Sosiologi, Ekonomi dan Sosiologi Ekonomi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
PENGERTIAN SOSIOLOGI, EKONOMI DAN
SOSIOLOGI EKONOMI
1.
Pengertian Sosiologi
Sejak abad pertengahan,perhatian
para filsuf terhadap berbagaibaspek kehidupan masyarakat mulai muncul.Plato
melalui karyanya yang terkenal berjudul The Republic dan Aristoteles yang
berjudul Politics,mulai membahas social order,yaitu bagaimana tatanan masyarakat
dapat beerjalan dengan baik dan pada saat yang sama kekacauan dapat
dihindari.Filsafat Yunani Kuno dan filsafat Kristen pada waktu itu mempunyai
beberapa asumsi mengenai masyarakat,seperti tahun
“mendesain”masyarakat,masyarakat mempunyai hierarki,dan masyarakat pada
dasarnya tidak mengalami perubahan.
Pada akhir abad 18 ( abad pencerahan
) hingga awal abad 19,muncul banyak filsuf dadn para pemikir,khususnya dari
Prancis yang mulai melakukan studi sistematis mengenai masyarakat.Pemikiran –
pemikiran ini didasarkan pada suatu prinsip – prinsip ilmiah sehingga
menghasilkan pengetahuan yang objektif.Para pemikir mulai berfikir kritis dan
tidak lagi menggunakan asumsi – asumsi yang bersifat taken for granted.Visi
pemikirannya pada waktu itu dilatar belakangi oleh suatu kondisi masyarakat
yang penuh dengan berbagai persoalan social di bawah sistem feodalisme.Para
ahli berusaha keras untuk tidak sekedar melahirkan teori-teori,tetapi yang
lebih penting bagaimana menciptakan masyarakat yang lebih baik.Para ahli
menggunakan pendekatan ilmiah yang objektif dalam melakukan studi tentang
masyarakat dengan tujuan menciptakan tata kehidupan masyarakat yang lebih baik.Para ahli dadri
Jerman pada waktu itu juga melakukan hal yang sama.Mereka beranggapan bahwa
industrialisasi telah membawa berbagai dampak buruk dan merusak sendi – sendi
kehidupan masyarakat yang berujung pada alienasi.
Berdasarkan sekitar sejarah
kelahiran sosiologi tersebut,dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa sosiologi
lahir sebagai suatu upaya pemahaman perubahan social mendasar,khususnya yang
terjadi dieropa barat dan amerika.Sosiologi pada dasarnya merupakan produk dari
perubahan tersebut.teori – teori sosiologi yang lahir pada awal kelahirannya
merupakan refleksi kondisi masyarakat yang terjadi saat itu.Dalam beberapa
kasus,sosiologi mempunyai keinginan yang kuat untuk tidak sekedar
“mencandra”fenomena social yang terjadi,tetapi lebih dari sekedar itu,yaitu
bagaimana memiliki kontribusi untuk bisa mengontrol arah perubahan
masyarakat.Beberapa perubahan mendasar dalam bidang politik yang terjadi di
Eropa pada waktu itu antara lain berkurangnya kekuasaan monarki dan
aristokrasi,meningkatnya kekuatan politik kelas menengah ( borjuis
),meningkatnya “ demokratisasi “dalam bentuk diakuinya hak bersuara dan
individu memperoleh hak – hak hukum,serta meningkatnya refresentasi politik
dari kelas pekerja.
Sementara itu,dalam bidang ekomomi
juga terjadi bebrapa perubahan mendasar,seperti menurunnya peran ekonomi feudal
( pertanian : tuan tanah-buruh),munculnya ekonomi kapitalisme,revolusi industry
yang ditandai produksi industrial dan pabrik-pabrik besar,masyarakat
terkonsentrasi pada kotif mencari uang dan keuntungan, munculnya dua kelas
besar,kapitalis dan kelas pekerja pabrik,serta meningkatkan pembagian kerja.Dalam
bidangsosial budaya,muncul peubahan – perubahan seperti,revolusi perkotaan
tempat sebgaian masyarakat tinggal diperkotaan sebagai konsekuensi revolusi
industry.Akibatnya,muncul dan semakin meningkatnya berbagai prsoalan social
sebagai dampaknya seprti kemiskinan,kekumuhan dan
kriminalitas,prostitusi,alienasi dan berbagai bentuk sosil di sorder
lainnya,selin itu,juga terjadi perubahan berupa meningatnya pengaruh media
massa dan pemikiran-poemikiran yang beraal dari ilmu alam.
Berdasarkan latar belakang kondisi
masyarakata tersebut,pad aawal abad ke -19 muncullahdisiplin ilmu yang secara
resmi bernama sosiologi yang di “bidangi”oleh seorang pmikir Prancis,Auguste
Comte (1798-1897).pada saat itu auguste comte yang berlatar belakang seorang
fisikawan mentasbihkan sosiologi sebagai disiplin ilmu yang baru,yang diebut
sebagai “fisika social”anggapan dasr yang menyertainya adalah bahwa suatu ilmu
dapat dikatakan mempunyai nilai ilmiah jika memakai prinsip-prinsip keilmuan
seperti yang dipakai ilmu alam.Comte merupakan seorang ahli yang menganut
pandangan filsafat positivisme, bahkan comte dapat disebut sebagai motor
penggerak aliran filsafat ini.berdasarkan hukum-hukum dan prinsip-prinsip yang
dapa ilmu alam ( fisikal),Comte menguraikan secara garis besar prinsip-prinsip
positisme yang hingga kini masih banyak digunakan diberbagai disiplin ilmu
termasuk sosiologi.
Filsafat positivisme menganut bahwa
manusia dan fenomena social,seperti halnya fenomena fisika dan
biologi,merupakan bagian dari suatu tatanan alam.dalam pandangan comte tugas
filsuf penganut paham positivism yang terkait dengan masalh manusia dana
fenomena sisial adalah menemukan hukum-hukum menguasai dan berlaku dalam
perkwmbangan sejarah peradaban manusia,dengan diketahuinya hukum-hukum tersebut
dapat dilakukan prediksi terha apa ayang akan terjadai dimasa mendatang.tugas
ilmuan tidak sekedar mengetahuitetapi juga mengontrol fenomena social.
Auguste comte dikenal sebagai salah
seorang the founding fathers of sociology.dalam melakukan studinya fenomena
social,dia tidak menggunakan pendekatan seperti yang digunakan oleh ekonomi
klasik,yaitumelihatbprilaku manusia sebagai individu,tetapi pendekatan yang
berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan..bagi comte,sosiologi
merupakan studi tentang masyarakat secara keseluruhan dan tidak dapat di
reduksi kedalam individu,pada tatanan ini,individu sangat dipengaruhi oleh
budanyanya,bukan oleh suatu entitas yang bersifat ondependen.Masyarakat sebagai
keseluruhan bersifat lebih primer dan lebh konkret dari pada individu.Comte mendeskripsikan
masyrakat manusia bukan hanya
agresi individu.masyarakat mempunyai struktur-struktur yang yang
masing-masing berfungi mengintegrasikan perilaku. individu dalm masyarakat.
