untuk menghapus semua agama yang sudah ada. Islam menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk saling menghormati. Islam menyadari bahwa keragaman umat manusia dalam agama dan keyakinan adalah kehendak Allah, karena itu tidak mungkin disamakan.

Untuk terciptanya kehidupan yang rukun, damai dan sejahtera, Islam tidak hanya mengajarkan umatnya untuk semata beribadah kepada Allah SWT. Melainkan Islam justru sangat menekankan umatnya untuk membina dan menjalin silaturahmi yang baik dengan tetangga dan lingkungannya. Umat Islam yang sangat menginginkan hidupnya mendapatkan ridha Allah SWT selalu namanya berpegang dengan ajaran Islam, dimana hubungan secara vertical kepada Allah senantiasa harus dibina tetapi karena manusia mahluk social maka dia harus membina hidup bermasyarakat artinya berhubungan dengan tetangga secara baik .

Dari deskripsi tersebut, Pondok Pesantern Tebuireng menanamkan sikap toleransi, khususnya pada antar umat beragama. Bukti dari ini adalah sering sekali Pondok Pesantren Tebuireng mendapat kujungan dari umat non islam (konghucu, hindu, Kristen), seperti melihat makam yang ada dipondok atau observasi, dan kunjungan biasa. dengan adanya hal ini, santri dapat belajar dari manfaat toleransi itu sendiri yaitu:

 

1.      Menghindari Terjadinya Perpecahan

Bersikap toleran merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan dalam mengamalkan agama. Sikap bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran pribadi yang selalu dibiasakan dalam wujud interaksi sosial. Toleransi dalam kehidupan beragama menjadi sangat mutlak adanya dengan eksisnya berbagai agama samawi maupun agama ardli dalam kehidupan umat manusia ini.

Dalam kaitanya ini Allah telah mengingatkan kepada umat manusia dengan pesan yang bersifat universal, berikut firman Allah SWT dalam Q.S As-Syuro:13:

* tíuŽŸ° Nä3s9 z`ÏiB ÈûïÏe$!$# $tB 4Óœ»ur ¾ÏmÎ/ %[nqçR üÏ%©!$#ur !$uZøŠym÷rr& y7øs9Î) $tBur $uZøŠ¢¹ur ÿ¾ÏmÎ/ tLìÏdºtö/Î) 4ÓyqãBur #Ó|¤ŠÏãur ( ÷br& (#qãKŠÏ%r& tûïÏe$!$# Ÿwur (#qè%§xÿtGs? ÏmŠÏù 4 uŽã9x. n?tã tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# $tB öNèdqããôs? ÏmøŠs9Î) 4 ª!$# ûÓÉ<tFøgs Ïmøs9Î) `tB âä!$t±o üÏökuur Ïmøs9Î) `tB Ü=Ï^ムÇÊÌÈ

Artinya: “Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada -Nya orang yang kembali.”(Q.S As-Syuro:13)

Dan firman Allah SWT dalam Q.S Al-Imran:103 menjelaskan:

(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ Ÿwur (#qè%§xÿs? 4 (#rãä.øŒ$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ øŒÎ) ÷LäêZä. [ä!#yôãr& y#©9r'sù tû÷üt/ öNä3Î/qè=è% Läêóst7ô¹r'sù ÿ¾ÏmÏFuK÷èÏZÎ/ $ZRºuq÷zÎ) ÷LäêZä.ur 4n?tã $xÿx© ;otøÿãm z`ÏiB Í$¨Z9$# Nä.xs)Rr'sù $pk÷]ÏiB 3 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt6ムª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷/ä3ª=yès9 tbrßtGöksE ÇÊÉÌÈ

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Q.S Al-Imran:103)

Pesan universal ini merupakan pesan kepada segenap umat manusia tidak terkecuali, yang intinya dalam menjalankan agama harus menjauhi perpecahan antar umat beragama maupun sesama umat beragama.

