Etika Bisis dan Pemasaran Islam
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Seiring dengan munculnya masalah
pelanggaran etika dalam bisnis menyebabkan dunia perdagangan menuntut etika
dalam berbisnis segera dibenahi agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Sebuah
bisnis yang baik harus memiliki etika dan tanggung jawab sosial sesuai dengan
fungsinya baik secara mikro maupun makro. Dalam bisnis tidak jarang berlaku
konsep tujuan menghalalkan segala
cara, bahkan tindakan yang identik dengan kriminalpun ditempuh demi pencapaian
suatu tujuan. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak
menampakkan kecendrungan tetapi sebaliknya, semakin hari semakin meningkat.
Sebagai bagian dalam masyarakat, tentu
bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis
dan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan tersebut membawa serta etika-etika
tertentu dalam kegiatan bisnis, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis
maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak
langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat
bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam sutu pola hubungan yang
bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya berlaku dalam satu Negara, tetapi
meliputi berbagai Negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia
yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia ini
menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang
melingkupi dunia usaha sangat jauh tertinggal
dari pertumbuhan dan perkembangan dibidang ekonomi.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
Pengertian Etika Bisnis
2. Apa
Pengertian Etika Bisnis Islam
3. Apa
Sistem Etika Bisnis Islam
4. Apa
Konsep Dasar Etika Bisnis Islam
5. Apa
Peranan & Fungsi Etika Bisnis
6. Apa
Manfaat Etika Bisnis
7. Bagaimana
Penerapan Etika Bisnis di Bidang Pemasaran
C.
Tujuan
1. Untuk
Mengetahui Pengertian Etika Bisnis
2. Untuk
Mengetahui Pengertian Etika Bisnis Islam
3. Untuk
Mengetahui Sistem Etika Bisnis Islam
4. Untuk
Mengetahui Konsep Dasar Etika Bisnis Islam
5. Untuk
Mengetahui Peranan & Fungsi Etika Bisnis
6. Untuk
Mengetahui Manfaat Etika Bisnis
7. Untuk
Mengetahui Penerapan Etika Bisnis di Bidang Pemasaran
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Etika Bisnis
Sebelum mendefinisikan etika bisnis
terlebih dahulu kita telusuri makna kata per kata dari kalimat etika bisnis. Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat kebiasaan yang
merupakan bagian dari filsafat. Menurut Webster Dictionary, etika ialah ilmu
tentang tingkah laku manusia, prinsip-prinsip yang disistematisir tentang
tindakan moral yang benar.[1]
Banyak istilah lain yang senada dengan etika yaitu akhlaq, moral, etiket, nilai, dan sebagainya. Hamzah Ya’kub dalam
bukunya Etika Islam (1991:11-15): Perkataan akhlaq
berasal dari bahasa Arab, yang diartikan sama dengan budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat. Akhlaq adalah ilmu yang menentukan batas
antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan tercela, tentang perkataan atau
perbuatan manusia lahir dan batin.[2] Moral merupakan aturan dan nilai
kemanusiaan (human conduct and value)
seperi sikap, perilaku dan nilai. Etiket
adalah tata karma atau sopan santun yang dianut oleh suatu masyarakat dalam
kehidupannya. Nilai adalah penetapan
harga sesuatu sehingga sesuatu itu memiliki nilai yang terukur.[3]
Kemudian, Bisnis adalah sebuah aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai
tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi).[4]
Skinner (1992) mengatakan bisnis adalah pertukaran barang, jasa, atau uang yang
saling menguntungkan atau memberi manfaat.[5]
Jadi etika
bisnis adalah refleksi kritis dan
rasional dari perilaku bisnis dengan
memperhatikan moralitas dan norma
untuk mencapai tujuan. Etika bisnis kadang-kadang disebut pula etika manajemen,
yakni penerapan standar moral ke dalam kegiatan bisnis. Faktor utama atas
kecenderungan berhembusnya kepedulian melaksanakan etika bisnis adalah perilaku
perusahaan dan para pengusahanya yang terus menerus melakukan pelanggaran dalam
kegiatan bisnis. Etika baik atau akhlak
mulia itu tidak didapat dan terbentuk dengan sendirinya, tetapi ada
faktor-faktor lain seperti yang dikemukakan oleh ahli etika bisnis islam dari
Amerika, Rafiq Issa Beekun[6]
mengungkapkan bahwa perilaku etika individu dapat dipengaruhi oleh 3 faktor,
yaitu Pertama: interprestasi terhadap
hukum, Kedua: faktor organisasional
dan Ketiga: faktor individu dan
situasi. Hal-hal yang termasuk ke dalam bidang sensitif dalam etika bisnis
yaitu :
a. Dasar
kebenaran dan kejujuran
b. Hubungan
saling percaya sesama rekan bisnis
c. Adil
dalam hubungan dengan pelanggan
d. Etika
dan tanggung jawab karyawan dalam melaksanakan pekerjaan
e. Bertanggungjawab
dalam menggunakan sumber daya dan aset perusahaan
f. Keamanan
dan kualitas produk
g. Keamanan
dan kesehatan di tempat kerja
h. Perilaku
suap-menyuap
i.