Sosiologi lain setelah Comte adalah
seorang ilmuwan Prancis bernama Emile Durkheim ( 1858-1917 .Dia dikenal sebgaia
iluwan yang juga menganut paham positivism karena apda dasarnya mengguakan ilmu
pengetahuan ( sains) untuik menjelaskan kehidupan social.Durkehim berpandangan
bahwa sesuatu yang terjadi di alam semesta disebabkan oleh sesuatu yang terjadi
dialam semesta juga.Keajegan yang terjadi dialam semesta disebabkan oleh
sesuatu yang berada di alam semesta juga.Keajegan yang terjadi dialam semseta
disebabkan oleh keajegan lain.Hubungan sebab akibat ( kausalitas ) ini disebut
sebagai “hukum”seperti halnya fenomena yang biasanya mejadi objek pengamatan
ilmu alam,Durkheim melakukan pengamatan terhadap fenomena social dan berusah
membangun hukum-hukum social.
Hukum hukum alam bersifat
tetap,merupakan sesuatu yang sudah ditakdirkan atau “sudah ada” serta bersifat
objektif, terlepas dari penilaian subjektif seseoang, Bagi Durkheim,struktur
social sama objektifnya dengan alam,sifat structural diberikan kepada
masing-masing warga masyarakat sejak mereka lahir, sama seperti yang diberikan
alam kepada fenomena alam,yang hidup maupun tidak. Suatu msyarakat terdiri dari
realitas fakta social yangbersifat eksternal dan mengahambat
individu.Aturan-aturan kebudayaan yang sudah ada menentukan gagasan dan prilaku
individu melalui sosialisasi.sama halnya dengsn gejala alam yang merupakan
produk antara alam,gagasan dan tindakan manusia adalah produk kekuasaan
kekuatan eksternal yang membentuk struktur social (Jones,2009).
Di sepanjang karya karyanya,
Durkheim mempertahankan suatu pandangan social radikal tentang prilaku manusia
sebagai sesuatu yang dibentuk oleh
kultur dan struktur social.Dalam the devision of labour in society,mislnya ia
mengemukakan bukti-bukti sejarah untuk menunjukkan bahwa individualism,yang
oleh para pemikir social konservatif dianggap bertanggung jawab atas runtuhnya
tatanan social,sebenarnya mrupakan produk social juga,yang hanya terdapat pada
masyarakat-masyarakat yang kompleks berdasarkan pada pemabgian kerja.Dalam
suicide,ia menggunakan sejumlah statistik untuk membuktikan bahwa jumlah
rata-rata bunuh diri bervariasi sesuai dengan perubahan solidaritas social dan
bisa disimpulkan bahwa tindkan bunuh diri yang tampaknya bersifat pribadi itu sebenarnya
juga merupakan respon terhadap kekuatan-kekuatan social.suatu penjelasan social
mengenai agama.the elementary forms of the religious life.Dalam buku
tersebut,dia mengutarakan bahwa perasaan-perasaan terpesona dan takzim yang
merupakan respon orang-orang terhadap “yang sacral” sebenarnya adalah ekspresi
ketergantungan mutlak terhadap masyarakat ( Langer,2008).
Sosiolog besar selain Durkheim yang memiliki pengaruh besar terhadap
perkembangan sosiologi adalah Karl Marx ( 1818-1883 ) Marx berpandangan bahwa
individu memiliki kekuatan megubah sejarah masyarakat yang pada dasarnya
merupakan sejarah konflik antar-kelas.segala sesuatu yang terjadi di masyarakat
dalam perspektif Marx bersumber dari hubungan-hubungan ekonomi yang ada. Akhir
dari sejarah perjuangan kelas ini adalah masyarakat yang tidak terdapat
bagi kelas didalamnya,juga tidak eksploitasi dan ditindas.Masyarakat secara
historis bergerak dalam primitive ke feodalisme,kapitalisme,sosialisme dan
berakhir menjadi masyarakat komunis.Teori materialism dialektika melihat bahwa
perjuangan kelas merupakan mesin perubahan.selama masa kejayaannya
kapitalisme,kelas borjuis menindas kelas proletar,yang pada gilirannya akan
menjerumuskan kapitalisme ke dalam revolusi berdarah.Karl Mark merupakan
sosiolog ( meski dirinya tak pernaha
menyebutnya sebagai sosiolog ) yang mempunyai kontribusi berupa terori konflik
yang merupakan respon terhadap teori structural fungsional yag telah
“menguasai” sosiologi lebih dari satu abad.
Selanjutnya setelah Mark, sosiolog besar
yang bepengaruh besar tak lain adalah Max Weber (1864-1920). Melalui tesisnya
yang terkenal yaitu, the protestant ethic and the sprit of capitalism, Weber
menyatakan bahwa nilai –nilai dan etos yang terdapat dalam agama
prostesan,khususnya calvinisme ( seperti kerja keras, hemat, perhitungan,
profesionalisme, dan sebagainya), mempunyai pengaruh kuat terhhadap perubahan
ekonomi masyarakat. Protestanisme asketis menekankan pada praktik keagamaan
yang rasional dan inovatif. Aliran ini menekankan pada keselamatan yang
dijelaskan dengan contoh tasionalitas nilai. Kaum Calvinis percaya bahwa
keselamatan merupakan takdir yang tidak bisa diubah melalui kebajikan. Prilaku
yang mencerminkan moral murni dan etilka tinggi,termasuk kemakmuran, menunjukkan
bahwa seseorang merupakan “yang dipilih” oleh-Nya serta memiliki status
dimasyarakat sebagai orang yang dapat percayaPerubahan ekonomi yang timbul
akibat praktik nilai-nilai ini selanjutnya mendorong tumbuhnya
kapitalisme,terutama Eropa Barat dan Amerika.
Jika sosiologi yang tumbuh di Eropa
mengguakan level analisis makro,diamerika sosiologiyang berkembang,terutama
pada abad pertengahan ke-20 pada umumnya menggunakan level analisis mikro. Teori
yang sangat terkenal adalah interaksionisme simbolis yang merupakan pengaruh
aloraj pemikiran Chicago ( Chicago school
). Menurut Smelser ( 1997 ) level analisis mikro meliputi sosiologi
dalamversi psikologi social atau studi tentang orientasi individu jeluar
khususnya ke masyarakat, dunia proses-proses interaksi personal dan studi
terhadap kelompok-kelompok kecil yang secara tipikal tetapi ntidak selalu
terlibat dalam interaksi tatap mika. Level analisis sosiologi mikro meliputi
seluruh aspek human beings.Peneliti/ilmuwan social yang secara langsung
melakukan studi terhadap kondisi kemanusiaan orang lain ( interaksi antar
individu ) pada umumnya mengangkat
problem lama yang tetap menggelotik,yaitu problem bagaimana memahamai pikiran
orang lain.
