A. Status Sosial Ekonomi Orang Tua Siswa
1.
Pengertian
Status Sosial Ekonomi
Dalam
kamus Bahasa Indonesia bahwa status adalah keadaan, kedudukan (orang, benda, negara,
dan sebagainya).[14]
Adapula yang mengartikan status sebagai kedudukan seseoarang dalam kelompok
serta dalam masyarakat.[15]
Sedangkan secara harfiah status berarti posisi atau keadaan dalam suatu jenjang
atau hirarki dalam suatu wadah sebagai simbol dari hak dan kewajiban dan jumlah
peranan yang ideal dari seseorang.[16]
Status
mempunyai arti penting bagi sistem sosial masyarakat. Selaras dengan itu Nursal Luth dan Daniel Fernandez “mengatakan
bahwa yang dimaksud dengan status adalah posisi yang diduduki seseorang dalam
suatu kelompok”. Dengan demikian status menunjukan kedudukan atau posisi
seseorang dalam masyarakat.[17]
Sementara
pengertian sosial berasal dari bahasa Inggris yaitu society asal kata socius yang
berarti kawan. Selanjutnya yang dimaksud dengan sosial adalah segala sesuatu
mengenai masyarakat dan kemasyarakatan.[18] Sedangkan
menurut Soedjono Soekanto, bahwa
yang dimaksud dengan sosial adalah prestise secara umum dari seseorang dalam
masyarakat.[19]
Rauck
dan Warren mengemukakan pendapatnya sebagai berikut:
“Status
sosial selalu mengacu kepada kedudukan khusus seseorang dalam lingkungan yang disertainya,
martabat yang diperolehnya dan hak serta tugas yang dimilikinya. Status sosial
tidak hanya terbatas pada statusnya dalam kelompok sendiri dan sesungguhnya
status sosialnya mungkin mempunyai pengaruh terhadap status dalam
kelompok-kelompok yang berlainan”.[20]
Adapun
istilah ekonomi itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata Oikonomia,
kata ini berasal dari kata Oikos dan Nomos, Oikos berarti rumah
tangga dan Nomos berarti tata laksana atau pengaturan. jadi ekonomi berarti
pengaturan tata laksana rumah tangga, Perkataan ekonomi mengandung arti tentang
hubungan manusia dalam usahanya dalam memenuhi kebutuhannya.
Ekonomi
menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, yaitu pengetahuan mengenai asas-asas penghasilan
(produksi), pembagian (distribusi) dan pemakaian barang-barang serta kekayaan
(seperti halnya keuangan perindustrian, perdagangan barang-barang serta
kekayaan) di lingkungan tempat dia tinggal. Hal demikian merupakan tuntutan
dasar untuk memenuhi segala kebutuhan.[21]
Masih
berbicara dalam masalah pengertian ekonomi, menurut Alferd Marshall dalam
bukunya yang terkenal “ Principles Of Ekonomics (1890)” dikutip oleh Tom
Sumadi mengatakan, ekonomi adalah studi tentang manusia sebagaimana mereka
hidup dan berbuat secara berfikir dalam urusan kehidupan biasa. Selanjutnya
dikatakan bahwa ekonomi mempelajari segi tindakan yang paling erat berhubungan
dengan memperoleh dan menggunakan barang-barang yang di perlukan bagi
kesejahteraan.[22]
Dari
beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan seperti yang telah dikemukakan
oleh Thamrin Nasution yaitu:
“Status Sosial Ekonomi adalah suatu tingkatan yang
dimiliki oleh seseorang yang didasarkan pada kemampuan dalam memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari dari penghasilanatau pendapatan yang diperoleh sehingga mempunyai
peranan pada status sosial seseorang dalam struktur masyarakat. Penghasilan
atau pekerjaan tertentu juga dapat menentukan tinggi rendahnya status
seseorang.”[23]
Pengertian
diatas diperkuat lagi oleh Maftuh dan Ruyadi dengan bahasa yang lebih sederhana,
bahwa status sosial ekonomi menurut pendapat mereka adalah ”status seseorang
dalam masyarakat dilihat dari segi pendapatan, kekayaan, dan jabatan”.[24]
Dan
akhirnya penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan status sosial ekonomi adalah
kondisi yang menggambarkan kedudukan seseorang
atau keluarga dalam masyarakat berdasarkan kondisi kehidupan ekonomi atau
kekayaan. Hal ini membuktikan betapa dominannya faktor kehidupan ekonomi
seseorang dalam menentukan status sosial, walaupun kita sadari bahwa status
sosial banyak dipengaruhi oleh unsur lain, seperti pendidikan keturunan dan
jabatan di mana unsur-unsur tersebut juga akan dapat mempengaruhi kehidupan.