Pelestarian lingkungan
j.
Penghematan dalam
penggunaan biaya, tidak ada mark up dan pemborosan
k. Praktek
dalam penjualan, promosi, dan pemasaran pada umumnya[7]
B.
Pengertian
Etika Bisnis Islam
Pengertian Etika Bisnis Islam Menurut
Yusuf Qardhawi meliputi 3 bidang yakni sebagai berikut :
a. Bidang
Produksi, seorang hendaknya bekerja pada bidang yang dihalalkan, tidak
melampaui hal yang diharamkan oleh Allah SWT., juga memelihara sumber daya alam
agar tetap terjaga keberlangsungannya.
b. Bidang
Konsumsi, seorang muslim harus membelanjakan harta pada hal-hal yang baik,
tidak bakhik serta tidak kikir. Seorang muslim juga hendaknya hidup sederhana
dan menghindari kemubaziran.
c. Bidang
Distribusi, mendistribusikan hasil produksi hendaknya seorang muslim melandaskan
kegiatannya pada nilai kebebasan yang dibingkai dalam nilai keadilan. Mewujudkan
bisnis yang beretika berarti menjalankan suatu usaha atau pekerjaan yang dapat
menghasilkan keuntungan sesuai dengan hukum yang telah ditetapkan oleh agama
Islam.
Upaya tersebut dapat dilakukan dengan
cara :
a. Melakukan
suatu rekonstruksi kesadaran baru tentang bisnis.
b. Diperlukan
suatu cara pandang baru dalam melakukan kajian-kajian keilmuan tentang bisnis
dan ekonomi yang lebih berpijak pada paradigma pendekatan normatif sekaligus
empirik induktif yang mengedepankan penggalian dan pengembangan nilai-nilai,
agar dapat mengatasi perubahan dan pergeseran zaman yang semakin cepat.[8]
Islam telah mensyariatkan etika yang
rapi dalam aktivitas bisnis. Etika bisnis akan membuat masing-masing pihak
merasa nyaman dan tenang, bukan saling mencurigai. Etika bisnis dalam Islam
telah dituangkan dalam hukum bisnis Islam yang biasa disebut dengan muamalah. Aktivitas ekonomi yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia mempunyai aturan-aturan
tertentu, sebut saja aturan dalam hal jual beli (ba’iy), berinvestasi (mudharabah),
kerjasama bisnis (musyarakah),
menggunakan jaminan (rahn), pengalihan
utang (hiwalah) dan masih banyak
jenis transaksi lainnya.
Demikian juga perbuatan yang dilarang
dalam bisnis seperti praktik riba
dengan segala macam bentuknya, penipuan, ketidakjelasan (gharar), maysir dan juga
monopoli (ihtikar). Dalam hal tawar
menawar jual beli, betapa indahnya jika dibungkus dengan etika bisnis. Jika
seorang pedagang menjelaskan harga pokok sebuah sepatu dengan harga tertentu
dan mengambil keuntungan dengan bilangan tertentu dengan mempertimbangkan biaya
transportasi, sewa tempat dan seterusnya, maka tidaklah mungkin pembeli merasa
keberatan dengan harga yang ditawarkan.