Teori-teroi baru dalam sosiologi
tetap tumbuh. Hal itu mencerminkan adanya perdebatan paradigma keilmuwan yang
ada didalamnya. Oleh karena itu,George Ritzer (1985) menyebut sosiologi sebagai
ilmu yang berparadigma ganda. Tiga paradigma utama dalam sosiologi menurut
Ritzer adalah paradigma fakta social, paradigma definisi social, dan paradigma
prilaku social, Paradigma fakta social merupakan sosiologi Durkheiman yang pada
dasarnya menekankan bahwa inti pokok persoalan sosiologi adalah fakta social kerika fakta social ini tidak
dapat dipelajari melalui introspeksi, tetapi harus diteliti dalam dunia
nyata.Paradigma dfini social merupakan sosiologi Wevberian. Inti pokok
persoalan sosiologi menurut paradigm ini adalah tindakan social antar hubunga
social. Inti tesis Weber adalah tindakan yang penuh arti dari inividu. sementara
itu paradigma prilaku social dipengaruhi oleh psikologi, terutama aliran
behaviorisme yang dpelopori B.H Skinner. Paradigma ini memusatkan perhatiannya
pada hubungan antara individu dan lingkungannya.
Berdasarkan urutan diatas, tugas
untuk menjelaskan atau bahkan mendefiniskan sosikogi menjadi persoalan yang
tidak sederhana. Uraian berikut ini barangkali dapat menjadi alternative untuk
memahami disiplin ilmu ini.Sosiologi pada dasarnya merupakan ilmu yang
mempelajari kelompok,baik dalam skalakevil maupun besar (masyarakat). Proses
terbentuknya kelompok-kelompok tersebut melalui tindakan-tindakan individual
dan juga tindakan-tindakan serta
kekuatan-kekuatan dalam kelompok itu.Kelompok merupakan sekelompok orang yang
berada dalam proses self definition,Paling tidak,terdapat dua aspek
penting dari stdui ilmiah dari kelompok
in,yaitu aspek metodologi dan aspek teori.Dari aspek metodologi,terdapat
beberapa metode yang diguanakan untuk mempelajari kelompok,yaitu antara lain observasi baik yang obtrusive maupun unobtrusive,eksperimen,perbandingan
antara waktu,perbandingan antar budaya/tempat,penelitian kepustakaan dan
sebagainya.Satu sikap inti dalam studi tentang masyarakat ini adalah sebuah
pendekatan yang terkenal dengan relativisme budaya.Lawan sikap ini adalah
etnosentrisme,yaitu penelitian budaya lain berdasrkan standar penilaian yang
berasal dari budanyanya sendirI.Sementara itu dari aspek teori,meliputu empat
teori utama yaitu fungsionalisme engan berbagai variasinya,termasuk
strukturalisme,teori konflik social,interaksionalisme simbolis,dan teori gender
.
Fungsionalisme mempunyai anggapan
dasar bahwa kelompok social dan masyarakat dipandang sebagai “ organisme
kehidupan “,kelompok dan peoses-proses didalamnya yang dikakukan studi-studi
terhadapnya merupakan bagian dari keseluruhan fungsi sebuah sistem.Aspek-aspk
dan prilaku dalam masyarakat memiliki fungsi nyata (manifest)dan fungsi yang
tersembunyi ( latent).Teori konflik social berpandangan bahwa masyarakat
terbentuk oleh konflik-konflik yang berlangsung antar kelompok .Teori konflik
social ini mempunyai empat asumsi sebagai berikut.Pertama,setiap masyarakat
senantiasa bearda didalam proses perubahan yangbtidak pernah berakhir,atau
dengan kata lain,perubahan social merupakan gejala yang melekat didalam setiap
masyarakat,kedua,setiap masyarakat mengandung konflik-konflik didalam
dirinya,atau dengan kata lain,konflik adalah gejala yang melekat dalam setiap
masyarakat,ketiga,setiap unsur didalam suatu masyarakat memberikan sumbangan
bagi terjadinya disintegrasidan perubahan social,keempat,setiap masyarakat
terintegrasi diatas penguasaan atau
dominasi atas sejumlah orang lain. ( Dahrendorf sebagaimana dikutip
Nasikun,2009).
Teori interaksionalisme simbolis
dalam tradisi sosiologi merupakan teorinyang bersifat mikro dan lahir sebagai
reaksi terhadap teori-teori structural fungsionalisme yang tidak mengakui
otonomi individu.Menurut teori ini,apa yang disebut sebagai
“realitas”,”kebenaran”maupun budaya manusia merupakan produk interaksi antar
individu dalam suatu jalinan yang kompleks,ketika masing-masing mnedefinisikan
dirinya dan juga mendefinisikan siuasi ketika dia berinteraksi pada waktu
itu.Salah satu tokoh teori ini adalah Herber Blumer ( Polama,1984) mengemukakan
bahwa teori interaksi simbolisnbertumpu pada tiga premis yaitu,(1) manusia
bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu
bagi mereka,(2) makna tersebut berasal dari interaksi social sseorang dengan
orang lain,(3) makna-makna tersebut disempurnakan pada saat interaksi social
berlangsung.
Teoritikus interaksi simbolis mengklaim bahwa tanpa sistem simbolis,tidak
mungkin terbentuk pengalaman dan budaya manusia.sarana utama tempat manusia
saling mempertukarkan makna simbolisnya
adalah bahasa.Bahasa merupakan sistem symbol yang memungkinkan manusia
berkomunikasi dan saling berbagi makna abstrak,bahasa pikiran,dan prilaku
social mempunyai kaitan erat.kita saling berhubungan satu sama lain dengan
terlebih dahulu mengamati dan kemudian mengarahkan perilaku kita berbicara dengan
kita menurut interprestasi kita terhadap ekspektasi orang lain.Proses ini
bersifat internal,kita berbicara dengan diri kita sendiri,bagaimana memaknai
situasi,bagaimana memaknai peran kita dalam situasi,dan akhirnya bagaimana
memberikan tanda bermakna kepada orang lain dalam situasi interaksi.Tindakan
seseorang sangat ditentukan definisinya tentang situasi ketika
berinteraksi.Dalam hal ini,tanpa bahasa,kita tidak mungkin dapat memberikan
tanda bermakna dalam interaksi atau meyesuaikan tindakan kita sesuai harapan
masyarakat.
2.
Pengertian Ilmu Ekonomi
Istilah “ Ekonomi” berasal dari
bahasa yunani yaitu,oikonomia yang teridiri dari suku kata oiko san
nomos,Istilah okikonomia ini pertama kali digunakan oleh Xenophon sekitar 400
SM.Oikos artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan pengelolaan
ladang,sedangkan nomos berarti undang-undang atau peraturan.Dalam
perkembangannya,istilah ini memiliki arti upaya-upaya yang dilakukan manusia
untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya.Dalam skala makro hal ini juga berlaku
untuk masyarakat dala mskala yang lebih luas ( polis ) hingga Negara.ekonomi
dalam pengartian yang sekrang ini memiliki tiga aspek utama
yaitu,produksi,konsumsi dan distribusi barang dan jasa.ketiga aspek ini
merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan.
Secara definitif, ilmu ekonomi
merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana masyarakat memproduksi barang atau
komoditas serta mendistribusikannya kepada anggota masyarakat yang lain dalam
kearngka pemenuhan kebutuhannya.terdapat paling tidak dua asumsi yang dipakai dalam hal ini,yaitu asumsi mengenai
kelangkaan sumber daya serta konsekuensinya berupa asumsi penggunaan sumber
daya secara efektif dan efisien.Persoalan mengenai sumber daya ini menjadi
bahan perdebatan oleh karena ada perspektif ilmu ekonomi tertentu yang
menganggap bahwa sumber daya bersifat tidak terbatas.