2.
Pengertian
Orang Tua
Telah
disadari oleh banyak ahli pendidikan, bahwa pendidikan berawal dan dilakukan
oleh keluarga, secara sadar atau tidak sadar keluarga lebih berperan didalamnya
yaitu orang tua, yang telah merancang bentuk pengajaran dan pendidikan untuk
masa depan anak-anak mereka, mulai dari bentuk pengenalan terhadap keluarga,
benda dan dirinya, serta bentuk pengenalan terhadap lingkungan sekitar atau
sosial masyarakat. Seperti ditulis oleh Amir Dien dalam bukunya Pengantar Ilmu
Pendidikan, bahwa orang tua adalah orang yang pertama dan terutama yang wajib
bertanggung jawab atas pendidikan anaknya.[25]
Secara
defenitif orang tua dapat diartikan sebagai orang yang melahirkan, membesarkan
dan merawat atau mendidik serta membimbing orang yang lebih muda dari padanya.
Orang tua dapat diartikan pula ibu dan ayah sebagai suami isteri yang telah
melahirkan anak dan memiliki tanggung jawab keagamaan.[26]
Sedangkan
pendapat lain yang dikemukankan Kartini Kartolo, bahwa yang dimaksud
dengan orang tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap
sedia dalam memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang
dilahirkannya.[27]
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ
وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ
شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ ٦
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS. At Tahrim ayat
6)
Keluarga
adalah wadah yang sangat penting diantara individu dan masyarakat dan merupakan
kelompok sosial yang pertama dimana anak-anak menjadi anggotanya. dan orang tua
sebagai pemimpin keluarga haruslah menjadi penanggung jawab atas keselamatan
dunia akhirat. Maka orang tua wajib mendidik anak-anak mereka dengan
sebaik-baiknya, yaitu denganmemberikan kesempatan kepada mereka untuk mencari
ilmu pengetahuan.
Dalam
surat at-Tahrim ayat 6 Allah Swt menegaskan kepada orang tua bahwa pendidikan
keluarga harus dan merupakan kewajiban kodrati untuk memperhatikan anak-anaknya
serta mendidiknya sejak anak itu kecil, bahkan sejak didalam kandungan. Kembali
kepada pengertian orang tua, jadi secara umum dapat dikatakan bahwa orang tua
adalah ayah dan ibu kandung, dan hal ini diperkuat dalam al-Quran bahwa istilah
orang tua menunjuk kepada ibu dan bapak, seperti dalil-dalil berikut ini:
وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ
بِوَٰلِدَيۡهِ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُۥ وَهۡنًا عَلَىٰ وَهۡنٖ وَفِصَٰلُهُۥ فِي عَامَيۡنِ
أَنِ ٱشۡكُرۡ لِي وَلِوَٰلِدَيۡكَ إِلَيَّ ٱلۡمَصِيرُ ١٤
Artinya:
“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang ibu
bapaknya: ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah
dan meyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang
ibu bapakmu. Hanya kepada-Ku lah kembalimu”. (QS Al-luqman:14)
رِضَا اللهِ فِى رِضَاالْوَلِدَيْنِ, وَسُخْطُ اللهِ فِى سُخْطِ الْوَلِدَيْنَ
Artinya:
“ Keridhaan Allah terletak pada keridhaan ibu-bapak dan kemurkaan Allah
terletak pada kemurkaan ibu- bapaknya” (HR. Ibnu Majah[28])
Dari
pengertian diatas akhirnya penulis dapat menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan orang tua adalah setiap orang yang bertanggung jawab atas penghidupan