Dengan demikian, tidak terjadi spekulasi
antara penjual dengan pembeli dalam tawar menawar, lebih dari itu terjadi
hubungan persaudaraan yang indah antara penjual dan pembeli, sebab keduanya
saling membutuhkan dan merasa terbantu. Bukan sebaliknya, terjadi kecurigaan
dan bahkan tak jarang penipuan dalam rangka mencari keuntungan dan kesempatan.[9]
Aktivitas bisnis haruslah berorientasi
dengan ibadah, semua jenis transaksi dalam bisnis hendaklah didasari oleh
prinsip-prinsip yang menjadi dasar dan patokan. Salah satu prinsip bisnis Islam
adalah prinsip ilahiyah (prinsip
ketuhanan). Prinsip ini sangat penting dalam mewarnai prilaku pelaku
bisnis. Dalam Islam, semua aktivitas termasuk bisnis yang dilakukan bukan hanya
pada dimensi duniawi yang berarti berkaitan dengan untung rugi saja.
Namun, lebih dari itu, hubungan bisnis
dalam Islam adalah manifestasi dari ibadah kepada Allah SWT. Sudah menjadi
ketentuan umum di masyarakat, jika tidak bisa menipu atau atau bermain “kotor” akan tersingkir dari dunia
bisnis. Dengan kata lain, seorang pebisnis tidak bisa “lepas” dari prilaku kotor, tipu muslihat dan semacamnya, jika
jujur maka akan terbujur.
Paradigma seperti ini tampaknya sudah
menjadi “kesepakatan” masyarakat
kita. Memang harus diakui karena bisnis berkaitan dengan uang maka peluang dan
godaan untuk melakukan penipuan dan kebohongan sangat terbuka lebar. Dalam hal
ini, telah terjadi pemilahan orientasi seorang pedagang dengan membedakan
antara kehidupan dunia dengan akhirat. Kehidupan dunia harus dikejar dengan
cara-cara keduniaan, sedangkan kehidupan akhirat diperoleh dengan aktivitas
ibadah dalam arti sempit (shalat, puasa,
zakat dan haji).
Padahal, Islam tidak memandang aktivitas
bisnis hanya dalam tataran kehidupan dunia, sebab semua aktivitas dapat
bernilai ibadah jika dilandasi dengan aturan-aturan yang telah disyariatkan
Allah. Dalam dimensi inilah konsep keseimbangan kehidupan manusia terjadi,
yakni menempatkan aktivitas keduniaan dan keakhiratan dalam satu kesatuan yang
tidak terpisahkan. Etika bisnis adalah tuntutan yang harus dilaksanakan oleh
pelaku bisnis dalam menegakkan konsep keseimbangan ekonomi. Jika saja
pengambilan keuntungan berlipat-lipat adalah sebuah kesepakatan pelaku ekonomi,
bukankah hal ini menjadikan supply-demand
tidak seimbang, pasar bisa terdistorsi
dan seterusnya.
C.
Sistem
Etika Bisnis Islam
Pada hakekatnya Islam sebagai suatu
agama besar telah mengajarkan konsep-konsep unggul lebih dulu dari Non-Islam,
akan tetapi para penganjur dan para pengikutnya kurang memperhatikan dan tidak
melaksanakan ajaran-ajaran Islam sebagaimana mestinya.[10]
Berikut ini akan diungkapkan sejumlah
parameter kunci sistem etika bisnis islam yakni sebagai berikut :
a. Berbagai
tindakan ataupun keputusan disebut etis bergantung pada niat individu yang
melakukannya.
b. Niat
baik yang diikuti tindakan yang baik akan dihitung sebagai ibadah. Niat yang
halal tidak dapat mengubah tindakan yang haram menjadi halal
c. Islam
memberikan kebebasan kepada individu untuk percaya dan bertindak berdasarkan
apapun keinginannya, namun tidak dalam hal tanggung jawab dan keadilan.
d. Percaya
kepada Allah SWT memberi individu kebebasan sepenuhnya dari hal apapun atau
siapapun kecuali Allah.
e. Keputusan
yang menguntungkan kelompok mayoritas maupun minoritas tidak secara langsung
berarti bersifat etis dalam dirinya karena etika bukanlah permainan mengenai
jumlah.
