BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Semakin meningkatnya jumlah
masyarakat miskin di Indonesia ternyata membawa berbagai persoalan
multi-dimensi bagi bangsa ini, untuk mengurangi atau jika bisa menghilangkan
kemiskinan ini diperlukan usaha keras yang harus didukung oleh seluruh komponen
bangsa. Dalam Islam salah satu dari usaha untuk mengurangi serta mengentaskan
kemiskinan adalah dengan adanya syariat zakat yang berfungsi sebagai pemerataan
kekayaan. Pendistribusian zakat bagi masyarakat miskin tidak hanya untuk menutupi
kebutuhan konsumtif saja melainkan lebih dari itu. Dari sinilah pola pemberian
zakat kepada para mustahiq tidak hanya bersifat konsumtif saja, namun dapat
pula bersifat produktif.
Sifat distribusi zakat yang bersifat
produktif berarti memberikan zakat kepada fakir miskin untuk dijadikan modal
usaha yang dapat menjadi mata pencaharian mereka, dengan usaha ini diharapkan
mereka akan mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri. Tujuan lebih jauhnya
adalah menjadikan mustahiq zakat menjadi muzzaki zakat.
Di antara tujuan diberikannya zakat
adalah agar mereka dapat memperbaiki kehidupan ekonominya menjadi lebih baik.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka pendistribusian zakat tidak cukup
dengan memberikan kebutuhan konsumsi saja, model distribusi zakat produktif
untuk modal usaha akan lebih bermakna, karena akan menciptakan sebuah mata
pencaharian yang akan mengangkat kondisi ekonomi mereka, sehingga diharapkan
lambat laun mereka akan dapat keluar dari jerat kemiskinan, dan lebih dari itu
mereka dapat mengembangkan usaha sehingga dapat menjadi seorang muzakki.
B. Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui bagaimana zakat
sebagai investasi public
2. Untuk mengetahui bagaimana zakat
produktiif dan investasi zakat
C. Tujuan
Untuk mengetahui apa yang menjadi
rumusan masalah di atas.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. ZAKAT
SEBAGAI INSTRUMEN INVESTASI PUBLIK
Investasi merupakan usaha yang dapat
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan di masa yang akan datang. Mengenai kebutuhan
di masa yang akan datang menjadi kata kunci sebelum melakukan investasi,
kemampuan melakukan investasi dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan yang akan
datang akan sangat beruntung dengan seberapa besar kemampuan menyisihkan
tabungan. Berkenaan dengan ini, zakat merupakan salah satu instrumen investasi yang
berdasarkan social investment cost terhadap kelebihan harta benda yang sudah
mencapai nishab.
Dalam
sisertasi berjudul “Analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi pengembangan penerimaan zakat dan kontribusinya terhadap pembangunan
ekonomi dari sektor
zakat serta implikasinya pada peningkatan lapangan kerja dan pengurangan
kemiskinan di Provinsi DKI Jakarta”, M. Syahrial Yusuf (2009: 42), menguraikan
tentang aplikasi zakat dikenakan pada semua bentuk aset-aset yang tidak termanfaatkan
(uang tunai, perhiasan, pinjaman, depositi bank, dan lain-lain) yang telah
memenuhi nishab dan kebutuhan
hidup. Menurutnya dalam ekonomi islam, dana atau tabungan yang tidak
diinvestasikan pada sector riil akan dikenakan zakat. Dana dan tabungan
senantiasa akan diputar oleh pihak perbankan atau lembaga keuangan lainnya,
karna apabila tidak di investasikan ke sector riil maka akan mengurangi nilai
dari dana atau tabungan tersebut, sehingga sector akan terus bergerak. Kemudian
tingkat investasi dalam perekonomian secara otomatis akan meningkat.
Investasi
dalam perekonomian islam ditentukan oleh dua factor, yaitu tingkat harapan akan
tingkat keuntungan meningkat dan tingkat/besar iuran pada aset-aset yang tidak
termanfaatkan meningkat. Karena tingkat harapan keuntungan bukan merupakan
variable yang dapar dikendalikan, satu-satunya instrument yang tersedia untuk
mendorong investasi adalah tingkat iuran pada aset-aset yang tidak
termanfaatkan, hal ini merupakan alternative dari ekonomi konvensional.