anak-anak yang dilahirkannya, tanggung jawab tersebut meliputi: memelihara,
membiayai, membimbing dan mendidik anak-anaknya dari semenjak mereka belum
mengenal dirinya sendiri sampai mereka mampu mengenal dirinya sendiri dan
lingkungannya dimana didalamnya juga termasuk bagaimana orang tua bertanggung
jawab terhadap pendidikan yang semestinya diperoleh oleh anak untuk masa
depannya.[29]
Jadi
pada akhirnya bahwa yang dimaksud dengan status sosial ekonomi orang tua
menurut penulis adalah kedudukan orang tua dalam masyarakat berdasarkan pada
pendidikan dan pekerjaan disertai dengan kemampuan orang tua dalam memenuhi
segala kebutuhan keluarga seharihari, termasuk kemampuan orang tua dalam
membiayai dan menyediakan fasilitas belajar anak sebagai bentuk tanggung jawab
mereka terhadap anak-anaknya
3.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi status sosial ekonomi
a. Pendidikan
Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha
manusia membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan
kebudayaan. Dengan demikian bagaimanapun sederhananya peradaban suatu
masyarakat, didalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan, karena
itulah sering dinyatakanpendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia,
pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarkan hidupnya.[30]
Di dalam Undang-undang Pendidikan Nasional atau disingkat UU
SISDIKNAS memberikan penjelasan mengenai pengertian pendidikan, yaitu sebagai
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalia diri, kecerdasan,
ahlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara.[31]
Sementara Hery Noer dan Munzien memberikan pandangan yang
berbeda mengenai defenisi pendidikan yaitu, pendidikan adalah “ seni
mentransfer warisan dan ilmu membangun masa depan” dan beliau menambahkan dari
defenisi tersebut bahwa pendidikan memiliki dua fungsi:[32]
1)
Memilih warisan budaya yang relevan bagi perkembangan zaman, ketika
pendidikan itu berlangsung sehingga bentuk dan kepribadian masyarakat dapat
terpelihara.
2)
Memperhitungkan semangat dalam melakukan perubahan dan pembaharuan
yang terus menerus, serta mempersiapkan generasi sesuai dengan prinsip yang ada
bukanlah tetap yang terus menerus,
melainkan perubahan yang terus menerus.
Pendidikan dapat digunakan juga untuk membantu seseorang dalam
meningkatkan taraf hidupnya ketingkat yang lebih tinggi melalui usaha mereka
sendiri. Menurut B.j Chandler dalam bukunya yang berjudul “Education and
Teacher” yang dikutif oleh tim dosen FIP- IKIP malang mengatakan: “ Bahwa
adanya korelasi yang signifikan anatara tingkat pendidikan dengan tingkat
keadaan ekonomi (Standard Of Living)”.
Jadi pendidikan tidak hanya menambah pengetahuan seseorang tetapi
juga meningkatkan keahlian atau keterampilan tenaga kerja, yang pada gilirannya
dapat meningkatkan produktivitas. Produktivitas di satu pihak dapat
meningkatkan pendapatan ekonomi dan di pihak lain dapat meningkatkan
penghasilan dan kesejahteraan yang pada akhirnya dapat menempatkan seseorang
pada status sosial ekonomi pada tingkat yang lebih tinggi dari kelompok
masyarakat lainnya.
b.