 

2.      Memperkokoh Silaturahmi dan Menerima Perbedaan

Salah satu wujud dari toleransi hidup beragama adalah menjalin dan memperkokoh tali silaturahmi antar umat beragama dan menjaga hubungan yang baik dengan manusia lainnya. Pada umumnya, manusia tidak dapat menerima perbedaan antara sesamanya, perbedaan dijadikan alasan untuk bertentangan satu sama lainnya. Perbedaan agama merupakan salah satu faktor penyebab utama adanya konflik antar sesama manusia.

Merajut hubungan damai antar penganut agama hanya bisa dimungkinkan jika masing-masing pihak menghargai pihak lain. Mengembangkan sikap toleransi beragama, bahwa setiap penganut agama boleh menjalankan ajaran dan ritual agamanya dengan bebas dan tanpa tekanan. Oleh karena itu, hendaknya toleransi beragama kita jadikan kekuatan untuk memperkokoh silaturahmi dan menerima adanya perbedaan. Dengan ini, akan terwujud perdamaian, ketentraman, dan kesejahteraan.

Kelima karakter diatas dapat ditanamkan dengan cara melalui:

 

a.       Metode konsep-aktual,

Dalam menanamkan karakter santri adalah dari konsep menuju aktualisasi. Semua karakter berlandaskan pada apa yang ada dalam hadits dan Al-Qur’an. Setiap Perbuatan yang menuju pada pembangunan karakter harus diaplikasikan kepada para santri.

 

b.      Keteladanan dari semua dewan pesantren baik kyai maupun ustadz,

Menurut al-Ghazali anak adalah amanat bagi orang tuanya. yang dimaksud orang tua disini adalah pendidik dan orang tua yang melahirkan. Orang tua merupakan arsitek atau pengukir  kepribadian anaknya. Sebelum  mendidik orang lain, sebaiknya orang tua harus mendidik pada dirinya terlebih dahulu. Sebab anak merupakan peniru ulung. Segala informasi yang masuk pada diri anak, baik melalui penglihatan dan pendengaran dari orang di sekitarnya, termasuk orang tua akan membentuk karakter anak tersebut. Rasa imitasi dari anak yang begitu besar, sebaiknya membuat orang tua harus ekstra hati-hati dalam bertingkah laku, apalagi didepan anak-anaknya. Sekali orang tua ketahuan berbuat salah dihadapan anak, jangan berharap anak akan menurut apa yang diperintahkan.

Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi pendidik pemegang amanat, untuk memberikan teladan yang baik kepada santri dalam kehidupan pesantren. Hal ini sesuai firman Allah SWT QS. al-Ahzab ( 33) : 21.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab : 21)

Dalam hal keteladanan ini, lebih jauh fokus karakter yang dikembangkan adalah:

-       Ikhlas

-       Jujur

-       Tanggung jawab

-       Kerja keras

-       Toleransi

.

c.       Melalui proses pembiasaan,

Setiap manusia yang dilahirkan membawa potensi, salah satunya berupa potensi beragama. Potensi beragama ini dapat terbentuk pada diri anak (manusia) melalui 2 faktor, yaitu : faktor pendidikan Islam yang utama dan faktor pendidikan lingkungan yang baik. Faktor pendidikan Islam yang bertanggung jawab penuh adalah bapak ibunya dan para pendidik. Ia merupakan pembentuk karakter anak.

Setelah anak diberikan masalah pengajaran agama sebagai sarana teoritis, maka faktor lingkungan harus menunjang terhadap pengajaran tersebut, yakni para pihak pesantren senantiasa memberikan aplikasi pembiasaan ajaran agama dalam lingkungan pesantren. Sebab pembiasaan merupakan upaya praktis dan pembentukan (pembinaan) dan persiapan.

Apabila santri dalam lahan yang baik (keluarganya) memperoleh bimbingan, arahan, dan adanya saling menyayangi antar anggota keluarga, niscaya lambat laun santri akan terpengaruh informasi yang ia lihat dan ia dengar dari semua perilaku orang– orang disekitarnya. Dan pengawasan dari pihak pesantren sangat diperlukan sebagai kontrol atas kekeliruan dari perilaku santri yang tak sesuai dengan ajaran Islam.

 

d.      kajian kitab tentang adabul muta’alim, pembinaan buku monitoring dan pemberian ta’zir (hukuman).