B. ZAKAT
PRODUKTIF
Zakat produktif adalah zakat yang diberikan kepada fakir miskin berupa
modal usaha atau yang lainnya yang digunakan untuk usaha produktif yang mana
hal ini akan meningkatkan taraf hidupnya, dengan harapan seorang mustahiq akan
bisa menjadi muzakki jika dapat menggunakan harta zakat tersebut untuk
usahanya. Hal ini juga pernah dilakukan oleh Nabi s.a.w, dimana beliau
memberikan harta zakat untuk digunakan sebagai modal usaha kepada salah seorang
sahabat. Hal ini seperti yang disebutkan oleh Didin Hafidhuddin yang berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh
Muslim yaitu ketika Rasulullah memberikan uang zakat kepada Umar bin Al-Khatab
yang bertindak sebagai amil zakat seraya bersabda :
"خُذْهُ فَتَمَوَّلْهُ, أَوْ تَصَدَّقْ بِهِ, وَمَا جَاءَكَ
مِنْ هَذَا اَلْمَالِ, وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلَا سَائِلٍ فَخُذْهُ, وَمَا
لَا فَلَا تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ". رَوَاهُ مُسْلِمٌ
“Ambilah dahulu, setelah itu milikilah (berdayakanlah) dan sedekahkan
kepada orang lain dan apa yang datang kepadamu dari harta semacam ini sedang
engkau tidak membutukannya dan bukan engkau minta, maka ambilah. Dan mana-mana
yang tidak demikian maka janganlah engkau turutkan nafsumu” (H.R Muslim).
Kalimat فَتَمَوَّلْهُ (fatamawalhu) berarti
mengembangkan dan mengusahakannya sehingga dapat diberdayakan, hal ini sebagai
satu indikasi bahwa harta zakat dapat digunakan untuk hal-hal selain kebutuhan
konsumtif, semisal usaha yang dapat menghasilkan keuntungan. Hadits lain
berkenaan dengan zakat yang didistribusikan untuk usaha produktif adalah hadits
yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, katanya :
أن رسولَ الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم لم يكون شيئا
علي اللإسلام إلا أعطاه, قال : فأتاه رجل فساله, فامر له بشاء كثير بين جبلين من
شاء الصدقة, قال : فرجع إلي قومه فقال : يا قوم أسلموا فإن محمد يعطي عطاء من يخشى
الفاقة ! رواه أحمد بإسناد صحيح
Bahwasanya Rasulallah tidak pernah menolak jika diminta sesuatu atas nama
Islam, maka Anas berkata "Suatu ketika datanglah seorang lelaki dan
meminta sesuatu pada beliau, maka beliau memerintahkan untuk memberikan
kepadanya domba (kambing) yang jumlahnya sangat banyak yang terletak antara dua
gunung dari harta shadaqah, lalu laki-laki itu kembali kepada kaumnya seraya
berkata " Wahai kaumku masuklah kalian ke dalam Islam, sesungguhnya
Muhammad telah memberikan suatu pemberian yang dia tidak takut jadi kekurangan
!" HR. Ahmad dengan sanad shahih.
Pemberian kambing kepada muallafah qulubuhum di atas adalah sebagai
bukti bahwa harta zakat dapat disalurkan dalam bentuk modal usaha.
Pendistribusian zakat secara produktif juga telah menjadi pendapat ulama
sejak dahulu. Masjfuk Zuhdi mengatakan bahwa Khalifah Umar bin Al-Khatab selalu
memberikan kepada fakir miskin bantuan keuangan dari zakat yang bukan sekadar
untuk memenuhi perutnya berupa sedikit uang atau makanan, melainkan sejumlah
modal berupa ternak unta dan lain-lain untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan
keluarganya. Demikian juga seperti yang dikutip oleh Sjechul Hadi Permono yang
menukil pendapat Asy-Syairozi yang mengatakan bahwa seorang fakir yang
mampu tenaganya diberi alat kerja, yang mengerti dagang diberi modal dagang,
selanjutnya An-Nawawi dalam syarah Al-Muhazzab merinci bahwa tukang jual roti,
tukang jual minyak wangi, penjahit, tukang kayu, penatu dan lain sebagainya
diberi uang untuk membeli alat-alat yang sesuai, ahli jual beli diberi zakat
untuk membeli barang-barang dagangan yang hasilnya cukup buat sumber
penghidupan tetap.
