Makalah Fiqih Muamalah (Perlombaan dan Undian Berhadiah)



BAB I
PENDAHULUAN

A . Latar Belakang Masalah

Dewasa ini banyak kita temukan suatu peristiwa yang sudah melenceng dari syariat Islam.Diantaranya adalah tentang undian berhadiah dan perlombaan berhadiah yang mendekati judi.Undian berhadiah seperti sumbangan sosial berhadiah yang diselenggarakan oleh departemen sosial RI dan kupon berhadiah porkas sepak bola yang diselenggarakan yayasan dana bakti kesejahteraan sosial,merupakan masalah yang aktual dan kontroversial yang hingga kini masih tetap ramai dibicarakan oleh tokoh-tokoh masyarakat.Ada pro dan juga kontra dengan argumentasinya masing-masing.

 Memang kalau kita lihat kondisi negara ini yang dari segi ekonomi sangat memprihatinkan sehingga banyak orang menempuh berbagai cara untuk mendapatkan uang tanpa menghiraukan halal atau haramnya uang tersebut.Diantaranya adalah dengan mengikuti berbagai undian berhadiah dan perlombaan berhadiah juga banyak jenis permainan lain seperti togel , SBSB , lotre , sabung ayam , judi dalam Casino dan permainan - permainan lainnya.Untuk mengetahui bagaimanakah hukum dari undian berhadiah dan perlombaan berhadiah akan diuraikan dalam pembahasan makalah ini.

B . Rumusan Masalah

Ø Apa yang dimaksud undian berhadiah dan Apa perlombaan berhadiah?
Ø Bagaimana hukum dari mengikuti undian berhadiah dan perlombaan berhadiah?
Ø Apa saja jenis – jenis undian berhadiah dan Apa kriteria suatu permainan dikatakan judi?

            C. Tujuan
Ø Untuk mengetahui pengertian undian berhadiah dan  perlombaan berhadiah
Ø Untuk mengetahui hukum mengikuti undian berhadiah dan perlombaan berhadiah
Ø Untuk mengetahui jenis undian berhadiah dan  kriteria suatu permainan dikatakan judi



                              
BAB II
PEMBAHASAN

A . Pengertian

Yang dimaksud dengan perlombaan berhadiah adalah perlombaan yang bersifat adu kekuatan seperti bergulat. Lomba lari atau ketrampilan ketangkasan seperti badminton, sepak bola, atau adu kepandaian seperti main catur. 
Sedangkan yang dimaksud dengan undian berhadiah adalah pemungutan dana dengan cara menyelenggarakan undian/kupon berhadiah yang dapat menarik masyarakat untuk membelinya agar mendapatkan hadiah tersebut seperti yang dijanjikan. Undian merupakan kata lain dari  lotre yang berasal dari bahasa Belanda loterij yang berarti undian berhadiah. di dalam masyarakat lotre dipandang sebagi judi sedangkan undian tidak, padahal keduanya merupakan sesuatu yang sama.

Adapun tujuan diselenggarakannya undian-undian tersebut adalah untuk menghimpun dana sumbangan. Misalnya porkas dan SDSB adalah salah suatu cara yang sangat efektif untuk menghimpun dana olahraga, karena dapat menarik masyrakat berlomba-lomba membelinya dengan harapan akan memperoleh hadiah yang dijanjikan atau untuk membantu proyek yang mau ditunjang dengan dana itu.

Undian berhadiah juga menyebar ke berbagai sector, sampai penjual barang pun banyak yang memberikan kupon berhadiah. Hingga saat ini semua iklan produk tertentu mengiming-imingi hadiah yang kadang-kadang kurang rasional. Akhirnya kecenderungan masyarakat (terutama kalangan masyarakat bawah) membeli suatu barang semata-mata bukan karena memerlukannya melainkan  tertarik pada hadiahnya.