Apabila membicarakan ilmu
ekonomi,kita sebenarnya sedang membahas hasrat manusia untuk memenuhi
keinginannya yang tiada terbatas dengan menggunakan sumbernya yang ada,Manusia
( pengguna )sumber daya kemudian mengembangkan hasratnya tersebut kepada
sesuatu yang lebih luas yaitu,perusahaan dan bahkan Negara,inilah definisi asas
ilmu ekonomi.Asumsi seperti ini memengaruhi teori-teori yang dikembangkan
selanjutnya.Dalam teori penawaran,misalnya unusr yang paling penting dalam
menawarkan harga sebuah produk ataupun jasa adalah hasrat manusia untuk
mendapat untung yang maksimum.Dalam konteks perusahaan,sebuah perusahaan
berusaha menjalankan segala usahanya untuk mencapai sejumlah hasil yang
maksimum dengan biaya yang serendah mungkin.
Tujuan maksimalisasi keuntungan ini
merupakan ide Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations yang diterbitkan
tahun 1776.Smith mengemukakan padangannya bahwa setiap manusia didorong oleh”
suatu tangan yang tidak kelihatan “untk melakukan suatu pekerjaan yang
ditujukan untuk mendapat untung bagi dirinya.buku tersebut menjadi cikal bakal
ilmu ekonomi modern saat ini.Namun demikian,menurut Priyono (2008:9-13) kodrat
manusia sebenarnya bukanlah kepentingan diri.Apa yang diajukan smith sebenarnya
bukan bahwa kebaikan hati tidak terlibat dalam kegiatan ekonomi,melainkan bahwa
kebaikan hati dan belaskasih tidak dapat menjadi dasar kukuh untuk perdagangan
dan ekonomi.jadi,pada mulanya adalah gejala perdangangan.untuk menjelaskan
dinamikanya,ia harus mengandalkan kepentingan diri sebagai penggerak tindakan
manusia,Gagasan “manusia digerakkan kepentingan sendiri “merupakan syarat
antropologis yang diandaikan oleh Smith agar ia mampu menjelaskan gejala
perdagangan dalam kehodupan ekonomi.Dengan demikian,gagasan homo economicus
telah mengalami kesesatan piker ( fallacy ).Apa yang awalnya hanya sudut
pandang tertentu tentang manusia,kemudian diperlakukan sebagai keseluruhan
kodrat manusia dan agenda tentang bagaimana manusia dan masyarakat seharusnya
menjadi.Pemikiran seperti ini menjadi
inti teri ekonomi mazhab neo-klasik yang paling berpengaruh dalam
khazanah teori ekonomi hingga saat ini.Tabel berikut merupakan peta aliran
dalam ilmu ekonomi.
PETA ALIRAN ILMU EKONOMI
Aliran
|
Sub Aliran
|
Tokoh
|
Pra Klasik
|
a.
Yunani Kuno
|
Plato,
Aristoteles, dan Xenophon.
|
|
b.
Skolastik
|
Alberthus Magnum,
dan Thomas Aquinas
|
|
c.
Merkantilisme
|
Jean Boudin,
Thomas Mun, Jean Baptis Colbert, Sir William Petty, dan David Hume
|
|
d.
Fisiokratis
|
Francis Quesney
|
Klasik
|
|
Adam Smith, Thomas
Robert Malthus, David Richardo, Jean Baptis Say, dan John Stuart Mill
|
Sosialisme
|
a.
Sosialis Utopis
|
Sir Thomas More,
Tomasso Campanella, Francis Bacon, dan James Harrington
|
|
b.
Sosialisme Komunitas Bersama
|
Robert Owen,
Charles Fourier, dan Luis Blanc
|
Marxisme
|
|
Karl Heindrich
Marx
|
Neo Marxisme
|
a.
Lenninisme
|
Vladimir Illich
Lennin
|
|
b.
Revisionisme
|
Edward Bernstein,
Mikhail Tugan Baranvsky, dan Karl Kautsky
|
|
c.
Kiri Baru (New Left)
|
Mao Tse Tung, Ho
Chi Minh, Fidel Castro,
Che Guevara, Paul
Baran, Paul Sweezy, C. Wrigh't Mills, dan Ernest Mendell
|
Neo Klasik
|
a.
Mahzab Austria
|
Carl Menger,
Friedrich von Weiser, Eugenvon
Bohm Bawerk, Knut
Wicksel, dan Ludwig Edler von Mises
|
|
b.
Mahzab Laussane
|
Vilfredo Pareto
dan Leon Walras
|
|
c.
Cambridge
|
Alfred Marshal dan
Arthur Cecil Pigou
|
|
d.
Persaingan Monopolistik Pasar Tak Sempurna
|
Pierro Sraffa,
John Violet Robbinson, dan Edward Hasting
|
|
e.
Games Theory
|
John Nash, John
Harsanyi, dan Reinhard Selten
|
Aliran Sejarah
|
|
Friedrich List,
Bruno Hieldebrand, Gustav von
Schmoler, Werner
Sombart, Max Weber, dan Henry Charles Carey
|
Institusional
|
|
Thorstein Veblen,
Wesley Mitchel, Gunnar Myrdal, Joseph Schumperter, dan Douglas North
|
Aliran Keynesian
|
|
John Maynard
Keyness
|
Neo Keynesian
|
|
Alvin Harsey
Hansen, Simon Kuznets, John Hicks, Wasiley Leonrief, dan Paul Samuelson
|
Monetaris
|
|
Milton Friedman
|
Supply Side
|
|
Robert A. Mundel
|
Rational Expectation
|
|
Robert Lucas dan
Leonnard Rapping
|
3.
Pengertian Sosiologi Ekonomi
Sosiologi ekonomi merupakan studi
yang mempelajari cara orang atau masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup
mereka terhadap barang dan jasa dengan menggunakan pendekatan atau perspektif
analisi sosiologi.Perbedaan antara studi sosiologi ekonomi dan ilmu ekonomi ada
pada pendekatan yang digunakan oleh para sosiolog dalam memahami dan
menjelaskan kenyataan social atau fenomena yang terjadi di masyarakat.
Perhatian terhadap studi sosiologi
ekonomi dikalangan ekonom,terutama didorong oleh suatu kekecewaan mereka
terhadap teori-teori ekonomi yang dinilainya telah gagal dalam menjelaskan
beragai fenomena yang terjadi dimasyarakat.Tumbuh kesadaran di kalangan mereka
terhadap teori-teori ekonomi yang dinilainya telah gagal dalam mejelaskan
berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat secara lebih baik,diperlukan kerja
sama dengan ilmuan dari disiplin lain,termasuk sosiologi.Sementara itu
dikalangan sosiologi juga tumbuh keinginan untuk membahas berbagai persoalan
ekonomi yang secara tradisional menjadi inti persoalan hidup manusia.Dikalangan sosiolog,menurut
Dobbein (2007:319)yang mempelajari sosiologi ekonomi merasa tidakpuas dengan
model-model yang dikembangkan ekonom,yang dinilainya mengabaikan factor-faktor
social ekonomi sehingga tidak dapat memprediksi keputusan-keputusan ekonomi
seseorang.