Pendapat Ibnu Qudamah seperti yang dinukil oleh Yusuf Qaradhawi mengatakan
“Sesungguhnya tujuan zakat adalah untuk memberikan kecukupan kepada fakir
miskin….” Hal ini juga seperti dikutip oleh Masjfuk Zuhdi yang membawakan
pendapat Asy-Syafi’i, An-Nawawi, Ahmad bin Hambal serta Al-Qasim bin Salam
dalam kitabnya Al-Amwal, mereka berpendapat bahwa fakir miskin hendaknya
diberi dana yang cukup dari zakat sehingga ia terlepas dari kemiskinan dan
dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya secara mandiri.
Secara umum tidak ada perbedaan pendapat para ulama mengenai dibolehkannya
penyaluran zakat secara produktif. Karena hal ini hanyalah masalah tekhnis
untuk menuju tujuan inti dari zakat yaitu mengentaskan kemiskinan golongan
fakir dan miskin.
v Zakat Bagi Usaha Produktif
Usaha produktif adalah setiap usaha yang dapat
menghasilkan keuntungan (profitable), mempunyai market yang potensial
serta mempunyai managemen yang bagus, selain itu
bahwa usaha-usaha tersebut adalah milik para fakir miskin yang menjadi mustahiq
zakat dan bergerak di bidang yang halal. Usaha-usaha seperti inilah yang
menjadi sasaran zakat produktif.
Dalam pendistribusiannya diperlukan adanya lembaga
amil zakat yang amanah dan kredibel yang mampu untuk me-manage
distribusi ini. Sifat amanah berarti berani bertanggung jawab terhadap segala
aktifitas yang dilaksanakannya terkandung didalamnya sifat jujur. Sedangkan
professional adalah sifat mampu untuk melaksanakan tugas yang dibebankan
kepadanya dengan modal keilmuan yang ada.
Pola pendistribusian zakat produktif haruslah
diatur sedemikian rupa sehingga jangan sampai sasaran dari program ini tidak
tercapai. Beberapa langkah berikut menjadi acuan dalam pendistribusian zakat
produktif:
1. Forecasting yaitu meramalkan, memproyeksikan
dan mengadakan taksiran sebelum pemberian zakat tersebut.
2. Planning, yaitu merumuskan dan
merencanakan suatu tindakan tentang apa saja yang akan dilaksanakan untuk
tercapainya program, seperti penentuan orang-orang yang akan mendapat zakat
produktif, menentukan tujuan yang ingin dicapai, dan lain-lain.
3. Organizing dan Leading, yaitu mengumpulkan
berbagai element yang akan membawa kesuksesan program termasuk di dalamnya
membuat peraturan yang baku yang harus di taati.
4. Controling yaitu pengawasan terhadap
jalannya program sehingga jika ada sesuatu yang tidak beres atau menyimpang
dari prosedur akan segera terdeteksi.
Selain langkah-langkah tersebut di atas bahwa dalam
penyaluran zakat produktif haruslah diperhatikan orang-orang yang akan
menerimanya, apakah dia benar-benar termasuk orang-orang yang berhak menerima
zakat dari golongan fakir miskin, demikian juga mereka adalah orang-orang yang
berkeinginan kuat untuk bekerja dan berusaha. Masjfuk Zuhdi menyebutkan bahwa
seleksi bagi para penerima zakat produktif haruslah dilakukan secara ketat,
sebab banyak orang fakir miskin yang masih sehat jasmani dan rohaninya tetapi
mereka malas bekerja. Mereka lebih suka menjadi gelandangan daripada menjadi
buruh atau karyawan. Mereka itu tidak boleh diberi zakat, tetapi cukup diberi
sedekah ala kadarnya, karena mereka telah merusak citra Islam. Karena itu para
fakir miskin tersebut harus diseleksi terlebih dahulu, kemudian diberi
latihan-latihan keterampilan yang sesuai dengan bakatnya, kemudian baru diberi
modal kerja yang memadai.
Setelah mustahiq penerima zakat produktif
ditetapkan selanjutnya adalah Amil zakat harus cermat dan selektif dalam
memilih usaha yang akan dijalankan, pemahaman mengenai bagaiamana mengelola
usaha sangat penting terutama bagi Amil mengingat dalam keadaan tertentu
kedudukannya sebagai konsultan/pendamping usaha produktif tersebut. Di antara
syarat-syarat usaha produktif dapat dibiayai oleh dana zakat adalah:
1.
Usaha tersebut harus bergerak
dibidang usaha-usaha yang halal. Tidak diperbolehkan menjual belikan
barang-barang haram seperti minuman keras, daging babi, darah, symbol-symbol
kesyirikan dan lain-lain. Demikian juga tidak boleh menjual belikan
barang-barang subhat seperti rokok, kartu remi dan lain sebagainya.