f. Islam
mempergunakan pendekatan terbuka terhadap etika, bukan sebagai sistem yang
tertutup dan berorientasi-diri sendiri.
g. Keputusan
etis harus didasarkan pada pembacaan secara bersama-sama antara Al-Qur’an dan
alam semesta
h. Islam
mendorong umat manusia untuk melaksanakan tazkiyah melalui partisipasi aktif
dalam kehidupan ini.[11]
Lima konsep yang membentuk sistem etika
bisnis islam adalah yakni sebagai berikut :
a. Keesaan
(Unity), berhubungan dengan konsep
tauhid berbagai aspek dalam kehidupan manusia yakni politik, ekonomi, sosial,
dan keagamaan membentuk satu kesatuan homogeny yang bersifat konsisten dari dalam
dan integrasi dengan alam semesta secara luas. Ini merupakan dimensi vertical
islam
b. Keseimbangan
(Equilibrium), berhubungan dengan
konsep keesaan dimana keseimbangan diantara berbagai kehidupan manusia seperti
yang disebutkan diatas untuk menciptakan aturan sosial yang terbaik. Rasa
keseimbangan ini diperoleh melalui tujuan yang sadar. Ini merupakan dimensi
horizontal islam.
c. Kehendak
bebas (Free Will) yaitu kemampuan manusia untuk bertindak tanpa tekanan
eksternal dalam ukuran ciptaan Alloh dan sebagai khalifah Alloh dimuka bumi.
d. Tanggung
jawab (Responsibility) yaitu
keharusan manusia untuk diperhitungkan semua tindakannya.
e. Kebajikan
(Benevolence) atau suatu tindakan
yang memberi keuntungan bagi orang lain tanpa ada suatu kewajiban tertentu.[12]
D.
Konsep
Dasar Etika Bisnis Islam
Sejumlah pilar mendasar (fundamental) dalam keterkaitannya
dengan pengembangan sistem nilai dari etika bisnis islam yang dikembangkan dari
upaya reinterprestasi Al-Qur’an dan Sunnah. Konsep-konsep berikut diarahkan
untuk lebih mengangkat nilai-nilai moral yang berkaitan dengan pencegahan atas
tindakan eksploitatif, pembungaan,
spekulasi, perjudian, dan pemborosan yang telah dirumuskan oleh para ahli
adalah sebagai berikut:
a. Konsep
Kepemilikan dan Kekayaan
Secara etimologis kepemilikan seseorang
akan materi berarti penguasaan terhadap sesuatu atau benda sedangkan secara
terminolagi berarti spesialisasi seseorang terhadap suatu benda yang
memungkinkanya untuk melakukan tindakan hukum atas benda tersebut sesuai dengan
keinginanya, selama tidak ada halangan syara’ atau selama orang lain tidak
terhalangi untuk melakukan tindakan hukum atas benda tersebut. Aplikasi etika
dan konsep kepemilikan dan kekayaan pribadi dalam islam bermuara pada pemahaman
bahwasanya sang pemilik hakiki dan absolute hanyalah Allah SWT, sedangkan
manusia hanya diberi hak kepemilikan terbatas yaitu sebagai pihak yang diberi
wewenang untuk memanfaatkan. Allah SWT. berfirman“kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa
atas segala sesuatu.” (Q.S. Ali-Imran ayat 189)
Konsekuensi etika dari hak kepemilikan
akan materi/kekayaan dalam islam mencerminkan beberapa hal pemberlakuan hak
kepemilikan individu pada satu benda tidak menutupi sepenuhnya akan adanya hak
yang sama bagi orang lain, negara mempunyai otoritas kepemilikan atas individu
yang tidak bertanggung jawab terhadap hak miliknya, dalam hak kepemilikan
berlaku sistematika konsep takaful/jaminan
sosial antar sesama muslim atau antar manusia secara umum, hak milik umum dapat
menjadi hak milik pribadi (konsep usaha dan niatan), konsep hak kepemilikan
dapat meringankan sejumlah konsekuensi hukum syariah, konsep kongsi dalam hak
yang melahirkan keuntungan materi harus merujuk kepada sistem bagi hasil, dan
ada hak kepemilikan orang lain dalam hak kepemilikan harta (konsep zakat).
b. Konsep
Distribusi Kekayaan
Konsep dasar kapitalis dalam
permasalahan distribusi adalah kepemilikan private
(pribadi). Makanya permasalahan yang timbul adalah adanya perbedaan mencolok
pada kepemilikan, pendapatan, dan harta pusaka peninggalan leluhurnya
masing-masing. Islam menawarkann instrumen yang sangat beragam untuk
optimalisasi proses distribusi income.