Pendapatan
Manusia sebagai mahluk hidup memiliki berbagai macam kebutuhan,
baik kebutuhan primer maupun kebutuhan tertier, untuk memenuhi kebutuhan
tersebut manusia harus melakukan suatu kegiatan yaitu yang biasa disebut dengan
bekerja, dengan bekerja sesorang akan memperoleh penghasilan, hasil yang
didapat mungkin berupa uang atau mungkin berupa barang, pendapatan yang berupa
uang akan memperlihatkan tingkat pendapatan seseorang. Muwarti B. Raharjo memberi
batasan tentang pengertian pendapatan sebagai berikut:
“pendapatan adalah penerimaan
sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk melakukan suatu
pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukanya yang berfungsi sebagai
jaminan kelangsungan hidup yang layak bagi kemanusian dan pembangunan, dinyatakan
atau dinilai dalam entuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan
Undang-undang dan peraturan dibayar atas perjanjian kerja antara pemberi kerja
dan penerima kerja”[33]
Pengertian pendapatan juga dikemukakan oleh Gardner Ackley, beliau
mengatakan, pendapatan dapat diartikan sebagai jumlah penghasilan yang
diperoleh dari jasa yang disarankan pada waktu tertentu atau yang diperoleh
dari harta kekayaan.[34] Pengertian
ini mengandung arti bahwa pendapatan yang diperoleh seseorang bukan saja dari
hasil bekerja melainkan juga berasal dari kekayaan seseorang, misalnya tanah,
modal, warisan, tabungan, deposito, hasil pertanian dan lain-lain. Pendapatan
dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menghasilkan, yaitu
pendapatan pokok ( rutin) dan pendapatan sampingan. Sebagaimana dikemukakan
oleh Mulyanto sumardi yang mengatakan:
“ Dilihat dari kegiatannya, maka
pendapatan dibagi menjadi dua macam, yakni pendapatan pokok atau rutin dan
pendapatan sampingan. Pendapatan pokok adalah pendapatan yang diperoleh melalui
pekerjaan utama yang sifatnya stabil dan menjadi sumber utama keluarga.
Sedangkan pendapatan sampingan adalah penghasilan yang diperoleh melalui
pekerjaan tambahan diluar.”[35]
Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan adalah
jumlah penghasilan yang diterima dari semua sumber baik dengan memberikan suatu
jasa atau melakukan suatu pekerjaan maupun tanpa keduanya yaitu berupa kekayaan
yang dimilikinya baik berupa tanah, modal, warisan, tabungan, deposito dan
lain-lain yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan dan dapat dijadikan sebagai
jaminan kelangsungan hidup yang layak.
c.
Kedudukan orang tua di masyarakat
Dalam kebudayaan masyarakat kita menjumpai berbagai pernyataan
yang menyatakan persamaan manusia. Di bidang hukum misalnya, kita mengenal
anggapan bahwa dihadapan hukum semua orang adalah sama: pernyataan serupa kita
jumpai pula dibidang agama. Dalam adat minang kabau kita mengenal ungkapan “
Tagok sama tinggi, duduk samo randah” yang berarti bahwa setiap orang sama.
Namun dalam kenyataan sehari-hari kita mengalami adanya
ketidaksamaan dalam hukum. Kutipan dari buku Mosca tersebut diatas
Misalnya, kita melihat bahwa dalam semua masyarakat dijumpai ketidaksamaan
dibidang kekuasaan: sebagian anggota masyarakat mempunyai kekuasaan, sedangkan
sisanya dikuasai. Kitapun mengetahui bahwa anggota masyarakat dibeda-bedakan
berdasarkan kriteria lain berdasarkan prestise dalam masyarakat. Perbedaan
anggota masyarakat berdasarkan status yang dimilikinya dalam sosiologi
dinamakan stratifikasi sosial.[36]
Konsep tentang stratifikasi sosial tergantung pada cara seseorang menentukan
golongan sosial itu.
Adanya golongan sosial timbul karena adanya perbedaan status di
kalangan masyarakat. Stratifikasi sosial merupakan gejala umum yang dapat ditentukan
pada setiap masyarakat. Oleh karena itu, betapapun sederhananya maupun
kompleksnya suatu masyarakat, stratifikasi akan kita jumpai di manapun.
Pada zaman kuno dulu, Aristoteles pernah menyatakan bahwa di dalam
tiap Negara terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang
melarat dan mereka yang berada tengah-tengahnya. Secara garis besar di dalam
masyarakat terdapat tiga kelas kesosialan, yaitu terdiri dari: kelas atas (upper class), kelas menengah
(middle class), kelas bawah (lower class).
B.
Prestasi belajar
1.