Selanjutnya, menurut Dobbin
(2007:319),sosiolog menilai model-model dari ekonom terbatas penggunaannya dan
hal itu tidak dapat digunakan untuk memprediksi perbedaan prilaku ekonomi yang
terjadi antar-negara.Sosiolog sebaliknya melihat prilaku ekonomi hanya
merupakan salah satu bagian perilaku social,khususnya perjuangan mendapatkan
kekuasaan,perjanjian dan milieu social.prilaku ekonomi dalam pandangan sosiolog
terkontruksi oleh pilihan rasional yang terbatas karena apa yang dipandang
sebagai rasional merupakan hasil bentukan konvensi masyarakat,kekuasaan dan
jaringan-jaringan.Karena makna rasional sangat bergantung pada
masyarakatnya,sesorang tidak dapat secara sederhana menjadi rasional,bahkan
kita mencarinya.
Sosiologi ekonomi mengalami
perkembangan pesat sejak decade 1980-an.pada masa itu terdapat banyak teori
sosiologi ekonomi yang muncul,khususnya analisis organisasi ekonomi pada
tingkat mikro.Konsp yang sangat terkenal muncul pada saat itu
yaitu,embeddedness ( keterlekatan) social budaya yang pertama kali
diperkenalkan oleh Polanyi dan Granovetter.Selain itu,analisi ,engenai peran
hubungan-hubungan social dalam ekonomin kontemporer sangat mendominasi
sosiologi ekonomi.Namun demikian,menurut Trigilia ( 2007 ),implikasinya bagi
peningkatan pembangunan ekonomi masih bersifat laten.
Sejak kebangkitannya pada decade
1980-an menurut Finch ( 2007:124 ),terdapat tiga kontribusi teoritis yang
berpengaruh dalam sosologi ekonomi.pertama,pendekatan Granoveter tentang
keterlekatan menghasilkan sebuah basis sosiologi ekonomi seputar pendebatan
ontologis antara individu yang kurang tersosialisasi dan individu yang terlalu
tersosialisasi.Kedua argument yang dibangn Callon bahwa ekonomi membentuk
sebuah ontology yang berbeda dari konsep keterlekatan,misalnya dalam hal pasar
kompetitif,ketiga,analisis structural White tentang pasar.
Sementara itu Dobbin ( 2007:320
)menyebut tiga bidang garapan sosiologi ekonomi,yaitu,power (
kekuasaan),institusions ( institusi-institusi)dan social networks ( jejaring
social ).hubungan-hubungan kekuasaan membentuk prilaku ekonomi baik secara
langsung seperti ketika suatu peusahaan besar pengaruh mendikte
perusahaan-perusahaan kecil,maupun secara tidak langsung seperti ketika
sekelompok perusahaan besar membentuk regulasi demi kepentingannya.Para ahli
yang bekerja dibidang ini Neil Fleigstein,Bill Roy,Beth Minth,Mark
Mizruchi,Michael Ussem,dan Charles Perrow.sementara itu aspek institusi
berpandangan bahwa insitusi-institusi social menentukan tindakan ekonomi,baik
melalui institusi-institusi regulator maupun konvensi-konvensi yang
ada.Tokoh-tokoh yang bekerja dibidang ini meliputi
Weber,Meyer,Rowan,DiMaggio,Powel dan Scott.sedangkan teori jejaring social
dibangun terutama oleh Simmed,Durkheim serta Mark Granovetter.
Bidang garapan sosiologi hamper sama
dengan antropologi ekonomi.Sepanjang abad 20,teori social dan budaya diwarnai
sejumlah pandangan dan teorisasi tentang budaya dan ekonomi.Dalam hal ini
antropologi ekonomi dan sosiologi ekonomi menampilkan bunga rampai
karya-karyanya dengan baik.Pendekatan teori jarigan actor terhadap
kekuasaan,misalnya terefleksikan dalam konsep-konsep kekuasaan yang
menyebar,sangat tergantung pada konteks,dan hubungan social lebih banyak muncul
dalam proses perundang-undangan dari pada menjadi suatu kondisi a priori.Dalam
praktiknya,lebih bersifat horizontal dari pada vertical,lebih bersifat
refleksif dari pada menentukan,serta posisi jaringan subjek actor bersifat cair
(Hinde dan Dixon 2007:404-406 ).perbedaan keduanya terlihat pada peran budaya dalam kaitannya dengan pembentukan
prilku ekonomi.Jika antropologi ekonomi melihat budaya sebagai variabel
bebas,sosiologi ekonomi melihat budaya sebagai variabel terikat terutama dalam
pandangannya bahwa budaya
dirasionalisasikan melalui ekonomi uang.Dalam pandangan sosiologi
ekonomi,perilaku ekonomi dan institusi-institusi dihambat oleh
hubungan-hubungan social yang sedang berlangsung.kehidupan terrekduksike dalam
fetisisme komoditas antara subektif dan objektif terpisah.Selanjutnya,berikut
table perbandingan kerangka teoritis antara antropologi ekonomi dan sosiologi
ekonomi.
PERBANDINGAN KERANGKA TEORITIS
ANTARA ANTROPOLOGI EKONOMI DADN SOSIOLOGI EKONOMI
Aspek Perbandingan
|
Antropologi Ekonomi
|
Sosiologi Ekonomi
|
Teoretikus
|
Ø Douglas dan Isherwood
Ø Appadurai
Ø D. Miller
|
Ø Simmel
Ø Granovetter (1985)
Ø Lash and Urry
Ø Callon
|
Konsep Utama
|
Ø Goods as an information system.
Ø Regimes of value (a broad set of agreements
concerning what is desirable, what a reasonable (exchange of sacrifices’
comprises, and who is permitted to exercise what kind of effective demand in
what circumstances) (Appadurai, 1986:57)
|
Ø The tragedy of culture.
Ø Embeddeness of social relations
Ø Reflexive accumulation.
Ø Socio-technical systems
|
Argumen Utama
|
Ø Goods are a non-verbal medium used to
stabilize culture.
Ø Globalization results from the transmission
of regimes of value via five cultural economy flows: ethnoscapes, ideoscapes,
financscapes, technoscapes, mediascapes.
Ø Consumption has become the vanguard of
history (Miller, 1995:1)
|
Ø Culture is rationalized, via the money
economy, where all value is reduced to money.
Ø Inner life is reduced to commodity
fetishism: subjective and objective life separate.
Ø Economic behaviour and institutions are
constrained by ongoing social relations
Ø Capital accumulation is less dependent on
the sale of goods than the trade in services, communications and information
(Lash & Urry, 1994:64).