Dan konsep yang ditawarkan ada yang menuntut bantuan otoritas dari pemerintah
(negara) dan ada pula yang memang sangat bergantung kepada konsep karitatif personal dan sosial muslim.
Instrumen tersebut antara lain ghanimah,
kharaj, jizyah, rikaz, dhawa’i, usyur, dan zakat fitrah.
c. Konsep
Kerja dan Bisnis
Paradigma yang dikembangkan dalam konsep
ini mengarah kepada pengertian kebaikan (thoyib)
yang meliputi materinya itu sendiri, cara memperolehnya, dan cara
pemanfaatannya.
d. Konsep
Halal-Haram.
Dalam Al-Qur’an aturan halal dan haram
kontrak komersial/bisnis diatur secara umum, Allah SWT. berfirman (Q.S.
An-Nisaa’ ayat 29) “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu”[13]
E.
Peranan
& Fungsi Etika Bisnis
Etika bisnis dalam perusahaan mempunyai
peran penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki
daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan
suatu landasan yang kokoh.[14]
Peranan Etika dalam Bisnis menurut
Richard De George, bila perusahaan ingin sukses atau berhasil memerlukan 3 hal
pokok yaitu :
a. Produk
yang baik
b. Managemen
yang baik
c. Memiliki
Etika
Biasanya dimulai dari perencanaan
strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh
budaya perusahaan yang handal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara
konsisten dan konsekuen. Etika bisnis memang memiliki peranan penting dalam
keberhasilan ataupun kegagalan sebuah usaha. Etika bisnis sangat berpengaruh
besar dalam hasil suatu usaha tingkah wirausaha yang baik akan menentukan suatu
usahanya tersebut dapat kearah yang berhasil atau gagal.[15]
Karena itu, tindakan perusahaan berasal
dari pilihan dan tindakan individu manusia, individu-individulah yang harus
dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral dan tanggung jawab moral.
Individu manusia bertanggung jawab atas apa yang dilakukan perusahaan karena
tindakan perusahaan secara keseluruhan mengalir dari pilihan dan perilaku
mereka[16].
Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan
tindakan yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan
bertindak secara moral, hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam
perusahaan bertindak secara bermoral. Etika bisnis mempunyai prinsip dalam
kaitan ini berhubungan dengan berbagai upaya untuk menggabungkan berbagai
nilai-nilai dasar (basic values) dalam perusahaan, agar berbagai aktivitas yang
dilaksanakan dapat mencapai tujuan.
Adapun fungsi dari etika bisnis yakni
sebagai berikut:
a. Dapat
mengurangi dana yang diakibatkan dari pencegahan yang kemungkinan terjadi
friksi atau perpecahan, baik dari intern perusahaan itu sendiri maupun ekstern.
b. Membangkitkan
motivasi pekerja agar terus meningkat, melindungi prinsip dalam kebebasan
berdagang atau berniaga, serta dapat menciptakan keunggulan dalam bersaing.
c. Melakukan
perubahan kesadaran masyarakat tentang bisnis dengan memberikan suatu pemahaman
atau cara pandang baru, yakni bahwa bisnis tidak terpisah dari etika.
F.
Manfaat
Etika Bisnis
Berikut ini merupakan manfaat etika
bisnis yang baik dijalankan oleh perusahaan perusahaan maupun organisasi :
a. Pengendalian
diri
b. Pengembangan
tanggung jawab sosial perusahaan
c. Mempertahankan
jati diri dan tidak mudah untuk terombang ambing oleh pesatnya perkembangan
informasi dan teknologi
d. Dapat
menciptakan persaingan yang sehat antar perusahaan maupun organisasi
e. Menerapkan
konsep “pembangunan berkelanjutan”
f. Guna
menghindari sifat KKN (Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme) yang dapat merusak tatanan moral
g. Dapat
mampu menyatakan hal benar itu adalah benar.
h. Membentuk
sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha
lemah
i.