Pengertian prestasi
Pengertian prestasi yang paling sederhana adalah yang
terdapat dalam Kamus Besar Indonesia Populer, yaitu hasil yang telah di capai,[37] ada
juga yang mengartikan dengan hasil yang telah dicapai, dilakukan, dikerjakan. Begitu
pula dalam Kamus Besar Indonesia, bahwa prestasi adalah hasil yang telah
dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya).[38]
Sedangkan kata prestasi yang berasal dari bahasa belanda
yaitu "prestatie", kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi
prestasi yang berarti hasil yang telah dicapai dari yang telah ditetapkan.[39]
Dan menurut pendapat Syaiful Bahri bahwa:
“Hasil yang
diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu
sebagai hasil dari aktivitas belajar”.[40]
Lebih lanjut lagi, dalam bukunya yang mengutip pendapat Nasrun
Harahap tentang pengertian prestasi yaitu:
”prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan
kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan
kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum.[41]
Prestasi merupakan hasil penilaian pendidikan atas pekembangan dan
kemajuan siswa dalam belajar. Prestasi menunjukan hasil daripelaksanaan
kegiatan yang diikuti siswa di sekolah, kegiatan belajar yang diikuti siswa
dapat diukur melalui penguasaan materi yang diajarkan guru serta nilai-nilai
yang terkandung dalam kurikulum. Bagaimanapun sebuah prestasi tidak akan pernah
dihasilakan oleh seseorang bila tidak melakukankegiatan. Dalam kenyatannya
untuk mendapatkan prestasi seseorang harus melalui berbagai tantangan dan rintangan
yang harus dihadapi. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Djalinus
Syah bahwa prestasi merupakan hasil yang diperoleh dari hasil kerja keras yang
dilakukan oleh seseorang.[42]
Dari beberapa pengertian prestasi yang dikemukakan oleh para ahli
diatas telihat jelas perbedaan pada kata-kata tertentu sebagai penekanan, namun
pada intinya sama yaitu hasil yang dapat diukur dari suatu kegiatan yang telah
dikerjakan atau diciptakan yang diperoleh dengan keuletan kerja baik secara
individu maupun kelompok dalam kegiatan tertentu.
2.
Pengertian belajar
Kegiatan manusia yang tidak lepas dari zaman ke zaman adalah
melaksanakan kegiatan belajar. Kegiatan ini merupakan hal yang esensia dan
dibutuhkan oleh manusia itu sendiri, sadar atau tidak sadar ini harus
dilakukan, sehingga belajar merupakan suatu kegiatan dimana dari tidak tahu
menjadi tahu atau tidak dewasa menjadi dewasa.
Menurut Drs. Moh. Uzer Usman belajar diartikan sebagai “Proses
perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara
individu dan individu dengan lingkungannya”.[43] B.F.
Skinner berpendapat: “Belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian
tingkah laku yang berlangsung secara progresif”. [44]
Reber dalam kamus susunannya yang tergolong moderen, Dictionary of
psychology membatasi belajar dengan dua macam defenisi. Pertama belajar adalah
proses memperoleh pengetahuan. Kedua belajar adalah suatu perubahan kemampuan
bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.[45]
Hilgard dan Bower mengemukakan:
“Belajar
berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi
tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi
itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan
respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang ( misalnya
kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya).”
Lebih lanjut Suharsimi memberikan pandangannya tentang pengertian
belajar yaitu:
“belajar
adalah suatu proses yang terjadi karena adanya usaha untuk mengadakan perubahan
terhadap diri manusia yang melakukan, dengan maksud memperoleh perubahaan dalam
dirinya baik berupa pengetahuan, keterampilan ataupun sikap.”[46]
Dari pengertian-pengertian yang telah diungkapkan oleh para ahli
diatas, maka penulis menulis adanya kesamaan mengenai pengertian belajar,
kesamaan tersebut yaitu adanya perubahan baik pada pengetahuan, keterampilan
maupun sikap yang mana perubahan itu dihasilkan sebagai hasil dari latihan atau
pengalaman. Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah merupakan ingkah laku
yang lebih baik atau sebaliknya dan perubahan yang terjadi setelah melalui
proses belajar itu terjadi berkat latihan dan pengalaman sehingga perubahan
tersebut relatif mantap. Perubahan yang terjadi meliputi berbagai aspek
kepribadian baik fisik maupun psikis seperti perubahan pada cara berpikir,
keterampilan, kecakapan kebiasaan maupun sikap.
Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia,
dengan belajar manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu
sehingga tingkahlakunya berkembang menjadi lebih baik. Samua aktivitas dan
prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil dari belajar. Dari pemahaman
tentang pengertian prestasi dan belajar maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
prestasi belajar siswaadalah merupakan hasil yang dicapai dari aktivitas atau
kegiatan belajar siswa.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa prestasi belajar merupakan
gambaran dari hasil belajar yang berupa kesan-kesan akibat adanya perubahan
dalam diri kegiatan belajar yang dilakukannya. Jadi hasil prestasi belajar
tersebut juga dapat dipandang sebagai perubahan kemampuan yang telah terjadi
setelah siswa belajar.
3.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar[47]
Ada berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa di sekolah yang secara garis
besarnya dapat dibagi dalam dua bagian yaitu faktor Internal dan faktor
eksternal siswa. Faktor-faktor yang berasal dari
luar siswa (Eksternal) terdiri dari faktor lingkungan dan faktor instumental.
Sedangakan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa (Internal) adalah
berupa faktor fisiologis dan faktor psikologis pada diri siswa.
a)
Faktor-faktor lingkungan
Faktor lingkungan ini dapat dibagi
menjadi dua bagian yaitu: faktor lingkungan alam/ non sosial dan faktor
lingkungan sosial. Yang termasuk lingkungan non sosial seperti: keadaan suhu,
kelembaban udara, waktu (pagi, siang, malam), tempat gedung sekolah, dan
sebagainya.
b)
Faktor-faktor instrumental
Faktor instrumental ini terdiri dari
gedung/ sarana fisik kelas, sarana/ alat pengajaran, media pengajaran, guru dan
kurikulum/materi pelajaran serta strategi belajar mengajar yang digunakan akan
mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.
c)
Fakor-faktor kondisi internal siswa
Faktor kondisi siswa ini sebagaimana telah diuraikan di atas ada dua macam yaitu
kondisi fisiologis siswa dan psikologis siswa. Faktor kondisi fisiologis
terdiri dari kondisi kesehatan dan kebugaran fisik dan kondisi panca inderanya. Adapun faktor
psikologis yang akan mempengaruhi keberhasilan belajar siswa adalah faktor
minat, bakat, inteligensi, motivasi dan kemampuan-kemapuan kognitif.
Menurut Roestiyah, membagi faktor yang dapat mempengaruhi prestasi
belajar seorang anak dengan melihat keadaan keluarga siswa, faktor tersebut antara
lain:[48]
1)
Cara orang tua mendidik.
2)
Suasana keluarga.
3)
Pengertian orang tua.
4)
Latar belakang kebudayaan.
C.
Pengaruh Status Sosial Ekonomi Terhadap Prestasi Belajar
Peranan keluarga khususnya orang tua
akan sangat menentukan besarnya pengaruh proses pendidikan anak di lingkungan
keluarga, dan pada akhirnya akan mempengaruhi prestasi belajar anak di sekolah.
Tingkat kesadaran sebagian orang tua untuk mendoroang anaknya agar belajar di
rumah masih kurang karena faktor ekonomi mereka yang rendah, bahkan banyak
orang tua yang memiliki anggapan bahwa pendidikan anaknya adalah tanggung jawab
sekolah saja.
Sementara data menunjukan bahwa
prestasi belajar anak di sekolah dipengaruhi oleh banyak faktor yang biasanya
dikelompokan menjadi faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan individu anak
(misalnya IQ dan pendidikan awal anak). Penelitian-penelitian yang pernah
dilakukan, baik di negara maju maupun di Negara berkembang menunjukan bahwa
pada umumnya faktor keluarga mempunyai faktor yang dominan terhadap prestasi
belajar yang dicapai oleh siswa.
Variabel yang menentukan dalam faktor
keluarga tersebut, termasuk tingkat sosial ekonomi orang tua (tingkat
pendidikan, pekerjaan, dan jumlah penghasilan). Jadi dapat disimpulkan bahwa
faktor eksternal siswa yang salah satunya adalah lingkungan keluarga dapat
mempengaruhi prestasi belajar di sekolah, karena secara psikologis seorang anak
mendapat dukungan orang tua terhadap anak pada saat belajar dirumah serta
motivasi dan penyediaan fasilitas belajar yang anak butuhkan yang dapat
menunjang segala aktifitas belajar anak di sekolah.
belajar
siswa.