2.
Pemilik dari usaha tersebut
adalah mustahiq zakat dari kalangan fakir miskin yang memerlukan modal usaha
ataupun tambahan modal.
3.
Jika usaha tersebut adalah
perusahaan besar maka diusahakan mengambil tenaga kerja dari golongan mustahiq
zakat baik kaum fakir ataupun miskin.
Setelah usaha yang akan dijadikan obyek zakat
produktif ditentukan maka langkah berikutnya yaitu cara penyalurannya. Mengenai
penyalurannya dapat dilakukan dengan model pinjaman yang “harus” dikembalikan,
kata harus di sini sebenarnya bukanlah wajib, akan tetapi sebagai bukti
kesungguhan mereka dalam melakukan usaha.
Yusuf Qaradhawi menawarkan sebuah alternatif
bagaimana cara menyalurkan zakat kepada fakir miskin, beliau mengatakan seperti
dikutip oleh Masjfuk Zuhdi bahwa orang yang masih mampu bekerja/berusaha dan
dapat diharapkan bisa mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya secara
mandiri, seperti pedagang, petani, pengrajin, tetapi mereka kekurangan modal
dan alat-alat yang diperlukan, maka mereka itu wajib diberi zakat secukupnya
sehingga mereka mampu mandiri seterusnya. Dan mereka bisa juga ditempatkan di
berbagai lapangan kerja yang produktif yang didirikan dengan dana zakat.
Setelah proses penyaluran selesai, maka yang tidak
kalah penting adalah pengawasan terhadap mustahiq yang mendapatkan zakat
produktif tersebut, jangan sampai dana tersebut disalah gunakan atau tidak
dijadikan sebagai modal usaha. Pengontrolan ini sangat penting mengingat
program ini bisa dikatakan sukses ketika usaha mustahiq tersebut maju dan dapat
mengembalikan dana zakat tersebut. Karena hal inilah yang diharapkan, yaitu
mustahiq tersebut dengan usahanya akan maju dan berkembang menjadi mustahiq
zakat.
Model pengawasan terhadap bergulirnya dana zakat
produktif dapat pula berupa pendampingan usaha, semacam konsultan yang akan
mengarahkan para mustahiq dalam menjalankan usahanya. Model pendampingan ini
juga hendaknya tidak hanya terfokus kepada usaha yang dikelolanya, melainkan
juga dapat mendampingi dan memberikan input dalam hal spiritual mustahiq.
Diadakannya kelompok-kelompok pertemuan antar mustahiq penerima zakat produktif
dengan pengelola zakat dapat dijadikan momen untuk memberikan tausiah
keagamaan, jadi selain untuk mengentaskan kemiskinan keduniaan sekaligus
mengentaskan mereka dari kemiskinan spiritual.
Bagaimana aplikasi penyaluran dana zakat
produktif pada masyarakat yang telah dilakukan oleh Badan Amil Zakat dan
Lembaga Amil zakat di Indonesia? Berikut beberapa contoh nya :
Di antara contoh pendistribusian zakat yang
bersifat produktif adalah yang telah dilaksanakan oleh BAZKAF PT. Telkom
Indonesia dimana mereka memasukan dua unsur produktif dalam penyaluran zakatnya:
1. Investasi dalam bentuk pinjaman tanpa bunga dan bentuk pemberdayaan SDM
yaitu berupa pelatihan keterampilan, bimbingan usaha dan beasiswa.
2. Modal kerja usaha.
Sementara BAZ Kabupaten Sukabumi menyalurkan dana zakat yang bersifat
produktif kepada para fakir miskin yang lemah kondisi ekonominya dalam bentuk
modal usaha yang dengan beberapa variasi program yaitu :
1. Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) Zakat
2. Bantuan Modal usaha Kecil (BMUK)
3. Bantuan Modal Pertanian dan Peternakan
4. Qordul Hasan untuk PNS yang kesulitan pinjaman
5. Penguatan BMT
Program ini ditujukan bagi pengembangan ekonomi produktif di kalangan
keluarga miskin. Bentuknya dalam bentuk bantuan permodalan bergulir dan
bimbingan usaha, sehingga diharapkan dengan bantuan tersebut sasaran dapat
melakukan usaha sendiri secara mandiri dan berpenghasilan tetap untuk keluar
dari jerat kemiskinan. Kalau bisa menjadikan usaha ekonomi lemah ini menjadi
seorang muzzaki. Program ini juga bisa berbentuk pelatihan usaha,
Enterpreuneur School dll.