Dapat konsekuen dan konsisten dengan aturan-aturan yang telah disepakati bersama
j.
Menumbuhkembangkan
kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah dimiliki.
G.
Penerapan
Etika Bisnis di Bidang Pemasaran
1.
Pengertian
Menurut Philip Kotler, Pemasaran adalah suatu proses sosial
yang didalamnya terdapat individu atau kelompok yang bertujuan untuk
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan,
dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.
Sedangkan Manajemen Pemasaran menurut
Philip Kotler adalah seni dan ilmu memilih pasar, sasaran dan mendapatkan,
menjaga, dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan dan
mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.
Menurut
McCarthy, bauran pemasaran (marketing
mix) merupakan perangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk
mengejar tujuan pemasarannya. Bauran pemasaran (marketing mix) atau biasa dikenal dengan 4P meliputi :
a. Product
(produk) Meliputi keragaman produk,
kualitas, design, ciri, nama merk, kemasan, ukuran, pelayanan, garansi,
imbalan.
b. Price
(Harga) Meliputi daftar harga, diskon,
potongan harga khusus, periode pembayaran, syarat, kredit.
c. Place
(Tempat) Meliputi hal-hal seperti
saluran pemasaran, cakupan pasar, lokasi, transportasi.
d. Promotion
(Promosi) Meliputi beberapa hal
seperti promosi penjualan, periklanan, tenaga penjualan, public relation, direct
marketing.
2.
Konsep
Etika dalam Pemasaran
Ada 3 konsep etika dalam pemasaran
menurut John R. Boatright adalah :
a. Fairness
(Justice).
Fairness menjadi pusat
perhatian karena menjadi kebutuhan yang paling dasar dari transaksi pasar.
Setiap pertukaran atau transaksi dianggap fair atau adil ketika satu sama lain
memberikan keuntungan (mutually
beneficial) dan memberikan informasi yang memadai. Namun, pemberian
informasi dalam transaksi ini masih diragukan. Hal inidisebabkan karena penjual
tidak memiliki kewajiban untuk menyediakan semua informasi yang relevan kepada
pembeli/ pelanggan, dan pembeli memiliki suatu kewajiban untuk diinformasikan
mengenai apa yang dibelinya. Pertanyaan mengenai siapa yang memiliki kewajiban
menyangkut informasi initerbagi menjadi 2 doktrin tradisional dalam pemasaran,
yaitu caveat emptor (biarkan pembeli
berhati-hati) dan caveat venditor
(biarkan penjual berhati-hati).
b. Freedom.
Freedom berarti memberikan
jangkauan pada pilihan konsumen. Freedom dapat dikatakan tidak ada apabila
pemasar melakukan praktik manipulasi, dan mengambil keuntungan dari populasi
yang tidak berdaya seperti anak-anak, orang-orang miskin, dan kaum lansia.
c. Well-being.
Suatu pertimbangan
untuk mengevaluasi dampak sosial dari produk dan juga periklanan, dan juga product safety.
3.
Norma
& Etika Umum dalam bidang Pemasaran
a. Etika
pemasaran dalam konsep produk
1. Produk
yang dibuat berguna dan dibutuhkan masyarakat.
2. Produk
yang dibuat berpotensi ekonomi atau benefit
3. Produk
yang dibuat bernilai tambah tinggi
4. Produk
yang dapat memuaskan masyarakat
b. Etika
pemasaran dalam konteks harga
1. Harga
diukur dengan kemampuan daya beli masyarakat
2. Perusahaan
mencari margin laba yang layak.
3. Harga
dibebani cost produksi yang layak
c. Etika
pemasaran dalam konteks tempat/distribusi
1. Barang
dijamin keamanan dan keutuhannya.
2. Konsumen
mendapat pelayanan cepat dan tepat.
d. Etika
pemasaran dalam konteks promosi
1. Sebagai
sarana menyampaikan informasi yang benar dan obyektif.
2. Sebagai
sarana untuk membangun image positif.
3. Tidak
ada unsur memanipulasi atau memberdaya konsumen.