Dari bentuk-bentuk undian tersebut seandainya dilakukan secara praktis dan individual maka hal tersebut dapat diqiyaskan kepada judi (maisir). Akan tetapi penyelenggaranya adalah pemerintah yang berwenang dan tujuannya untuk dana sosial, dan pembangunan, maka masalahnya menjadi sensitive dan rumit. Di satu sisi ada nilai positivnya namun disisi lain banyak madhorotnya dan cenderung controversial. Hal itu karena di balik adanya unsur judi terdapat juga tujuan yang baik untuk masyarakat.

Demikian pula dalam dunia perdagangan dewasa ini banyak pula jual beli barang dilakukan dengan sistem kupon berhadiah untuk kepentingan promosi barang dengannya. Karena itu untuk kepentingan umum, pemerintah mengadakan pengawasan dan penertiban terhadap penyelenggaraan undian dan kupon berhadiah, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak merugikan masyarakat dan negara. Misalnya pihak penyelenggara undian tidak menepati janjinya atau menggunakan dana yang terdahulu, penyebaran/ pengedaran undian/kupon tidak menimbulkan keburukan sosial dan sebagainya.

Undian bisa dibagi menjadi tiga bagian
1.         Undian tanpa syarat.
 Bentuk dan contohnya : Di pusat-pusat perbelanjaan, pasar, pameran dan semisalnya sebagai langkah untuk menarik pengunjung, kadang dibagikan kupon undian untuk setiap pengunjung tanpa harus membeli suatu barang. Kemudian setelah itu dilakukan penarikan undian yang dapat disaksikan oleh seluruh pengunjung.
Hukumnya : Bentuk undian yang seperti ini adalah boleh. Karena asal dalam suatu mu’amalah adalah boleh dan halal. Juga tidak terlihat dalam bentuk undian ini hal-hal yang terlarang berupa kezholiman, riba, gharar, penipuan dan selainnya.

2.         Undian dengan syarat membeli barang.
 Bentuknya : Undian yang tidak bisa diikuti kecuali oleh orang membeli barang yang telah ditentukan oleh penyelenggara undian tersebut.
Contohnya : Pada sebagian supermarket telah diletakkan berbagai hadiah seperti kulkas, radio dan lain-lainnya. Siapa yang membeli barang tertentu atau telah mencapai jumlah tertentu dalam pembelian maka ia akan mendapatkan kupon untuk ikut undian.
Contoh lain : Sebagian perusahaan telah menyiapkan hadiah-hadiah yang menarik seperti mobil, HP, Tiket, biaya Ibadah Haji dan selainnya bagi siapa yang membeli darinya suatu produk yang terdapat kupon/kartu undian. Kemudian kupon/kartu undian itu dimasukkan pada kotak-kotak yang telah disiapkan oleh perusahaan tersebut di berbagai cabang atau relasinya.
 Hukumnya : Undian jenis ini tidak lepas dari dua keadaan :
a.       Harga produk bertambah dengan terselenggaranya undian berhadiah tersebut. Hukumnya : Haram dan tidak boleh. Karena ada tambahan harga berarti ia telah mengeluarkan biaya untuk masuk kedalam suatu mu’amalat yang mungkin ia untung dan mungkin ia rugi. Dan ini adalah maisir yang diharamkan dalam syari’at Islam.
b.       Undian berhadiah tersebut tidak mempengaruhi harga produk. Perusahaan mengadakan undian hanya sekedar melariskan produknya.
Hukumnya : Ada dua pendapat dalam masalah ini :
a.      Hukumnya harus dirinci. Kalau ia membeli barang dengan maksud untuk ikut undian maka ia tergolong kedalam Maisir/Qimar yang diharamkan dalam syari’at karena pembelian barang tersebut adalah sengaja mengeluarkan biaya untuk bisa ikut dalam undian. Sedang ikut dalam undian tersebut ada dua kemungkinan ; mungkin ia beruntung dan mungkin ia rugi. Maka inilah yang disebut Maisir/Qimar. Adapun kalau dasar maksudnya adalah butuh kepada barang/produk tersebut setelah itu ia mendapatkan kupon untuk ikut undian maka ini tidak terlarang karena asal dalam mu’amalat adalah boleh dan halal dan tidak bentuk Maisir maupun Qimar dalam bentuk ini. Rincian ini adalah pendapat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Syaikh Sholih bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Asy-Syaikh, Lajnah Baitut Tamwil Al-Kuwaiti dan Haiah Fatwa di Bank Dubai Al-Islamy.