Ø Science and technology play major role in
power relations
|
Karya-karya Weber dan Sombart pada
awal kebangkitan kembali sosiologi ekonomi sangat mengekspresikan kecemasannya
terhadap kapitalisrne liberal. Kecemasan yang kurang lebih sama sebenarnya
pernah ditunjukkan oleh Durkheim dan Polanyi. Bagi para sosiolog klasik ini,
pasar bekerja lebih baik ketika problem problem fizimm dan trust dapat
dipecahkan secara baik. Pandangan inilah yang membedakan sosiolog dari para
ekonomi neo-ldasik. Sosiologi ekonomi pada dasarnya lebih terrarik mempelajari
problem problem fairness dalam pasar riil. Sementara itu, ekonomi memfokuskan
pada problem efisiensi dan memandang secara taken for granted bahwa persaingan
pasar penuh akan mengatasi problem-problem pemerataan (equity). Dalam pandangan
ekonom, jika hubungan-hubungan tenaga kcrja secara khusus tidak seimbang,
konflik-konflik muncul dalam hubungan tawar-menawar, yang berakibat pada
rendahnya komitmen pekerja sehingga produktivitas turun. Dalam persoalan
seperti itu, institusi-insritusi yang merepresentasikan kepencingan kolektif
tenaga kerja dan mengintridusasi tegulasi politik ke dalam pasar tenaga kerja
menjadi penting. Lebih dari itu, intervensi negara yang mengatur kondisi
ketenagakerjaan untuk mengurangi kesenjangan sosial yang disebabkan oleh
ketidaksempurnaan pasar juga penting guna menciptakan pasar yang lcbih efisien.
Terdapat perbedaan mendasar antara
sosiolo;i ekonomi dan ekonomi sebagai disiplin ilmu, terutama aliran
neo-klasik. Menurut Dobbin (2007:320), kebanyakan ahli sosiologi ekonomi
menggunakan paradigma berpikir secaragc’lglcg; melihat bagaimana perilaku
ekonomi berbeda antar-waktu dan tempat (negara), serta melacak variasi
perbedaan tersebut dari konteks sosialn a. Sebaliknya, para ekonom neo-klasik
menggunakan paradigma berpikir secara deduktif berasal dari premis-premis bahwa
ke-entin;an diri individu berkaitan (merupakan fungsi) -erilaku ekonomi.
Studi-studi tentang investasi pada saat awal munculnya Pretestantisme,
manajemen perusahaanperusahaan baru Cina yang berorientasi pasar, dan strategi
bisnis yang dilakukan produsen anggur Argentina merupakan contoh-contoh studi
yang menghasilkan banyak pandangan tentang kekuatan-kekuatan yang membentuk
perilaku ekonomi. Akan terapi, sosiolog biasanya bekerja pada satu di antara
tiga proses sosial yang berbeda sebagai subject matter sosiologi ekonomi, yaitu
antara kekuasaan, institusional, dan teori jaringan.
Perbedaan antara ekonomi neo-klasik
dan sosiologi ekonomi juga ditunjukkan oleh McGovern (2003:747) yang
menyebutnya sebagai sebuah ironi ketika ekonomi klasik mulai bergerak menuju
model matematika untuk menjelaskan perilaku ekonomi di pertengahan abad 20.
Sosiolog secara gradual mempertunjukkan kererampilan dalam melakukan studi
cmpiris pada bidang yang telah ditinggalkan ekonom, yajtu pasar nyaca
(real-ltfe mar/em). Secara tradisional, hanya ekonom yang mengctahui seluk-bcluk
pertukaran pasar sepenj itu, dan pada saat yang sama sosiolog membahas
kasus-kasus residualnya, seperti institusi-institusi pasar tenaga kefja, atau
black box administrasi bisnis, juga di area-area tempat sosiologi sesudah itu
tumbuh subur.
Menurut (Fourcade, 2007:1016),
tumbuhnya perhatian texhadap studi sosiologi ekonomi baru pada dekade I980-an
disebabkan olch terdapat dorongan kuar untuk membuka dialog riil dengan ilmu
ckonomi mainstream. Fenomena ini ditandai dua hal. Di satu sisi, sejumlah
ekonomi institusionalis Amerika yang membuka diri bagi para intelektual,
termasuk dalam perspektif nonformalis dalam ilmu ekonomi. Di sisi lain,
tokoh-tokoh, seperti Granovetcer dan Swedberg, pada 1992 mencatat adanya invasi
dari ekonom kc dalam area yang mcnjadi domain sosiologi. Dengan dipimpin oleh
Gary Becker, ekonomi mainstream memulai invasinya ice dalam yunsdiksi
cradisional sosiologi (keluarga, kejahatan, ataupun pendidikan) (Velthuis,
1999, sebagaimana dikutip Fourcade, 2007:1016).
Smelser dan Swedberg (199423)
mendefinisikan sosiologi ekonomi sebagai the application of the sociological
perspective to economic phenomena (aplikasi perspektif sosiologis terhadap
fenomena ekonomi). Definisi ini diterima luas di kalangan para sosiolog
ekonomi. Akan tetapi, menurut Finch, dehnisi ini sebenarnya tidak cocok dengan
perkembangan sosiologi ekonomi sejak dekade 1980-an. Melalui artikelnya yang
berjudul “Economic Sociology As A Strange Other to Both Sociology and
Economics”, Finch (20072123440). menyatakan bahwa sosiolog ekonomi
mengembangkan dan menerapkan teori teori dan konsep-konsep dalam hubungannya
dengan fenomena ekonomi luas, termasuk keterlekatan dan teori jaringan aktor.
Inti teori-teori ini adalah pemahamannya terhadap tindakan dalam kondisi ketidakpastian
ketika aktor mengembangkan kapabilitasnya dalam melakukan kalkulasi di bawah
tekanan pasar.
Selanjutnya, menurut Finch
(2007:123-140), sosiologi ekonomi merupakan disiplin yang berada di luar
ekonomi, terutama karena berfokus pada pasar secara empiris, lebih tepatnya
pada pasar-pasar (jamak), bukan pasar (tunggal), pada mekanisme pasar, atau
(sebagai negasinya) kegagalan pasar. Fokus-fokus tersebut tidak satu pun cocok
dengan fokus ekonomi. Fenomena “pasar-pasar" dalam tradisinya lebih merupakan
perhatian para ilmuan sosial secara umum daripada rasionalitas sebagai
kapasitas asli manusia. Sosiologi ekonomi juga berada di luar sosiologi karena
lebih banyak menerjemahkan teori-teori ekonomi, baik sebagai inspirasi kritik
maupun dalam penilaiannya terhadap performativitasnya. “Pasar-pasar” dalam
sosiologi ekonomi dimaknai sebagai komodifikasi, memproduksi sumber daya umum
yang dapat dialokasikan untuk sejumlah “konsumsi” yang tidak terbatas. Sejarah
sosiologi ekonomi kontemporer mendukung klaim bahwa sosiologi ekonomi merupakan
disiplin yang berada diluar disiplin, baik sosiologi maupun ekonomi. Terbukti,
diskusi Parsons dan Smelser, misalnya, tidak mampu menunjukkan batas-batas
disiplin sosiologi ekonomi. Sementara itu, analisis tokoh-tokoh sosiolog ekonom,
seperti Granovetter, Callon, White, Polanyi, Knight, dan Chamberlin juga tidak
menunjukkan ciri-ciri keterkaitan dengan disiplin, baik sosiologi maupun
ekonomi.