[14] W. J.
S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa
Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), 918.
[15] Mayor Polak, Sosiologi Suatu Pengantar Ringkas, (Jakarta:
PT. Ikhtiar Baru, 1979), 162.
[16] Soedjono Soekanto, Kamus Sosiologi, 347.
[17] Nursal Luth dan Daniel
Fernandez, Panduan Belajar Sosiologi (Jakarta:
PT. Galaxi Puspa Mega, 1995), 141.
[18] W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, 918.
[19] Soedjono Soekanto, Kamus Sosiologi, 347.
[20] Joseph
Raucek Dan Roland Warren, Pengantar Sosiologi,
Terjemahan Sahal Simamura (Jakarta: Bina Aksara, 1984), 234.
[21] Depertemen Pendidikan Dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka,1982), 220.
[22] Tom Gunadi, Sistem Perekonomian Menurut Pancasila dan
UUD 45 (Bandung: Angkasa, 1990), 111.
[23] Thamrin
Nasution dan Muhammad Nur, Peranan Orang
Tua dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Anak (Jakarta: Gunung Mulia,1986), 34.
[24] Bunyamin Maftuh dan Yadi
Ruyadi, Penuntun Belajar Sosiologi
(Bandung: Ganeca Exact, 1995), 34.
[25] Drs. Amir Dain Indrakusuma, Pengantar
Ilmu Pendidikan, 99.
[26] Syahmin Zaini, Prinsip-prinsip Dasar Konsepsi (Jakarta:
Kalam Mulia, 1986), 133.
[27] Kartini Kartolo, Peranan Kehiarga Memandu
Anak (Jakarta: Rajawali, 1982), 48.
[28] Syaikh Muhammad, Silsilah Hadist Shahih (Jakarta:
Pustaka Mantiq, 1997), 49.
[29] S. Nasution, Sosiologi Pendidikan (Jakarta:
Bumi Aksara, 1994), 29.
[30] Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar
Dasar-Dasar Kependidikan (
Surabaya: Usaha Nasional,1988), 2.
[31] Undang-Undang Republik Indonesia No. 20
Tahun 2003, Tentang
Sistem Pendidikan Nasiona,
(Depertemen Pendidikan Nasional, 2003)
[32] Drs. Hery Noer Aly dan Drs. H. Munzier
S.M.A, Watak
Pendidikan Islam (Jakarta: Friska
Agung Insani, 2003), 24-25.
[33] Muarti B. Rahardjo, Wawasan Buruh Indonesii (Jakarta:
Balai Pustaka, 1986), 55.
[34] Gardener Ackley, Teori Ekonomi Makro (Jakarta:
UT. Press, 1992), 94.
[35] Mulyanto Sumardi, Kemiskinan dan Kebutuhan
Pokok (Jakarta: Rajawali, 1988), 94.
[36] Kumanto Sumanto, Pengantar
Sosiologi Edisi Kedua (Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2000),
85-86.
[37] Hanapi
Ridwan dan Lia Mariati, Kamus Besar Indonesia Populer ( Surabaya: Tiga
Dua, 1992), 251.
[38]
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), 247.
[39]
Sardiman A.M, Interaksi dan Motifasi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 1994), 38.
[40]
Syaful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi guru (Surabaya:
Usaha Nasional, 1994), 23.
[41] Ibid., 22.
[42]
Suhainah Suparno, Membangun Kompetensi Belajar ( Jakarta: Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi, Depdiknas, 2000), 2.
[43]
Drs. Moh.Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1995), 5.
[44]
Drs. Abdul Latif, Psikologi Pendidikan (Cirebon: FAkultas Tarbiyah IAIN
Sunan Gunung Jati, 1996), 34.
[45]
Muhibbin Syah, M.ED., Pikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru (
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), 91.
[46]
Suharsimi Arikunto, Menejemen Pengajaran Secara Manusia ( Jakarta:
Rineka Cipta, 1990), 2.
[47] Drs. H. M. Alisuf Sabri, Psikologi
Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional IAIN Fakultas Tarbiyah (Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 1996), 59-60.
[48] Drs. Roestiyah. NK, Masalah-masalah
Ilmu Keguruan (Jakarta:
Bina Aksara, 1986), 155.