Adapun prosedurnya adalah bagi para penerima Dana Zakat harus memenuhi
syarat yang telah ditetapkan dan mengisi formulir permohonan serta akta
perjanjian, hal ini diambil sebagai tanda kesungguhan bagi penerima dana
mengingat pengalaman tahun-tahun sebelumnya sekitar 30 % dana tidak kembali.
Mengenai Enterpreuneur School bisa dalam bentuk Short Course (Kursus
singkat) wirausaha bagi siapa saja yang berminat namun diutamakan dari golongan
dhuafa dan fakir miskin yang mempunyai keinginan untuk maju dan berkembang.
Program ini akan terus berlanjut hingga usaha tersebut benar-benar berdiri dan
tugas BAZ adalah mendampingi dan membantu dalam hal manajerial dan
pengembangannya.
BAZ DKI Jakarta juga melakukan terobosan baru dalam penyaluran zakat
produktif ini, dengan menyalurkan modal usaha, langkah pertama yang dilakukan
adalah modal usaha yang diberikan itu harus dikembalikan dalam waktu tertentu
untuk disalurkan lagi kepada mustahiq berikutnya, yaitu merupakan pinjaman
modal tanpa bunga selama satu tahun, sebagai pendidikan untuk meningkatkan
kehidupan yang layak, demikian seperti dikutip oleh Sjechul Hadi Permono.
v Zakat Produktif dan Investasi Zakat
Zakat produktif
merupakan salah satu bentuk penyaluran dana zakat yang banyak
dikembangkan pada saat ini. Zakat produktif adalah pemberian zakat pada sektor
atau usaha yang menghasilkan dan mendatangkan keuntugan, sehingga menjadikan
penerima zakat dapat menikmati hasilnya terus menerus hingga mandiri. Bentuk
pemberian zakat produktif sangat beragam diantaranya dengan memberikan bantuan
modal dalam bentuk uang atau barang produksi, pendirian Lembaga Keuangan Mikro
Syariah (LKMS) untuk dapat menyalurkan dana zakat dalam bentuk pinjaman modal
dengan prosedur seperti yang dilakukan di Koperasi Simpan Pinjam, BMT dan Bank.
Namun, mekanisme dan prosedur tersebut dinilai memberatkan para mustahik dengan
adanya keharusan mengembalikan modal dan margin dan bagi hasil, serta keharusan
memberikan jaminan untuk permohonan bantuan.
Walaupun
program pemberdayaan mustahik melalui zakat produktif tersebut telah
banyak membawa manfaat, akan tetapi program tersebut masih terhenti pada tahap
pemberian modal dan pembinaan saja. Program pemberdayaan masih belum menyentuh
lebih jauh pada aspek pemasaran produk. Selain itu, keberagaman kemampuan para
mustahik dalam mengelola modal juga masih menjadi kendala tersendiri. Artinya,
program pemberdayaan tidak cukup hanya dengan mengandalkan mekanisme zakat
produktif dalam bentuk bantuan modal, akan tetapi diperlukan juga sebuah model
alternatif dalam pengembangan dana zakat yang berbasis investasi untuk manfaat
jangka panjang.
Dalam investasi
zakat, dana zakat tidak hanya disalurkan dalam bentuk modal usaha, akan tetapi
lebih diprioritaskan kepada investasi dana zakat pada sektor-sektor yang
mendatangkan keuntungan (profitable) dan menyediakan lapangan
pekerjaan bagi para mustahik. Pengelolaan asset investasi zakat dilakukan
dengan sinergi antara lembaga pengelola zakat dan para mustahik. Hasil dan
keuntungan dari investasi zakat dapat disalurkan kembali kepada sektor-sektor
yang menjadi kebutuhan para mustahik, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan,
sarana dan fasilitas umum dan gerakan dakwah.
v Investasi Zakat dalam Praktek
Konsep
investasi zakat sudah mulai diterima di berberapa negara muslim. Di Pakistan
terdapat lembaga khusus untuk mengelola dana investasi zakat yang bernama AZIF
atau Awqaf Zakah Investment Fund. Investasi dana zakat yang
dipraktekkan AZIF dilakukan dengan skema pembiayaan yang sesuai dengan syariah
seperti investasi pada surat berharga atau portofolio. Sedangkan di Malaysia,
investasi dana zakat dilakukan dengan mengalokasikan dana zakat pada sektor
bisnis seperti properti.