Sekalipun definisinya mengenai
sosiologi ekonomi dikritik, karya Smelser dan
Swedberg yang berjudul Handbook Of
Sociological Economy (2005) merupakan salah satu karya monumental dalam
sosiologi ekonomi. Edisi pertama menekankan pada persoalan-persoalan pilihan
rasional dan biaya transaksi. Dalam edisi ini, terdapat perspektif utama,
seperti historis komparatif (Dobbin), institusionalisasi baru dalam sosiologi
dan ekonomi (Nee), antropologi ekonomi (Bourdieu), perilaku ekonomi (Weber dan
Dawes), dan munculnya perspektif baru: emosi dan ekonomi (Berezin). Pada saat
yang sama, powell dan DiMaggio (1991) memperkenalkan perbandingan
institusionalisme baru dalam ekonomi, sosilogi,dan ilmu politik serta hubungan
internasional. Victor Nee berusaha membandingkan beberapa model institusional
relasi kausal multilevel antara norma, jaringan, dan struktur institusional
besar. Nee menyebutkan bahwa sosiologi ekonomi mengimpor banyak ide dari teori
ekonomi. Tulisan kritis Bourdieu tentang antropologi ekonomi berkaitan dengan
integrasi “rasionalitas yang diperluas” yaitu secara kultural merupakan
terbentuknya selera dan secara sosial merupakan hubungan yang terstruktur. Buku
ini terbagi dalam tiga level analisis yang menjadi economic core, yaitu tingkat makro (negara, institusi
internasional), meso (pasar tenaga kerja, institusi, jaringan, dan ekonomi),
dan tingkat mikro (firma-firma dan industri).
Sementara itu, zafirovski
(2004:692), secara umum menunjuk pendapat Max Weber dalam mendefinisikan
sosiologi ekonomi, yaitu relasi-relasi sosiologis dalam bidang ekonomi,
termasuk pasar. Prinsip sosiologis selanjutnya dapat didefinisikan dalam tiga
karakteristik yang saling terkait atau asumsi-asumsi spesifik, yaitu (1)
analisis sosiologis harus masuk secara inheren ke dalam logika sosial dari
perilaku ekonomi atau elemen-elemen sosial dalam ekonomi yang tidak bisa dihilangkan;
(2) sosiologi harus mampu mengidentifikasi dan menekankan diri pada komposisi
atau struktur sosial dari ekonomi secara umum, dan secara khusus pada pasar;
(3) sosiologi harus mampu mendeteksi dan memfokuskan diri pada konstruksi
sosial atau strukturasi (determinasi) ekonomi, termasuk pasar dan harga-harga.
Sosiologi ekonomi menjadi cabang
disiplin ilmu sosiologi yang paling dinamis dan inovatif, baik dalam aspek
teoretis maupun empiris dalam dua dekade terakhir. Batas demarkasi antara
sosiologi ekonomi lama dan yang baru (sebelumnya disebut ekonomi dan
masyarakat) adalah tugas yang sulit. Hal itu dipengaruhi oleh perbedaan
subdisiplin lain, seperti antropologi ekonomi, sejarah ekonomi, ekonomi
neo-klasik, sosiologi pasar tenaga kerja dan stratifikasi, sosiologi politik,
sosiologi kebudayaan, teori organisasi dan manajemen, ekonomi politik, studi
gender, dan lebih banyak lagi. Secara teoretis, disiplin ini diinfiltrasi oleh
perbedaan perspektif teoretis, seperti teori institusional, pilihan rasional,
analisis jaringan sosial, dan sosiologi kebudayaan (Talmud, 2007:22).
Tokoh lain yang melakukan penilain
terhadap sosiologi ekonomi adalah Richard Swedberg (2007:1035-1055) yang
menurutnya terdapat plus minus dalam perkembangan sosiologi ekonomi. Nilai
plusnya adalah bahwa sosiologi ekonomi saat ini sangat pluralistik karna tidak
ada perspektif tunggal yang mendominasi. Pendekatan-pendekatan yang ada saling
bersaing mendebatkan bagaimana seharusnya mempelajari sosiologi ekonomi.
Pendekatan tersebut antara lain institusionalis, jejaring sosial, pendekatan
komparativisme, dan sebagainya. Juga, benar bahwa sejumlah ilmuwan muda dan
mahasiswa banyak yang aktif mempelajari sosiologi ekonomi. Dapat ditambahkan,
disiplin sosiologi ekonomi ditandai dengan tumbuhnya sejumlah studi-studi yang
berkualitas, baik setiap tahun yang diterbitkan dijurnal maupun dalam bentuk
buku. Sisi negatifnya, sosiologi ekonomi, seperti halnya juga sosiologi pada
umumnya, kurang inovatif dan kaku. Sosiologi ekonomi secara prinsip masih
membutuhkan lebih banyak ide baru.
Bagaimana prospek sosiologi ekonomi
di masa depan? Dalam hal ini, koniordos (2007:5) menyebut empat area yang dapat
meperbaiki kinerja sosiologi ekonomi di masa depan. Pertama, apa yang oleh
Trigilia disebut sebagai penelitian yang diselenggarakan bersama tentang studi
komparatif politik ekonomi. Kedua, kebutuhan untuk mempelajari elemen
ideologi-politik yang menembus fenomena ekonomi. Ketiga, seperti saran swedberg
untuk menggabungkan konsep sosiologis tentang kepentingan dan konsep institusi
berbasis kepentingan. Terakhir, institusionalisasi, yaitu suatu tema telah
dimiliki dan mampu memopulerkan sosiologi ekonomi.
Sementara itu, dalam pandangan
steiner (2001:453), sosiologi ekonomi dimasa depan tidak hanya dapat menghasilkan
suatu deskripsi yang baik di domain ekonomi juga studi-studi tentang konstruksi
sosial tindakan ekonomi dan institusi-institusi, tetapi juga dapat menghasilkan
pandangan dan alat analisis (tools)
baru dalam menjelaskan fakta-fakta ekonomi secara berbeda. Sosiologi ekonomi,
misalnya, dapat mengaplikasikan pendekatan-pendekatan simbolisme sosial
Durkheimian, sosiologi interpretatif Weberian,maupun fenomenologi sosiologi
Schutzian. Pendekatan-pendekatan tersebut dapat dipakai baik oleh sosiolog
maupun ekonom
B.
Batasan dan Ruang Lingkup Sosiologi
Ekonomi
Menurut Damsar (2002), fokus disiplin sosiologi ekonomi
merupakan irisan (instersection)
fokus disiplin sosiologi dan fokus disiplin ekonomi. Sosiologi ekonomi dalam
operasinya mengaplikasikan tradisi pendekatan sosiologi terhadap fenomena
ekonomi. Sementara itu, menurut Kesler (2007:111), dalam perspektif sosiologi
ekonomi, segala)aktivitas ekonomi pada dasarnya “terlekat” (embedded) dalam struktur sosial yang
lebih luas yang tidak dapat direduksi dalam motif atau preferensi agen juga
struktur imperatif, seperti kapitalisme. Berikut ini disajikan perbandingan
karakteristik disiplin sosiologi dan disiplin ekonomi.