Namun dalam melaksanakan metode tersebut banyak kendala baik internal dan eksternal yang dihadapi oleh pesantren. Akan tetapi dua kendala tersebut dapat diatasi oleh pesantren melalui cara yang sudah disiapkan oleh pesantren sendiri yaitu, dengan mengadakan rapat koordinasi dengan setiap dewan kepengurusan, mendatangkan motivator, memperbaiki sarana prasarana, fasilitator dan motivator.

Dengan begitu pesantren Tebu Ireng mampu melahirkan bangsa Indonesia yang berkarakter dengan lima prinsip yakni : ikhlas, jujur, tanggung jawab, kerja keras dan toleransi. Sehingga telah diakui bahwa lulusan pesantren Tebu Ireng banyak yang terlahir menjadi tokoh nasionalis dan internasional yang berperan dalam bidang politik, spiritual maupun ekonomi dan kesehatan. Jadi Pondok Pesantren Tebu Ireng sangat berperan dalam membentuk karakter bangsa.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

PENUTUP

A.      Simpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas bahwasanya pesantren sangat berperan dalam membentuk karakter bangsa. Adapun lima prinsip karakter yang ditanamkan adalah ikhlas, jujur, tanggung jawab, kerja keras dan toleransi.

Usaha untuk mananamkan karakter pada santri dilakukan dengan melalui metode konsep-aktual, penularan dari semua dewan pesantren baik kyai maupun ustadz, melalui proses pembiasaan, kajian kitab tentang adabul muta’alim, pembinaan buku monitoring dan pemberian ta’zir (hukuman).

Kendala yang dihadapi pesantren dalam membentuk karakter berupa faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah latar belakang santri dan didikan orang tua. Sedangkan faktor eksternal adalah pengaruh dunia luar dan kurangnya sumber daya manusia.

Untuk mengatasi kendala tersebut dilakukan dengan cara rapat harian oleh setiap pengurus, memperbaiki fasilitas, motivator dan mendatangkan psikolog dari dzurriyah.

Dengan demikian Pesantren Tebu Ireng diakui oleh masyarakat mampu melahirkan sejumlah figur yang berkarakter dan eksis di nasional dan internasional.

 

B.       Saran

Dari kesimpulan di atas peneliti memberikan saran yang nantinya dapat bermanfaat. Saran tersebut adalah :

1.      Bagi Pesantren

a.        Dalam menanamkan karakter hendaknya pesantren memaksimalkan usahanya tanpa menghiraukan kendala yang ada.

b.      Hendaknya dalam proses penanaman karakter pihak pesantren selalu mengambil langkah untuk selalu inovatif dan memperbaiki cara dalam mendidik santrinya.

c.       Dalam Penanaman karakter hendaknya setiap  pihak pengurus selalu memberikan penularan karakter yang baik dan keteladanan kepada santrinya

2.      Bagi Masyarakat

a.       Setelah diketahui bahwasanya pesantren memiliki peran yang sangat besar dalam pembentukan karakter anak hendakna masyarakat memasukkan anaknya ke pesantren.

b.      Memberikan dukungan kepada pesantren dalam memajukan bangsa yang berkarakter.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Husaini, A. Majid Hasyim. 1993. Syarah: Riyadhus Shalihin, Surabaya: PT Bina Ilmu.

Bahri Ghazali, Muhammad. 2002.  Pesantren Berwawasan Lingkungan. jakarta: prasasti.

Departemen Agama RI. 2006. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam.

Dimyati, Ayat. 2001. Hadits Arba’in, Masalah ‘Aqidah, Syari’at, dan Akhlaq, Bandung: Penerbit Marja’.

Effendy, Bahtiar. 1998. Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam. Jakarta: Paramadina.

Faried, Ahmad. 1993.  Menyucikan Jiwa Konsep Ulama Salaf., Surabaya: Risalah Gusti.

Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan.

Kususma, Darma. 2011. Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya..

Ma’mur Asmani, Jamal. 2011.  Buku Panduan Internalisasi Pendidikan karakter di Sekolah. Yogyakarta: Diva press.

Masdar, Umaruddin. 1999. Membaca Pikiran Gus Dur dan Amien Rais tentang demokras. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Masdar. Membaca Pikiran Gus Dur dan Amien Rais tentang demokras.