Di Indonesia,
pola investasi zakat telah dipraktekkan oleh Dompet Dhuafa Republika. Terdapat
dua pola investasi zakat di Dompet Dhuafa, pertama; investasi dana zakat yang
menjadi bagian para amil, kedua; investasi dana zakat yang menjadi bagian
golongan lainnya.
Investasi dana
zakat yang menjadi hak para amil dilakukan pada sektor bisnis murni, seperti
mini market, DD water, DD travel. Hasil keuntungan dari bisnis tersebut akan
dibagikan kepada para amil, sehingga dana operasional dan gaji para amil tidak
menggantungkan pada bagian 1/8 dari total zakat yang dihimpun.
Investasi dana
zakat yang menjadi bagian golongan penerima zakat lainnya dilakukan melalui
program Baitul Maal Desa (BMD). Program ini merupakan program rehabilitasi
pasca bencana di Yogyakarta pada tahun 2006, sekaligus sebagai program
pengembangan masyarakat.
Program
Pertanian BMD merupakan praktek pengelolaan dan penyaluran dana zakat dengan
skema investasi (investasi zakat). Investor dalam investasi zakat ini adalah
BMD Dompet Dhuafa. Sumber dana investasi zakat berasal dari dana ZIS Dompet
Dhuafa Republika dan bantuan dari pihak lain termasuk para muzakki di
sekitar lokasi BMD. Investasi zakat yang dilakukan BMD adalah dengan pengadaan
dan pengeloaan aset produktif oleh dan untuk para dhuafa.
Peserta program
ini dipilih berdasarkan tingkat penghasilan di bawah UMP DIY yaitu Rp700.000,00
(2009) terutama para buruh tani yang tidak memiliki lahan produktif. Strategi
investasi zakat yang dilakukan adalah redistribusi lahan, pembangunan
pertanian, industrialisasi pedesaan, pertanian terpadu dan marketing DD Beras.
Dana investas zakat dikelola untuk membiayai sewa lahan, pengadaan saprodi,
bantuan pupuk, bibit dan investasi barang modal. Hasil investasi zakat
didistribusikan untuk biaya panen (bawon) dan bagi hasil (50:50) antara peserta
dan BMD.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh penulis pada tahun 2009 di Kabupaten Bantul
tentang persepsi dhuafa buruh tani terhadap program pertanian BMD, didapatkan
hasil bahwa peserta program menilai program ini telah sesuai dengan keinginan
mereka yaitu 78% dari peserta setuju dengan pola investasi zakat yang dilakukan
daripada pola penyaluran dana zakat dengan cara konsumtif.
Penelitan yang
sama juga telah membuktikan adanya pengaruh yang nyata (signifikan) dari
investasi zakat terhadap peningkatan pendapatan dhuafa buruh tani. Setelah
dilakukan analisis terhadap hasil uji beda dua rata-rata terhadap pendapatan
dhuafa buruh tani sebelum dan sesudah mengikuti program pertanian BMD
didapatkan perbedaan yang signifikan antara pendapatan sebelum dan sesudah
mengikuti program BMD. Peningkatan pendapatan yang dialami oleh dhuafa buruh
tani rata-rata Rp210.584,00 per bulan, atau naik sebesar 77,12% dari rata-rata
pendapatan sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Investasi
merupakan usaha yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan di masa yang akan
datang. Mengenai kebutuhan di masa yang akan datang menjadi kata kunci sebelum
melakukan investasi, kemampuan melakukan investasi dan kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan yang akan datang akan sangat beruntung dengan seberapa besar
kemampuan menyisihkan tabungan. Berkenaan dengan ini, zakat merupakan salah
satu instruyen investasi yang berdasarkan social investment cost terhadap
kelebihan harta benda yang sudah mencapai nishab.
Zakat produktif adalah zakat yang diberikan kepada fakir miskin berupa
modal usaha atau yang lainnya yang digunakan untuk usaha produktif yang mana
hal ini akan meningkatkan taraf hidupnya, dengan harapan seorang mustahiq akan
bisa menjadi muzakki jika dapat menggunakan harta zakat tersebut untuk
usahanya. Hal ini juga pernah dilakukan oleh Nabi, dimana beliau memberikan
harta zakat untuk digunakan shahabatnya sebagai modal usaha.
DAFTAR PUSTAKA