b.   Hukumnya adalah haram secara mutlak. Ini adalah pandapat Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz dan Al-Lajnah Ad-Da`imah. Alasannya karena hal tersebut tidak lepas dari bentuk Qimar/Maisir dan mengukur maksud pembeli, apakah ia memaksudkan barang atau sekedar ingin ikut undian adalah perkara yang sulit.

3.         Undian dengan mengeluarkan biaya.

Bentuknya : Undian yang bisa diikut setiap orang yang membayar biaya untuk ikut undian tersebut atau mengeluarkan biaya untuk bisa mengikuti undian tersebut dengan mengeluarkan biaya.     
Contohnya : Mengirim kupon/kartu undian ke tempat pengundian dengan menggunakan perangko pos. Tentunya mengirim dengan perangko mengeluarkan biaya sesuai dengan harga perangkonya.

Contoh lain : Ikut undian dengan mengirim SMS kelayanan telekomunikasi tertentu baik dengan harga wajar maupun dengan harga yang telah ditentukan.

Contoh lain : Pada sebagian tutup minuman tertera nomor yang bisa dikirim ke layanan tertentu dengan menggunakan SMS kemudian diundi untuk mendapatkan hadiah yang telah ditentukan. Apakah biaya SMS-nya dengan harga biasa maupun tertentu (dikenal dengan pulsa premium).

 Hukumnya : Haram dan tidak boleh. Karena mengeluarkan biaya untuk suatu yang mu’amalat yang belum jelas beruntung tidaknya, maka itu termasuk Qimar/Maisir.

B . Hukum
Mengenai hukum dari perlombaan berhadiah, pada prinsipnya lomba semacam badminton, sepakbola dan lain-lain diperbolehkan oleh agama, asalkan tidak membahayakan keselamatan badan dan jiwa. Dan mengenai uang hadiah yang diperoleh dari hasil lomba tersebut diperbolehkan oleh agama, jika dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1.      Jika uang lomba berhadiah itu disediakan oleh pemerintah atau sponsor non pemerintah untuk para pemenang.
2.      Jika uang hadiah itu merupakan janji salah satu dua orang yang berlomba kepada lawannya, jika ia dapat dikalahkan oleh lawannya itu.
3.      Jika uang hadiah lomba disediakan oleh para pelaku lomba dan mereka disertai Muhallil, yaitu orang yang berfungsi menghalalkan perjanjian lomba dengan uang sebagai pihak ketiga, yang akan mengambil uang hadiah itu, jika ia jagonya menang; tetapi ia tidak harus membayar, jika jagonya kalah.
Lomba dengan menarik uang saat pendaftaran dari peserta untuk hadiah termasuk judi, sedangkan yang bukan untuk hadiah itu tidak termasuk judi.
Abdurrahman Isa menjelaskan, bahwa Islam membolehkan bahkan memberi rekomendasi terhadap usaha menghimpun dana guna membantu lembaga sosial keagamaan dengan memakai sistem undian berhadiah, agar masyarakat tertarik untuk membantu usaha sosial itu.
Menurut Abdurrahman Isa, undian berhadiah itu tidak termasuk judi, karena judi dan lain sebagainya dirumuskan oleh ulama’ Syafi’i adalah “antara kedua belah pihak yang berhadapan itu masing-masing ada untung dan rugi”. Padahal pada undian berhadiah untuk amal itu pihak penyelenggara tidak menghadapi untuk rugi, sebab uang yang akan masuk sudah ditentukan sebagian untuk dana sosial, dan sebagian lagi untuk hadiah dan administrasi.
Undian berhadiah atau lotre lebih dekat dengan judi. Judi adalah permainan yang mengandung unsur taruhan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung yang sifatnya untung-untungan dan mengadu nasib. Semua taruhan dengan cara mengadu nasib yang sifatnya untung-untungan dilarang keras oleh agama sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 90:

يا أيّها الذين أمنوا إنما الخمر و الميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبه لعلّكم تفلحون ّ
Hai orang-orang beriman sesungguhnya minum khomer, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji yang merupakan perbuatan syeitan. Maka jauhilah perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan.”
(QS. Al-Ma’idah:90)
Berdasarkan ayat di atas jelas bahwa judi adalah perbuatan keji dan mungkar yang akan menyebarkan kekejian di kalangan umat. Orang yang kalah akan jatuh melarat sementara orang yang menang akan dibenci. Semua pihak akan hanyut dibawa arus sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Al-Maidah ayat 91:

إنّما يرييد االشطان أن يوقع بينكم العداوة و البغضاء فى الخمر و الميسر و يصدّكم عن ذكر الله و عن الصلاة فهل أنتم منتهوون ّ
sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khomer dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu.”(QS. Al-Ma’idah: 91)

Kemudian bagaimanakah hukumnya undian berhadiah dan lotre apakah sama dengan judi? Sebagaimana dijelaskan tadi bahwa undian berhadiah mempunyai unsur-unsur perjudian sedangkan hukum judi sudah tentu haram karena terdapat unsur taruhan dan untung-untungan akan tetapi lotre tidak demikian. Lotre bertujuan untuk menghimpun dana demi pembangunan yang mana merupakan sesuatu hal yang positif.
Adapun bentuk taruhan yang diperbolehkan dalam suatu perlombaan adalah sebagai berikut.
1.    Dua orang atau lebih berlomba untuk memperebutkan hadiah yang disediakan oleh seseorang atau sekelompok orang. Lalu, orang tersebut berkata, siapa saja yang paling cepat mencapai garis finish, ia berhak mendapatkan hadiah. Pemenang lomba lari ini boleh mengambil hadiah yang dilombakan tersebut, dan aktivitas semacam ini tidak termasuk dalam taruhan yang dilarang.
2.    Salah satu dari peserta lomba mengeluarkan uang atau hartanya sendiri, kemudian ia berkata kepada peserta lomba lainnya, “Siapa saja yang bisa mendahului saya sampai ke garis finish, ia berhak mendapatkan uang atau harta saya ini.” Dalil yang membolehkan perlombaan semacam ini adalah sebuah riwayat yang dituturkan oleh Imam Ahmad ra; bahwasanya Anas bin Malik pernah ditanya tentang taruhan di masa Rasulullah saw.
هَلْ كُنْتُمْ تُرَاهِنُونَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ نَعَمْ لَقَدْ رَاهَنَ عَلَى فَرَسٍ لَهُ يُقَالُ لَهُ سُبْحَةُ فَسَبَقَ النَّاسَ فَهَشَّ لِذَلِكَ وَأَعْجَبَهُ
“Apakah anda melakukan taruhan (rihaan) di masa Rasulullah saw. Anas bin Malik menjawab, “Ya, benar. Sesungguhnya Rasulullah saw mempertaruhkan seekor kuda yang bernama Subhah. Lalu, beliau berlomba dengan para shahabat dan berhasil memenangkan perlombaan tersebut. Lantas, beliau mengaguminya.” [HR. Imam Ahmad]
Pada  surat  Al  Maidah  ayat  90  dikatakan  bahwa  judi  adalah  rijsun  (kotor)  dan  merupakan  perbuatan  syaitan.  Rijsun  dan  perbuatan  syaitan  tidak  dapat  dijadikan  illat  sebab  menurut  beliau  rijsun  itu  subyektif  dan  masih  samar,  perbuatan  syaitan  juga  sulit  untuk  dijadikan  kriteria  dan  batasannya.  Bila  rijsun  dan  perbuatan  syaitan  dijadikan  illat  hukum,  maka  ada  beberapa  hokum  yang  mempunyai  illat  hukum  yang  sama  sebab  ayat  tersebut  membicarakan  maisir,  anshab  dan  azlam.