PERBANDINGAN KARAKTERISTIK DISIPLIN
SOSIOLOGI DAN DISIPLIN EKONOMI
ASPEK
|
SOSIOLOGI
|
EKONOMI
|
Aktor
|
Titik
tolak: kelompok, Fenomena sui generis.
|
Titik
tolak:Individu.
|
Tindakan
Ekonomi
|
Tindakan
ekonomi dapat berupa rasional,tradisional, dan spekulatif rasional.
|
Mempunyai
seperangkat pilihan dan prefensi yang tersedia dan stabil.
|
Rasionalitas
sebagai variable.
|
Rasionalitas
sebagai asumsi.
|
|
Makna
diskonstruksi secara historis dan mesti diselidiki secara empiris-tidak bisa
secara sederhana ditarik melalui asumsi dan lingkungan eksternal.
|
Hubungan
antara selera di satu sisi dan harga di sisi lain.
|
|
Hambatan
pada tindakan
ekonomi
|
Kelangkaan
sumber daya, aktor-aktor lain.
|
Selera,
kelangkaan sumber daya, dan teknologi.
|
Hubungan
ekonomi dan
masyarakat
|
Ekonomi
bagian integral dari masyarakat.
|
Fokus:
pertukaran ekonomi, pasar, dan ekonomi.
Masyarakat
dilihat sebagai “sesuatu yang di luar”
|
Tujuan analisis
|
Deskripsi
dan eksplanasi.
|
Prediksi
dan eksplanasi.
|
Penerapan
Metode
|
Metode
historis.
Perbandingan.
|
Model-model
dalam bentuk matematis.
|
Tabel 3. Perbandingan karakteristik disiplin sosiologi dan disiplin ekonomi.Sumber: Damsar (2002).
C.
Perspektif Sosiologi Tentang
Fenomena Ekonomi
Dalam sosiologi, terdapat beberapa
persfektif dalam melihat perilku individu dan atau masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Perbedaan perspektif tersebut lahir disebabkan oleh
perbedaan asumsi-asumsi yang dipakai tentang hakikat dan posisi individu dalam
masyarakat.
1.
Perspektif Utilitarian
Perspektif ini menggunakan asumsi
bahwa manusia merupakan aktor yang rasional. Manusia selalu berusaha untuk
mendapatkan kesenangan, kenikmatan, dan kesejahteraan serta menghindari
penderitaan, hukuman, dan kesengsaraan. Tindakan manusia yang dianggap rasional
adalah tindakan yang memperhitungkan untung rugi (cost benefit ratio) dan keputusan yang diambil dari sekian pilihan
yang tersedia adalah yang paling efisien. Manusia selalu berusaha memperoleh
keuntungan semaksimal mungkin berdasarkan biaya yang dikeluarkan serendah
mungkin. Prinsip ini dikenal luas sebagai prinsip ekonomi dan mendominasi
teori-teori ekonomi yang berkembang hingga saat ini. Motivasi ekonomi dengan
demikian merupakan basis tindakan sosial manusia. Asumsi ini berasal dari
pengandaian Adam Smith tentang hakikat manusia yang digambarkannya sebagai homo economicus.
Asumsi yang dibangun perspektif
utilitarian ini di kemudian hari banyak menimbulkan persoalan serius, terutama
berakibatkan dengan moral dan keberadaan manusia. Rasionalisme instrumental
yang dibangun perspektif ini dalam kesejahteraannya, bahkan telah menimbulkan
tragedi kemanusiaan yang paling mengerikan. Peristiwa Genosida terhadap warga
keturunan Yahudi di jerman (Barat) dalam peristiwa Holocaust, dengan cara
memasukkan korban ke dalam gua-gua bekas tambang kemudian disemprotkan gas yang
mematikan setelah sebelumnya “dilucuti” segala “yang berharga” darinya
(termasuk rambut!) untuk dijadikan komoditas bernilai, merupakan sebuah contoh
bagaimana rasionalitas instrumental ini telah mengabaikan sisi-sisi moral
kehidupan manusia. Berbagai contoh lain dapat dieksplorasi dari ilustrasi
tersebut dan hal itu menunjukkan rasionalitas instrumental telah mewarnai
(bahkan mendominasi) realitas kehidupan masyarakat modern.
Perspektif ini mempunyai akar
pemikiran yang cukup beragam, termasuk diantaranya adalah Karl Marx. Menurut
Smelser (1997), Marx mewariskan banyak hal kepada tradisi utilitarian dan
cenderung mensubordinasikan segala bentuk moral dan sisi-sisi afeksi kehidupan
sebagai produk dari kekuatan-kekuatan sejarah
2.
Perspektif Embededdness
(Keterlekatan)
Perspektif ini diinisasi oleh
Granoveter yang menulis The Social
Embeddedness Of Economic Action di tahun 1985, yang kemudian menjadi
paradigma penting dalam sosiologi ekonomi. Kebanyakan sosiolog berpendapat
bahwa ekonomi selalu terlekat dalam konteks sosial. Menurut Granovetter (1990),
keterlekatan ekonomi tidak hanya terbatas pada “jaringan-jaringan hubungan
antar-personal”, tetapi juga terdapat dalam supra-individual dan
kondisi-kondisi hubungan masyarakat interpersonal. Dalam pandangan ini, ekonomi
ditandai dengan keterlekatan, baik pada skala makro maupun mikro.
Perspektif ini melihat bahwa
tindakan ekonomi seorang individu selalu terlekat dalam latar sosial. Menurut
perspektif ini, perilaku ekonomi berhubungan dengan kekuatan-kekuatan
struktural atau sistematis yang beroperasi secara nyata dalam masyarakat,
termasuk ekonomi. Dalam skala makro, hal tersebut dapat dipahami dari kenyataan
yang menunjukkan mengapa kekuaatan-kekuatan non-rasional sering memengaruhi
perilaku ekonomi. Jika semua aktor mengikuti kaidah-kaidah optimalisasi
rasionalitas (maksimalisasi utilitas), sebenarnya akan terjadi disintegrasi
sosial (zafirovski,2004:697).
Terdapat tiga proposisi utama dalam
sosiologi ekonomi baru menurut Swedberg dan Granovetter berkaitan dengan
keterlekatan ekonomi ini, yaitu (1) tindakan ekonomi adalah suatu bentuk tindakan sosial; (2) tindakan ekonomi
disituasikan secara sosial; (3) institusi ekonomi dikonstruksi secara sosial.
Dengan demikian, tindakan ekonomi dan lembaga-lembaga ekonomi merupakan
ekspresi hubungan sosial. Dalam hal ini, tindakan yang berstandar pada
kalkulasi untung-rugi merupakan bagian dari konstruksi sosial. Intinya,
tindakan seorang tidak semata-mata didorong oleh kalkulasi perhitungan
untung-rugi.
Secara empiris, penjelasan mengenai embeddedness ini dapat dilihat dari
berbagai studi tentang gerakan-gerakan sosial. Menurut Smelser (1997), dari
studi yang telah dilakukan sebelumnya, kita mendapatkan beberapa alasan
keterlibatan, misalnya imitasi, penularan, sugesti, komitmen ideologi,
gratifikasi ekspresif, serta kebutuhan untuk solidaritas di antara mereka. Jika
kita melakukan pendekatan untuk mengatasi problem tersebut dengan menggunakan
perspektif individualistik-utilitarian, kita akan memperoleh paradoks-paradoks
yang tidak diharapkan serta resolusi-resolusi yang tidak penting dari paradox
tersebut karena dengan kerangka tersebut individu dilihat sebagai tidak
mempunyai alasan untuk terlibat dalam gerakan sosial karena hanya berdasarkan
analisis cost-benefit, serta tidak
ada alasan yang masuk akal bagi seseorang terlibat dalam gerakan tersebut