Nizar. Samsul. 2008. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rosulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group.

Rusyan A. Tabrani. 2006. Pendidikan Budi Pekerti, Inti Media Cipta Nusantara.

Syaodih Sukmadinata, Nana. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdya Karya.

Syarif, Musthafa. 1982.  Administrasi Pesantren. Jakarta: Paryu Barkah.

Tasmara Toto. 2002. Membudayakan Etos Kerja Islami. jakarta: Gema Insani Pers.

Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.



[1] Umaruddin Masdar, Membaca Pikiran Gus Dur dan Amien Rais tentang demokras ( Yogyakarta:    Pustaka Pelajar, 1999),hal. 61

[2] Musthafa Syarif, Administrasi Pesantren, (Jakarta: Paryu Barkah, 1982),hal. 5

[3] Masdar, Membaca Pikiran Gus Dur dan Amien Rais tentang demokras 61-62

[4] Bahtiar Effendy, Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam, (Jakarta: Paramadina, 1998), hal. 70-75.

[5]Martin Van Brunessen,  Kitab Kunig, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesi  (Bandung: Mizan,1999), hal. 44

[6] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan (Jakarta: Raja Grafindo Press, 1999), hal. 142

[7]Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, 55

[8]Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Bagian IV: Pendidikan Lintas Bidang (  Bandung: Imperial Bhakti Utama, 2007), 444

[9] Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial (Yogyakarta: LkiS, 2003), Cet. II, hal. 260

[10] Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, hal. 50.

[11] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, 145

[12] Muhammad Bahri Ghazali, pesantren berwawsan lingkungan (jakarta: prasasti,  2002), 29

[13] Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, 28

[14]Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, 145-146

[15] Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan, 30

[16] Zamakhsyari, Trasisi Pesantren, 28

[17] Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan, 35

[18] Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan, 36

[19] Tadkirotun Musfiroh, “ Pengembangan Karakter Anak Melalui Pendidikan Karakter” dalam Tinjauan Berbgagai Aspek Character Building: Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter? ( Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), 28.

[20] Darma Kususma, ea al., Pendidikan Karakter (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), 5.

[21] Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 33.

[22] Jamal Ma’mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan karakter di Sekolah (Yogyakarta: Diva press, 2011), 28.

[23] Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Karakter di Sekolah (Yogyakarta: Laksana, 2011), 18-19.

[24] Darma Kususma, ea al., Pendidikan Karakter, 6.

[25] Heri Gunawan, pendidikan karakter kosep dan implementasi, 32.

 

[27] Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban, hal 43.

[28] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, 30.

[29] Nuria Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah, 97.

[30] Darma Kususma, ea al., Pendidikan Karakter, 6.

[31] Asmani, Jamal Ma’mur. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah ( Yogyakarta: Diva Press, 2011), 6.

[32] Ibid. 42

[33]Pengurus Pondok Pesantren Tebuireng, Buku panduan pesantren tebu ireng Jombang, (Jombang: PP Teu ireng,2014). Hal. 35.

[34] Wawancara dengan Ustadz Ahmad Ainur Rofiq selaku Kepala Pondok Pesantrean Tebuireng (pada tanggal 2 Nopember 2014)

[35] Ayat Dimyati, Hadits Arba’in, Masalah ‘Aqidah, Syari’at, dan Akhlaq, (Bandung: Penerbit Marja’, 2001), hal. 2

[36] Husaini A. Majid Hasyim, Syarah: Riyadhus Shalihin, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993)

[37] Ahmad Faried,. Menyucikan Jiwa Konsep Ulama Salaf., (Surabaya: Risalah Gusti, 1993)

[38] A. Tabrani Rusyan, Pendidikan Budi Pekerti, (Inti Media Cipta Nusantara, 2006), hal. 25

[39] Hasil wawancara dengan ustadz Ahmaad Ainur Rofiq selaku Kepala Pondok Pesantrean Tebuireng (pada tanggal 2 Nopember 2014)

[40] Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami, (jakarta: Gema Insani Pers, 2002), hlm 27

Related Posts

There is no other posts in this category.