Selanjutnya  beliau  menjelaskan  surat  Al  Maidah  ayat  91  bahwa  maisir  dalam  ayat  tersebut  akan  menimbulkan  permusuhan  dan  kebencian  serta  akan  menyebabkan  pelakunya  lalai  zikir  kepada  Allah.  Bila  hal  ini  dijadikan  illat  hukum,  maka  akan  terjadi  seperti  pada  ayat  90  di  atas,  yaitu  sifat-sifat  itu  tidak  jelas.
Beliau  juga  berpendapat  bahwa  yang  pertama  berhasil  menemukan  illat  maisir  adalah  Imam  Syafi’i.  illat  maisir  menurut  Imam  Syafi’i  adalah  berhadap-hadapan  langsung.  dan  untuk  pembuktiannya  bisa  dilihat  langsung  dalam  kitab-kitab  fiqhnya  pada  bab  pembahasan  pacuan  kuda.  Menurut  fiqh  mazhab  Syafi’i   terdapat  3  macam  taruhan  yang  dibenarkan  oleh  Islam  yaitu:
a.       Apabila  yang  mengeluarkan  barang  atau  harta  yang  dipertaruhkan  adalah  pihak  ketiga.
b.      Taruhan  yang  bersifat  sepihak.
c.       Taruhan  yang  dilakukan  oleh  dua  orang  atau  lebih  dengan  ketentuan  siapa  saja  yang  kalah  harus  membayar  atau  memberikan  sesuatu  kepada  seseorang  yang  menang.  Akan  tetapi  cara  ini  harus  dengan  yang  menghalalkan.
Pemerintah RI telah mempunyai seperangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan undian dan penertiban perjudian, antara lain:
1.UU Nomor 38 Tahun 1947 tentang Undian Uang Negara
            2.UU Nomor 22 Tahun 1954 tentang Undian, dan
            3.UU Nomor 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian.
       Sebagian besar ulama di Indonesia mengharamkan segala macam taruhan dan perjudian, seperti Nasional Lotere (NALO) dan Lotere Totalisator (Lotto). Pada tahun 60-an masyarakat pernah dilanda oleh lotere, terutama lotere buntut, yang akhirnya dilarang oleh presiden Sukarno dengan Keppres No. 133 Tahun 1965, karena lotere buntut dianggap dapat merusak moral bangsa dan digolongkan sebagai subversi.
Allah Swt berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 219:
   Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".
C . Kriteria Permainan Dikatakan Judi
Lafal yang dipakai dalam Al-Qur’an untuk judi adalah “maisir”. Di dalam Al-Qur’an tidak ditemukan “qimar”. 
Maisir pada asal bahasa ialah: berqimar dengan anak panah baik untuk mencari siapa yang mempunyai nasib bik, dapat bagian banyak, ataupun siapa yang tidak bernasib baik mendapat bagian sedikit, ataupun tidak mendapat apa- apa.Kemudian lafal Maisir ini dipakai untuk sebagai macam qimar. Ibnu Atsir dalam kitabnya: An-Nihayah berkata; maisir ialah berjudi dengan dadu. Segala apa saja yang padanya mengandung makna judi maka dia dipandang maisir, anak-anak yang bermain kelereng.
Maka anak-anak yang bermain kelereng dapat juga dikatakan maisir, karena disana ada unsur kalah dan menang bukan? Dan qimar ialah bertaruh dengan mata uang, dengan benda-benda tertentu, dengan menggunakan dan nasib.