4. Selalu
berpedoman pada prinsip kejujuran.
5. Tidak
mengecewakan konsumen
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Di dalam persaingan dunia usaha yang
sangat ketat ini, etika bisnis merupakan sebuah harga mati, yang tidak dapat
ditawar lagi. Dalam zaman keterbukaan dan luasnya informasi saat ini, baik-buruknya sebuah
dunia usaha dapat tersebar dengan cepat dan luas. Memposisikan karyawan,
konsumen, pemasok, pemodal dan masyarakat umum secara etis dan jujur adalah
satu-satunya cara supaya dapat bertahan di dalam dunia bisnis saat ini.
Ketatnya persaingan bisnis menyebabkan beberapa pelaku bisnisnya kurang
memperhatikan etika dalam bisnis.
Etika bisnis mempengaruhi tingkat
kepercayaan atau trust dari
masing-masing elemen dalam lingkaran bisnis. Pemasok (supplier), perusahaan, dan konsumen, adalah elemen yang saling
mempengaruhi. Masing-masing elemen tersebut harus menjaga etika, sehingga
kepercayaan yang menjadi prinsip kerja dapat terjaga dengan baik. Etika
berbisnis ini bisa dilakukan dalam segala aspek. Saling menjaga kepercayaan
dalam kerjasama akan berpengaruh besar terhadap reputasi perusahaan tersebut,
baik dalam lingkup mikro maupun makro.
B.
Saran
Perlu adanya sadar diri didalam hati
para pegawai didalam perusahaan yang ingin menerapkan etika didalam bisnis agar
tidak adanya kecurangan atau kebohongan yang terjadi pada perusahaan itu
nantinya dan perlu diterapkannya sanksi atau hukuman yang berat apabila ada
salah satu pegawai yang melanggarnya, sehingga etika di dalam bisnis pun dapat
berjalan dengan baik dan lancar di perusahaan tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Buchari Alma, dkk, Manejemen Bisnis Syariah, (Bandung: Alfabeta) 1997
Muhammad, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: UPP-AMP YKPN) 2004
Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, (Yogyakarta : UPP-AMP YKPN) 2003
Yusanto Wijayakusuma, Menggagas Bisnis Islam, Jakarta : Gema
Insani Press, 2002
Drs Badroen Faisal, MBA, dkk,Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: UIN
Jakarta Press), 2006
Rafiq Issa Beekun, Islamic Business Ethics, Virginia : The International Institute
of Islamic Thought, 1997.
M. Quraish Shihab, “Etika Bisnis dalam wawasan al-Qur’an” , jurnal Ulumul Qur’an No.3/VII/1997
http://www.scribd.com/doc/182499179/Etika-Bisnis-dalam-Islam-pdf#scribd
[1] Buchari Alma, dkk, Manejemen Bisnis Syariah, (Bandung: Alfabeta) hal.204
[2] Ibid 203
[3] Muhammad, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: UPP-AMP YKPN) 2004,
Hal.37
[4] Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta : UPP-AMP YKPN, 2003
[5] Skinner (1992), dalam Yusanto & Wijayakusuma, Menggagas Bisnis
Islam, Jakarta : Gema Insani Press, 2002
[6] Rafiq Issa Beekun, Islamic Business Ethics, IRTI, Virginia, 1997,
hal. 3
[7] Buchari Alma, dkk, Manejemen Bisnis Syariah, (Bandung: Alfabeta)
hal 202
[8] Rafiq Issa Beekun, Islamic Business Ethics, Virginia : The
International Institute of Islamic Thought, hal.33
[9] Ibid 12-13
[10] Ibid 204
[11] Rafiq Issa Beekun, Islamic Business Ethics, Virginia : The
International Institute of Islamic Thought, 1997
[12] Muhammad, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: UPP-AMP YKPN) 2004, Hal
53-54
[13] Drs faisal badroen, MBA, dkk,Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta:
UIN Jakarta Press), 2006 hal. 104-170
[14]
http://www.academia.edu/7239153/makalah_bisnis_dalam_prespektif_Islam
[15] Ibid 35-36
[16] Rafiq Issa Beekun, Islamic Business Ethics, IRTI, Virginia, 1997,
hal. 33