D . Pendapat Para Ulama
Al Ustadz Dzulqornain bin Muhammad Sunusi,Dalam menguraikan tentang hukum undian diharuskan untuk kembali mengingat beberapa kaidah syari’at Islam yang telah dijelaskan dalam tulisan bagian pertama dalam pembahasan ini.Kaidah-kaidah tersebut adalah sebagai berikut:Pertama : Kaidah yang tersebut dalam riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu: “ Rasululloh Shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli gharor.”Gharor adalah apa yang belum diketahui diperoleh tidaknya atau apa yang tidak diketahui hakekat dan kadarnya.Kedua : Kaidah syari’at yang terkandung dalam firman Alloh Ta’ala:“Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya khamr maisir berhala mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan.Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaithan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lataran khamr dan berjudi itu dan menghalangi kamu dari mengingat Alloh dan sembahyang; maka berhentilah kamu ” Dan dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu riwayat Al Bukhori dan Muslim Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“ Siapa yang berkata kepada temannya: Kemarilah saya berqimar denganmu maka hendaknya dia bershodaqoh.” Yaitu hendaknya dia membayar kaffaroh menebus dosa ucapannya.Ayat dan hadits di atas menunjukkan haramnya perbuatan maisir dan qimar dalam mu’amalat.Maisir adalah tiap mu’amalah yang orang masuk ke dalamnnya setelah mengeluarkan biaya dengan dua kemungkinan; dia mungkin rugi atau mungkin dia beruntung.Qimar menurut sebagian ulama adalah sama dengan maisir dan menurut sebagian ulama lain qimar hanya pada mu’amalat yang berbentuk perlombaan atau pertaruhan.
*      Pendapat yang Mengharamkan Lotre atau Undian Berhadiah.
Muktamar Majlis Tarjih Muhammadiyah di Sidoharjo tanggal 27-31 Juli 1969 memutuskan bahwa lotre sama dengan judi oleh karena itu hukumnya haram dengan pertimbangan sebagaimana berikut:
·         Lotre pada hakikatnya dan sifatnya sama dengan taruhan dan perjudian dengan unsur-unsur pihak yang menerima hadiah sebagai pemenang dan pihak yang tidak mendapat hadiah sebagai yang kalah.
·         Oleh karena lotre adalah salah satu jenis dari taruhan dan perjudian maka berlakukan nash    shorih dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 183 dan 219, surat Al-Maidah ayat 90-91.

·         Muktamar mengakui bahwa bagian hasil lotre yang diambil oleh pihak penyelenggara mengandung manfaat bagi masyarakat sepanjang bagian ini betul-betul dipergunakan bagi pembangunan

·         Bahwa madhorot dan akibat jelek yang ditimbulkan oleh tersebar luasnya taruhan dan perjudian dalam masyarakat jauh lebih besar daripada manfaatnya yang diperoleh dari penggunaan hasilnya.
Ahmad Asy-Syirbashi dalam kitabnya yasalunaka fid din wal hayah mengemukakan bahwa lotre adalah salah satu dari bentuk praktek perjudian yang dilarang oleh agama Islam, keuntungan yang diperoleh darinya juga haram. Titik pengharamannya terletak pada adanya unsur memakan harta orang lain dengan cara batil, penipuan, dan kebodohan. Disamping itu perbuatan judi mendorong orang untuk menggantungkan harapannya kepada harapan-harapan yang dusta.
Hal yang senada dilontarkan oleh Dr. Yusuf Qordhowi yang memandang lotre adalah praktek judi, belia beralasan sebagaimana berikut:
a.    Lotre atau undian berhadiah mengandung unsur perjudian
b.    Praktek ini menonjolkan egoisme dan mengenyampingkan semangat persaudaraan
c.    Merugikan banyak konsumen dan menguntungkan satu orang
d.   Mengajarkan orang untuk berlebihan karena kenyataannya para konsumen membeli terus barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan
*      Pendapat Yang Membolehkan Lotre atau Undian Berhadiah
Menurut Rosyid Ridho, lotre dan undian berhadiah yang dilakukan secara formal oleh pemerintah yang ditujukan untuk pembangunan dan kemaslahatan bersama tidak dapat di samakan dengan judi, karena manfaatnya lebih besar daripada madhorotnya. Namun ia tampaknya tidak menghalalkan bagi orang-orang yang cocok nomer undiannya untuk mengambil hadiahnya, karena dianggap memakan harta orang lain dengan cara yang batil meskipun tidak menimbulkan permusuhan dan kebencian antara mereka, serta juga tidak menyebabkan lupa pada Tuhan.
Hal yang senada dilontarkan oleh Abdurrohman Isa, ia mangasumsikan bahwa undian berhadiah untuk amal itu tidak termasuk judi karena judi sebagaimana dirumuskan oleh ulama syafi’iyah adalah antara kedua belah pihak yang berhadapan itu masing-masing ada untung rugi, padahal dalam undian berhadiah untuk amal itu pihak penyelenggara tidak menghadapi untung rugi, sebab uang yang akan masuk sudah ditentukan sebagian untuk dana sosial dan sebagian lagi untuk hadiah dan administrasi.Bahkan menurut beliau islam meberikan rekomendasi terhadap usaha penghimpunan dana guna membantu lembaga sosial keagamaan dengan memakai sistem undian berhadiah, agar masyarakat tertarik untuk membantu usaha sosial itu, akan tetapi dengan syarat seperti berikut ini:
·         Uang yang masuk benar-benar untuk kepentingan sosial keagamaan dan sebagainya.
·         Penarikan nomor undian harus disaksikan oleh petugas dari Dept. Dalam Negri dan Dept. Sosial.
·         Dana yang masuk telah dibagi. Misalnya 60% untuk dana sosial keagamaan, sedangkan 40% untuk hadiah dan biaya administrasi.
Dokter Fuad Muhammad Fakhruddin pun mengikuti atau sependapat dengan pendapat diatas. Sebagaimana dikutip oleh Ali Hasan, menurutnya bahwa lotre tidak termasuk dalam kategori judi yang diharamkan. Lebih lanjut beliau berkata: “ pembeli lotre apabila maksud dan tujuannya hanya menolong dan mengharapkan hadiah, maka dalam perbuatan itu tidak tedapat unsur perjudian.Selain itu juga ulama Indonesia seperti Syeikh Ahmad Syurkati (Al-‘Irsyad) berpendapat bahwa, lotre itu bukan judi karena bertujuan untuk menghimpun dana yang akan disumbangkan untuk kegiatan sosial dan kemanusiaan. Bahkan beliau mengakui bahwa unur negatifnya tidak ada, tetapi sangat kecil dibandingkan manfaatnya.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perlombaan berhadiah adalah perlombaan yang bersifat adu kekuatan seperti bergulat. Lomba lari atau ketrampilan ketangkasan seperti badminton, sepak bola, atau adu kepandaian seperti main catur. Sedangkan yang dimaksud dengan undian berhadiah adalah pemungutan dana dengan cara menyelenggarakan undian/kupon berhadiah yang dapat menarik masyarakat untuk membelinya agar mendapatkan hadiah tersebut seperti yang dijanjikan.
Pada hakikatnya perlombaan berhadiah dan undian berhadiah kalau tidak mengandung unsur judi dan dana itu berasal dari pemerintah atau suatu sponsor maka itu diperbolehkan. Tetapi apabila dana itu diambil dari kedua belah pihak dan dari pihak ada yang rugi dan untuk maka ini dikatakan judi yang diharamkan oleh agama.
Dan undian yang bersyarat harus membeli barang, terdapat 2 bentuk, yakni yang pertama jikalau harga produk bertambah dengan terselenggaranya undian tersebut maka hukumnya haram, karena ia telah mengeluarkan biaya untuk masuk ke dalam suatu mu’amalat. Dan jikalau undian tersebut tidak mempengaruhi harga product, terdapat 2 pendapat mengenai hal tersebut. Dan pendapat yang pertama yang paling kuat.
Sedangkan undian yang mana peserta harus mengeluarkan biaya, maka hukumnya Haram dan tidak boleh. Karena mengeluarkan biaya untuk suatu yang mu’amalat yang belum jelas beruntung tidaknya, maka itu termasuk Qimar/Maisir.

Related Posts

There is no other posts in this category.